BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Aku Bukan Gay dan Sebuah Pledoi

Permulaan yang sangat mainstream dan klise, kita bertemu dari sebuah aplikasi gay di smartphone bernama growlr. Sebuah aplikasi yang tentu saja berisi orang menengah atas dengan bermacam gayanya. Apalagi aku berada di Kota Yogyakarta yang notebene adalah kota kaum pelajar dengan duit kiriman cekak dari orang tua. Smartphone masih menjadi barang yang cukup mewah kecuali kamu memilih berpuasa Senin-Kamis dan menghabiskan uang beasiswamu demi membeli smartphone karena tuntutan peergroup bernama sosialita.

Malam itu kamu menyapaku dengan sapaan khas penghuni lapak growlr.

“Woof-woof!” Katanya.
“Grrr....”Balasku.

Sebuah sapaan dan balasan yang klop, itu berarti kita satu selera dan paham dengan konteks komunitas gay yang cukup spesial ini. Kita saling bertukar sosial media, instagram, dan no handphone. Akhirnya kita sepakat untuk bertemu malam hariuntuk sekedar penjajakan saja. Aku sangat tertarik apalagi dia bilang belum pernah bertemu dengan seorang gay sebelumnya. Malam itu hujan deras, setelah aku menyelesaikan kursus menulis, aku membiarkan diriku terhempas hujan deras hanya untuk menepati janji bertemu pukul 8 malam tepat.

Dirinya terlihat gugup dengan tangan gemetaran. Mungkin pikirannya berkecamuk ketakutan antara bertemu dengan orang jahat dan dosa (iya dosa). Alasan pertama mungkin sangat masuk akal jika melihat penampilangku dengan celana pendek warna hijau army dan sepatu canvas hitam polos ala-ala anak punk. Lalu kau sempat melihat tattoo di punggungku dari kaos hitam yang kukenakan ketika kau berdiri dibelakangku saat mengantri membuat kopi panas di mesin pembuat kopi otomatis indomaret point.

Kita memulai perbincangan dengan hal-hal keseharian. Kuliah dimana, jurusan apa, ngapain aja, hingga hal-hal basa-basi ciri khas orang pedekate. Dari situ aku tersentak ketika aku tahu bahwa kau masih sangat muda, baru saja merayakan perayaan akhir baligh. Aku takut akan terjerat dengan undang-undang pedofilia jika suatu saat nanti kami bertemu dengan masalah yang sangat kompleks bernama drama yang melibatkan orangtua. Malam itu kita habiskan tiga jam untuk berbincang seputar Jogja karena dia masih sangat baru disini dan tidak tahu apa-apa serta sedikit informasi mengenai komunitas gay di kota ini (aku jadi merasa masih menjadi seorang community organizer di suatu LSM yang pernah kugeluti sebelumnya).

Tidak melakukan having sex pada pertemuan pertama kali adalah pilihan tepat. Terbukti dia semakin mendekat dan tertarik denganku. Bahkan dia pernah berkata bahwa dekat dan ngobrol dengan orang dewasa lebih menyenangkan. Dewasa? Baiklah, aku terlihat jauh-jauh lebih tua dari umurku, 25 tahun. Aku masih tergolong sebagai youth dalam range umur yang distandarkan oleh PBB dan berhak atas berbagai fasilitas beasiswa konferensi luar negeri jika dia tahu.

Suatu malam dia menyapaku di whatsapp. Dia bertanya apakah bisa menginap di rumahku. Menginap dalam kamus besar bahasa binan bisa berarti berbeda dengan artinya secara harfiah. Apalagi aku melihatmu sebagai anak yang masih sangat belia dan belum terlalu vulgar dan to the point ketika berbicara mengenai seksualitas. Aku bertanya kedua kalinya untuk meyakinkan dirinya bahwa ketika bertemu dengan seorang gay tidak harus melakukan hubungan seks. Bisa saja itu adalah awal dari sebuah persaudaraan sesama nasib saja. Tetapi dia bersikeras ingin “menginap” dan mengatakan ingin mencobanya, at least dengan orang yang tepat. Tepat??? Baru bertemu sekali saja dia sudah menyimpulkan bahwa aku adalah orang yang tepat. Aku hanya bisa mengamini.

Tibalah suatu malam dimana kami bertemu dan makan malam di daerah Gejayan. Seusai makan aku bertanya lagi (aku sedikit ragu) apakah dia benar-benar ingin menginap di rumahku. Keyakinannya membawanya duduk di sofa hijau di depan televisi. Sedkit basa-basi dan kami pun akhirnya berpeluh hangat di ranjang kamarku. Anak muda 17 tahun, yang datang ke jogja tidak hanya pergi untuk menuntut ilmu, tetapi mencari kebebasan dari kekangan orang tua dan masyarakat. Kutemukan dirinya yang lain, dirinya yang selama ini terbelenggu dalam permainan yang cukup panjang hingga sempat ejakulasi dua kali sampai pagi. Aku merasa kasihan dan heran dengannya. Kasihan karena menyaksikan sosok yang terbelenggu dan heran karena dia begitu enerjik. Mungkin itu bedanya antara anak muda dan orang tua. Malam itu kami akhiri dengan mandi bersama dan tidur dengan tangan bergandengan. Sebelum tidur dia berkata katanya aku orang yang romantis. Sebentar! Dia belum tahu saja bahwa aku ini sangat logis, didikan Tan Malaka Tulen.

Di pagi hari tiba-tiba dia ingin pulang entah ada apa. Aku sedikit khawatir karena mungkin dia menyimpan suatu kegelisahan.Hal itu terbukti, ketika dia pergi dia mengirimkan sebuah pesan singkat yang diawali dengan permintaan maaf. Katanya dia bukan seorang gay! Anehnya aku merasa biasa saja walau aku tahu semalam dia ejakulasi dua kali ketika bercinta denganku. Dia bukan seorang gay walau bercinta denganku hingga dua ronde. Baiklah!

Aku tidak menghakiminya dan menerimanya. Mungkin dia sedang mengalami proses denial dalam dirinya. Wajar saja sih, aku juga mengalami hal serupa bahkan lebih parah darinya. Seorang anak muda yang terbebani secara kasat mata oleh orang tua, agama dan masa depan. Memang pandangan umum di mata komunitas gay berkata bahwa kita tidak bisa membahagiakan orang tua, menjadi seorang muslim yang baik dan bermasa depan cerah jike menjadi soerang gay. Judgemental yang terlalu dini dan dangkal nan penuh persepsi berbalut ketakutan pikirku.

Terakhir dia berkata sedang menangis dan mengatakan tidak tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Drama dimulai, tetapi sayang, bukannya aku muak tetapi aku menjadi kasihan. Aku pun berkata padanya, jika dia tidak tahu siapakah dirinya yang sebenarnya mungkin sudah saatnya dia berhenti mencari siapa dirinya yang sebenarnya. Aku percaya jawaban itu kadang masalah waktu (proses). Menjadi gay atau bukan gay, bagiku dia sama seperti manusia lainnya. Toh, berhubungan dengan laki-laki tidak membuat seseorang menjadi seorang gay jika tidak menemukan cinta.

Comments

  • kisah yang menarik ... mungkin dia ingin mencari pengalaman saja ...
  • masih labil karena faktor usia
  • hi @lulu_75 mencari pengalaman? Agak janggal kalau pengalamannya akan ditulis di CV untuk kerja nanti. cheers!

    @centaury Labil karena usia? bahkan yang tua sering drama lo.
  • ayolah @Rasdidin kita ini pernah remaja, apa yang ada dipikiran remaja segalanya pengen tau ...
  • sedikit tersentil dengan ceritanya. "pengalaman" bukan berarti harus mencobanya kan?
    klo cerpen2nya dibuat di satu trit mungkin lebih seru, jd bisa baca yg lainnya. saran aja sih ^^.
    ditunggu karya menarik lainnya..
Sign In or Register to comment.