BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

IT'S AMAZING

edited January 2015 in BoyzStories
-One

Pernah ku baca sebuah quote 'better lite a candle than complain about darkness.'

Penggambaran yang nyata adalah sebenarnya aku terlalu terfokus kepada sisi gelap seorang teman, dibandingkan sisi baik yang jauh lebih berharga dari sisi terburuk itu. Mungkin seperti takut dengan rumor yang jelas terlalu ironis.

***

Saat itu kupasang earsphoneku di telinga, sambil mendengar musik yang beralun-alun, kugerakan jari-jari kakiku. Judulnya Home, lagu yang dinyanyikan oleh Michael buble dengan suara yang menurutku hampir sempurna.

Untuk orang yang sudah menyukai musik sejak kecil, ini adalah rekor pertamaku mendengarkan lagu yang sama sejak 3 bulan terakhir ini. Biasanya aku mendengarkan 25 sampai 50 judul lagu berbeda setiap hari.

Ku tatap jam dinding di hadapanku, setiap detik yang berlalu seakan membuat setiap waktuku seperti melambat. Aku bahkan tidak ingat kapan kali terakhir aku makan-makanan yang bergizi, hanya makanan kecil dan kaleng-kaleng pepsi yang ada di kamarku sekarang. Seakan manusia bodoh, setiap detiknya kulihat layar gadgetku, berharap seseorang mengirim pesan singkat. Ya tuhan, sudah 3 bulan lebih aku seperti ini, ini membuat aku gila.

3 bulan yang lalu Herry mengirimi ku pesan singkat untuk menemuinya di tempat biasa kami berkumpul , dia bilang dia hanya ingin bertemu denganku kali ini. Saat itu kulihat wajahnya yang berbeda dari biasanya, sedikit pucat mungkin. Ku hampiri Herry.

Dia adalah sahabat terbaikku, terbaik dari yang terbaik selain Stella dan Erik -kami empat bersahabat, aku, Herry, stella dan Erik.- Namun Herry berbeda, dia lebih dari sahabat bagiku. Dia adalah saudara , dia baik, dia punya sisi kasar, dan kadang terlalu banyak bergumam karena sering melihatku tidak menghabiskan makanan dipiring. Di selalu bilang dengan nada serius 'Itu mubazir, kamu mau jadi temen setan?' Aku selalu tertawa membayangkan ekspresi wajahnya seperti itu. Dia juga yang paling heboh disaat aku sakit, semua orang tau kami bahkan sudah seperti seorang kakak dan adik. -dia kakaknya dan aku adiknya, dia lebih dewasa, dan dia lebih tampan: dengan mata biru yang meneduhkan, tubuh yang ideal, kulit putih, alis yang tegas, dan bibir mungil kemerahan, tak heran tidak sedikit wanita yang berbondong-bondong di kampus merayu Herry hanya karena ingin minta nomer atau pin BBM dia. Aku akui itu.-

"Sudah lama nunggu?" Aku duduk tak jauh dari Herry. Ia tersenyum menyadari kedatanganku.

"Gak juga, soalnya tadi ada sedikit masalah hehe." Ia terkekeh.

"Jangan bilang kamu tadi lagi....,"

"Apa?" Ia menatapku tajam."Apa?"

"Wehh...woles bro, woles." Aku tersenyum geli."kamu emang mikirnya apa?"

"Dasar otak mesum!" Katanya balas tertawa geli.

"Yeee maksudnya apa?"

"Kamu mikirnya pasti aku macam-macam kan?"

"Ye, dasar gilak!! Kamu semacam aja. Siapa yang bilang kamu macam-macam," ujarku polos, aku masih menggenggam gadgetku, kulihat dia tersenyum geli.

"Kamu itu pura-pura bego, atau emang bego?"

"Lah? Aku emang gak ngerti,"

"Kamu mikir aku coli kan?!" Hardiknya.

"Buahaha...ini siapa yang otak mesum? Aku apa kamu?" Aku tertawa terbahak-bahak.

"Sialan!" Gumam Herry karena kalah dengan kata-katanya sendiri.

Aku terus tersenyum, ku mainkan gadgetku tanpa menoleh kearahnya yang sepertinya dendam karena kalah beradu argumen denganku.

"Van, aku mau bicara sesuatu." Kata Herry tiba-tiba serius dengan raut wajah berbeda.

"Boleh? Ada apa emang?" Aku duduk di sampingnya, mendekat dan meletakan gadgetku di kantong. Tak sampai sedetik kutatap dia dengan tatapan bertanya.

"Aku....," dia menghela nafas."aku...,"

"Kenapa? Kamu sakit jiwa Her?" Aku tak tahan untuk berbuat konyol saat bersama Herry.

"GILAK!! aku serius ini...," Timpal Herry.

"Haha...oke, oke." Aku manarik nafas."so, apa?"

"Aku sayang sama kamu," katanya hampir berbisik dan tercekat diakhir ucapannya.

"aku juga Her, kitakan sahabat. Malah udah kaya saudara," balasku tersenyum, namun yang kulihat berbeda kali ini, tatapan matanya menunjukan sesuatu yang salah.

"Tidak, tidak..." matanya dia alihkan dari tatapanku."Aku mencintai mu, aku menyangimu lebih dari sekedar saudara. Im gay Evan," ucapnya tanpa berbisik lagi, dengan nada datar namun tercekat disaat kata terakhir 'Im Gay' dan itu cukup membuat jantungku hampir berhenti berdetak. Pikiranku mulai camuh, seakan suara-suara Herry menghatam kepalaku. Dia gay? Dia sahabatku? Dia saudara bagiku? Kenapa dia menjadi makhluk menjijikan itu? Semua pertanyaan terus bergumam keras di kepalaku saat itu. Tanpa berhenti.

"Tidak...kau bercandakan?" Aku mencoba meluruskan, namun matanya seakan memberikan sebuah jawaban yang sama.

"Aku serius," ujarnya tersenyum miris.

Mengingat itu, aku hampir tidak ingin membayangkannya lagi. Saat itu aku meninggalkannya sendiri, tanpa berkata satu patah katapun. Aku tidak berani menatap matanya, aku seperti 'jijik', aku tahu saat itu dia menatap ku disaat aku melangkah meninggalkannya.

Kemudian satu hari berlalu, dua hari, tiga hari, empat hari, dan minggu demi minggu berlalu, hingga bulan demi bulan. Sampai saat ini aku masih ragu untuk menegurnya, persahabatan kami seakan di batasi oleh sebuah tembok es besar yang memaksa kami untuk tidak saling menyapa. Walau kami bisa melihat satu sama lain, di balik tembok itu. Semua berbeda,

Jadi apakah ini salahku? Tidak, tidak....bukankah Herry yang salah, dia seorang homo. Dia menjadi makhluk seperti itu, dia membuat aku terus berdelik membayangkannya. Tapi apakah ini pantas diterima oleh ikatan persahabatan kami?

Kulihat kearah layar gadgetku, 11 panggilan tidak terjawab langsung tertera di layar. Semuanya dari Erik dan Stelle, sudah dari kamarin mereka mencoba menanyakan hubunganku dengan Herry, menanyakan hal yang percuma. Walau bagaimanapun cara mereka, itu sia-sia, jika mereka berharap aku akan memberi tahu mereka. Herry-pun kurasa begitu pula.

Aku masih teringat ucapan di film Cars 2, yang diucapkan oleh salah satu teman mobil derek yang berasal dari italia : 'Saat kita menemukan teman, maka saat itulah kita menemukan harta karun.' Jadi apakah Herry sebuah harta karun bagiku? I dont know, menurutku dia bukan harta karun, dia bukan anugrah, dia bukan apa-apa, dia hanya sampah, tapi aku selalu tidak bisa menolak dia adalah sampah yang sangat aku sayangi.

***

Aku mengetik tulisan terakhir distatus facebookku 'Miss you'. Tak berselang beberapa detik setelah aku memposting statusku difacebook dosen keluar dari kelas, pelajaran kampus hari ini berakhir. Kulirik layar gadgetku, pukul 5 sore.

"Ikut tahun baruan? Kita ke puncak?" Kata Stella di depanku, diiringi oleh Erik dan Herry di belakang Stella. Herry? Sudah hampir 3 bulan ini aku tidak melihatnya, dia agak kurusan sekarang. Ironisnya, Herry tersenyum kecil kearahku, aku hanya bisa balas tersenyum miris.

"Enggak deh," jawabku, kulihat ada sesuatu yang membuat Herry tak enak. Sepertinya sulit diungkapkan olehnya.

"Kenapa? Biasanya kamu yang paling antusias kalau ke puncak," hardik Stella.

"Iya nih, kamu kenapa Van?" Timpal Erik.

"Gak, males aja haha." Aku tersenyum, sepertinya malahan terlihat kecut wajahku.

"Aku gak jadi ikut Stell, baru ingat ada acara keluaraga." Kata yang tak pernah kuduga keluar dari mulut Herry. Aku yakin dia berpikir aku tidak ikut karena tidak nyaman karena ada dia,

"Kenapa?" Tanyaku spontan. Herry menatapku seakan ada sesuatu yang membuat dia semakin tidak nyaman.

"Gak, ada acara keluarga aja." Katanya tersenyum, dia tetap terlihat manis. Dia merogoh kantong celananya dan melihat jam di layar gadgednya."Oya udah telat nih, udah dulu ya...bye!" Katanya buru-buru meninggalkan kami.

"Hey!" Panggilku kearah Herry, tapi bayangannya sudah terlanjur hilang di balik pintu. Stella dan Erik hanya ternganga kagum melihat kami.

"Kalian kenapa sih?" Tanya Erik mengintrogasi.

"Iya, kalian akhir-akhir ini sangat berbeda. Biasanya kalian yang paling akrab, kalian yang paling heboh gila-gilaan. Sekarang malah....," Stella tidak melanjutkan perkataannya.

"Haha, kamu pikir orang sakit jiwa, heboh gila-gilaan?"

"Jangan mengalihkan topik pembicaraan Van," ujar Erik datar.

"Ada masalah apa sih?" Stella masih bersikeras bertanya.

"Kepo! Kami gak ada masalah apa-apa," jelasku santai.

"Jangan bohong Van, kalian jelas terlihat canggung satu sama lain." Ujar Erik ikut menghardikku.

Aku berdiri dan lalu menghela nafas."Kamu pernah ditampar monyet Rik?" Tanyaku diserius-seriusin.

"Gak, kenapa?" Stella dan Erik langsung serius melihat kearahku.

"Stella! Tampar erik!" Kataku langsung disambut tawa terbahak-bahak oleh Erik.

"Baru tau ternyata Stella monyet," Erik ngakak.

"Saraf kamu evan!! Cantik gini di bilang monyet!" Kata stella.

"Haha...bego kamu Van!" Timpal Erik.

"Ya udah, aku ikut dah ke puncak," ucapku mantap.

"Nahh gitu dong," ujar Stella, wajahnya masih saja memerah karena marah.

"Udah dulu ya, jadwalku padat ini. Ada pemotretan di Paris," ucapku santai hendak beranjak pergi.

"Ngarep akut kamu," Tawa Erik terdengar.

"Emang dasar gila tuh anak!" Gumam Stella dari kejauhan, aku sudah berada diambang pintu melambaikan tangan kearah mereka berdua.

Mereka sahabat yang sangat aku sayang, tapi tetap saja semua belum lengkap tanpa candaan Herry.

***

"Beli, mie, garam, sosis, cemilan, royco, cofee bla bla bla...," jelas bundaku. Seperti biasa, setiap hendak akhir bulan aku di suruh ke supermarket untuk membeli makanan-makanan, atau cemilan-cemilan.

"Iya bun, Evan pergi dulu ya." Aku bergegas pergi menuju supermarket drngan menggunakan motor. Terlihat ibuku melambai dari kejauhan.

"Hati-hati," katanya kurang jelas dari kejauhan.

Aku mengenakan jaket, sekarang pukul 9 malam tak heran udara sangat dingin. Di tambah lagi akhir-akhir ini musim hujan. Cuaca kadang berubah-ubah drastis. Tapi sepertinya bulan ini full service musim hujan.

Saat sampai, ku parkirkan motorku, kulepas jaketku lalu ku letakan di jok sepeda motor. Terlihat dari luar, supermarket cukup ramai.

Aku langsung memilih beberapa makanan dan daftar belanjaan yang di sebutkan bunda, tidak terlalu lama, hanya setengah jam. Semua daftar belanjaan sukses selesai aku cari, hanya tinggal cofee saja yang belum.

Saat aku melangkah kesamping dimana tempat kumpulan aneka cofee berada, langkahku tiba-tiba tercekat mendapati Herry sedang memilih-milih cofee. Aku ragu untuk menghampirinya, tapi mau bagaimana lagi? Sekarang sudah pukul setengah sepuluh lebih, langitpun sepertinya sudah mulai mendung.

Aku berjalan kearahnya, tepat di sampingnya aku hendak meraih cofee yang letaknya cukup tinggi sehingga membuat aku kesusahan menggapainya. Mempunya tinggi 175 cm memang kurang nyaman disaat keadaan seperti ini.

"Nih," ujar sebuah suara, Herry memberikan cofee yang hendak aku ambil. Seperti biasa, dia tersenyum. Herry yang memiliki tinggi lebih dari 180 cm memang membuat aku seperti terlihat kecil dihadapannya.

"Makasih.." kataku setelah menerima cofee dari Herry. Bodoh! Kenapa aku tidak menyapanya, sekarang akulah yang menjadi tokoh sombong disini.

"Minum cofee juga?" Tanyaku agak canggung.

Herry menatapku beberapa detik."Cuma akhir-akhir ini," Jawabnya agak ragu. Kami betul-betul seperti orang asing yang tidak saling mengenal.

"Aku duluan ya," katanya bergegas meningalkan aku.

Aku mengangguk lalu bayangan Herry menghilang dibalik makanan-makanan. Aku tidak berharap ini terjadi.

Saat aku menuju meja kasir, sosok Herry tidak lagi terlihat. Sepertinya dia sudah pergi. Baguslah. Hanya 10 menit, semua belanjaan selesai dihitung. Aku segera bergegas menuju motor dan mengenakan jeket dan helm. Langit sungguh terlihat mendung, bulanpun tidak terlihat lagi.

Benar kataku, setelah setengah perjalanan menuju rumah hujan deras tiba-tiba turun dengan lebatnya. Terpaksa aku harus mencari sebuah tempat berteduh, kalau tidak semua belanjaan bisa basah.

Aku melihat rumah kosong di ujung jalan persimpangan, segera ku parkirkan motorku di sana. Tubuhku sudah basah kuyub, belanjaanpun segara kuangkat untuk mengantisipasi. Saat aku melewati batu-batu di dekat pohon mangga terlihat motor seseorang, sepertinya aku mengenal motor itu.

Tanpa pikir panjang aku langsung masuk keteras rumah itu untuk berteduh. Kulihat seseorang juga berteduh di sana, samar-samar dari kegelapan aku menerka, ternyata Herry. Ya tuhan, kenapa aku harus bertemu dengannya di sini?

Bersambung....
«1

Comments

  • Part awal aja udah menarik,,, ditunggu lanjutan dan mentionannya,,,
  • @cute_inuyasha Makasih om..hehe baru belajar nulis, mohon kritik pedasnya..hehe
  • Welehhh manggilnya kok om,,, kakak aja dehhh,,,wkwkwk
  • jodoh nga bkl kemana.. hehe.. :p
    ikut nyimak yaa..
  • @cute_inuyasha Haha...oke kak, silahkan di kritik.

    @octavfelix jodoh adalah takdir^^ mohon kritik pedasnya kak?
  • Hmmm ... suka dg tema friendship, awal yg bagus 1 like for u :)
  • titip mention....
  • Menarik.ikut minta mention ya?

    Eh BTW cerita yg kemarin mana?
  • bagus ceritanya ... kalo lanjut dimention ya ...
  • -Two-
    Sebuah kata :

    "Aku menyayangimu Herry, lebih dari yang kau harapkan. Jika hanya sekedar cinta saja yang kau inginkan dariku, jangan konyol, aku akan memberikan segalanya untukmu. Aku menyayangimu seperti aku menyayangi diriku sendiri,"

    ***

    "Hey," antara yakin dan ragu aku menyapa Herry yang ada di sampingku. Saat aku menerka dari kegelapan, gambaran wajahnya tetap sama, tetap terlihat tampan. Tapi matanya memancarkan sesuatu yang berbeda sejak 'masalah' antara kami terjadi.

    Ia menyunggingkan senyumnya saat menyadari kehadiranku, senyum yang menunjukan rasa kaget dan bukan suatu pengharapan baginya aku ada di sini. "Oh, hey..," katanya singkat. Aku membalas senyum kearahnya, dia sekarang terlihat lebih kurus.

    Herry tidak melanjutkan perkataannya lagi, sungguh ironis. Canggung dan tidak nyaman jelas terlihat dari matanya, dia bahkan tidak melanjutkan perkataannya di detik selanjutnya. Perkataan yang sebenarnya aku harapkan, paling tidak basa-basi. Matanya ia alihkan kedepan, menatapan jalanan yang diguyur derasnya hujan.

    Hujan semakin deras setiap detiknya, membuat keadaanku dan Herry semakin canggung. Dia seperti ingin cepat bergegas pergi meninggalkanku, namun dia juga tidak bisa memaksa dirinya untuk menerobos derasnya hujan.

    "Kau masih memikirkannya?" Tiba-tiba pertanyaan yang tak pernah kuharapkan terlontar dari bibir Herry. Ia menatapku sejenak, lalu pandangannya ia alihkan kedepan.

    "Maksudnya?" Sungguh bodoh. Aku bertanya tentang apa yang jelas aku sudah tahu jawabannya.

    "Maksudmu aku harus mengatakannya sejelas mungkin?" Sekarang Herry menatapku lekat-lekat. Bola mata itu, sudah lama aku tidak melihatnya. "Agar membuat keadaan kita semakin canggung?" Sekarang ia tersenyum, senyum yang jelas aku tahu artinya, senyum miris darinya. Seakan dia menertawakan dirinya sendiri.

    "Entahlah...," aku mengangkat bahu, aku bahkan tidak tahu harus berkata apa tentang masalah ini. Dia gay, dan dia menyukai aku yang jelas-jelas normal, bagaimana aku menanggapinya?

    "Haha....," senyum itu lagi, aku bahkan tak sanggup melihatnya."Cinta gak butuh balasan Van, cinta gak butuh materi, bahkan cinta gak butuh sesuatu yang WOW untuk di perlihatkan. Aku mencintaimu tanpa syarat, aku gak butuh balasan darimu, aku hanya berharap kau bahagia dengan yang lain. Tapi aku juga memiliki hak untuk menyampaikan perasaanku, dan kuharap caraku menyampaikannya tidak mengubah persahabatan kita...," Herry menghentikan kata-katanya, bibirnya bergetar seakan ada 1000 penjelasan lagi yang ingin ia hamburkan kearahku.

    Kutatap langit untuk mencari jawaban yang tepat untuknya. Hujan sudah mulai reda, yang terlihat hanya awan yang menutupi bulan serta cahaya guntur yang menerangi awan dilangit."Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang, Her." Entah seberapa kejam perkataanku beberapa detik barusan. Aku bahkan tidak sadar dengan perkataanku sendiri.

    "Aku tahu, ini berat untuk orang sepertimu...yahh menerima keadaanku." Ia tersenyum sekarang, matanya menatap langit yang sudah mulai menampakan bulan lagi. Bola matanya berbinar menampakan suatu kelegaan didalam hatinya.

    "Tidak maksudku....," belum sempat aku melanjutkan perkataanku. Ia sudah hendak melangkah menuju motornya, senyumnya mengambang kearahku.

    "Aku duluan ya...," katanya tersenyum seperti biasa."Cepet pulang, entar sakit malam-malam naik motor. Dingin ini cuacanya," katanya seperti biasa, nada suara yang selalu mengkhawatirkan aku. Aku merindukan itu Herry, aku sungguh merindukannya, batinku.

    "Iya," hanya itu yang bisa aku katakan saat melihat bayangan motor Herry sudah menghilang dipersimpangan jalan.

    Aku menyayangimu Herry, lebih dari yang kau harapkan. Jika hanya sekedar cinta saja yang kau inginkan dariku, jangan konyol, aku akan memberikan segalanya untukmu. Aku menyayangimu seperti aku menyayangi diriku sendiri, batinku dibalik kegelapan. Sebuah kata yang tercekat untuk Herry, bodohnya aku.

    ***

    Tepat pukul 11 lebih beberapa menit, saat aku duduk di teras melihat semua anggota keluargaku membakar jagung dan ayam, mereka terlihat sangat bahagia malam ini. Aku menggunakan earsphoneku ditelinga. Lagu jem dengan judul It's Amazing membuat aku seakan terbawa dengan setiap nada dan suara yang dinyanyikan Jem. Aku betul-betul tidak pernah bosan mendengarkannya, lagu kesukaan Herry. Dulu dia yang menyarankanku untuk mendengarkan lagu ini.

    Hari ini adalah malam tahun baru, aku menghela nafas melihat langit yang sedang cerah. Sudah satu minggu sejak kejadian di rumah kosong waktu lalu, sejak saat itu Herry tidak pernah terlihat lagi. Kurasa dia ikut dengan Stella dan Erik ke puncak, karena aku tiba-tiba membatalkan ikut merayakan tahun baru di puncak bersama mereka. Sungguh, aku merindukan tahun baru seperti biasanya kami berempat. Biasanya kami akan saling menukar kado, dan itu adalah moment terbaik dalam satu tahun yang pernah kami lewati bersama.

    "Hey, kenapa bengong?" Tanya seseorang, Dia lalu duduk di sampingku. Matanya masih polos dan lugu.

    "Lagi mikirin sesuatu chris," aku tersenyum melihat anak di hadapanku ini, umurnya 2 tahun lebih muda dariku.

    "Mikirin pacar ya? Ciee." Ujarnya polos, yang malah mengundang gelak tawa dibibirku.

    "Haha..tahu apa kamu tentang pacaran? Sekolah dulu yang bener sana."

    "Aku udah SMA bang, wajar lah...," kilahnya, dia ikutan melihat langit sepertiku.

    "Kamu pernah jatuh cinta Chris?" Tanyaku beberapa detik kemudian, kulepaskan earsphoneku untuk menatap anak culun yang mengenakan kacamata ini sesaat.

    "Pernah!" Ujarnya mantap.

    Aku menghela nafas, pandanganku masih keatas langit, memikirkan sesuatu."Menurutmu, cinta itu apa?"

    "Cinta? Hmm..." Chris diam sejenak, memikirkan sesuatu." Cinta itu adalah ketulusan sederhana yang memiliki arti dan makna yang besar. Cinta itu gak meminta sebuah jawaban, cinta itu gak memaksa, cinta gak pernah memilih siapa yang pantas dan gak pantas. Cinta itu ada karena kita mencintai," katanya menjelaskan sambil diselingi senyum manis. Aku takjub mendengar pendapatnya tentang cinta, kata-kata yang ia tuturkan nyaris tidak seperti anak SMA kebanyakan. Aku malah terlihat seperti makhluk bodoh yang tidak pernah mengenal cinta.

    "Jadi cinta itu gak ada yang salah ya?" Setelah beberapa detik aku diam, sebuah pertanyaan spontan langsung meluncur dari bibirku.

    "Menurut aku, enggak ada cinta yang salah." Chris berdiri hendak beranjak."Aku kesana ya bang," ujarnya.

    Aku menggangguk kearah Chris. "Silahkan," ucapku pelan, beberapa saat kemudian Chris sudah bergabung dengan yang lainnya.

    Aku berpikir sejenak, semua pertanyaan yang aku pikirkan selama ini bergumam kembali diotakku. Jadi apakah Cinta Herry tidak salah? Jadi apakah aku mencintai Herry? Aku belum yakin dengan perasaanku, tapi aku yakin dengan satu hal, aku menyayangi Herry.

    Drttt Drrttt Drrttt

    Gadgetku bergetar, kuusap layarnya. Sebuah pesan singkat masuk dari Stella, dan secara bersamaan Erik juga mengirim pesan singkat.

    Mataku langsung tercengang saat membaca pesan singkat yang dikirim oleh Stella, kepalaku memanas, bibirku bergetar secara bersamaan. Sebuah hentakan keras menimpa dada sebelah kiriku dengan kasarnya. Herry?? Herry??

    Stella : Cepet kerumah sakit harapan insa, kata bundanya Herry, Herry mengalami kecelakaan parah. Aku bingung mau ngomong apa, Cepet!

    Bersambung....
  • Hmmm ... kyknya bahasanya terlalu puitis jd pesan dan fokus crt kurang dapet gw ... maap just saran :(
  • Astaga,,,semoga herry gpp
  • edited January 2015
    Herry Bule ya?

    Evan masih bimbang akan perasaannya.Denial.
Sign In or Register to comment.