BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Persimpuhan Pada Titik Mula Perjalanan

Pekik decit rel kereta api dari arah barat. Bel berdenting, dipukul keras-keras oleh petugas, tanda keberangkatan selanjutnya. Bulan, Hari, Jam telah menjadi lalu. Kini hanya tinggal detik yang harus berakhir sia-sia hingga akhirnya aku masuk ke gerbong itu dan menuju entah kemana. Aku sudah sering pergi ke tempat ini, tetapi kali ini atmosfernya begitu sangat melankoli. Bukahkah tidak ada yang akan aku tinggalkan selain kesempatan yang terbuang sia-sia? Tidak pula perpisahan, aku tak pernah bertaut pada apa-apa selain masa kini.

Kuangkat tas carrierku, cukup berat kali ini. Aku segera bergabung dengan keramaian, berdesakan berlomba memasuki gerbong yang penuh dengan penumpang. Segera kucari nomor tempat dudukku dan menaruh tasku di rak atas tempat dudukku. Begitu duduk kurasakan kelegaan tak terkira, kini tidak ada lagi alasan dan cara untukku untuk membatalkan perjalanan ini. Alasan? Tidak ada alasan untuk perjalanan ini dan sebenarnya ini bukan perjalanan, mungkin. Aku hanya tahu satu hal bahwa di dalam genetikaku ada gen “pengembara” yang aku warisi dari kakek buyutku. Dan akhir-akhir ini gen ini memanggil-manggil mata batinku. Mengajakku mencari sesuatu seperti yang pernah kakek buyutku cari semasa hidupnya.

Suatu sore biasa, ketika aku mengantarkan ransum untuk Ben. Pamanku menyeduhkan kopi hitam manis untukku. Dia juga menawarkan Rokok Dji Sam Soe, rokok yang paling kusuka. Kami mulai berbincang hingga dia mengulik suatu kisah mengenai kakek buyutku. Katanya kami sebenarnya tidak memiliki darah sebagai seorang petani. Kakek buyutku sama sekali tidak pernah mengajari anak-anaknya cara bertani. Bahkan katanya anak-anaknya jarang sekali bertemu dengannya. Hampir seluruh hidupnya dia habiskan untuk “ngenger”, istilah jawa yang bisa diasosiasikan pada kata mengembara di Bahasa Indonesia. “Apa yang dicari?” Tanyaku polos. Pamanku tak bisa menjawab secara pasti, yang ia tahu kakek buyut “ngenger” untuk mengkaji. Suatu hal yang seharusnya tidak selalu dikaitkan dengan membaca kitab-kitab berbahasa arab secara buta untuk mencapai transendensi. Mengkaji kata pamanku lebih luas lagi belajar mengenai hakikat hidup.

Aku menegakkan dudukku, terkagum dan ingin tahu lebih mengenai riwayat kakek buyutku. Pamanku bercerita lagi bahwa dulu kakek buyut adalah seorang pembaca buku yang giat, berbeda dengan anaknya yang bahkan tak lulus Sekolah Rakyat dan hanya bisa membaca sekenanya. Katanya lagi koleksi bukunya tidak bisa dianggap remeh. Pernah kakekku ditunjukkan buku dari Turki oleh kakek buyut, menggambarkan bahwa koleksi bukunya telah melebihi batas-batas biasa pada zamannya. Sayang buku-buku tidak bersisa sama sekali, karena kolonial VOC dulu sering datang ke rumah kakek buyut maka buku-buku itu dikubur entah dimana. Sayang sekali.

Sore biasa itu menyadarkanku bahwa naik gunung dan backpack adalah embrio dari “ngenger” yang tertanam dalam di jaringan kromosomku. Dan aku kira dialah yang membawaku hingga berada di gerbong ini. Kutatap suasana luar dari jendela gerbong. Tidak ada yang spesial malam ini, orang lalu-lalang dengan bawaannya. Petugas memberi aba-aba persiapan keberangkatan. Potret malam ini sepertinya akan sangat aku rindukan. Apakah ini adalah sebuah firasat bahwa kepergianku kali ini akan lama? Atau jangan-jangan kakek buyutku ingin mengajarkan bahwa tidak ada satu apapun yang mengikat “ngenger” kecuali pencarian akan hakikat itu sendiri. Bahkan waktu, suatu ukuran yang paling pasti bukan menjadi ukuran pada “ngenger”. Jika demikian memang “ngenger” adalah usaha untuk membebaskan diri dari batasan menuju ketidakbatasan. Hingga akhirnya manusia menemukan titik irisan antara tubuh, jiwa dan ruh.

Jika demikian aku harusnya lantas antusias karena akan menemukan hal-hal semacam itu. Apa yang tidak lebih membebaskan dari pembebasan diri dari horrosofi. Dunia penuh teror dan ancaman. Ketika setiap detik diasosiasikan sebagai pendapatan dan biaya atay ukuran-ukuran lainnya. Bagaimana aku bisa melepas bebaskan jiwa irasionalku diantara rasionalitas-rasionalitas yang mengekang? Mata-mata itu mengawasi tiap gerikku pada pertanyaan akan masa depan. Pertanyaan yang diwujudkan pada sebuah teror akan kegagalan dan hidup susah karena tidak mapan. Inilah kekerasan paling kejam, kekerasan simbolik. Pemerkosa hak yang paling asasi.
Ini mungkin memang sebuah pelarian. Lebih tepatnya seperti pelarian yang dilakukan Nabi Muhammad ketika harus hijrah ke madinah. Apa yang perlu dipertahankan dari realitas yang saling tumpang-tindih? Suatu hal yang akan membuatmu kebingungan karena chaos dan argumentasi tentang kebenaran. Melarikan diri adalah cara yang baik untuk mencari hakikat yang diperdebatkan pada ruang publik dan membawanya pada perenungan penuh dialektika di ruang private. Bukankah kita datang dan pergi dari dunia ini sendiri-sendiri? Tentu kita meyakini bahwa hakikat itu adalah milik masing-masing kehidupan.

Diantara itu, tak akan kutulis pertarungan sengit batinku pada buku catatanku yang sengaja kupersiapkan pada perjalanan kali ini. Sebuah buku sampul plastik, sebuah kado ulang tahun yang diberikan kekasih beberapa tahun yang lalu. Akhirnya kutemukan cara bagaimana menulis kata, bait dan paragraf untuk buku ini. Di dalam buku itu akan kutulis bait-bait akan kesempatan yang terbuang sia-sia, perpisahan bisu dan kehilangan.

Kereta bergoyang, melepas rem yang tertancap pada rel. pelan-pelan kereta ini melaju meninggalkan stasiun. Kulihat lampu-lampu kota nanar jingga dari jendela yang basah karena air hujan. Perjalanan ini adalah pelarian, petualangan, pencarian, tanda tanya, kegetiran, kebahagiaan dan patah hati. Perjalanan ini adalah segalanya.

***
Petugas kereta datang menghampiriku meminta karcis. Kuberikan padanya selembar tiket yang terlipat rapi dari dompetku. Tiket itu sudah sah ketika dibolong olehnya. Dibolong di pojok kanan atas. Dan kutemukan disana, bulan ini adalah Bulan Januari.

Comments

Sign In or Register to comment.