It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
btw ini @Tsunami @3ll0 doraemon banget fotonya. jadi sedih
Kenapa sedih?karena sad ending ya?
________________________
Jakarta,25 Oktober 2013
*Author Pov*
Jakarta. Sebuah kota metropolitan terbesar yang ada di Indonesia. Jakarta pagi itu cukup cerah, Langit biru, Awan-awan tipis, dilengkapi kicau burung yang datang dan pergi silih berganti.
Constantine, Pria muda itu berumur 19 tahun. Duduk dengan anjingnya disebuah taman di selatan kota Jakarta.
Constantine Gibran nama lengkapnya, Merupakan seorang yang terlahir dengan keunikan tersendiri. Ayahnya merupakan penduduk asli Indonesia yang menikah dengan ibunya yang merupakan orang Rusia asli.
Pertemuan sekitar 20 tahun silam di Moscow dalam sebuah Teater besar di kota itu yang setiap minggunya menampilkan pertunjukan Ballet. Hampir semua orang Rusia mengenal jenis tarian itu sejak dahulu. Namun, tidak untuk Tomi Gibran yang merupakan pria Indonesia yang melanjutkan jenjang strata dua di Moscow.
Dalam pertujukan Ballet itulah Tomi akhirnya bertemu dengan seorang penari yang saat itu turut tampil. Alina Frankova, wanita berambut coklat terang dengan warna mata yang hijau membuat Tomi tertarik dengannya. Orang Rusia yang terkesan dingin tidak terkecuali Alina, membuat Tomi melakukan berbagai cara untuk merebut perhatian dan hati seorang gadis bermata hijau tersebut. Sikap dingin Alina justru merupakan tantangan untuk Tomi yang melakukan segala cara untuk menaklukan hatinya.
Tentu bukanlah sebuah mimpi di siang bolong saat Tomi dan Alina meresmikan pernikahan mereka di Moskow. Tomi dan Alina memutuskan untuk menetap di kota St.Petersburg hingga kelahiran anak pertama mereka. Constantine Gibran. Tak banyak nama Constantine di Rusia walaupun nama tersebut cukup tenar dibuku kumpulan nama bayi laki-laki di Rusia yang dibaca oleh Tomi.
Constantine lahir dengan rambut coklat gelap dan mata yang berwarna hijau. Darah Indonesia akan terlihat dikulitnya yang tak terkesan putih dingin layaknya orang-orang Rusia.
5 tahun berlalu setelah kelahirannya. Constantine kecil harus pindah ke sebuah negeri tropis yang panas dan belum pernah ia ketahui sebelumnya. Ayahnya memaksanya untuk ikut bersamanya setelah bercerai dari ibunya.
Bukan di Moskow..
Bukan pula di Tartastan..
Jakarta. Ibu kota negara Indonesia yang terletak bermil-mil jauhnya dari kota kelahirannya St.Petersburg.
Kota inilah yang menjadi awal babak baru lembaran kehidupan Constantine dengan ayahnya. Tanpa ibunya.
Constantine kecil hidup dalam air mata yang tak pernah berhenti. Ia menangisi ibunya siang dan malam, merindukan sosok ibunya.
Ditambah Constantine selalu diejek dan dianggap berbeda oleh teman-temannya disekolah negeri. Ayahnya yang sibuk dengan bisnisnya tak pernah memperhatikan Constantine secara lebih. Bahkan kurang. Ia selalu berharap suatu saat nanti kasih sayang dapat ia rasakan, entah itu dari Tomi ataupun Alina.
*Constantine Pov*
"Huft..." aku mencoba menarik dan membuang nafasku secara perlahan. Cuaca yang cukup cerah dan terasa terik ini cukup menyita energi ku. Taman ini seakan tak berfungsi sebagai taman yang memberikan kesejukan. Tak seperti di St.Petersburg. Tapi entahlah, itu 14 tahun yang lalu. Sekarang aku tak tahu St.Petersburg masih memiliki taman sesejuk dulu atau tidak.
Kulihat Fred, anjingku, mulai menjulurkan lidahnya lebih sering karena teriknya cuaca.
Sudah sejam aku menunggu Alex. Membawakan makan siang untuknya. Alex pacarku yang sudah 2 tahun ini mengisi hari-hariku. Berawal dari kunjungannya ke Apartemen ku yang berbeda beberapa lantai dari Apartemen tantenya.
Hampir setiap hari aku membawakannya makan siang sederhana yang ku masak sendiri. Aku tak kerepotan, Tak ada yang dapat kulakukan dirumah. Berdiam diri sangat membosankan untukku. Jadi aku mencoba membuat diriku lebih berguna, Lagipula jarak antara Apartemen - Taman - Kantor tempatnya bekerja cukup dekat.
Kulihat dari kejauhan seorang pria yang kukenal berjalan mendekat.
Alex. Ya pria itu mulai berjalan mendekat, hari ini ia mengenakan kemeja berwarna Magenta dengan dasi senada.
"Hello honey" sapanya ketika sudah sampai dan duduk disisi kanan ku.
"Huft..kamu cukup lama ya" keluh ku.
"Iya maaf ya tadi ada urusan di kantor sedikit jadi telat" jelasnya sambil membelai kepalaku.
Aku menyodorkan Lunch Box untuknya. Sementara Alex mulai makan siang, Aku bermain dengan Fred. Fred selalu menemaniku kapan pun. Dad memberikan Fred untuk ku saat aku terus merengek untuk meminta Dad menemaniku sepanjang hari. Dad sibuk dengan pekerjaannya, hingga aku mengerti kalau Dad melakukannya untukku. Aku tidak terlalu suka tempat yang ramai dipenuhi hiruk pikuk kota Metropolitan. Jadi aku lebih suka bermain dengan Fred di Apartemen atau sekedar mengajaknya bermain di taman ini.
"Thanks ya honey" ucap Alex. Kulihat Alex telah menghabiskan isi dari Lunch Box.
"Iya Alex. Kamu mau balik sekarang?" kataku. Alex melirik jam tangannya sebentar.
"Iya, Masih ada tugas yang belum selesai. Nanti aku contact kamu lagi ya" ujarnya seraya menempelkan tangannya dipipi ku dan pergi.
Aku dan Fred sampai di Apartemen dengan kelelahan. Lelah dengan cuaca yang sangat sengit memancarkan energi panas. Kulihat Fred tertidur disisi kamarku.
"Kring...Kring..."
Sebuah suara dari telefon di Apartemen ku berbunyi membuatku berjalan keruang TV untuk mengangkat telefon itu.
"Halo" sapaku.
Tak ada suara diujung sana.
"Halo.." sapaku lagi.
Terdengar desahan nafas diujung sana
"Siapa ini?" tanyaku kini dengan nada jengkel
"Hem..Halo. Privyet. Dobrai Utra." balas seorang wanita diujung sana dengan Bahasa Rusia yang kental.
"Oh privyet. Siapa disana" balasku dengan Bahasa Rusia namun tak bisa berdialek sepertinya. Jantungku seperti berpacu lebih cepat. Ini pertama kalinya aku menerima telefon dari orang Rusia.
"Apakah saya bisa bicara dengan Tuan Tomi?" tanyanya.
"Maaf sayang sekali. Tuan Tomi nya sedang tidak ada" jawabku
"Kemana dia? Saya telah mencoba menghubungi nomer handphone nya tetapi tak ada jawabnya" ujar wanita ini mencoba menjelaskan.
"Mungkin Tuan Tomi sibuk. Apa ini dari Rusia? Ada yang bisa saya bantu? saya putranya" ujarku menawarkan
"Iya ini dari Moscow. Apakah kamu Constantine?" tanyanya
"Iya saya Constantine. Jadi apa yang dapat saya bantu?" tawarku
"Oh tidak usah. sampaikan saja pada Tuan Tomi kalau saya Sofia mencoba menghubunginya. Tolong hubungi saya kembali. Spasiba" ujarnya yang langsung menutup telefon tanpa kuberikan respon.
Sofia? Siapa dia? Dia mengenalku? Ah sudahlah. mungkin nanti akan ku tanyakan pada Dad. Berbicara dengan Bahasa Rusia membuatku haus sehingga lagi-lagi aku menelan segelas soda.
Aku masih sangat kecil saat pindah dari Moscow ke Jakarta. Lingkungan disini membuatku terbiasa dengan Bahasa Indonesia namun bersyukurlah Dad mencampur Bahasa Rusia lumayan banyak dalam kehidupan ku meski Dad dan juga aku tentunya tak memiliki dialek yang kental.
Aku teringat masa kecilku hingga aku terbaring dan tertidur siang itu.
*Author pov*
Constantine menatap keluar jendela apartemennya dengan pandangan kosong. Tadi saat tidur siang, ia larut dalam bayangan masa kecilnya di Moscow. Seorang bocah kecil yang tertawa dibawah pohon yang mulai menggugurkan dedaunannya menyambut musim dingin. Dad dan Mom tertawa bahagia bersamanya.
Tapi itu hanya mimpi ingatan masa lalu. Saat terbangun tadi hingga sekarang, Constantine mencoba mengingat peristiwa yang membuatnya ketempat ini, Kota Jakarta.
Diawali dengan perdebatan Mom dan Dad setiap hari yang selalu membuatnya menangis dan berujung dengan Dad membawanya pergi dari Mom dengan sebuah pesawat hingga sampai di kota ini.
Walau saat itu Constantine hanya seorang bocah kecil tetapi ingatannya cukup kuat untuk memutar setiap kejadian itu.
Constantine sangat merindukan Mom yang hanya sebentar ia miliki. Berkali-kali Constantine merengek pada Dad untuk meminta foto Mom dan selalu mendapat tolakan dari Dad nya. Jadilah Constantine hanya bisa berusaha tidak membuang wajah Mom nya. Selalu ada dibayangannya wanita dengan rambut yang indah dan mata yang sepertinya dengan kulit sedingin es.
Constantine bersyukur dirinya terlahir dengan beberapa kesamaan dengan Mom. Mata, hidung, kulit, bibir yang ia miliki benar-benar sangat mengingatkannya pada sosok wanita itu.
"Privyet Constantine" Sebuah suara mendekat ke arahnya, Seorang pria yang ia ppanggil dengan sebutan Dad itu menghampirinya dan mengelus kepalanya.
"Kamu sudah makan? Dad tadi beli steak kesukaan kamu. Ayo kita makan" ajak pria itu seraya merangkul Constantine menuju meja makan kecil yang biasa menemani mereka makan berdua.
"Dad..." Constantine membuka mulutnya
"Ya?"
"Tadi ada telfon dari Moskow" Kata-kata Constantine barusan membuat Dad nya nyaris tersedak serta merubah mimik wajahnya.
"Siapa yang berbicara?" tanya pria itu
"Sofia" jawab Constantine. "Siapa dia Dad?" tanya Constantine kemudian.
Pria itu berpikir sejenak dan mempertimbangkan keputusannya.
"Dad. Come on. Aku sudah dewasa, Jangan egois untuk menyimpan apa yang harus aku ketahui" Constantine menatap tajam pria itu.
Tomi berpikir sejenak. Putranya benar, Dia sudah cukup dewasa untuk tahu apa yang selama ini menggangu pikirannya, batin Tomi.
Dengan menarik nafas sejenak dia memutuskan untuk menceritakan kepada putranya.
"Constantine, Sofia itu sepupu mu" itulah kalimat yang keluar dari mulut Tomi pertama kali. Sementara Constantine hanya diam menunggu penjelasan berikutnya.
"Sofia itu anak dari Yulia tantemu. Ah pasti kamu sudah lupa ya haha" Tomi mencoba untuk mencairkan sedikit suasana yang kaku itu.
"Kenapa dia menelpon?" tanya Constantine penuh selidik yang dimaklumi oleh Tomi.
"Mom Alina..." kata-kata Tomi menggantung dan merasa tenggorokannya kering mendadak.
"Ada apa dengan Mom?" tanya Constantine kali ini tatapannya semakin tajam.
"Mom sakit kanker stadium akhir" Kata Tomi akhirnya dengan suara bergetar.
"Sejak kapan? Dad jahat! Dad menyembunyikan ini semua dariku? Apa aku ini orang asing yang tak harus tau masalah ini? Iya?" Constantine meninggikan suaranya yang bergetar dan dengan mata berkaca-kaca.
"Bukan begitu. Dad hanya ing-" Tomi mencoba menjelaskan tapi Constantine memotongnya.
"Gak! Dad Jahat!" Constantine bangkit dari duduknya dan berlari ke kamar dan menguncinya rapat-rapat.
Sedangkan Tomi hanya bisa menyesali perbuatannya hingga membuat putranya mengatakan bahwa ia jahat.
Didalam kamar, Constantine menangis sejadi-jadinya. Ia tak menyangka Dad menyembunyikan masalah yang menyangkut ibu kandungnya yang tak pernah ia lihat bertahun-tahun lamanya dan kini ia tahu bahwa wanita itu terserang penyakit ganas. Constantine menangis sejadi-jadinya.
Tomi mencoba mengetuk pintu kamar putranya itu namun tak digubris sama sekali.
*Constantine pov*
Aku membuka pintu kamar ku menjelang siang hari. Semalaman menangis membuat mataku bengkak dan berat untuk bangun dari tidurku. Lagipula aku sengaja menghindar dari Dad.
Aku malas jika harus berhadapan dengan Dad yang egois. Aku benar-benar kecewa dengan sikapnya itu.
Sudah pukul sepuluh, Dad pasti sudah pergi sedari tadi.
Sepertinya aku butuh kopi batinku. Aku melangkahkan kaki ku menuju dapur diikuti oleh Fred. Ah mungkin dia lapar, Aku merasa Fred adalah satu-satunya yang selalu setia menemaniku dan tidak egois.
Setelah memberi makanan untuk Fred dan membuat kopi, aku duduk di meja makan, menatap gelas berisi kopi. Pikiranku terus melambung tak jelas ke berbagai arah. Arah masa lalu ku tentunya. Bayangan soal Mom terus menghantui ku.
"Eh sudah bangun" sebuah suara yang sangat tak ingin ku dengar untu saat ini.
Dad...Apa yang dia lakukan sih? bukannya dia pergi bekerja? batinku.
"Dad hari ini sudah memutuskan untuk izin. Siang ini kita harus ke kantor Kedutaan Rusia." jelasnya
"Untuk apa?" kataku sambil membuang pandangan darinya.
"Constantine...Dad tau dan sadar sudah jahat dengan mu. Seharusnya kamu tau dari awal." katanya dengan pelan
"Terlanjur..." kataku cuek.
"Dad ingin kamu ke Rusia secepatnya. Tak ada yang terlanjur nak"
"Untuk apa? haha untuk datang dengan lelucon kalau aku adalah anak yang durhaka?"
"Kamu gak boleh seperti itu. Mom ingin melihatmu dari dulu..."
"Dan Dad dengan egois ingin memiliki aku sepenuhnya tanpa boleh Mom melihatku?" kataku dengan kesal. Aku selalu berpikir selama ini Mom tak ingat dengan ku. Tapi ternyata salah.
"Iya Dad tau sangat egois memang" katanya memelas.
"Sungguh ironis, seorang ibu harus sekarat dulu untuk melihat putranya" kataku sambil mendengus.
"Dad benar-benar minta maaf soal hal ini. Maka dari itu Dad mohon kamu untuk pergi ke Rusia untuk menebus kesalahan Dad dengan kamu dan Mom" katanya kali ini suaranya bergetar. Aku tau dia sedih juga. Tapi aku masih merasa kecewa olehnya.
"Kamu siap-siap ya. Nanti jam 12 kita berangkat untuk urus Visa kamu" tambahnya seraya berjalan masuk ke kamarnya. Aku menundukkan kepalaku, air mataku kembali menumpuk dipelupuk mataku dan mengalir perlahan. Fred seakan bisa merasakan perasaan ku, Ia menghampiri ku dan loncat ke pangkuan ku. Aku memutuskan untuk tidak menangis lagi.
Mom...Aku akan datang. ucapku dalam hati.
"Halo Lex, Maaf ya nanti aku gak bisa nganterin makan siang kamu" ucapku pada Alex ditelfon. Dad melirik ku sebentar lalu kembali fokus pada jalan.
"Iya gak apa-apa kok. Emang kenapa boy?" tanyanya diujung sana
"Aku ada urusan sama Dad nih" jawabku.
"Oh gitu ya. Ok deh. Yaudah aku lanjut kerja lagi ya?" katanya yang langsung aku iya kan.
"Oh, Kamu masih sama Alex?" suara Dad memecahkan suasana canggung di mobil.
"Masih" jawabku pendek, masih asik melihat keluar jendela.
Dad memang tau aku gay. Awalnya dia marah dan menangis saat tau hal itu. Tapi karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya akhirnya Dad melupakan masalah itu dan kembali seperti tidak ada masalah dengan ku.
Tiba-tiba suasana di mobil itu kembali sunyi. Aku sibuk melihat keluar jendela sementara Dad sibuk mengarungi jalan dikota padat ini.
Ternyata Dad sudah menyiapkan kelengkapan dokumen untuk ku sejak jauh-jauh hari.
Kini aku percaya Dad sudah punya niat untuk ini tapi mungkin waktunya yang ia rasa kurang tepat. Aku menatap Paspor dan Visa yang sudah ditangan ku ini dengan perasaan yang bercampur.
Disatu sisi aku ingin bahagia bisa bertemu Mom setelah terpisah lama.
Disatu sisi aku sedih saat tau Dad tak ikut pergi. Dad akan tinggal sendiri di apartemen tanpa ada yang mengurusnya yang kadang ceroboh.
Terharu karena selama ini bayangan wajah Mom akan jadi kenyataan.
Bimbang saat sadar aku harus meninggalkan Alex dan Fred yang sangat aku cintai.
"Hey, kamu bengong aja. udah malem lebih baik tidur. Nanti kamu sakit kan susah berangkatnya" suara Dad menyadarkan lamunanku di balkon apartemen. Aku sedang melihat pemandangan malam di kota Jakarta, yang mungkin akan kurindukan.
"Dad..." aku mencoba memanggilnya dengan lirih.
"Aku minta maaf. Aku...Aku gak bermaksud untuk cuekin Dad. tapi aku kecewa kemarin malam tanpa aku tau ternyata Dad telah menyiapkan keberangkatan ku dengan matang tapi mungkin Dad menunggu waktu yang tepat" aku berkata lirih. kurasakan sebutir air mata mulai meluncur di wajahku. Aku memalingkan wajah menyembunyikan itu.
"Akhirnya kamu mengerti. Dad yakin suati saat kamu mengerti soal ini. kamu gak salah. memang Dad yang egois. Maafkan Dad.." Dad berkata dan langsung memelukku. Aku terisak diperlukannya. Sudah lama sekali rasanya aku tak merasakan dekapan seorang Dad.
Aku melepas dekapannya.
"Dad.. Apa yang ingin disampaikan untuk Mom?" tanyaku.
Dad menceritakan apa saja yang ingin ia sampaikan dan akan kusampaikan pada Mom walaupun harus berbicara dalam bahasa Rusia, Aku akan berusaha untuk menjelaskan demi Dad.
Keberangkatan ku tercatat besok malam.
aku belum sempat memberi tahu Alex soal ini. mungkin besok waktu yang tepat.
Aku terlelap dalam tidurku. Tanpa mimpi yang biasanya selalu tentang Mom.
Hingga aku terbangun oleh sinar-sinar matahari yang menyeruak masuk.
Aku terbangun dan langsung terpaku dengan koper yang akan ku bawa nanti. kamarku sudah cukup polos, aku membawa hampir semua bingkai foto dan kotak musik dari Alex yang selalu menemaniku disisi tempat tidurku.
Aku jadi teringat padanya. Aku mengambil handphone ku dan mengirim pesan padanya untuk bertemu ditaman seperti biasa.
Walaupun sibuk untuk packing lagi tetapi aku ingin memasak makan siang spesial untuk Alex, untuk yang terakhir kalinya.
Aku bangkit dan langsung bersemangat menuju dapur, mengeluarkan bahan makanan dilemari es.
"Sibuk banget. bikin apa sih?" tanya Dad dibelakang ku.
"Bikin Teriyaki" jawabku singkat karena sedang sibuk dengan memasak.
"Special buat Dad nih ceritanya? haha"
"Yee bukan. Ini buat Alex, Dad" kataku menggoda.
"Yah. Dad makan apa dong?" tanyanya memelas yang membuatku terkekeh.
"Hahaha Bercanda Dad.. Ini buat orang yang aku cintai kok. Dad dan Alex" ucapku mantap.
"Asik.. Ditunggu ya haha" ucap Dad sambil berlalu dari dapur.
Setelah selesai aku langsung masuk ke kamar mandi, kemudian melanjutkan packing ku sebentar dan lanjut untuk menyiapkan Lunch Box untuk Alex.
"Kamu dan Fred mau kemana?" tanya Dad saat aku hendak mmembuka pintu apartemen.
"Mau ke taman nganter makan siang buat Alex" jawabku.
"Jangan lupa nanti Alex diajak nganter kamu kan? Langsung pulang ya, barang kamu belum sepenuhnya rapih loh itu" ucapnya tanpa melepaskan pandangan dari layar Laptopnya.
"Iya Dad" aku menjawab seraya membuka pintu dan keluar diikuti Fred.
Aku bermain bola kecil bersama Fred ditaman untuk membunuh waktu menunggu jam makan siang Alex.
Fred mengejar bola kenyal itu dengan semangat dan terlihat bahagia. Fred dan Aku sudah bersama sejak lama jadi seakan aku bisa merasakan apa yang Fred rasakan dengan tingkahnya.
Andai Fred bisa ikut dengan ku tentu aku akan sangat senang tapi sayangnya Dad tak mengizinkan itu.
Dad juga berjanji akan merawat Fred sebisa mungkin dan berjanji untuk tidak membuat ku kecewa.
"Hai my boy" Alex datang dan merangkulku ke tempat duduk bangku taman.
"Seru banget mainnya sama Fred sampe keringatan begini" katanya seraya mengelap peluh yang membasahi dahi ku. Fred menghampiri kami dan bersandar dikaki Alex dengan manja.
"Iya nih panas hehe" kataku sambil mengatur nafas.
"Kirain kalo main sama aku aja kamu bisa keringatan. padahal kan mainnya dikamar pake AC ya hahaha" goda Alex sambil tergelak tawa. Aku meninju lengannya pelan.
"Hahaha iya ampun ampun boy" ucapnya sambil terkekeh.
"Apaan sih kamu kayak gak keringatan aja wooo" ledekku
"Keringatan kan tandanya kamu jago sayang hahaha" Alex kembali tertawa
"Udah ah Alex. Menyebalkan. Ini ayo dimakan" kataku akhirnya seraya menyodorkan Lunch Box ke tangannya.
"Spesial loh buat kamu" kataku saat Alex sibuk menyuap makanannya.
"Yang kemarin-kemarin juga spesial kok boy"
"Beda Lex...mungkin ini spesial untuk yang terakhir" ucapku sambil memandang ke arah Fred.
"Terakhir? Maksudmu?" Alex menghentikan aktivitas makannya dan ganti menatapku.
Aku tak bergeming.
"Hey...kenapa my boy?" Alex meraih daguku yang nembuatku menatap kedua mata coklat tua miliknya. Alex menatap mata hijauku dengan serius.
"Lex..." ucapku lirih
"Iya?"
"Aku..."
Jantungku berdetak kencang,perasaan ku campur aduk, serta menahan air mata yang mulai menumpuk dipelupuk mataku.
"Aku harus pergi je Russia. Mom sakit parah disana. Aku mungkin akan lama disana..." ucapku dengan air mata yang mulai menetes. Alex melepaskan tangannya di daguku.
"Kamu tak pernah cerita ini boy" kata Alex seraya memalingkan wajahnya.
"Aku... Aku bahkan baru tau dari Dad dua hari yang lalu Lex" ucapku mencoba menjelaskan.
"Kapan kamu berangkat?" tanyanya, kali ini dengan menatapku serius.
"Hari ini. Malam ini" ucapku, lagi-lagi air mataku meluncur perlahan. Alex kembali memalingkan wajahnya.
"Aku bahkan baru tau saat beberapa jam sebelum kamu berangkat. Aku ini siapamu?" katanya dengan nada penuh kekecewaan.
"Maaf...Aku ingin kamu ikut mengantar ku Lex" ucapku, kali ini aku tak bisa menahan dan mengatur laju air mata yang meluncur diwajahku.
Alex berdiri dan menatap jam tangannya.
"Maaf, Aku harus kembali sekarang" ucapnya seraya mengambil langkah panjang meninggalkan ku.
"Alex. Aku harap kamu datang. Jam delapan" teriakku. Alex menoleh sebentar dan kembali berjalan. Fred menggonggong melihat Alex pergi. Seakan tau dalam hati aku nmeneriaki namanya.
_________
"Jadi Alex langsung ke bandara?" tanya Dad ditengah perjalanan.
"Gak tau Dad" jawabku jujur. karena Aku tak tahu bagaimana dengannya. Dari tadi aku sibuk mengecek handphone ku menunggu kabar darinya. Nomernya tak aktif, sementara info yang kudapat dari Kantornya Alex sudah keluar 30 menit yang lalu.
Mungkin handphonenya lowbatt, batinku.
"Kok gitu? Kamu udah bilang di terminal berapa? jam berapa?" tanya Dad lagi.
"Udah Dad. Aku sudah memberitahu secara merinci" ucapku. Dad tak melanjutkan aksi wawancaranya dan lebih memilih fokus kejalan.
"Kok Alex belum sampe juga sih nak?" tanya Dad bingung. Bukan hanya Dad saja, bahkan aku pun juga bingung dan hanya bisa jalan bolak-balik seperti setrika.
15 menit lagi aku harus berpisah dengan Dad dan Alex belum juga datang.
Aku lelah dan menyerah terduduk dilantai.
Sebuah notice terdengar di seluruh penjuru dari speaker diberbagai sudut. Aku harus bergegas sekarang.
Sekarang.
Sekarang.
Alex?
Dimana dia? batinku.
Aku memeluk Dad dengan tangisan. Tak kuat menahan perasaan sedih ku meninggalkan Dad, Fred, Jakarta dan segala kenangannya.
Sisanya aku menangis karena Alex tak menunjukkan dirinya sampai detik ini.
Aku berjalan menjauhi Dad. Masih dengan tangisan ku yang sederas hujan diluar sana.
Bahkan saat pesawatku mulai berjalan, aku masih sibuk dengan air mataku dan semua pikiranku tentang Alex dan Dad.
Sisanya... Kerinduan ku dengan Mom yang mungkin akan terbalaskan.
Pesawat ini sudah lepas landas diatas awan. Aku memejamkan mataku.
berkata selamat tinggal pada Jakarta dan Indonesia serta seluruh kenangan selama berpuluh tahun lamanya.
Entah air mata keberapa... Pipi ku kembali dilewati sebutir air itu.
___________
Next....
Chapter 2.
@3ll0 iya sad ending doraemonnya
btw udah update nih..
@wita @lulu_75 @d_cetya
@sinjai hahaha gak sodaraan kok. Udh update nih
@bram94
@Abyan_AlAbqari
@callme_DIAZ
@kutu22
@Dltyadrew2
@Monic
@0003xing
@Beepe
@Bintang96
@Rikky_kun
@Dimz
@Snowii_
@Gabriel_Valiant
@indoG
@n0e_n0et
@Cheesydark
@Venussalacca
@jokerz
@bponkh
@laikha
@foursquare
@Ian_McLaughlin
@alexwhite
@Archiez
@dionville
@mahardhyka
@sandy .buruan
@DiFer
@obay
@egalite
@Jhoshan26
@adinu
@tyo_ary
@ananda1
@adilope
@dannyfilipe1
@exxe87
@cassieput
@bi_men
@lintang1381
@aldi_arif
@hikaru
@harya_kei
@YuuReichi
@Tsu_no_YanYan
@No_07021997
@yubdi
@wisas
@bladex
@tohartoharto
@cmedcmed
@CoffeePrince
@wandi_aja
@faradika
@adre_patiatama
@hwankyung69
@Adam08
@haikal24
@bebong
@DM_0607
@raka_okta
@arifinselalusial
@sky_borriello
@tamagokill
@Rizal_M2
@angelofgay
@pokemon
@FauziNIC
@lasiafti
@Éline
@MikeAurellio
@anjinganjing
@DanniBoy
@mamomento
@kimo_chie
@Sefares
@Rez1
@newsista
@Kim_Kei
@the_angel_of_hell
@rafky_is_aldo
@alexrico
@kimsyhenjuren
@rickyAza
@rizky_27
@Ervfan55
@marvinglory
@Flowerboy
@emoniac
@Taylorheaven
@Onew
@Anju_V
@VBear
@kangmas1986
@FISE
@mikaelkananta_cakep
@arwin_syamsul
@caetsith
@davey88
@vasto_cielo
@GeryYaoibot95
@voldemmort1
@galihsetya14
@abiDoANk
@trinity93
@farizpratama7
@OlliE
@nand4s1m4
@rarasipau
@NielSantoso
@Yongjin1106
@tsu_gieh
@esadewantara88
@Putra_17
@diditwahyudicom1
@ikmal_lapasila
@kikyo
@MErlankga
@ElninoS
@edwardlaura
@putra_ajah
@arieat
@Ariel_Akilina
@rey_drew9090
@ddonid
@joeb
@elul
@andra99
@TigerGirlz
@irfan295_
@pria_apa_adanya
@balaka
@kevinlord7
@Chachan
@_newbie
@raffi_harahap
@deph46
@ichafujo97
@Lonely_Guy
@abang_jati
@zephyros
@chandisch
@tialawliet
@blackshappire
@Adra_84
@Tamma
@icha_fujo
@Key_Zha
@boy_filippo
@hantuusil
@diyuna
@yuzz
@pyolipops
@AvoCadoBoy
@aldyliem
@Arjuna_Lubis
@yooner5
@ryanjombang
@Irfandi_rahman
@RezaYusuf
@i_am
@diandasaputra
@khaW
@Zazu_faghag
@pradithya69
@san1204
@bapriliano
@Ranmaru
@Anggoro007
@3ll0
@Remiel
@Fae91
@gege_panda17
@d_cetya
@zevanthaikal
@tarry
@unknowname
@adjie_
@keanu_
@bell
@lulu_75
@3ll0 @abiDoANk @jacksmile @tsunami
@Aghi @caetsith @TigerGirlz @fiofio
@Ardhy_4left @uci14