It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
hmm persaudaraan yang manis.
luis jahil juga ternyata. ngegemesin
“Haha.” Mr. William tertawa. “Ada kalanya aku berpikir kalau adikmu lebih licik daripada kamu, North.” Kata Mr. William mengejek North. Saat itu keluarga Mr. William tengah menikmati hidangan malam yang dimasak oleh Mrs. Sophia. Keluarga itu sedang membahas kelicikkan Luis yang memanfaatkan kakaknya, North untuk mengangkat selusin lebih tanaman hias seorang diri.
“Aku cuma lengah saja!” tukas North cemberut. “Lain kali tidak akan pernah terjadi lagi!” lanjut North sengit.
“Terserah saja.” Luis menanggapi dengan enteng. “Pikiran konyolmu itulah yang membuat mu jadi mudah di bodohi.” Lanjut Luis.
“Apa yang kamu maksud dengan pikiran konyol, hah?” bentak North tiba-tiba.
“Memangnya apa lagi, hah?” “Selain pikiran penuh uang!” tukas Luis sengit. Kedua kakak beradik itu tidak mau mengalah. Keduanya masih terus beradu pandangan. Mr. William dan Mrs. Sophia terlihat tertawa kecil menyaksikan aksi perjuangan kedua anak mereka.
Mereka sudah selesai makan malam. North dan Luis masuk ke kamar tidur yang sama. Rumah keluarga William itu memang bukan rumah yang besar. Rumah tidak bertingkat itu 80% terbuat dari alam. Sementara 20%-nya dari bahan modern. Rumah itu terletak di daerah perbukitan di timur kota Carlisle. Di dekat rumah mereka terdapat sebuah danau kecil. Danau itu menjadi tempat kedua yang paling disukai oleh Luis setelah kursi didepan komputer.
“He, asik juga ,ya?” kata Luis mengawali percakapan dengan kakaknya. North yang berada di sampingnya menoleh ke arah Luis. “Suasana rumah ini begitu berbeda ketika kamu disini.” Kata Luis seraya tersenyum. “Bentakan-bentakan mu, umpatan-umpatan ku dan tawa kecil dari ayah ibu. Rasanya,” Luis termenung sebentar. “Hangat.”
North terkekeh. “Aku ini memang hebat. Mampu mengubah suasana rumah ini yang mulanya suram bak kuburan menjadi cerah bagaikan taman bermain.” Kata North terdengar membanggakan diri.
“Jangan terlalu bangga!” kata Luis menanggapi. “Jika aku berada di posisimu, aku pasti akan mengatakan hal yang sama.” Ucap Luis.
North bergumam. “Sepertinya memang iya.” North tersenyum. Lalu ia mengayunkan tangannya sambil memegangi bantal ke arah Luis, tepat di wajah Luis. Alhasil, bantal itu menghantam kasar wajah Luis. North lalu tertawa nyegir.
Luis bergumam. Bukan, dia mengatakan sesuatu. Tetapi karena terhalang bantal, suaranya jadi kurang jelas.
Luis lalu menyibakkan bantal itu dengan enteng seraya bangkit dan berdiri di depan kasur. Dia terlihat kesal. “Apa mau mu, hah?” hardik Luis.
North bangkit mengikuti tingkah Luis. “Berkelahi? Kenapa?” balas North sengit. Saat itu terdengar seruan Mr. William.
“Woy, jika kalian berniat berkelahi di ring tinju, dengan senang hati ayah akan jadi wasitnya!” North dan Luis bergegas kembali berbaring di kasur.
“Hebat kawan!” seru Luis nyaring.
“Sama-sama!” tukas North.
Beberapa saat kemudian, mereka tertidur pulas.
Keesokkan paginya, Luis bangun lebih awal. Luis menuju serambi belakang rumahnya. Memandangi pemandangan indah yang ada di depan mata. Tidak lupa menghirup udara segar khas daerah hijau di daerah timur Carlisle. Luis melakukan perenggangan, menggerakk-gerakkan sekujur tubuhnya dengan teratur.
Ditengah perenggangan badan dan pemanasan tubuh, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebuah truk yang memuat barang-barang pindahan.
“Tetangga?” katanya agak sangsi. “Akan lebih baik jika kesana.” Kata Luis seraya berjalan ke arah truk pemindahan yang berjarak 40 meter dari rumahnya. Dihampirinya seseorang yang ada disana. Seorang pria bertubuh jangkung dengan dada yang bidang serta rambut hitam pendek. Luis menyapa orang itu. Maka terlihatlah wajah pria tiu. Wajah yang memancarkan kecerahan dengan dihiasi kumis tipis yang seolah baru saja di cukur.
“Denis Bringsam.” Kata pria jangkung itu setelah ditanyai oleh Luis. “Aku dari Worcester. Baru datang tadi pagi. Pagi sekali.” Katanya dengan ramah.
“Nama saya Luis Goverest Aldente. Saya tinggal di rumah dekat danau itu.” Kata Luis seraya menuding rumahnya yang terletak tidak jauh dari lokasinya berada.
“Welcome to New Green Village.” Sapa seseorang dari kejauhan. Bagi Luis, suara itu tidak asing. Itu suara ayahnya, Mr. William. “Kudengar dari beberapa tetangga kalau nanti akan datang tetangga baru dari Worcester. Apa itu anda dan keluarga anda, Bringsam?” tanya Mr. William seolah sudah akrab.
“Ya, memang benar. Terima kasih atas sambutan anda.” Katanya menaggapi sambutan Mr. William. Mr. William lalu mendekati Mr. Bringsam seraya memperkenalkan diri. “William Govern Siv, kepala kepolisian Carlisle.”
“Jadi...” Mr. William menghirup nafas. “Jika anda membutuhkan bantuan untuk memindahkan barang-barang ini. Maka....” Mr. William tersentak karena Luis tiba-tiba saja berlari kembali ke rumah. Mr. William mendengus kesal dengan tingkah laku anaknya itu. Mr. William berbalik menghadap Mr. Bringsam. Ketika ia hendak mengatakan sesuatu, suara gaduh yang datang dari arah rumahnya membuatnya mengurungkan niatnya itu.
“Hey! Ada apa ini, Luis?” kata Mr. William seraya menoleh kesumber suara. Mr. William kaget karena saat itu Luis tidak sendiri. melainkan bersama sang kakak, North. Mr. William tersenyum lebar. Ditatapnya anak keduanya itu sambil tersenyum lebar. “Kerja bagus, Luis!” kata Mr. William dengan senyuman lebar. “Dengan ini,” katanya seraya menuding ke arah kedua anaknya, “Anda tidak perlu repot-repot mengurusi barang-barang yang berantakkan. Mereka akan membantu anda sepenuh hati!” katanya tanpa henti-hentinya tersenyum.
North melotot ke arah Luis. “Jadi karena ini kamu membangunkan ku disaat mimpi indahku, hah?” nada suara North terdengar sedang marah-marah.
“Memangnya apa lagi?” “Kamu mengharapkan aku membawamu ketempat dimana terdapat banyak air, lautan barangkali?” tukas Luis sengit. Kedua kakak beradik itu saling memandang dengan sengit, hawa pertarungannya sangat kuat.
Mr. William tertawa. “Seperti yang anda lihat Mr. Bringsam. Mereka sudah tidak sabar membantu anda sampai-sampai mereka sudah sepakat untuk bersaing.” “Mereka benar-benar anakku yang penuh dengan rasa membantu!” kata-kata Mr. William terdengar seperti membanggakan diri.
Kedua anaknya menatapnya dengan sikap curiga. Tiba-tiba North membuka mulut.
“Hey Luis.” Kata North dengan suara lirih.
“Apa?” jawab Luis penasaran sambil mendekatkan kepalanya pada North.
“Sepertinya kita ini hanya alat pembantu oleh ayah.” Kata North dengan suara lirih.
“Benar-benar!” kata Luis seraya menganggukkan kepala.
“Kemarin saja kita disuruh mengangkat selusin lebih tanaman hias.” Kata North tanpa mengalihkan pandangan dari ayahnya.
“Ha!!!”seru Luis tiba-tiba. Sontak North jadi kaget karenanya. “Kamu sendiri malu mengakuinya!” “Mengangkat tanaman hias itu sendiri. dan sekarang entah kenapa kamu mengatakan kalau kita yang mengangkatnya.” Luis tertawa. “Kurasa kepalamu kepanasan karena tidak berendam di dalam danau.” Luis masih tertawa.
“Berisik!! Memangnya kenapa, hah?” raut muka North tiba-tiba berubah jadi gugup. Dia ditatap Luis dengan perasaan puas. “Sial!” kata North dengan suara lirih.
“Hey kalian berdua.” Seru Mr. William pada kedua anaknya. Dengan segera North dan Luis menoleh padanya. “Apa yang sedang kalian lakukan?” tanya Mr. William dengan perasaan menyelidik.
“Tidak, yah!” kata North cepat-cepat. “Kami... kami... kami hanya...”
“Memikirkan apa imbalan yang akan kami peroleh dari kerja keras kami membantu Mr. Bringsam!” kata Luis memotong. “Setidaknya, kami punya alasan untuk membantu!” lanjutnya.
Mr. William mendengus keras. “Kamu ini... benar-benar belum dewasa.” Katanya mencomooh Luis. “Yang namanya membantu itu tidak mengharapkan imbalan apapun. Karena, imbalan yang sebaik-baiknya adalah perasaan senang, puas dan bahagia dari orang yang kita bantu.” Ucap Mr. William. “Kalau kamu memang tidak mau membantu! Sebaiknya tidak usah saja!” kata Mr. William agak nyaring. Mr. William sudah berhenti berbicara. Dia melangkah pergi menuju rumahnya. Dengan diiringi tatapan dari North, Luis serta Mr. Bringsam.
“Bodoh.” Kata North mencemooh adiknya. Namun Luis tidak merespon. Luis hanya memandangi ayahnya yang berjalan lambat menuju rumah. Tiba-tiba Luis mengubah sikapnya.
“Baiklah! Kalau begitu...” Luis membalikkan badan menghadap Mr. Bringsam. “Katakan pada saya barang mana yang harus saya bereskan!” kata Luis bersemangat. North hanya melongo saja melihat tingkah laku adiknya yang tiba-tiba saja berubah.
North menatap Luis yang bekerja dengan penuh semangat mengangkat dan memindahkan barang-barang Mr. Bringsam. North hanya tersenyum melihat kelakuan Luis. “Ayah... kamu memang hebat!” katanya sambil melangkah menuju tempat barang-barang Mr. Bringsam yang berantakkan. “Aku juga akan membantu!” kata North dengan penuh semangat.
Pagi itu, North, Luis dan Mr. Bringsam saling bahu membahu merapikan barang-barang di halaman depan rumah baru Mr. Bringsam. Mereka berkerja tak kenal lelah, penuh semangat dan terus bergerak kesana kemari.
2 jam telah berlalu, halaman depan rumah Mr. Bringsam sudah rapi. Barang-barang yang sebelumnya menumpuk di halaman itu kini telah minggat ke dalam rumah Mr. Bringsam yang indah. Rumah itu bergaya modern dengan kombinasi warna krim dan hijau yang padu. Rumahnya memang tidak terlalu besar. Tapi, rumah itu sudah lebih dari cukup bagi Mr. Bringsam. Baginya, rumah terlalu besar hanya akan merepotkan saja. Sebab, pasti ada banyak tempat kosong yang ada. Dan tentunya akan merepotkan sekali kalau memikirkan akan ditaruh apa ditempat kosong itu.
Ketiga orang itu beristirahat di bawah sebuah pohon besar yang terletak tidak jauh dari rumah Mr. Bringsam. Mereka bersandar pada pohon besar itu. Cukup lama mereka beristirahat di bawah pohon besar itu. Sampai suatu ketika Mr. Bringsam bangkit. “Baiklah, tinggal sedikit lagi. Aku harus menata tempat itu sebelum Marrie dan Andine datang.” Ucap Mr. Bringsam sambil berdiri. Kakak beradik itu pun menatap Mr. Bringsam yang berdiri tegap. “Dan kalian,” katanya sambil menoleh ke arah North dan Luis. “Sebaiknya beristirahat saja di sini. Kalian pasti sangat kelelahan, bukan?” lanjut Mr. Bringsam sambil melangkah pergi.
“Saya akan membantu, Mr. Bringsam!” kata Luis cepat-cepat. “Saya ini pria yang kuat! Kalau hanya itu tidak mungkin membuat saya kelelahan. Kecuali ia,” lanjut Luis sambil menoleh pada kakaknya. “Sepertinya dia perlu nafas buatan.” Luis tertawa nyengir.
“Omong kosong!” tukas North. “Kurasa kamu perlu sedikit hiburan bermain game di komputer, Luis.” Kata North seraya melangkah mendekati Luis. “Dan ku yakin kamu akan senang dengan game yang kemarin baru ku download.” “FPS!” North mengakhiri pembicaraan karena ia langsung mengajak Mr. Bringsam masuk ke dalam rumah. Luis mengikuti dari belakang dengan perasaan kecut bercampur marah. Pada North tentunya.
Mereka bertiga memulai menata perabotan rumah. Dari menaruh sofa, meletakkan meja, memindahkan beberapa kursi, dan menata rapi beberapa hiasan rumah berupa foto-foto keluarga Mr. Bringsam, lukisan-lukisan abstrak dan alam, serta beberapa lampu hias yang sengaja di letakkan di dekat lukisan agar mudah terlihat. Dan agar lebih cantik pula.
Ruang tamu dan ruang keluarga sudah selesai ditata. Itu artinya, hanya tinggal beberapa ruangan saja yang perlu ditata. Diantaranya, dua kamar tidur, dapur dan ruang makan. Oh ya, pengecualian untuk dapur karena perabotan dapur masih belum sampai. Perabotan itu akan datang seiring dengan kedatangan anggota keluarga Bringsam lainnya.
Perlu waktu 30 menit untuk menata kedua kamar tidur itu. Mereka direpotkan dengan sulitnya memasukkan kasur kedalam kamar. Memindahkan lemari yang tidak bisa dibilang kecil dan beberapa pelengkap kamar lainnya yang perlu kecermatan dalam memasangnya.
Mereka akhirnya bisa beristirahat di ruang tamu yang sudah dilengkapi dengan sofa empuk. Ketiga laki-laki itupun bersandar pada penyangga. Luis menatap sekiling, dia merasa senang dengan hasil jerih payahnya bersama North dan Mr. Bringsam. Ruang tamu itu sangat keren, pikir Luis. Perhatian Luis tertuju pada sebuah foto keluarga dekat jendela.
“Foto itu,” kata Luis lambat, “Disana ada seorang pria. Itu anak anda, Mr. Bringsam?” lanjut Luis seraya menuding ke arah seorang pria bertubuh tegap dengan mengenakan setelan jas putih yang maskulin.
“Ya benar. Namanya Clark. Saat ini dia tengah bersekolah di Jerman. Dia jarang sekali pulang. Alasannya karena banyak hal yang perlu ia lakukan disana. Aku jadi sedih karenanya. Sudah setahun dia belum pulang. Aku merindukannya, begitupun dengan Marrie dan Andine.” Raut muka Mr. Bringsam menunjukkan kesedihan yang mendalam.
“Semoga Clark cepat pulang. Dalam keadaan sehat dan membawa ilmu yang bermanfaat.” North mencoba menghibur Mr. Bringsam yang nampak sedih.
“Huh, daripada sedih begini. Sebaiknya kita menikmati segelas jus jeruk yang menyegarkan!” kata Mr. Bringsam bersemangat. Wajahnya kali ini kembali cerah.
“Kedengarannya menyenangkan. Aku ikut!” kata North tertarik. Luis pun melontarkan jawaban yang sama.
Setibanya di dapur, North dan Luis hanya mampu melongo menatapi segelas jus jeruk.
“Jadi,” kata Luis mengawali. “Yang anda maksud dengan segelas jus jeruk yang menyegarkan itu, ini?” kata Luis dengan tatapan kecewa pada Mr. Bringsam. Mr. Bringsam mengangguk. Luis menghela nafas karenanya.
North tertawa, “Anda ini ada-ada saja, Mr. Bringsam.” Katanya. “Jadi, maksud anda itu segelas jus jeruk yang menyegarkan itu segelas jus jeruk untuk kita semua?” kata North seraya menatap ke arah Mr. Bringsam. Mr. Bringsam ikut tertawa.
“Saya beritahu Mr. Bringsam, ini adalah lelucon yang luar biasa kalau ini adalah lelucon!” kata Luis sambil duduk di kursi. Lagi-lagi Mr. Bringsam tertawa. Luis mendapatkan kesan yang baik pada sosok mr. Bringsam yang cerah dan humoris itu.
Ditengah candaan mereka, terdengar deru mobil datang.
“Ah, akhirnya mereka sampai!” seru Mr. Bringsam bersemangat.
North dan Luis berdiri lalu mengikuti Mr. Bringsam dengan langkah lambat. “Pasti Marrie dan Andine.” Pikir mereka.
Baguss TS gw suka bgt eps kali ini ...
iya ya..lupa...gara berondong vokalis band :v @Aji_DrV