BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

[Novel Terjemahan] Love Sick [ Thai ]

13

Comments

  • menunggu ^•^
  • menunggu ^•^
  • Waaaah... kamu sesuatu benar @AgungPku‌. At least sebutin kek lo ambil dari translatean gue ato dari forum sebelah. ck ck ck

    For you all, kalo pengen baca sampe chapter 29, IYA chapter dua puluh sembilan, mending langsung mampir ke tumblr gue (http://ve-as.tumblr.com atau indeksnya http://ve-as.tumblr.com/archive ), karena itu asli gue sendiri yang terjemahin, nggak kayak di trid ini. ^.^

    Dia stuck di chapter 17, karena mungkin dia ambil dari forum sebelah. Disana gue posting LS novel jcm sampe chptr 17. DIsana ga ada yang baca. :/

    btw @anohito‌ makasih udah ngasih tau gue. I owe you bro :D
    *masih geleng-geleng kepala sambil ketawa*
  • oh punya @Veer_aslant ya ... kalo begitu dilanjut aja sama kamu bikin tread baru, banyak yang suka loh ...
  • @veer_asnalt terakhir chap 31 ya????
  • thx @anohito udah dikasih tau :-) dah lama ga masuk bf krn sibuk. sabar ya @veer_aslant *pukpuk*
    buat @fends yg mau baca versi Indonesia nya, cek tumblr si veer aslant aja krn dia yg nerjemahin.

    novel ini sendiri diterbitkan secara independent di thailand 6 thn yg lalu oleh p'hed (hedshew) lalu dipublish secara online juga (kalo ga salah inget di writedeck) dan ada tambahan2 chapter yg menarik banget di versi cetaknya.

    setelah p'andy membawa lovesick ke layar kaca, tulisan hedshew di deck pun ikut ditarik, sehingga saat ini sumber yg saya ikuti pun hanya dr p'kuda (kudaranai) dan sempat ngobrol dgn dia, ternyata dia pun saat itu cmn tau versi online dan memang dia diijinkan utk menterjemahkan novel itu ke bhs inggris oleh hedshew dan men-sub serialnya dan klo ga salah, sub nya itu dipake utk dvd lovesick yg br terbit.

    yg belum nonton ayo nonton, yg mau sambil baca juga silahkan :-)
  • sip bro,.. Lanjuttt..
  • masih sabar menunggu
  • ayo bro dilanjut
  • telat mang season 2 juga mau selese noh novel

    terjemahan indo juga ada di VA Blogs
  • y baca novel perbandinganx gmna? di film lebih ramai ato ramaian di novel nya?
  • Chapter 16 : Tidak Hanya Kita Berdua
    Aku mempersilahkan pihak lain untuk
    melakukan apapun yang dia inginkan, tapi
    sebenarnya tidak hanya hasratnya saja yang
    berperan, melainkan juga hasratku sendiri.
    Aku berhenti memperdulikan semua akal
    sehat dan semua konsekuensinya.
    Ciuman Phun merupakan ciuman ketakutan
    tapi disaat bersamaan juga penuh dengan
    emosi, sama halnya seperti cara dia
    mendekapku. Kami berdua membiarkan
    tubuh kami melaksanakan segala perintah
    yang datang dari keinginan hati yang paling
    dalam. Kami sedang berada dikeadaan
    dimana kami tidak lagi mampu menahan
    perasaan yang timbul dari dalam hati. Tidak
    ada yang bisa menghentikan kami.
    ..
    ..
    ..
    Aku tidak yakin berapa lama waktu yang
    sudah terlewat saat akhirnya aku membuka
    mata di dalam ruang gelap ini. Indraku
    sudah kembali bekerja. Phun memelukku
    dengan erat walau dia sedang tidur. Phun,
    temanku ini sudah membuat kerusuhan
    dalam benakku beberapa hari terakhir ini.
    Aku bisa melihat wajahnya yang sedang
    tertidur karena sinar cahaya bulan berhasil
    menembus masuk ke ruangan ini. Bulu
    matanya yang panjang seolah sedang
    membelai pipinya, kelopak mata yang
    sedang menyembunyikan indra
    penglihatannya yang tadinya sempat
    membakar emosiku beberapa jam yang lalu.
    Aku bisa bilang dari napasnya yang stabil
    saat ini, yang keluar dari hidung tepat diatas
    bibir dengan warna alami itu, orang yang
    memelukku ini sedang tidur pulas sekali.
    Aku menatap wajahnya dengan emosiku
    yang bercampur. Tapi yang paling kentara
    dari banyak jenis emosi itu adalah rasa
    takut.
    Rasa sakit yang masih bisa kurasakan
    mengingatkanku, kalau kami sudah
    membuat kesalahan yang tidak bisa
    diampuni. Aku sebenarnya orang yang telah
    menyuruhnya untuk mengabaikan akal
    sehat, untuk berhenti berpikir tentang apa
    yang benar dan apa yang salah, dan
    melupakan apa yang dipikiran orang lain
    terhadap diri kami. Tapi setelah beberapa
    jam kemudian, Aku mulai sadar kalau semua
    yang aku sebutkan tadi adalah hal yang
    tidak wajar kalau dilakukan.
    Sesuatu yang menghantui Phun kini juga
    menghantuiku, rasanya sama seperti
    membaca surat berantai. Aku menghadapi
    kenyataan seperti apa yang Phun katakan
    kepadaku, kenyataan yang tidak bisa
    kuhindari. Phun dan Aku sama-sama
    cowok. Masing-masing dari kami punya
    pacar cewek. Dan yang lebih penting, kami
    adalah sahabat baik dan aku tidak ingin
    menghancurkan hubungan yang sudah
    terbentuk diantara kami.
    Secara pribadi, Aku tidak tahu perasaan
    macam apa yang dimiliki oleh Phun. Phun
    sendiri tidak tahu perasaan apa yang dia
    curahkan kepadaku. Aku tidak berani
    memikirkan bagaimana awal mula dari
    semua ini.
    Aku takut kalau semua hal yang terjadi
    barusan hanya karena nafsu belaka.
    Tapi ada sesuatu yang lain yang membuatku
    makin ketakutan.
    Aku takut kalau mungkin yang terjadi ini
    adalah lebih dari sekedar nafsu. Lebih dari
    sekedar ikatan sederhana satu sama lain.
    Lebih dari sekedar kesalahan yang secara
    tidak sengaja kami buat. Aku takut kalau
    semua ini berarti melebihi dari segala hal
    yang aku sebutkan itu.
    Karena, kalau hatiku melangkah melewati
    batas, Aku tidak tahu bagaimana caranya
    menghadapi semua itu. Sejujurnya Aku tidak
    tahu.
    “Oh… Noh? Kamu nggak tidur?” Sayangnya,
    suara Phun mengusik jalan pikiranku. Dia
    menguap lumayan lebar sehingga
    membuatku harus sedikit menyingkir karena
    udara hangat yang ia hasilkan.
    Tapi Phun hanya memberiku ruang gerak
    terbatas diantara lengannya. Nampaknya dia
    ingin terus memelukku seperti ini. “Anjir,
    gerah banget.”
    “Apa? Aku kencengin AC-nya ya.” Pinter
    banget nih anak. Dia bergerak kepinggir
    meraih remote AC dan menyesuaikan
    suhunya, agar dia tidak perlu melepaskan
    pelukannya terhadapku. Apa dia nggak
    berpikir tentang pemanasan global? Aku
    memandangnya dengan mimik muka kesal,
    tapi mungkin ruangan ini terlalu gelap
    baginya untuk bisa melihatku. Phun
    meluruskan lengannya dan sedikit
    melakukan peregangan sebelum menarik
    tubuhku kembali dalam pelukannya.
    “Besok pagi mau mampir kerumahmu dulu
    nggak untuk mengambil keperluan
    sekolahmu?” Dia menggumamkan
    pertanyaan seperti orang yang terlalu malas
    membuka mulutnya untuk berbicara.
    “Tentu.”
    Intonasiku yang sedikit berubah berhasil Ia
    sadari. “Ada sesuatu yang sedang kamu
    pikirkan?” Dia bertanya kepadaku, sekarang
    dia benar-benar bangun.
    “Em…”
    “Ada apa?”
    “Apakah kamu berpikir, yang kita lakukan ini
    adalah sebuah kesalahan?” Aku tidak yakin
    apakah itu tadi sebuah pertanyaan atau
    pernyataan yang aku lontarkan untuk diri
    sendiri. Aku bisa melihat sebuah foto
    didalam bingkai dalam keadaan remang-
    remang. Foto itu merupakan foto Phun dan
    Aim yang sedang bersama. Phun berbalik
    dan menutup bingkai itu sebelum dia
    kembali memelukku. “Jangan berpikir
    tentang itu dulu malam ini. Kita bisa
    omongin besok aja, yah?”
    “Tapi…”
    “Jangan bicara lagi.” Dia menyumpal
    mulutku dengan bibirnya sebelum dia
    bergerak mundur sedikit. “Hanya ada kita
    berdua, malam ini.”
    Aku menutup mata dan menerima bibir itu
    lagi sambil merasakan tubuh Phun, yang
    dimana dia sedang berada di atasku,
    menindih, menekanku, melawan kemauanku.
    Itu adalah sinyal yang memberi tanda, kalau
    kami akan melakukan hal - yang sudah
    kami lakukan tadi - sekali lagi.
    Aku bilang kepada diriku berkali-kali untuk
    meninggalkan segalanya malam ini. Dan
    tidak peduli apapun yang terjadi besok pagi.
    Kami tidak akan pernah melupakan malam
    ini.
    ***
    Anak SMP main bola basket dan sepak bola,
    mereka membuat kegaduhan yang luar biasa
    keras, hingga rasanya aku ingin
    mengeluarkan kepalaku lewat jendela dan
    meneriaki mereka. (Tapi tidak aku lakukan
    karena aku sangat malas.) Biasanya, aku
    tidak akan terganggu sekali seperti ini, tapi
    badanku rasanya sedang tidak sehat dan
    ditambah lagi suara berisik yang menganggu
    itu.
    Aku berbaring di sofa di ruang klub kami
    sambil memutar-mutar rubik. Ini salahnya
    Om si brengsek itu. Dia memberikan benda
    kotak ini agar aku mainkan siang hari ini.
    Jam sekolah sudah berakhir dan aku hanya
    mampu menyelesaikan satu sisi saja. Benda
    ini cukup melelahkan, aku bertanya-tanya
    bagaimana bisa si Keng bisa ahli
    menyelesaikan ini. Aku tidak paham.
    Aku terus berpikir tentang benda ini sambil
    merasa kesal. Pinggulku terasa sakit. Aku
    tidak tahu bagaimana caranya
    menyelesaikan Rubik Ini. Apakah ada
    seseorang diluar sana yang hidupnya masih
    lebih menyedihkan daripada hidupku untuk
    saat ini?!
    “Diiih, kamu kelihatan stress banget. Apa
    kamu berencana untuk memainkan benda itu
    sepanjang hari, p’?” Aku tidak perlu
    mendongak untuk tahu komentar sok pintar
    itu datang dari Per. Tapi bagaimanapun, aku
    sedang tidak berminat untuk berdebat
    dengannya, (aku sedang sibuk disini) jadi
    aku menggumamkan jawaban untuk
    memberitahunya agar tidak mengangguku
    dulu.
    Aku salah kalau berpikir anak ini bakal
    meninggalkanku dengan damai. Dia meraih
    gitar listrik dan memainkannya tepat di
    hadapanku tanpa memperdulikan keadaan
    dunia ini. “Bosan nih. Drum milik klub kita
    kondisinya sudah parah sekali, nggak ada
    yang mau menggunakannya sekarang. Aku
    tidak bisa lathan.”
    “Terus kenapa?” Dia gak bisa lihat apa, aku
    lagi sibuk gini?
    “Coba bilang ke p’Phun suruh cepetan kasih
    uangnya?”
    “Apa?! Gak semudah itu! Kamu berharap aku
    datang ke ruang osis dan merampok mereka
    pakai senjata?!” Aku bakal melakukan itu
    sih, kalau boleh.
    Per nampak sedikit kecewa setelah aku
    usir. Aku paham kalau dia benar-benar ingin
    latihan, tapi sejujurnya aku tidak tahu
    caranya agar membuat proses jadi ini makin
    cepat. Aku berpikir, merengek-rengek ke
    Phun pun, tidak akan membawa dampak
    yang baik. Aku terus berpikir saat kembali
    memainkan Rubik ini ditanganku.
    Siapakah yang bisa selalu baik setiap saat?
    Aku bukanlah karakter yang dirimu lihat di
    layar TV.
    “Itu tuh! P’Phun yang telepon!” Apa?!
    Gimana caranya dia tahu? Aku tersentak
    dengan keras dan cepat-cepat meraih
    teleponku untuk memeriksa. Aku hampir
    melempar Rubik dan teleponku kearah
    kepala Per.
    “Phun pantatmu itu. Hallo, Yuri.” Aku
    mengutuk Per sebelum mengubah suara
    menjadi pura-pura mengantuk saat aku
    menjawab panggilannya. Aku ragu kalau aku
    akan bisa menyelesaikan Rubik ini,
    makanya aku biarkan benda itu jatuh ke
    lantai.
    “Kamu masih di sekolah, Noh?”
    “Aku masih di ruang Klub. Ada apa, Yuri?”
    Yuri nggak biasanya meneleponku jam
    segini. Kalau dia ingin mengajakku pergi
    kesuatu tempat, biasanya dia telepon
    sebelum jam sekolah usai, sehingga aku
    bisa mengosongkan jadwalku. Kalau kami
    sedang nggak ketemuan, maka dia akan
    menelepon malam-malam, tepat sebelum
    kami tidur.
    “Aku… berdiri didepan gerbang sekolahmu.
    Aku perlu berbicara denganmu mengenai
    sesuatu. Bisa nggak kamu menghampiriku
    sebentar?” Aku hampir meloncar dari sofa
    dan sesaat lupa dengan rasa sakitku ketika
    mendengar kata-kata itu. Ada cewek, berdiri
    sendirian, didepan gerbang sekolah, yang
    isinya cowok semua! Mana mungkin aku
    nggak khawatir mengenai keadaannya?!
    “Tunggu bentar, Aku berlari kesana. Jangan
    pergi kemana-mana, Yuri.” Aku buru-buru
    memberi tahunya sebelum menutup telepon
    dan bergerak memakai sepatu di pintu
    masuk ruang klubku dengan tergesa-gesa.
    “Pacarmu yang menelepon?” Pandangan Per
    yang nampak bingung mengikutiku. Aku
    memberinya angguknya sebelum menepuk
    pundaknya. “Jaga ruang klub ini, Aku pergi
    sebentar.”
    ***
    Aku setengah berjalan, setengah berlari,
    dengan sepatu yang tidak terpasang dengan
    benar dan menyeret pinggangku yang masih
    nyeri untuk bergerak menuju gerbang
    sekolah. Yuri berdiri disana menunggu
    sesuai perintahku tadi. Tapi dengan kulitnya
    yang putih dan wajahnya yang lucu, tidak
    bisa dipungkiri kalau cowok-cowok siswa
    sekolah ini ternganga meilhatnya.
    Aku bukannya cemburu, lebih ke khawatir
    kalau ada kenapa-napa. -_-“ Cewek lucu
    imut seperti Yuri tersesat keluar dari
    kandangnya dan berakhir di tengah-tengah
    sekumpulan laki-laki remaja? Bukan hal
    yang baik.
    “Kenapa kamu nggak telepon dulu kalau
    mau mampir kesini? Lain kali kamu jangan
    melakukan hal ini lagi.” Aku memarahinya
    sedikit tepat saat aku tiba di situ. Aku
    menawarkan untuk membawa tas
    sekolahnya dan kemudian kami
    meninggalkan komplek sekolah ini.
    “Aku minta maaf. Aku terburu-buru kesini
    dan Aku juga sedang menelepon seseorang
    sepanjang perjalanan menuju sekolah mu.”
    Kedengarannya ada sesuatu yang aneh, iya
    kan?
    “Memang ada sesuatu yang terjadi?”
    “Noh… kamu tahu nggak apa yang terjadi
    dengan Phun?” Aku berharap bisa lenyap
    didetik ini ini.
    Mata Yuri yang hitam dan bundar menatapku
    tajam seolah-olah sedang mencari sebuah
    kebenaran tentang sesuatu. Aku sejujurnya
    tidak tahu apa yang dia cari atau kenapa dia
    sungguh-sungguh berambisi mencarinya.
    “Memang dia kenapa?”
    “Haah…” Apa? Kenapa dia malah mendesah,
    bukan mendapat jawaban dari dia? -_-“ Aku
    sangat bingung dengan tingkah gadis ini
    yang berakting sok misterius. Nampaknya
    dia ingin bilang sesuatu kepadaku, tapi tidak
    berhasil menemukan kalimat yang tepat.
    “Ada yang terjadi?”
    “Um, Noh… kamu tahu nggak dimana Phun
    berada kemari malam?” Aku sedikit ragu
    untuk menjawab, karena aku tahu benar apa
    yang terjadi kemarin malam.
    “K-Kenapa?”
    “Argh, Aku udah bilang ke Aim kalau
    seharusnya dia jangan menyuruhku
    berbicara tentang hal ini kepadamu. Aku
    tahu kamu dan Phun itu sahabat, kamu pasti
    menutup-nutupinya untuk Phun. Kamu tidak
    akan memberitahu kenyataan yang
    sebenarnya.” Pada titik ini, aku bingung
    kalau aku tidak yakin apa yang harus
    kukatakan kepadanya.
    Yuri berhenti membuat keributan sendiri
    sebelum dia mendongak melihatku. Dia
    mengunci pandangannya ke mataku yang
    dimana aku tidak bisa menghindarinya.
    “Tolong, Noh. Aim sangat tertekan dengan
    hal ini.”
    Bibir Yuri bergerak cukup lambat,
    membuatku benar-benar mendengar dan
    paham setiap butir kata yang dia ucapkan
    dalam kalimat selanjutnya.
    “Bisakah kamu memberi tahuku, siapa yang
    tidur dengan Phun kemarin malam?”
    Rasanya bagai disambar petir ketika aku
    mendengar kata-kata itu.
  • aku sudah baca sampe chap 51 dan spesial chapter
  • Chapter 51 blum di translate ya ka @veer_aslant ?
  • ada lanjutannya tak?
Sign In or Register to comment.