BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Baju Biru Muda [cerpen] TAMAT

edited July 2014 in BoyzStories
Halo kawan semua. Setelah lama kepikiran membuat cerita disini, akhirnya bisa posting juga... Mau bikin cerita panjang takutnya gak selesai, jadi aku pilih 1-shot story ini yang aku unggah. Mohon pada pembaca sekalian sudi meluangkan waktunya untuk meninggalkan jejaknya, memberikan saran, kritik, masukan kepada penulis amatir ini. Terima kasih banyak dan selamat menikmati karya pertama saya, Baju Biru Muda

==============================================================

Sebuah kereta api datang dari arah utara yang akan singgah sementara di Stasiun Malang. Dari atas jembatan, kereta api bergerak perlahan, kemudian berhenti tepat di Jalur 3. Manusia-manusiapun mulai keluar berhamburan dari dalam gerbong. Bel khas dari stasiun berbunyi menyampaikan sambutan kedatangan kepada penumpang di Stasiun Malang. Penumpang kali ini kelihatannya cukup banyak. Maklum, sedang awal minggu, jadi banyak yang kembali dari kampung halaman mereka.

Kruyuuuk…

hahaha… ternyata bel perutku berbunyi juga. Kulirik jam, masih menunjukkan pukul 3.30 sore. Masih terlalu cepat sih untuk makan malam, tapi biarlah. Aku cari makanan saja disekitar sini. Sambil lihat taman kota yang baru dibuat didepan stasiun. Terakhir melihat taman itu, masih ada bagian yang belum selesai dibangun, namun, antusiasme masyarakat dengan adanya taman tersebut sangat tinggi. Anak-anak kecil sudah banyak yang bermain air di air mancur. Remaja-remaja juga tengah asyik ngobrol dengan gengnya di pojok. Tak lupa ada muda-mudi yang tengah bermesraan disana. Sumpah… bikin iri jombloers kayak aku. Hahahaha…

Kupikir pasti asyik jika kesana. Kuambil helmku dan segera kukenakan. Saat aku akan memacu motorku, ada suara dari belakang yang mengagetkanku.

“NAAAR!!”

Aku menoleh kebelakang mencari sumber suara. Kulihat seorang dengan kaos biru muda dan celana coklat berlari menuju ke arahku. Ditangannya ada kotak kecil yang dibawanya. Ah, lihat sekilas saja aku tahu kalau dia adalah si Cipta. Orangnya cakep, dengan janggut yang menghiasi wajahnya. Semakin ganteng lagi kalau lihat dia tersenyum. Auranya semakin tajam.

Setelah dekat, tanpa permisi atau apa, dia langsung ambil helm di motor lalu duduk dibelakangku sambil mengenakan helm.

“Yuk jalan pak, ke kontrakan!” kata Cipta sambil memamerkan senyumnya.

“Asem… kamu kira tukang ojek?! Motormu mana sih Jo?”

“Ada di bengkel, ayuk dah… ni keburu dingin martabak telornya!”

“Asik… setengah buat aku kan?”

“Ambil aja semua. Spesial telornya dua ini”

“Okeeeeh…” jawabku sambil nyengir lebar. “tau aja ada orang kelaparan”

Kupacu motorku untuk hidangan kesukaanku. Martabak telur. Oh iya, panggilan khusus anak kontrakan kami untuk dia adalah Paijo. Aku sendiri dapat gelar Paimin. 4 orang yang lainpun demikian. Tidak perlu kusebutkan deh, karena cerita kali ini hanya khusus aku dan dia.

Dengan settingan seperti ini, pasti sudah banyak yang menebak bagaimana ceritanya terjadi, bahkan mungkin akhir ceritanya sudah dapat ditebak. Yah memang klisenya seperti itu dan itulah yang terjadi dengan hidupku. Andanuarta Ismail. Hehehe…

***

Cipta, ia adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku. Aku bertemu dengannya saat Maba. Kebetulan dia kos disebelah kamarku. Ia datang 2 hari setelahku. Selama dua tahunpun kami ngekos bersama. Pada tahun ke tiga, aku, dia dan beberapa teman kami memutuskkan untuk mengontrak sebuah rumah. Istimewanya dia bagiku adalah aku sangat mencintainya. Ada juga Lidya, cewek cantik yang aku kenal saat semester ke 2. Ini anak sebenarnya baik banget, Cuma kalo kenal pertama kali kesannya jutek banget. Mak Lampir aja kalah kali ya. Lidya ini pacarnya Cipta. Baru jadian 1 minggu yang lalu. Nah martabak ini adalah permintaan dariku setelah berhasil mencomblangkan mereka. Hahaha…

Oke… kembali ke scene yang tadi. Sesampainya di kontrakan, aku langsung memarkirkan motor, sedangkan Cipta langsung masuk ke rumah.

“Jo… mana martabaknya?”

“Tuh di meja makan” teriaknya dari kamarnya. Pintunya sedikit ditutup. Pasti dia sedang ganti baju. Kadang juga tersenyum juga… ngapain ditutup, kan udah tahu juga tubuhnya yang lengkap. Dulu ceritanya pas lagi mandi bareng, semester 1. Sama-sama kesiangan, jadi mau nggak mau mandinya bareng biar cepet.

Kembali ke martabak tercinta. Sendok udah siap dan mulai kubuka bungkusnya. Aromanya sudah pasti sangat familiar. Mulailah kunikmati makanan istimewa kali ini.

“Enak Min?” katanya sambil merebut sendok dariku dan mulai memotong martabak itu. Dengan cepat ia juga melahapnya.

“Lho… kok dimakan… katanya buat aku semuanya. Pamali tau ngasih barang tapi diambil lagi” Kataku sewot.

“Dih… kan gak diambil semua… tuh, masih banyak. Lagian juga aku yang beli.” katanya sambil ngembalikan sendok ke tanganku.

“Alah… gitu ya sekarang. Kan ini sebagai tanda terima kasih darimu atas perjuanganku juga jadiin kamu dengan Lidya. Aku bilangnya martabak special satu utuh… tapi ini udah kurang sesendok namanya” Kataku yang kemudian melahap lagi martabak itu. Dia sendiri kulihat menuju ke dapur dan kembali dengan membawa satu sendok makan.

“eh… mau ngapain?!” reflex aku melindungi martabak berhargaku. Ia meletakkan satu sendok didepanku terus masuk kekamarnya

“Maksudmu apa Jo?”

“Katanya kurang sesendok…. Tuh, aku kasih sendok satu. Jadi impas lho ya…” katanya kemudian, sambil segera menutup pintu kamarnya. Akupun dengan reflek melemparkan sendok darinya ke pintu kamarnya.

“KUNYUUUUK!!!”

***

Beberapa hari kemudian, kejadian yang mengubah hubungan kami terjadi.

“MAKSUDMU APA NAR?!” Kulihat emosi yang meledak-ledak keluar dari mulutnya. Tak ku sangka dia bisa semarah ini.

“I-Itu… ya… aku khilaf…” aku tidak berani memandangnya. Aku memang salah tadi…

“KALAU KAU BUKAN SAHABATKU, UDAH KUHAJAR HABIS TADI KAMU!” Ia kemudian melangkahkan kakinya keluar dari rumah, menghidupkan motornya dan pergi entah kemana.

Aku hanya bisa terpuruk di kamarnya. Kurenungi kesalahanku barusan. Aku terlalu bernafsu untuk menciumnya saat ia sedang tidur. AKHH… Bodohnya aku. Andaikata waktu bisa diulang, aku pasti tidak akan melakukannya. Ya Tuhan… apa yang harus ku lakukan sekarang? Mungkin ku tunggu dia sampai amarahnya reda, dan aku akan minta maaf padanya.

Aku menunggunya seharian di kontrakan tapi ia tidak kunjung pulang. Tadi kata Wisnu, ia pesan tidak pulang hari ini karena mau ngerjakan tugas di kos temannya. Setahuku, biasanya Cipta lah yang selalu mengajak teman-temannya ke kontrakan. Pastinya dia sedang menghindari aku kali ini. Sebesar itukah kemarahan dia padaku?

Berhari-hari aku mencoba berdamai dengannya. Ia sudah mulai mau bicara denganku. Hanya saja ia sudah berbeda dengannya yang dulu. Ia menjauh ketika aku mendekatinya. Teman kontrakanpun ikut merasakan hal yang aneh dengan kami. Wisnu sempat nyeletuk apakah kami udah putus. Kami tidak pacaran, hanya saja melihat kemesraan kami seperti orang pacaran. Kamipun menanggapinya dengan candaan. Meskipun di hati kecilku aku bahagia dengan predikat tersebut.

Suatu hari aku beranikan untuk mengambil inisiatif untuk berbaikan lagi dengannya. Aku mengatur strategi sebaik-baiknya agar permintaan maafku dapat diterima dengan baik olehnya. Kupikir akan lebih baik jika kucarikan hadiah untuknya.

Dengan semangat dan senyum mengembang, aku mulai mengajak motorku menuju ke Alun-Alun Kota untuk mencari baju biru muda untuknya. Semoga baju biru muda itu dapat membantu permintaan maafku. Setelah sekian lama mencarinya, kuputuskan membeli satu yang menurutku cocok dengannya. Soal ukurannya sudah kujamin pas. Aku tahu ukuran bajunya. Baju itu kuminta pula untuk dibungkus biar ada kesan niat yang tulus (yang ini teorinya menurut mbah Andanuarta. Padahal juga nggak berhubungan sih. Hehehe…)

Selanjutnya pulang dan memberikannya saja. Aku tahu jadwalnya hari ini dia ada kuliah sampai jam 16.45 sore. Jadi aku bisa meletakkannya di kamarnya sebagai kejutan. Aku masuk ke kamarnya (aku gunakan kunci cadangan) dan meletakkannya di tempat tidurnya. Beres sudah…

Eits… ada yang kurang sepertinya. Hmm… Sepertinya akan lebih seru jika ketemuan di jembatan saja, setelah itu makan-makan ke warung favoritnya pasti nantinya kita akan baikan. (Perlu teman-teman ketahui, aku orangnya selalu berpikiran positif). Oke… kalau begitu, kutulis saja pesan buatnya.
“Jo… Aku minta maaf ya… Aku janji nggak akan ngulangin lagi. Sebagai permohonan maaf dari Paimin, itu ada baju biru muda bagus. Pasti cocok deh. Ntar coba pakai ya sambil ketemu di Jembatan jam 8 Malem. Sekalian ntar makan-makan aku traktir di Warung Bu Ida. Oke Coy? Aku tunggu ya… :)
NB: Ntar tanggal 10 aku ambil biaya bajunya. Awas! Jangan kabur!”

Yup… sudah siap. Ku rekatkan tulisan ini dengan selotip dan aku keluar dari kamarnya. Ah… untuk yang terakhir, itu kode kalau aku memberinya dengan cuma-cuma. Hahaha…

“Waduh udah jam 3 sore… bisa telat nanti aku ngajarnya.” Kesibukanku yang lain adalah ngelesi (memberikan tambahan belajar). Biasa lah… buat tambahan biaya hidup ala mahasiswa. Hehehe… muridku ada 5 orang, sudah bisa menutupi biaya makanku selama sebulan. Meskipun sebenarnya cukup menguras waktuku untuk belajar dan mengerjakan tugas, tetapi aku selalu mengikuti nasehat dosenku. Beliau mengatakan untuk memanfaatkan waktu belajar di kelas dengan semaksimal mungkin. Sehingga tidak terlalu memberatkan waktu belajar di rumah dengan mengulang-ulang materi yang disampaikan di kelas.

***

Sepulangnya dari ngelesi anak di Sawojajar, jam sudah menunjukkan pukul 19.30. Masih ada waktu, jadi kuputuskan untuk membelikan Brownies buat anak-anak di kos. Lalu kuarahkan motorku ke toko brownies yang cukup terkenal di Malang. Letaknya di depan RS Lavalette. Satu kotak kurasa cukup. Setelah itu aku menuju ke tempat kami janjian.

Sementara itu jam 17.00, Cipta udah kembali ke kosnya. Dilihatnya ada barang yang tidak semestinya ada di atas tempat tidurnya. Sebuah kotak batik tertutup berada disana. Ia membuka tutupnya dan melihat baju biru muda dan secarik kertas diatasnya. Ia baca tulisan yang ada pada kertas tersebut. Sebuah tanda smile di pojok kanan bawah menunjukkan bahwa akulah penulisnya. Setelah membaca pesanku, senyum mulai mengembang dari wajahnya

“Nih anak ada-ada aja” gumamnya.

“Aku sebenarnya yang perlu minta maaf ke kamu Min… dan mungkin ini saatnya kita kembali seperti dulu Min” Ia memutuskan untuk memenuhi undangan tersebut. Ia membuka bungkus baju itu dan segera memakainya.

“Ganteng juga… hahaha…” kata Cipta sambil bergaya didepan cermin dengan baju barunya itu. “Paham benar dia dengan seleraku.”

“Astaga… lupa. Tugasku belum selesai!” Cipta segera melepaskan bajunya dan menggantungnya di belakang pintu kamarnya. Komputernya ia nyalakan dan jemarinya mulai menari diatas keyboard. Buku-buku ia biarkan buka disekelilingnya untuk membantunya menyelesaikan makalahnya.

Pukul 19.45 tugas baru selesai ia kerjakan. Ia segera bergegas mengenakan baju tadi dan segera keluar sambil pamit mau ke jembatan kepada orang kontrakan yang sedang asyik nonton tv di ruang tengah. Motor ia pacu dengan sedikit cepat khawatir Danar menunggu terlalu lama.


***

Ya ampuun… bisa-bisanya aku tertidur di jembatan kayak gini. Tu Paijo kenapa belum datang ya sampai sekarang. Aku bermaksud melihat jam tanganku… tapi hilang. Kucari HPku juga tidak ketemu. Ini pasti ada yang mencuri pas ketiduran tadi. Akh… sial banget sih…

Aku duduk aja di sebelah jembatan. Disamping masih cukup ramai dengan orang-orang. Sambil termenung, aku sempat nguping pembicaraan orang didekatku.

“Eh… tadi disini ada yang kecelakaan lho… parah banget!”

“Kapan?”

“Sekitar dua jam yang lalu! Motornya sampai gak karuan bentuknya!”

“Ngebut kali dianya? Kalau malam, motor kan suka gitu.”

“Kata orang-orang sih, mobil yang mau ke Sawojajar ngebut, udah mau merah soalnya. Lalu yang motornya dari utara mau belok ke arah sini. Orang yang naik motor tadi tertabrak terus terpental jauh sama motornya. Mobilnya tadi mau dibakar warga, tapi untungnya pas ada polisi patrol tadi.”

“Kamu emang lihat tadi kejadiannya?”

“Nggak semuanya… Cuma aku liat pas pengendara itu dibawa naik ambulans. Untungnya disini dekat dengan RS Lavalette. Semoga bisa ketolong tuh orang.”

“Udah ah… ngeri… Kamu malem-malem gini cerita aneh-aneh lagi. Ngopi aja di depan stasiun yok!’



“Kecelakaan apaan? Seingatku aku dari tadi disini kok gak ada rame-rame ya? Apa mungkin saat aku ketiduran tadi? Tapi kok ya aneh sampai gak kedengaran apapun” pikirku…

“Om…” kurasakan bajuku ditarik oleh seorang anak perempuan. Kulihat disebelahku ada anak perempuan dengan boneka beruang coklat yang ia peluk. Kuncir rambut ekor kuda menambah kesan lucu padanya. Anak tersebut kira-kira berumur 8 atau 9 tahun. Aku jongkok agar bisa sejajar dengannya.

“Iya adik kecil… kok malam-malam gini sendirian?”

“Nggak kok om… itu sama kakak-kakak” ia menunjuk ke seberang jalan tampak memang ada anak maen kejar-kejaran di halaman ruko. Mungkin dia anak salah satu pemilik ruko disana. Tapi aku suka juga, karena rupanya masih ada anak-anak yang melestarikan permainan tersebut. Jaman sekarang anak-anak sudah sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Bahkan yang sedang bersebelahan saja, ngobrol lewat whatsapp. Hadeeh…

“Kan bahaya dik maen dideket jalan.”

“Iya Om... Om anterin nyebrang ke situ dong, Om…” pintanya manja. Kulihat sekeliling mobil masih banyak yang melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Bahaya juga kalau dia nyebrang sendirian.

“Ayuk!” Kuraih tangan kecilnya dan kubimbing menyeberang ke teman-temannya.

Disisi lain dari arah lapangan Rampal, Cipta bergerak semakin perlahan dan berhenti di tepi jembatan. Ia turun dari motornya dan memandang kosong kearah stasiun dibawah. Sebuah kertas kecil lusuh dengan sedikit noda merah ia keluarkan dari sakunya. Bajunya yang berwarna biru muda, Nampak jelas banyak noda darah tempat ia mendekap cintanya. Matanya sudah memerah dan dipipinya sudah basah oleh tangis. Namun helmnya mampu menyembunyikan hal tersebut. Ia buka perlahan kertas tadi dan membacanya pelan.

“Maafkan Danar ya... Danar akan selalu mencintai Cipta sampai kapanpun. Semoga Danar masih bisa baikan lagi dengan Cipta. Tetap tersenyum apapun yang terjadi ya Cipta…”

“Selamat jalan Min… Maafkan aku... Aku terlalu munafik untuk mengatakan bahwa aku sebenarnya juga mencintaimu… ”

==========================TAMAT===============================
«134

Comments

  • hadeeehhhh msh pagi critany da gini.. tp kerennn.. jd tkut lwat jmbatan dket lavalet.. haha..
  • edited July 2014
    *tear*
  • edited July 2014
    fiksi kok mas @bumbellbee. hehehe... cuman untuk yang suka liat kereta pas lewat dibawah itu beneran suka. :D

    makasih sudah sempat membaca. :)
  • mengharu biru... selamat, sukses buat ceritanya, ditunggu crt2 yg laennya!!!
  • :'(

    Yg begini ni  bikin emosi :'(
  • edited July 2014
    mengharu biru... selamat, sukses buat ceritanya, ditunggu crt2 yg laennya!!!

    terima kasih ya mas @mustaja84465148, udah nyempatkan baca. kalau ada lagi, nanti aku kabari deh. :)
  • edited July 2014
    arieat wrote: »
    :'(

    Yg begini ni  bikin emosi :'(

    wah, maaf deh udah mempermainkan emosi mas @arieat. hehe...

    terima kasih ya udah nyempetin baca. :)
  • yg endingnya ga ngerti deh, ko tiba" danarnya mati??? tp kren ceritanya ^#(^
  • Wow.. Setting cerita di Malang, suka deh, jadi inget masa kuliah :3
  • settingnya mgkin bisa km bayangin @perih

    btw ceritanya nyesek mas TS, gudjob!
  • Lho kok gtu sih??



    Gak suka ama Sad Ending,tapi suka banget ama ceritanya.
    Ditunggu cerita selanjutnya.
  • eh tunggu dulu itu yg tidur hpnya ilang siapa bang @danze
  • harya_kei wrote: »
    yg endingnya ga ngerti deh, ko tiba" danarnya mati??? tp kren ceritanya ^#(^

    Itu yang kecelakaan Danar. lebih jelasnya ntar aku ceritakan di cerita kedua deh... Semoga bisa menarik perhatian mas @harya_kei.

    Makasih dah baca ceritaku ya...
  • etcetera wrote: »
    Wow.. Setting cerita di Malang, suka deh, jadi inget masa kuliah :3

    wah... mas @etcetera sempet di Malang juga toh. Hm... setting tempatnya semoga bisa mempermudah gambaran lokasinya ya mas.

    Terima kasih sudah membaca ceritaku... :)
  • edited July 2014
    haha5 wrote: »
    settingnya mgkin bisa km bayangin @ perih

    btw ceritanya nyesek mas TS, gudjob!

    terima kasih ya mas @haha5 sudah bersedia membaca. semoga berkesan. :)
Sign In or Register to comment.