It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Orang mengatakan bahwa kebetulan adalah kehendak Tuhan
Jika Tuhan membantu dua orang bertemu
Maka, pasti ada alasan Mengapa kedua orang itu dipertemukan
Dan mungkin saja alasan itu sebagai jalan penentu hidup
Dan juga takdir diantara mereka berdua
Atau segabai jurang pemisah untuk takdir yang lebih menyakitkan
Cowok itu berjalan sendiri dalam remang – remang lampu pada malam hari. Jalanan gang yang Nampak sepi membuat suasana malam itu terasa sangat mencekam. Angin yang berhembus secara perlahan seolah mempertegas keadaan malam seperti dalam film – film horror.
Cowok itu memiliki kulit putih seputih salju, dan memiliki sepasang mata bulat yang membuat wajahnya terlihat sangat manis, bibir tipis berwana merah muda seolah memperjelas bahwa pria ini memiliki wajah di atas rata - rata. Sambil berjalan ia tidak menunjukan raut takutnya sekalipun.
Bibirnya terlihat sedikit berdarah, juga ada sedikit luka memar di sebelah pelipis kanan matanya. Sambil membawa kopernya ia terlihat sesekali berjalan dengan kaki tertatih dan juga pakaiannya yang kotor dan sedikit robek dibeberapa bagian seolah mempertegas telah terjadi sesuatu padanya.
Masih teringat dengan jelas dikepalanya apa yang baru saja terjadi padanya, semuanya terjadi begitu cepat sampai ia sendiri tidak dapat mengingat semua kronologis kejadian tersebut secara jelas.
Pada saat ia membuka mata tiba – tiba saja ia sudah berada dirumah sakit dengan semua luka yang ada ditubuhnya. Tanpa bisa mengingat apa yang baru saja terjadi.
Tapi satu hal yang ia tahu, bahwa saat ia terbangun hal yang pertama kali ia ingat adalah wajah seorang pria yang memiliki luka yang sama sepertinya di wajahnya. Di ingatannya, saat itu ia dapat melihat langit malam yang gelap dipenuhi dengan bintang – bintang dan wajah pria tersebut yang begitu dekat dengannya membuat dia yakin bahwa ia sedang berada dalam pangkuan pria tersebut bukan sedang melayang di udara.
cowok itu terus berlari tanpa memperdulikan beban di pangkuannya. Sesekali pria tersebut menengok dan mengatakan beberapa kalimat padanya. Sebelum ia kehilangan kesadaran, ia masih bisa mendengar apa yang pria tersebut katakan
“Bertahanlah..”
setelah itu semuanya berubah jadi gelap dan ia tidak dapat mengingat apa – apa lagi
Dan sekarang dipikiranya cuma ada satu nama yang tiba – tiba ia ingat begitu saja
“Piter..”
Chapter 2 “Sea And Stars”
TIGA hari lagi ulang tahun Lira, dan Peter pingin banget ngasih hadiah yang berkesan untuk ceweknya itu. Tapi ngasih apa ya?
“Eh, Pi..wajah lu kenapa sih? kok dari pagi ditanyain temen – temen sekelas pada ngak lu jawab. Jujur deh sama gue lu berantem kan semalam?”
“Apaan dah lu Len. Udah gue bilangkan semalem tuh gue jatuh dari motor, lu nanya terus dari tadi cape gue jelasinnya juga” ucap Peter cuek
ia menjadi pusat perhatian semua murid yang sedang ada dikantin saat itu, gara – gara wajahnya yang tergores beberapa luka bekas pukulan. Tapi meskipun begitu luka tersebut bukannya membuat Piter terlihat jelek, tapi justru malah membuat ia tampak lebih maskulin dengan plester yang ada didahi dan juga sudut bibirnya.
Sebenernya dia risih dengan tatapan dan juga pertanyaan dari setiap orang yang rata – rata menanyakan hal yang sama, mengapa wajahnya bisa mendapatkan luka seperti itu.
“Gue cuma aneh Pi, pas kemarin sebelum kita liburan selama seminggu muka lu baik – baik ajah tuh, Eh pas ketemu lagi sekarang muka lu udah bonyok – bonyok kayak gini”
“Heuh..Pokonya kemarin gue jatuh dari motor, dan muka gue jadi kayak gini, titik”
“No question again..” lanjutnya tegas sambil menatap keempat temannya yang saat ini diam. Tidak berani lagi bertanya
“Oh iya, bentar lagi kan ulang tahunnya Lira, kira – kira kalian punya ide ngak kado apa yang bagus buat gue kasih ke Lira?” Tanya Peter mengganti topik
“Jam tangan aja,” usul Valent spontan.
“Jam tangan? Pas Valentine kemaren gue udah beliin dia Tag Heuer. Tuh yang sekarang dipake. Masa gue beliin jam lagi?”
“Gimana kalo parfum?” usul Rio. Mendengar itu, Valent menatap ke arah Rio.
“Rio, gue rasa ngasih hadiah parfum ke cewek adalah ide paling bodoh yang pernah gue denger,” sahut Valent.
“Emang kenapa?” tanya Rio lagi.
“Kalo kita ngasih parfum ke cewek, sama aja kita ngasih tau cewek itu badannya bau. Cewek kan paling sensitif soal ini.”
“Bisa aja lo. Kalo gitu, kalo kita ngasih jam, tandanya kita ngingetin tuh cewek kalo dia sering jam karet?” elak Rio.
“Yeee… itu sih beda.”
Valent lalu menoleh ke arah Peter.
“Pokoknya lo jangan sampe ngasih hadiah parfum ke Lira.”
“Nggak kok, gue juga nggak bermaksud ngasih parfum ke dia. Tapi alasannya nggak sama dengan alasan lo. Parfum kan lama-lama bisa abis kalo terus dipake. Gue pengin hadiah yang nggak bisa abis, yang selalu bisa dia pake atau liat setiap saat, jadi dia selalu inget gue.”
“Ceilee… nih anak mulai keluar lagi romantisnya…,” celetuk Valent.
“Menurut lo gimana, Res?” tanya Valent pada Ares yang dari tadi cuma diam (saingan dengan Hermes). Tumben sekarang ini Ares lebih banyak diam kalo lagi ngumpul. Mungkin masih keki ke Peter yang nggak secara terang-terangan ngedukung dia jadi ketua ekskul Sepak Bola, jabatan terakhir yang diincernya setelah gagal jadi kapten tim sepak bola cowok yang udah dipastikan bakal diwariskan Steve pada Peter.
“Jam tangan juga oke, parfum, not bad,” jawab Ares. Sama sekali nggak nyambung! Tapi nggak ada yang berkomentar atas jawaban Ares itu.
“Kalo lo, Her?” tanya Peter ke Hermes.
“Menurut Hermes sih, kam cari tau kira-kira barang apa yang belum dipunyai Lira, dan sangat dia inginkan. Nah itu bisa jadi kado kamu,” jawab Hermes.
Benar juga ucapan Hermes! Peter coba mengingat-ngingat barang apa yang belum dipunyai Lira. Tapi Lira kan anak orang kaya. Barang apa pun yang dia inginkan pasti udah dibelinya.
“Gimana, Pi? Kira-kira barang apa yang Lira inginkan tapi dia belum punya?” tanya Valent.
Peter menggeleng.
“Gue nggak tau. Lagi pula kalo Lira pengin sesuatu, dia pasti bisa langsung beli berapa pun harganya. Jadi kayaknya nggak ada barang yang nggak bisa dia beli.”
“Apa harga harus selalu jadi ukuran hadiah kita kepada seseorang?” tanya Hermes, membuat semua menatap aneh ke arahnya
*****
Bahkan saat jalan-jalan di Mall Kingdom sepulang sekolah, Peter masih belum tahu mau beli apa sebagai hadiah.
“Udah tau mo beli apa?” tanya Valent. Cuman dia dan Hermes yang ikut Peter, sedang Rio seperti biasa, pulang bareng Ares.
Peter menggeleng sambil melihat ke etalase konter pakaian. Berbagai macam pakaian pria dan wanita yang dipamerkan di situ, dari kaus hingga kemeja, dari celana panjang hingga celana pendek. Ada juga sepatu dan aksesori lainnya.
“Udah… baju aja. Itu umum kok sebagai hadiah cewek,” kata Valent.
Nggak tau kenapa, Peter nggak sreg aja ngasih baju sebagai hadiah. Dia pengin hadiah yang lain dari yang lain untuk Lira kali ini. Sesuatu yang spesial.
“Kalo lo belum bisa nentuin, keliling Mall sampe sepuluh kali juga nggak bakal beli -beli,” tukas Valent. Peter menoleh pada Valent yang ada di samping kirinya.
“Lo kenapa sih? Kalo lo nggak mau nemenin gue ya gak papa! Gue kan nggak maksa lo ikut tadi!” jawab Peter sedikit sewot. Gimana nggak sewot, saat lagi pusing mikirin hadiah apa untuk Lira, Valent terus cuap-cuap di sampingnya. Apa lagi kata-katanya lama-lama nggak enak didengar.
“Lho! Kok lo jadi sewot sih? Gue kan cuman ngomong apa adanya!” balas Valent nggak mau kalah.
“Abis omongan lo seakan-akan lo bosen nemenin gue. Kalo lo udah bosen, pergi aja! Gue juga bisa kok nyari hadiah sendiri!”
Valent menatap tajam ke arah Peter. Tatapan itu dibalas Peter nggak kalah tajamnya.
“Udah… udah… kok jadi ribut sih?!” Hermes menengahi. “Kan nggak enak dilihat orang...”
Peter menghela napas. Dia sadar dirinya terlalu cepat emosi.
“Sori… gue tadi kebawa emosi. Abis gue lagi pusing mikirin hadiah buat Lira,” ujarnya kemudian.
“Nggak papa. Gue tadi juga kebawa emosi,” jawab Valent, tapi wajahnya masih tegang.
“Lo masih mau nemenin gue nyari hadiah, kan?” tanya Peter. Valent mengangguk. Dalam hati, dia juga lega masalah ini nggak jadi panjang. Valent sendiri harus berpikir seribu kali kalo marahan, apalagi musuhan dengan Peter. Musuhan dengan cowok paling berpengaruh di sekolah? Siap-siap aja bakal menderita selama ada di ESHS. Dikucilkan oleh yang lain, dan dikerjain habis-habisan oleh pendukung Peter, yang selama ini selalu menuruti semua perintahnya. Dia belum siap untuk jadi “objek penderita” di ESHS. Dia nggak pengin bernasib seperti Uranus, salah satu bekas murid ESHS yang dulu juga salah satu anggota The illusions. Dia ribut dengan Peter gara-gara masalah sepele, lalu dikeluarkan dari The illusions. Nggak cuma itu, dia juga dikucilin. Nggak ada cewek yang mau berteman dengan dia. Sehari -hari Uranus juga nggak tenang karena selalu ada yang ngerjain dia. Dari sekadar ngumpetin tasnya ke atas genteng sekolah sampai memasukkan bangkai tikus ke laci meja hingga dia berteriak ketakutan (kalau yang ini pasti kerjaan cowok). Karena nggak tahan, Uranus akhirnya memilih untuk pindah sekolah .
“Ya udah, kalo gitu makan dulu ya… gue udah laper nih!” kata Peter lagi.
“Mau makan di mana, Pi?”
“Hmmm… Hanamasa aja, yuk! Gue pengin makan masakan Jepang nih!”
Mereka bertiga lalu beranjak ke restoran yakiniku dan shabu-shabu itu.
Beberapa meter dari pintu Hanamasa, tiba-tiba Peter menepuk keningnya. “Shit!” serunya tiba-tiba.
“Ada apa?” tanya Hermes.
“Hadiah untuk Lira! Gue tau mo ngasih apa!”
Bersamaan dengan itu Peter tiba-tiba hendak berbalik 180 derajat.
“Mau ke mana?” tanya Valent.
“Beli hadiah untuk Lira!”
“Ntar aja habis makan!”
“Nggak! Mumpung gue inget. Lo ama Hermes masuk aja, pesen tempat dulu. Gue cuman sebentar kok” sehabis berkata demikian. Peter setengah berlari menuju eskalator.
“Pi! Awas!”
Teriakan Valent terlambat. Tabrakan nggak bisa dielakkan antara Peter dan seorang cowok yang dateng dari arah eskalator.
Peter masih bisa menguasai dirinya, tapi cowok yang ditabraknya itu terjatuh. Tas plastik
yang dibawanya menghantam lantai dengan keras. Terdengar suara seperti suara kaca pecah dalam tas plastik berwarna putih itu.
“HEI!! Mata lo ditaro di mana sih?!!”
Bentakan itu berasal dari teman cowok yang ditabrak Peter. Dia ada di belakang temannya, hingga nggak ikut jadi “korban” tabrakan.
“Sori… gue nggak sengaja...,” ujar Peter. Dia melihat, cowok yang ditabraknya itu sebaya dengan dirinya. Dia dan temannya masih mengenakan celana abu-abu, hanya atasnya yang pake kaus, jadi Peter nggak bisa menebak mereka dari SMA mana
“Lo nggak papa, Pi?” tanya Valent yang bersama Hermes menghampiri Peter.
Peter menggeleng.
Cowok berambut hitam yang ditabrak Peter, terlihat terkejut saat melihatnya. Ia masih diam dilantai memandanginya, sampai temannya membantu ia untuk bangun
“Kamu ngak apa – apa kan?” Tanya cowok berambut ikal itu sambil membantu temannya berdiri.
“Aku..ngak..apa – apa..kok..” jawab cowok berambut hitam yang entah kenapa membuat Peter mengerutkan dahi karena logatnya yang sedikit aneh, bukan logat orang Indonesia.
Cowok itupun memeriksa tas plastik putihnya dan seketika itu juga raut wajahnya berubah. Temannya yang berambut ikal ikut melongok ke dalam tas plastik, dan ekspresi wajahnya juga ikut berubah.
“Ini gara-gara lo! Makanya, jalan pake mata!” kata cowok berambut ikal itu lagi pada Peter. Nggak disangka, ucapannya itu bikin Peter jadi emosi.
“Hei… gue kan udah minta maaf! Gue juga nggak mau tabrakan kayak gini,” balas Peter.
“Nggak ada gunanya minta maaf. Lo udah ngancurin barang temen gue!”
Peter melirik tas plastik yang dipegang cowok berambut hitam itu, mencoba menerka-nerka apa isinya. Kalo diliat dari suaranya saat menghantam lantai, pasti di dalamnya ada benda yang gampang pecah seperti kaca atau keramik.
“Emang apa isinya? Berapa harganya, biar gue ganti…” kata Peter akhirnya sambil membuka dompetnya.
“Lo kira semudah itu ngeganti barang temen gue? Barang itu nggak ternilai harganya, tau!”
“Hei! Sombong banget lo!” tiba-tiba Valent angkat bicara. “Ini kecelakaan! Udah bagus temen gue mo ganti harga barang itu. Lo tinggal sebutin harganya, temen gue bisa ganti sampe dua kali lipat!” Mulai panas dia.
“Kalian yang sombong! Kalian kira semua bisa dihargain dengan uang?!”
Cowok berambut ikal itu memandang badge ESHS di baju seragam Peter, Valent, dan Hermes.
“Anak ESHS. Pantes aja…,” gumamnya sinis.
“Apa maksud lo?” bentak Peter.
“Pantes aja kalian menilai semuanya dengan duit.”
“Hei… lo jangan macem-macem…”
Valent hendak maju ke arah cowok berambut ikal di hadapannya, tapi dicegah oleh Peter karena saat ini banyak yang melihat ke arah mereka, termasuk petugas keamanan.
“Lebih baik kita pergi…”
Suara itu berasal dari cowok berambut sebahu yang sedari tadi diam sambil memandangi isi tas plastik putihnya. Suaranya bergetar. Dan Peter sempat melihat, kayaknya cowok itu menahan air mata supaya nggak keluar di tempat itu.
“Tapi…” protes si cowok berambut ikal.
“Nggak ada gunanya ribut-ribut,” balas temannya, lalu dia langsung pergi, kembali menuju eskalator dengan langkah tergesa-gesa.
“Eh, tunggu!!” panggil si rambut ikal. Dia sempat menatap Peter dan Valent dengan penuh kemarahan, lalu setengah berlari menyusul temannya.
“Cari gara-gara aja…,” gumam Valent yang masih emosi. “Lo tau mereka dari SMA mana?“ Belagu banget!” tanyanya ke Peter.
Peter cuma menggeleng. Dia masih mengingat wajah cowok berambut hitam yang ditabraknya. Wajah itu menunjukkan kesedihan sela-sela sikap angkuhnya, Peter nggak bisa melupakan wajah itu. Entah kenapa dia punya perasaan pertemuannya dengan cowok tadi bukanlah pertemuan mereka yang terakhir
*****
Saat itu di PT. TEKSTL INDUSTRI sedang sibuk – sibuknya menerima telfon cari kantor cabang mereka yang menanyai keluhan yang sama yaitu kurangnya dana yang dibutuhkan agar operasi pekerjaan tetap berlanjut.
Bintara Suryadarma, ayah Peter menerima satu – satu semua panggilan itu, sebagai direktur utama perusahaan sudah menjadi kewajibannya untuk menyelesaikan semua permasalahan yang ada. Gara – gara krisis ekonomi yang terjadi pada perusahaannya, semua client yang sebelumnya telah melakukan kontrak tiba – tiba saja membatalkan pesanan mereka. Semuanya memberikan alasan yang sama bahwa dengan kurangnya dana untuk operasional perusahaan nereka takut jika pesanan mereka melewati batass tempo yang disepakati. Dan karena itulah mereka membatalkan kontrak itu.
Ia sudah menghubungi pihak bank untuk membantunya meminjamkan dana. Namun mereka tidak mengijinkannya karena dana yang akan dipinjam begitu besar juga karena sebelumnya ia sudah meminjam dana untuk membeli bahan kain yang belum ia lunasi.
Ia pun menutup panggilan masuk terakir padanya dan secara perlahan mengusap wajahnya, banyak hal yang berada dipikirannya saat ini. Jika ia tidak segera mencari jalan keluar untuk masalah ini ia takut perusahaan tidak dapat bertahan dan jatuh bangrut.
“Apa yang harus ku lakukan..” tanyanya pada diri sendiri
Lalu beberapa menit kemudian sekretarisnya masuk dan memberikan informasi yang membuat sinar harapan padanya kembali muncul.
“Saya mendengar jika Mr.Fujiwara ini adalah orang yang biasa meminjamkan dana kepada para pengusaha dengan nilai yang besar. Jika kita berhasil membuat kontrak dengannya, saya yakin perusahaan ini dapat bertahan dan terhindar dari bangkrut, pak”
Meskipun ia terlihat senang, namun entah mengapa perasaannya berkata lain. Sungguh aneh jika seseorang mengeluarkan dana pribadinya secara cuma – Cuma untuk orang lain jika tanpa suatu syarat tertentu. Tapi keadaan yang sedang genting seperti ini membuat ia segera mengenyahkan pikiran itu. Dan berharap jika apa yang pikirkan tidak akan pernah terjadi.
Epilog
Cowok berambut ikal dan berambut hitam berjalan beriringan menuju mall Kingdom dengan tawa mengiringi mereka, mereka saling melontarkan candaan tentang awal pertemuan mereka yang tidak biasa.
Si cowok berambut ikal berjalan dan bertanya kepada si cowok berambut hitam mengenai cinta pertamanya.
Si cowok berambut hitam diam berfikir sesaat, lalu ia pun tersenyum dan menjawab jika selama ini ia tidak pernah berpacaran dan ia tidak memiliki seseorang yang pantas disebut ‘cinta pertama’.
“Tapi dulu saat aku pertama kali datang ke sini, ada seseorang yang menyelamatkanku dari sebuah perampokan, kupikir jika ia tidak menyelamatkanku, mungkin aku tidak akan ada disini mengobrol denganmu seperti ini..”
Ia memandang ke arah temannya
“Aku tidak bisa mengingatnya, tapi yang pasti ia seorang lelaki dan ia juga tinggi..hhmm juga kuat kurasa, karena ia bisa mengangkatku di pangkuannya..”
“Walau saat itu sangat singkat, tapi orang itu terasa sangat misterius tapi juga terasa sangat hangat. Aku masih dapat mengingatnya. Aku tak tahu apakah orang itu akan mengingatku.”
“Tapi, kupikir aku akan langsung mengenalinya saat itu juga. Seperti takdir..”
Maaf ya kalian harus gue summon juga!!
@amira_fujoshi @3ll0 @arifinselalusial @Beepe @Wook15 @kiki_h_n @reenoreno @Adityaa_okk @Gabriel_Valiant @animan @elul @TigerGirlz @bumbu @loafer_boy @diditwahyudicom1 @RegieAllvano @congcong
@rebelicious @d_cetya @rayarere @AndreaDeka @Kiyomori @youngnerd @Tsunami
@AndreaDeka : sip - sip, bakal gue terusin sampe beres . Thanks udah baca!!
@lulu_75 : yang pasti manusia loh ya bukan hantu hehehe XD. Thanks udah baca
mention ya.
@kiki_h_n : jiaahh pembaca setia gue nih, sini - sini biar gue peluk dulu hahaha XD. sori ya harus gue summon terus. Thanks udah mau nunggu updatean
@alvin_021 : asik - asik reader baru nih. Welcome to my trit hehehe .
Btw thanks udah mau baca cerita gue
@ramadhani_rizki : hahaha sori buat lu kecewa, tapi kalo Hermes yang jadi karakter utama udah terlalu mainstream banget loh, ntar jatohnya kayak cerita sebelah lagi.
Oke sip ntar gue mention. Btw thanks udah baca