It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
sukak karakternya si bira..
*numpang komen dsini aja, bingung mau komen disana gatau caranya
@Irfandi_rahman
monggo di lanjut aja deh.
bukan dia banget itu
Aku tidak menyangka, berawal dari bertemunya dua tatapan mata, berakhir dengan luka. Yup, pertemuan yang ku rasa sangat aneh dan janggal. Dan baru kali ini aku mengalaminya. Bagaimana tidak aneh, jika aku mengenalnya di rumah Tuhan. Tempat dimana seharusnya hati dijaga, perasaan dijaga dan seharusnya memfokuskan diri bermunajat kepada Sang Khalik.
Berawal dari shalat Jumat, dimana ketika aku selesai melaksanakan shalat tahiyatul mesjid dan ketika membaca salam terakhir, tanpa sengaja mataku bertemu pandang dengannya. Dan aku merasakan ada yang beda dari tatapan matanya. Mata yang membelenggu hatiku.
Namun aku segera mengenyahkan perasaan itu. Aku tidak mau berharap.
Hari terus berjalan, sesaat bayangannya memudar seiring dengan berjalannya waktu. Namun memasuki Jumat kedua tiba-tiba wajahnya kembali membayang. Membuatku bergegas untuk menuju Masjid. Lucu memang, sepertinya niatku ke Masjid sudah salah kaprah. Bukannya berharap mendapatkan secercah cahaya dari Allah malah pergi menjemput dosa. Akh, aku tidak mau tahu masalah dosa. Yang penting aku bisa melihatnya. Walau hanya sekedar menatap matanya.
Dan disinilah aku, setelah selesai shalat tahiyatul mesjid, orang yang aku tunggu, tidak menampakkan batang hidungnya. Namun aku yakin dia akan tiba. Aku pejamkan mata dengan terus berdoa, "semoga dia datang dan duduk disampingku, Tuhan". Dan Tuhan memang Maha Pengasih, ketika aku buka mata, dia telah berdiri di sampingku. Menunaikan shalat tahiyatul mesjid. Ku perhatikan jemari kakinya. Kulitnya putih bersih dan ada bulu-bulu yang lumayan lebat di jempolnya. Aku semakin berdebar dan deg-degan. Sebenarnya aku tidak suka dengan perasaan yang menyiksa seperti ini. Namun egoku terlalu tinggi hanya untuk sekedar berkenalan dengannya. Apalagi kalau dia tidak seperti yang aku bayangkan. Bisa-bisa aku dibuat malu. Aku benci dengan rasa ini, rasa yang membuatku begitu ingin mengenalnya.
Aku dikejutkan ketika tiba-tiba dia mengulurkan tangan. Salam khas yang dilakukan setelah seseorang selesai menunaikan shalat. Dengan dada berdebar aku menyambut uluran tangannya. Dia tersenyun. Senyum yang paling unyu yang pernah aku lihat. Matanya melngkung, menampakkan keikhlasan hati. Aku tidak mau tergoda. Aku balas senyumnya dengan jantung serasa mau copot. Akh, aku terpesona.
Aku hanya diam. Walau berkali-kali sudut mataku meliriknya. Yang entah apa dipikirannya. Membuatku bertanya-tanya. Selama duduk dengannya hatiku berdebar tidak menentu. Benar. Tidak menentu. Dan sungguh menyiksa. Tidak pernah aku begitu tersiksanya ketika berdekatan dengan sesorang.
Ketika shalat ditunaikan dan ketika sujud, aku mendekatkan jemariku dekat jemarinya. Aku tidak tahu kalau dia merespon persentuhan jemariku. Dalam pikiranku, mungkin dia tidak sengaja menyentuh jari kelingkingku itu. Aku ingin sebenarnya menggenggam tangan yang putih bersih itu. Tapi aku sadar, aku sedang shalat, sedang berhadapan dengan Tuhan, bisa-bisa Dia murka kalau disaat seperti ini aku menduakan pikiranku. Aku tarik nafas dan mencoba melenyapkan perasaan aneh yang bercokol dalam jiwa.
Selesai shalat, aku membaca doa dan selesai berdoa, tanpa mempedulikannya aku segera bergegas keluar dari Masjid. Dia juga berdiri tapi aku terlalu takut. Takut dengan aura yang dipancarkan tubuhnya. Aura yang membuatku berdebar tidak menentu. Jadi aku mengabaikannya dengan berjalan cepat tanpa menoleh lagi kepadanya.
Bukannya menghilang,bayangannya mulai menghantuiku. Aku benar-benar telah kena candu yang dihembuskannya. Setiap menit, setiap detik dan setiap waktu. Senyumnya berkelebat di pelupuk mataku. Membuatku tidak semangat melakukan apapun. Aku hanya ingin tidur, semoga dalam tidurku bisa bertemu dia dalam mimpi. Memeluk dan menciumnya dengan mesra. Akh, hayalan yang semakin membuatku nelangsa. Aku menanti-nanti datangnya hari Jumat dan memasuki Jumat ketiga, untuk kesekian kalinya, aku melihatnya sedang duduk ditempat biasanya. Melihat punggungnya aku seolah ingin berlari kesana. Memeluknya dengan erat dan tidak akan melepaskannya. Tapi itu hanya ada dalam anganku saja. Aku tidak berani duduk di sampingnya. Aku takut. Dan membiarkan setan memaki-maki diriku. "Dasar bodoh" seharusnya kamu duduk disamping dia! Apa kamu ga' mau menyentuh dan menggenggam jemarinya yang lembut itu???" Begitu setan merutuk-rutuk dalam hatiku. Namun seperti aku bilang tadi, aku begitu takut. Dan aku takut untuk berharap. Aku tidak mau lagi menyiksa hatiku dengan harapan-harapan palsu. Harapan-harapan yang hanya akan membuatku terluka untuk kesekian kalinya. Jadi, biarlah aku mengaguminya dalam hati. Mungkin itu lebih baik.
Ku lihat dia yang duduk gelisah. Entah apa yang membuatnya resah begitu. Berkali-kali kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Dan ketika dia menoleh ke belakang aku membuang mukaku, tidak sanggup bertemu pandang dengannya.
Tapi Tuhan punya rencana lain, ketika shalat akan ditunaikan, tempay disamping dia kosong, sementara aku tepat berada di belakang tempat yang kosong tersebut. Dia menoleh kepadaku dan mempersilahkan aku untuk mengisi area tersebut. Jantungku kembali berdebar kencang. Rasanya sangat sakit. Aku benar-benar harus menguatkan diri untuk tidak terlihat bodoh di dekatnya. Aku tersenyum dan berdiri disampingnya. Diam dan membuang semua khayalanku ketika "Allahu Akbar" diserukan.
Baiklah, mungkin cerita ini terlalu panjang dan agak bertele-tele. Aku skip saja bagian yang tidak penting aku akan sampaikan suatu moment dimana akhirnya aku mengenal dia, sosok yang telah menjerat hati dan jiwaku dengan pesonanya.
Waktu itu untuk Ju'mat yang ke sekian kalinya, tepatnya tanggal 04 April 2014 aku kembali harus Shalat disampingnya. Kali ini aku sudah bisa mengendalikan diriku. Sudah agak tenang walau sebenarnya aku sudah tidak tahan lagi untuk mengenalnya. Aku pupuk kekuatan dalam jiwq dan bertekad untuk menyapanya. Namun siapa sangka dan siapa menduga. Ketika selesai shalat, tiba-tiba dia menoleh kepadaku, menyalamiku dan memberikanku sebuah pertanyaan.
"Kerja dimana bang?" Suara yang sangat ingin aku dengar. Suara yang tenang dan membuatku hanyut.
"Ohhh, abang kerja di pt, xxx, kalo kamu?" Aku mencobanya berbasa basi. Walau dalam hati aku sangat riang dan gembira.
"Oo kantor yang disimpang itu ya bang? Yang besar itu? Kalau saya kerja dekat sini juga bang! Berapa nomor hp bang?" Aku terkejut, dia ternyata grogi dan nervous, melihat tangannya yang gemetar ketika memegang hapenya. Namun aku salut keberaniannya meminta nomor hapeku. Aku tentu tidak mau membuang kesempatan ini. Kusebutkan sederet angka dan dia mulai menekan keypad layar sentuh hapenya. Dia mencoba misscall, tapi malah tidak masuk.
"Ga' masuk bang? Benar ini nomor abang?" Tanyanya. Aku mendekatkan kepalaku dan melihat nomor tersebut.
"Ohh, kurang angka 8 nya!"koreksiku. Lalu dia mencoba menelpon kembali. Dan masuk.
"Nama abang siapa?"tanyanya. Disaat itu aku menatap matanya. Mata coklat yang sangat indah. Bulu mata yang sangat lentik membuatku serasa ingin menciumnya.
Kusebutkan namaku dan dia menyebutkan namanya. Dia berbasa basi kalau ada temannya yang butuh pekerjaan dan siapa tahu nanti ada lowongan ditempatku bekerja. Aku hanya mengangguk-angguk. Sampai akhirnya kami harus berpisah. Walau aku masih ingin bersamanya. Aku suka melihat matanya, senyumnya. Entahlah, dia terlihat begitu baik. Benarkah?
Aku kembali ke kantor dengan hati yang sangat senang. Tidak pernah aku sesenang ini. Rasanya energiku seperti bertambah berkali lipat. Hatiku berbunga-bunga. Selama bekerja berkali-kali aku mencek hape siapa tahu ada sms yang masuk darinya. Tapi tidak ada satupun. Sedikit kecewa. Mungkin aku terlalu berharap.
Namun selepas shalat Isya, sms dari dia masuk, menanyakan aku lagi ngapain dan sms selanjutnya berakhir dengan tawaran main ke kosannya dia. Aku ragu, aku baru bertemu dengannya sebentar tadi. Apa baik kalau langsung main ke kosannya. Tapi karena aku memang tertarik kepadanya, aku menyanggupinya untuk main ke kosannya nanti malam.
Dan ketika malam harinya, aku mendatangi kosannya Afif, begitu namanya. Kosan yang dari luar terlihat seperti rumah biasa. Aku disambutnya dengan senyuman manisnya dia. Dia sangat ramah. Aku mencoba bersikap biasa dan tidak mau macam-macam. Bicara ala kadarnya, nanya-nanya hal-hal yang ku rasa bisa menghidupkan suasana. Sampai akhirnya Afif duduk disampingku dan meletakkan tangannya di pahaku. Aku sedikit terkejut. Afif berani sekali. Aku menggeser tangannya. Karena aku takut dan grogi sekali disentuh olehnya. Aku tidak berani memandang wajahnya. Tangannya kembali memegang tanganku. Aku seperti kesetrum, kulitnya begitu hangat. Pikiranku langsung blank. Aku meraba kulit tangan yang lembut tersebut. Benar, sepertinya Afif benar-benar menjaga kulitnya. Begitu lembut dan ditumbuhi bulu-bulu halus.
Entah siapa yang memulai, dan aku sudah tidak ingat ketika tanpa kusadari bibir kami bertemu. Bibir yang selama ini hanya bisa aki hayalkan, bibir yang selama ini hanya bisa aku nikmati dalam mimpi. Bibir yang sangat manis. Bibir yang ingin selalu aku pagut. Permainan lidah Afif terasa begitu hebat. Dia sudah terlihat ahli. Ciumannya pun begitu nikmat dan enak.
Lumayan lama kami berciuman. Acara tv sudah tidak terperhatikan lagi. Kami sibuk dengan diri kami masing-masing. Sampai akhirnya Afif mematikan lampu dan here we go. Satu per satu pakaian yang menempel ditubuh kami lepas. Tubuh telanjang kami menyatu, saling memberikan nafas kenikmatan. Sampai akhirnya kami terdampar dengan rasa letih yang tiba-tiba menyerang.
Aku masih ingat kata-katanya.
"Afif sayang sama abang! Afif takut kalau abang seperti yang lainnya. Ketika Afif mulai sayang, abang menghilang!"
Aku tidak menjawab waktu itu. Justru aku yang takut. Berdekatan dengannya terasa begitu nyaman. Aku juga takut terluka, Fif, batinku. Aku hanya mencium keningnya sampai akhirnya kami sama-sama terlelap dibuai malam.
bersambung dulu ya.... kalo masih mau baca ntar ane lanjut...
mau marah tapi apa daya....
permisi ts, numpang baca ceritanya uda B-)