Sarjana Non Kependidikan Dilegalkan
Jadi Guru Profesional
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) akhirnya melegalkan sarjana non
kependidikan untuk menjadi guru profesional. Kedepan
sarjana lulusan di luar FKIP (fakultas keguruan dan ilmu
pendidikan) itu bersaing dengan sarjana yang empat
tahun mengenyam kuliah kependidikan.
Kebijakan membuka akses bagi sarjana non
kependidikan untuk menjadi guru ini tertuang dalam
Permendikbud 87/2013 tentang Pendidikan Profesi
Guru Prajabatan (PPG). Sarjana dari fakultas non FKIP
itu bebas mengajar mulai dari jenjang TK, SD, SMP,
hingga SMA/sederajat.
Sarjana non kependidikan juga diwajibkan mengikuti
saringan masuk PPG selayaknya sarjana kependidikan.
Meskipun aksesnya dibuka setara dengan lulusan FKIP,
sarjana non kependidikan wajib mengikuti dan lulus
program matrikulasi dulu sebelum menjalani PPG.
Sedangkan untuk sarjana FKIP yang linier atau sesuai
dengan matapelajaran yang bakal diampu, tidak perlu
mengikuti program matrikulasi itu.
Khusus untuk sarjana yang bakal mengajar di jenjang
SMP dan SMA/sederajat, tidak ada perlakuan berbeda
bagi lulusan kependidikan maupun non kependidikan
ketika mengikuti PPG. Mereka diwajibkan untuk
mengikuti PPG dengan bobot atau beban belajar
sebanyak 36 hingga 40 SKS.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) Sulistyo mengatakan, Kemendikbud
harus bisa menanggung resiko jika membuka akses luas
kepada sarjana non kependidikan untuk menjadi guru
profesional. “Guru adalah profesi khusus. Mestinya
pendidikannya juga khusus dalam waktu yang cukup,”
katanya.
Menurutnya calon guru yang sudah kuliah selama empat
tahun di FKIP, sejatinya masih perlu ditingkatkan.
Apalagi untuk sarjana non kependidikan, yang baru
mendalami urusan kependidikan setelah dia lulus kuliah.
“Sebaiknya untuk mendidik calon guru profesional,
dimulai sejak lulus SMA. Bukan sejak lulus sarjana,” kata
dia.
Jika kebijakan membuka akses calon guru profesional
untuk sarjana non kependidikan itu tetap dijalankan,
Sulistyo meminta supaya program matrikulasi
dijalankan dengan serius. Sehingga para sarjana non
profesional itu tidak kikuk saat mengikuti program PPG
bersama calon guru lain lulusan FKIP.
Sulistyo mengatakan sejak awal calon guru harus
memiliki niat yang mantap untuk menjadi guru.
Sedangkan sarjana non kependidikan, ketika masuk
kuliah belum tentu berniat menjadi guru.
Bisa saja ingin menjadi guru karena tergiur penghasilan
yang besar, atau karena sulit mecari pekerjaan sesuai
dengan bidang keilmuannya. “Saya mendukung guru
menjadi profesi pilihan generasi muda potensial,”
paparnya.
Comments
lanjut ppg. It's ok, demi memajukan kualitas pendidikan
bangsa, baru saja denger kabar kalo ppg bleh dimbil dr
lulusan non kpendidikan. Wow... kalo gtu bubarkan sja
FKIP, buat apa saya ppl, mikro teaching, belajar membuat
alat peraga, belajar pekembangan peserta didik, profesi
kependidikan, belajar pembelajaran, strategi
pembelajaran, perencanaan pembelajara, telaah
kurikulum... pasca lulus nanti pun ketika mengabdi dpt
"upah" yang justru.jauh dibawah umk.. jauh lbh rendah
dr pekerja lulusan tingkat pendidikan yg lbh rendah... kalo
gitu saya pergi saja ke negeri orang dimana ptofesi saya
jauh lbh dihargai...
jdinya pendidikan nanti jika dipegang oleh tenaga yg
sebenarnya jiwanya belum tertanam sebagai pendidik.
Ibadah ya itu niat utama, tp kita hrs bisa memikirnya segi
materi juga. Betul kata kamu, selama gak menzalimi
keluarga. Saya pun akan pny keluarga kelak, dan saya wajib
memberikan fasilitas yg baik utk anak2 saya kelak...
Tapi ya tetep aja passion mengajar dan mendidik saya takkan hilang, sampai kapan pun. Menjadi pendidik itu sangat memuaskan batin, lebih dari sekadar materi. Apalagi bila melihat anak didik kita berhasil, sungguh anugerah termahal dan tak ternilai.
Terkait kebijakan di atas, memang dilematis ya bagi para lulusan kependidikan. Kesannya jadi kurang dihargai dan utk apa ada FKIP. Tapi setidaknya PPG tsb sudah terlihat fair sbg sarana penggemblengan bagi para lulusan non FKIP yg ingin terjun mjd tenaga pendidik.
Mmmm balik ke esensi, seharusnya memang tenaga pendidik itu diberi gaji yg tinggi agar bisa fokus dan total dlm menjalankan tugasnya. Saya sangat miris dgn sekolah yg SPPnya selangit, tspi ternyata gaji para pendidiknya tak jauh dsri angka UMR. Pendapatsn sekolah sepertinya hanya difokuskan utk pembangunan fisik, dan kesejahteraan para pendidik hny dipandang sebelah mata. Miris...
Kasarannya seperti itu. Dan itulah di indonesia guru guru mereka hanya di peras sebagai penuh rezim penguasa maka pataslah mutu pendidikan di indonesia tak pernah maju karena pemerintah tak pernah serius menuntaskan masalah pendidikan tertama guru.. Ya ya sudalah buat apa mengutuki itu semua..
Sabar masbro, rezeki gak ke mana :-)
kebetulan aku non fkip, tapi rejekinya jadi guru, cuman modal cuap2 bhs inggris doang.