It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
oh iya q rada terganggu sama kata "Sempai" coz seharusnya "Senpai".
oke ditunggu lanjutannya ^_^
bgs . d tunggu yah lanjutannya
Setahu ku sih sempai, tapi kata mas @kizuna89 senpai.
Yah sudah ga papa.
"Dia bilang masih menunggumu?" Haruka mengulangi pertanyaannya untuk yang kesekian kalinya.
"Iya." jawab Habibi. Ia mengerutkan kening sambil memandangi gelas yang berisi cappuccino buatan Haruka.
"Oneechan, apakah menurutmu Ishikawa sempai itu serius?"
Habibi tengah berada disalah satu cafe di jalan Omotesando, harajuku, tempat Haruka bekerja. Cafe itu sudah lumayan ramai walau masih hari sabtu. Biasanya puncak keramaiannya berada di hari minggu, dimana banyak orang khususnya anak muda yang berkumpul. Hari Natal tinggal sepuluh hari lagi, orang - orang sudah sibuk menyiapkan segala persiapan Natal. Toko - toko di sepanjang jalan kota Tokyo serta semua pusat perbelanjaan telah memasang segala pernak - pernik keperluan Natal. Lagu - lagu bernuangsa Natal juga sudah bergema hampir diseluruh kota Tokyo menyambut hari lahirnya sang juru selamat.
"Menurutku dia memang serius. Bukankah dari awal kalian bertemu, dia sudah menyukaimu. Walaupun awalnya cuma bercanda, tapi pada akhirnya ia menyukaimu." sahut Haruka serius sambil menyeruput cappuccino-nya.
"Begitukah?"
"Tentu saja. Mengapa kau tidak memberinya kesempatan?"
"Kesempatan?"
"Iya. Apa yang dikatakan Ishikawa itu benar. Mengapa kau tidak berhenti saja mengharapkan Yamada Hachiro! Sudah tujuh tahun kau mencarinya, tapi belum ketemu juga. Apa kau tidak lelah, Habibi chan?" sahut Haruka panjang lebar sambil merapikan rambutnya.
"Cobalah untuk membuka hatimu untuk orang lain." sambungnya.
*** Haruka ***
Haruka sudah hendak pulang dengan kesal ketika Habibi menghampirinya di cafe tempatnya bekerja. Melihat Habibi bak seorang malaikat yang datang menemuinya, membuatnya terlompat kegirangan. Ia merangkul tangan Habibi dengan sangat mesra bahkan ia pun mengecup pipi kanan Habibi, membuat pria itu tak bisa bergerak saking kagetnya. Haruka segera menuntun pria di depannya untuk mengikutinya ke sebuah meja yang agak pribadi agar mereka dapat berbicara santai tanpa gangguan. Melihat ekspresi wajah Habibi yang masih bingung, ia pun menjelaskan mengapa ia melakukan hal itu. Ia sengaja membuat Nakamura sensei*, percaya kalau Habibi adalah pacarnya. Dengan begitu ia akan berhenti mengejar - ngejar Haruka lagi.
"Aku sudah pernah mencobanya, tapi tak pernah berhasil."
"Itu karena kau tidak bersungguh - sungguh. Kau ingin mencobanya dengan orang lain, tapi hatimu masih mengharapkan Yamada Hachiro."
"Aku benar - benar tidak bisa melupakannya, Oneechan." Haruka mendesah panjang.
"Aku bingung harus bagaimana. Kau sangat menyukai cinta pertamamu, sedangkan kau belum tau perasaannya bagaimana terhadapmu. Sedangkan ada seseorang yang sangat menyukaimu dan mengharapkanmu, tapi malah kau sia - siakan." Haruka mendesah sesaat.
"Aku bingung dengan jalan pikiranmu." Haruka menyandarkan punggungnya ke sofa berwarna merah maron. Haruka tak sengaja melirik kearah Nakamura Sensei yang sedari tadi memperhatikan mereka.
"Aah... Laki - laki itu.." sahut Haruka dengan kesal.
"Siapa?" tanya Habibi sambil hendak menoleh kearah orang yang dimaksud sahabatnya, tapi Haruka buru - buru menahannya.
"Nakamura sensei masih mengejarmu, oneechan?" tanya Habibi tanpa menoleh. Haruka mengangguk lemah. Habibi sudah lama tahu kalau selama ini Nakamura sensei si pemilik cafe sangat menyukai Haruka dan mengharap menikahinya. Tapi Haruka selalu menolaknya.
"Sampai kapan ia akan berhenti mengejarku?" gumam Haruka.
"Oneechan!"
"Hm."
"Kenapa Oneechan tidak memberinya kesempatan?"
"Siapa?"
"Nakamura sensei."
"Ha? Apa kau bercanda?" suaranya meninggi hingga membuat beberapa pengunjung menatap heran kearah mereka.
"Bukankah oneechan menyuruhku untuk memberi kesempatan kepada Ishikawa sempai? Kenapa Haruka oneechan tidak memberi Nakamura sensei kesempatan?" tanya habibi datar sambil tersenyum manis kearah Haruka.
"Laki - laki itu berbeda dengan Ishikawa Hiro."
"Berbeda apanya? Mereka sama - sama pria kan?"
"Memang iya, tapi bukan itu maksudku."
"Lalu apa?"
Haruka menghela napas
"Ishikawa Hiro masih muda, tampan, badannya bagus dan kaya. Sedangkan Nakamura sensei itu sudah tua, jelek, gemuk dan sudah punya anak tiga." jawab Haruka.
"Tapi dia kaya, jangan lupakan itu oneechan." timbal Habibi.
"Aku tahu dia kaya, tapi aku tetap tidak mau. Aku tidak mau reputasiku di mata teman - temanku hancur."
"Hancur?" Habibi mengangkat sebelah alisnya.
"Iya. Suzuki Haruka yang terkenal cantik, seksi dan selalu jadi rebutan di sekolah dan kampus menikah dengan kakek - kakek." Haruka menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Aah... Membayangkannya saja sudah membuatku pusing." sambungnya sambil memijat - mijat kepalanya.
Habibi tersenyum melihat tingkah teman wanitanya itu.
"Aku juga ga bisa ngebayangin gimana jadinya pacaran dengan Ishikawa Hiro." gumam Habibi dalam hati.
Kamus :
*sensei = tuan
nama jepang yg gw tau cuma naruto doang. haha
#nangis di pojokan
Habibi sudah berada di depan anak tangga yang akan membawanya ke lantai dua menuju apartemennya ketika ia mendengar suara Haruka dari dalam apartemennya. Gadis itu tengah memarahi adiknya, Katsuo. Entah apa lagi kesalahan yang di perbuat oleh Katsuo. Anak muda itu sering sekali melakukan kenakalan yang membuat kakaknya pusing tujuh keliling.
Habibi tersenyum geli mendengar Haruka menggoceh memarahi adiknya. Ia teringat ketika pertama kali bertemu dengan Haruka tujuh tahun yang lalu. Waktu itu ia tengah mencari sebuah apartemen sederhana yang letaknya masih berada di sekitaran kota Tokyo tapi dengan biaya sewa yang jauh lebih murah dari apartemen yang telah di sediakan oleh Ririn sahabatnya yang merupakan anak dari salah satu pejabat KBRI di Jepang.
Meskipun gadis itu telah memaksanya untuk tetap menempati apartemen yang telah ia sediakan, namun Habibi tetap menolaknya. Ia lebih memilih tinggal di sebuah apartemen sederhana tapi memiliki penghuni yang baik dan ramah, daripada harus tinggal di sebuah apartemen mewah tapi memiliki penghuni yang cuek dan tak saling mengenal. Ia akan sangat merasa bosan dengan suasana seperti itu.
Habibi berada di depan sebuah gedung apartemen yang direkomendasikan oleh Ririn. Entah darimana gadis bermata indah itu mendapatkan informasi tentang apartemen itu, tapi yang pasti apartemen itu sangat sesuai dengan apa yang di inginkan oleh Habibi.
Habibi dikejutkan dengan suara seorang gadis yang berdiri tak jauh dibelakangnya. Ia menoleh agak ke belakang dan menatap seorang gadis seumuran dengannya dengan rambut yang di kuncir kuda. Gadis yang cantik. Itulah penilaian pertama Habibi buat gadis itu.
Gadis cantik itu rupanya juga sedang mencari sebuah apartemen, sama seperti dirinya. Suzuki Haruka nama gadis itu saat mereka berkenalan lalu bersama - sama menemui pemilik apartemen. Mereka sempat berdebat saat memilih apartemen yang nantinya akan mereka tempati. Apartemen yang kosong tinggal dua. Satu bernomor 112 yang berada di lantai satu, dan yang satunya lagi bernomor 212 yang berada di lantai dua. Yang jadi masalah adalah mereka berdua ingin menempati apartemen nomor 112 yang berada di lantai satu.
"Kau kan laki - laki, seharusnya mengalah dengan wanita." sahut gadis itu kesal.
"Aku yang datang lebih awal kemari, jadi seharusnya aku yang berhak memilih lebih dulu." jawab Habibi tak mau kalah.
"Badanmu agak gemuk, dengan sering naik turun tangga kau bisa menguruskan badan."
"Kenapa kau menghina badanku?" Habibi mulai marah.
"Aku tidak menghina, tapi itu kenyataan."
"Badanmu sangat kurus dan kecil seperti tengkorak berjalan."
"Hei, kenapa kau menghina badanku?" gadis itu makin kesal.
"Aku tidak menghina, tapi itu kenyataan." balasnya.
Setelah berdebat cukup sengit, akhirnya Habibi harus mengalah kepada gadis itu. Airmata seorang wanita selalu berhasil meluluhkan hatinya. Dengan begitu ia yang bakal menempati apartemen nomor 212, memikirkan tiap hari akan naik turun tangga sudah membuatnya merasa lelah.
Ketika memasuki ruangan apartemennya, rasa kesal yang masih menyelimuti hatinya kini hilang diganti rasa bahagia ketika ia melihat pemandangan dari balik jendela kacanya. Ia dapat melihat gedung - gedung megah dari atas apartemennya, menikmati pepohonan hijau di musim semi, mendengarkan kicauan burung kenari yang terbang menari di langit dan kendaraan yang berlalu lalang serta beberapa orang pejalan kaki semuanya terlihat jelas dari atas apartemennya. Dan saat malam hari tiba, ketika lampu - lampu mulai dinyalakan. Melukiskan sebuah pemandangan indah dengan lampu - lampu yang bersinar terang bagai cahaya bulan. Melihat itu semua membuatnya merasa takjub dan mulai menyukai tempat tinggalnya yang baru.
Habibi sudah menaiki tiga anak tangga saat mendengar samar - samar ucapan Katsuo.
"Aku menyukainya oneechan." sahut Katsuo. Katsuo menyukai seseorang? Siapa? Selama ini, ia tidak pernah melihat Katsuo membawa teman wanitanya. Habibi tersenyum. Anak itu sudah dewasa. Pikirnya.
"Aku menyukai Habibi oniisan." ucapan Katsuo sontak membuat Habibi terkejut. Ia menuruni tangga dan mendekati pintu apartemen Haruka. Ia ingin memastikan, kalau yang di dengarnya tadi itu salah. Ia pasti salah dengar. Tidak mungkin Katsuo yang selama ini sudah dia anggapnya seperti adik sendiri, malah jatuh cinta kepadanya. Pasti ada kesalahan. Pikirnya.
"Kau menyukai Habibi?" tanya Haruka dari balik pintu. Habibi semakin mendekatkan telinganya di depan pintu.
"Apa maksudmu?" tanya Haruka lagi.
"Aku menginginkannya, aku ingin memilikinya." suara Katsuo terdengar lemah.
"Apa kau sadar, siapa yang kau sukai?" suara Haruka meninggi. Tampaknya gadis itu mulai marah.
"Apa kau sadar, siapa yang kau sukai?" bentak Haruka dengan nada suara semakin keras. Gadis itu sangat marah besar.
Habibi sadar mengapa gadis itu bersikap demikian. Siapa yang mau kalau melihat anggota keluarganya menjadi pencinta sesama jenis.
"Apa kau mendengarnya?" tanya Haruka pada Habibi. Mereka bertiga tengah berada diruang duduk. Haruka berada di samping kiri Habibi, sedangkan Katsuo berhadapan dengan Habibi. Pemanas ruangan yang biasanya dapat menghangatkan tubuh, kini tak berfungsi bagi mereka.
Flash back
Haruka sangat terkejut saat membuka pintu apartemennya. mata sipitnya sedikit melebar ketika ia melihat Habibi tengah berdiri didepannya dengan wajah sedih. Rencananya untuk menenangkan pikiran menjadi batal. Ia memiringkan tubuhnya dan mempersilakan Habibi untuk masuk. Katsuo yang menyadari adanya Habibi menjadi kikuk dan canggung sekaligus takut. Ia sama sekali belum siap untuk membuka diri, apalagi kepada Habibi. Meskipun ia tahu kalau Habibi juga pencinta sesama jenis sama seperti dirinya dan tengah mencari cinta pertamanya. Tapi ia belum siap kalau jati dirinya terbongkar.
"Iya." jawab Habibi lemah. Ia memandangi coklat panas yang tadi dibuatkan oleh Katsuo untuknya. Biasanya ia sangat bersemangat bila di sodori coklat panas, tapi kali ini ia cuma bisa menatapnya saja tanpa sedikit pun ia sentuh.
"Aku minta maaf." sahut Habibi.
"Untuk apa?" tanya Haruka. Bingung.
"Karena aku, Katsuo-kun jadi begini."
"Maksud kamu?"
"Karena aku gay, Katsuo-kun ikut - ikutan jadi gay. Banyak yang bilang kalau gay itu penyakit menular. Dulu aku tidak mempercayainya, tapi kini aku percaya. Karena Katsuo-kun dekat denganku, akhirnya ia jadi penyuka sesama jenis." sahut Habibi panjang lebar.
"Kau tidak boleh berkata begitu. Apa yang kau rasakan itu adalah cinta yang diberikan Tuhan kepadamu, cuma cinta yang kau rasakan itu berbeda dari kebanyakan orang. Kau harus mensyukurinya." jawab Haruka.
"Tapi, kau pasti marah dan kecewa kan mengetahui Katsuo-kun juga menyukai sesama jenis?" untuk beberapa saat hening menyelimuti mereka.
"Kalau kau ingin marah, marahlah padaku jangan Katsuo-kun. Kalau kau ingin membenci, benci saja aku. Aku pantas mendapatkannya."
"Jangan berkata begitu Habibi oniisan." sahut Katsuo sedih yang sedari tadi berdiam diri sambil terus menunduk.
"Apa kau sudah gila? Buat apa aku marah padamu? Buat apa aku membencimu?" tanyanya.
"Aku marah pada Katsuo bukan karena aku membencimu. Aku marah padanya karena aku tahu ia hanya akan terluka bila menyukaimu. Dan aku tak ingin melihatnya terluka. Aku ingin melihatnya bahagia."
"Oneechan." sahut Katsuo terharu.
"Selama ini hanya ada satu pria yang selalu ada dihatimu, yaitu Yamada Hachiro."
"Jadi, kau tidak akan membenciku?"
"Mengapa aku harus membenci pria tampan seperti? Aku tidak gila." sahutnya tersenyum. Habibi tersenyum, Katsuo pun tersenyum.
"Walaupun pada awalnya aku merasa sangat kecewa, Katsuo menjadi gay. Tapi, kalau memang itu yang membuatnya bahagia, akupun akan ikut bahagia."
"Origatou oneechan." Katsuo memeluk erat tubuh mungil kakaknya. Ada air bening di ujung matanya.
"Lepaskan, kau membuatku tak bisa bernapas." Haruka berpura - pura kesal lalu ia ikut tersenyum.
"Katsuo-kun!" panggil Habibi.
"Iya, oniisan."
"Sejak kapan kau mulai menyukaiku?"
Katsuo menatap Habibi dan Haruka secara bergantian.
"Sejak oniisan merawatku dirumah sakit saat kecelakaan motor empat tahun yang lalu. Saat itu oniisan benar - benar membuatku nyaman berada di dekat oniisan."
Habibi ingat saat itu Katsuo tertabrak motor dan harus dirawat dirumah sakit untuk beberapa hari. Saat itu Haruka sedang berada di Hokkaido untuk urusan kampus. Jadinya selama Katsuo dirawat di rumah sakit, ia yang menemaninya.
"Aah... Dunia ini benar - benar sudah gila." sahut Haruka sambil menyeruput coklat panas milik Habibi yang sudah tidak panas lagi. Habibi dan Katsuo memandanginya dengan heran.
"Apa?" tanya Habibi.
"Aku dan adikku menyukai laki - laki yang sama." Habibi dan Katsuo tersenyum geli.
"Mengapa laki - laki tampan seperti kalian, malah menyukai laki - laki juga. Apakah wanita cantik dan seksi sepertiku sudah tidak laku lagi?" ia mendesah panjang sambil menopang kepalanya dengan telapak tangan kanannya.
"Pertama kau Habibi-chan, lalu Ishikawa Hiro dan sekarang adikku juga. Besok siapa lagi?" Habibi mengangkat bahu.
"Apakah aku tampan oneechan?" tanya Katsuo
"Hei, apa kau meragukannya?" Katsuo menggeleng.
"Jangan pernah kau merasa tidak tampan. Kita berdua adalah bibit unggul dari perkawinan orang tua kita." Katsuo mengangguk mengiyakan.
Haruka menghela napas panjang.
"Sepertinya aku harus berhenti sekarang? Sahut Haruka.
"Apa?" tanya Habibi
"Aku akan berhenti menyukaimu. Pasti sangat lucu kalau aku dan Katsuo bersaing untuk mendapatkanmu."
"Bukankah kalian sudah tahu kalau aku..."
"Ah, jangan katakan itu, aku bosan mendengarnya." potong Haruka sambil mengibaskan tangannya.
"Aku tahu oniisan." jawab Katsuo.
"Kini, aku sudah ada yang baru?" sahut Haruka riang.
"Ada yang baru? Siapa?" tanya Habibi dan Katsuo hampir bersamaan.
Haruka memandang kedua pria yang ada di depannya sambil tersenyum senang.
"Fujita Akio."
To be Continue
maaf kalau ceritanya boring. :-)
@solous
@callme_DIAZ
@massbadudd
@ramadhani_rizky
@jony94
@trisastra
@haha5
@nakashima
@ruki
@inlove
@soni_saja
@cowoq_Calm
@yo_sap89
@admmxo1
@fransLeonardy_Fl
@trace_tri
@angelsndemons
@just_PJ
@ariet
@4ndh0
@eizanki
@3II0
@fikh_r
@eka_danuartan
@Ricky89
kalau ada yang ga suka di mention,
maaf yah. :-)
tapi aku simpen dulu ya