BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Hujan Salju di Sore Hari

1131416181956

Comments

  • WYATB wrote: »
    bbrp lama gak buka bf jd agak lupa nih ama cerita ini, musti ngerefresh lagi utk inget sama tokoh2nya.
    thx ya masi mau mention :)

    Lama gak buka bf atau lama ga baca ceritaku nih?
    Hehehe ... ;-(

    sami sami @WYATB

    dua2nya lah, lama gak buka bf ya berarti lama gak baca ceritamu :P :D
  • @Prince_Manager jangan percaya :D kak @TigerGirlz bukan cewek :D
    tapi cowok jadi"an :D xixixi
  • @Prince_Manager jangan percaya :D kak @TigerGirlz bukan cewek :D
    tapi cowok jadi"an :D xixixi

    kampret.. Terkutuk kau @yogadwianggara maksud yey aposeh? Yey rempong deh nek, jangan buat pitonah oke *oekk*
  • @TigerGirlz BUSET DAH, aku ora ngertos kak :'( itu bhasa jepang yah :D
  • Bukan bahasa jepang @yogadwianggara, tapi bahasa bencong. Eh tunggu! Bahasa bencong napa kupake ya?
  • @TigerGirlz ketauan yg sering main sama banci :D
    mau dong eike di ajarin yg begendong.. :D
  • Jangan nyampah di trit orang @yogadwianggara, ntar kena timpuk sama @prince_manager
  • @Prince_Manager maaf yah kak :D soal nya kak @TigerGirlz ngajakin celoteh mulu :D
  • updatenya lamaaaaaaaa pake bangeeeeeeeeetttttttt.......
  • * * * Haruka * * *

    "Menenangkan pikiran?" tanya Haruka penasaran.

    Habibi tengah berada di apartemen Haruka untuk membantu tetangga wanitanya itu membuat masakan Indonesia. Sejak Ia dan adik lelakinya mencicipi masakan Habibi, mereka sudah tertarik dengan makanan Indonesia. Haruka bahkan minta diajarin masakan dari negara kepulauan itu.

    Sejak bertetangga dan berteman dengan Habibi, ditambah lagi saat ia menyadari telah menyukai Habibi. Dari situ ia mulai mempelajari segala hal tentang Indonesia dan segala yang bersangkutan dengan pria yang telah membuat hatinya selalu berdetak kencang. Mulai dari kebudayaannya, tradisinya, orang - orangnya, pemahaman agamanya serta makanan khasnya pun ia pelajari. Semua itu ia pelajari langsung bertanya kepada Habibi maupun lewat internet. Ia juga menguasai beberapa kosakata bahasa indonesia seperti, terimakasih, apa kabar, saya sayang kamu, selamat pagi, selamat siang, selamat malam, met bobo, semangat.

    Mempelajari itu semua sungguh menyenangkan baginya, bahkan tak jarang ia bersorak kegirangan sambil melompat - melompat di dalam apartemennya. Haruka berpikir ketika tiba waktunya ia dan Habibi menikah, maka tidak akan sulit baginya untuk berkomunikasi dengan keluarga Habibi, bila mereka harus pindah untuk tinggal di Indonesia.

    "Menenangkan diri untuk apa?" tanyanya sekali lagi sambil mencium aroma masakan buatan Habibi. Kali ini pria indonesia itu membuat sop ayam.

    "Aku juga tidak tahu, ia tidak mengatakan apa - apa?" jawab Habibi sambil mengangkat bahu. Ia kembali menutup belaga berisikan sop ayam buatannya setelah tadi ia mengaduknya beberapa kali.

    "Apa ia lagi bertengkar dengar pacarnya?" gumamnya lirih yang masih dapat di dengar oleh Habibi.

    "Pacar?"

    "Iya, gadis yang di foto itu."

    "Gadis? Di foto? Apa maksud oneechan?" tanyanya bingung. Dahinya mengerut.

    "Iya. Beberapa hari yang lalu, aku pernah melihat foto Akio-san bersama dengan seorang wanita cantik. Mereka nampak bahagia."

    "Tunggu sebentar! Bagaimana oneechan bisa tahu semua ini?" Habibi semakin mengerutkan kening. Matanya menatap tajam penuh tanya kearah Haruka. Orang yang ditanya, malah tertawa tersipu malu.

    "Waktu itu aku datang ke apartemen Akio-san." jawabnya sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

    "Datang ke apartemen Akio?" tanyanya kaget tak percaya. Haruka mengangguk. Wajahnya memerah.

    "Untuk apa oneechan datang ke apartemennya? Ha ... Jangan - jangan oneechan dan Akio ...?" sahutnya menggantung. Haruka memukul pelan lengan Habibi.

    "Jangan berpikiran yang macam - macam. Aku ini wanita polos, mana mungkin aku melakukannya. Dia kan bukan siapa - siapa ku." jawabnya agak kesal. Habibi bernapas lega.

    "Jadi, untuk apa oneechan datang ke apartemennya?"

    "Aku datang ke apartemennya hanya untuk memberikannya makanan." sahut Haruka menjelaskan.

    Ia menyandarkan punggungnya di kursi kayu buatan Katsuo. Habibi duduk di kursi yang satunya. Jarak mereka dibatasi oleh meja kecil berukuran minimalis. Di atas meja itu terdapat gelas bening berukuran sedang berisikan air putih kepunyaan Habibi. Haruka sendiri memilih membuat secangkir coklat panas. Tadinya Habibi juga ingin coklat panas, tapi ia tengah memasak. Ia khawatir tidak bisa merasakan sop ayam buatannya karena pengaruh dari coklat panas. Makanya untuk sementara ia memilih air putih.

    "Memberikan makanan?" Haruka mengangguk gemes.

    "Sejak kapan, oneechan perhatian dengannya?"

    "Sejak aku mulai menyukainya." jawabnya.

    "Itu salah satu caraku untuk mendekatinya, hehehe ..." sambungnya lagi.

    "Aku tak sengaja melihat foto mereka yang tergeletak di atas meja saat Akio-san ke dapur untuk mengambil sake*. Aku sangat kecewa waktu melihatnya, hatiku ini seperti di cabik - cabik. Sakit sekali rasanya." sahutnya panjang lebar sambil memukul - mukul pelan dadanya.

    "Apa oneechan yakin itu benar Akio-san?"

    "Tentu saja aku yakin. Mataku masih sehat, tidak mungkin aku salah lihat. Atau jangan - jangan ...?"

    "Jangan - jangan apa oneechan?" tanya Habibi penasaran.

    "Wanita itu bukan pacarnya. Bisa saja dia saudara perempuannya. Iya kan" Habibi dapat melihat ekpresi wajah Haruka yang berharap kalau wanita yang berfoto bersama Akio bukan pacarnya.

    "Akio bilang kepadaku, kalau dia merupakan anak tunggal. Dia Tidak punya saudara."

    "Anak tunggal? Kalau begitu, wanita itu benar pacarnya." suaranya terdengar lirih dan sedih.

    "Mengapa semua laki - laki yang aku sukai malah menyukai orang lain? Kau menyukai Yamada Hachiro, Ishikawa Hiro menyukaimu dan sekarang Fujita Akio juga sudah mempunyai pacar. Kasihan sekali diriku." sahutnya sedih.

    Habibi tersenyum melihat wanita yang duduk di sampingnya. Ia lalu berdiri untuk mengecek apakah masakannya sudah matang atau belum. Ia kembali membuka tutup wajan dan terciumlah aroma yang sangat harum. Uapnya mengepul. Haruka ikut berdiri lalu mendekati Habibi yang tengah mengambil mangkok besar dari lemari penyimpangan.

    "Wangi banget. Pasti enak." sahut Haruka ceria.


    Sake = arak Jepang
  • "Hei, Habibi-chan, apa kau tidak bisa menyukaiku?" pertanyaannya itu sontak membuat Habibi terkejut membuat pria itu berdiri kaku di tempatnya sambil menatap kaget kearah wanita itu. Habibi tengah menyendok sop ayam buatannya ke mangkok besar ketika Haruka mengejutkannya dengan perkataannya itu.

    "Apa kau benar - benar tidak tertarik denganku?" Haruka makin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Habibi membuat pria itu makin terkejut dan tak sengaja sendok sayur yang berisikan kuah sop ayam tergoyang dan mengenai pergelangan tangan kirinya.

    Habibi meringis perih karena kesakitan. Tangannya memerah. Haruka terkejut dan mengalihkan pandangannya kearah pergelangan tangan kiri Habibi. Melihat tangan pria itu agak gemetar kesakitan dan kulitnya yang memerah, membuatnya panik setengah mati. Ia segera memutar westafel lalu meraih tangan Habibi dan meletakan tangan pria itu di bawah air yang keluar dari kran.

    "Apa yang terjadi?" sahut Katsuo tiba - tiba.

    "Oniisan, tanganmu kenapa?" tanyanya panik saat ia melihat tangan Habibi agak gemetar dan memerah.

    "Tangannya terkena air kuah." jawab Haruka sambil menunjuk wajan yang berisikan sop ayam yang masih panas. Karena panik, Haruka lupa mematikan api kompornya. Ia lalu berjalan melewati Habibi dan Katsuo untuk mematikan api kompornya.

    Katsuo berlari ke kamar tidurnya dan kembali dengan membawa segulung tissue kering. Ia meraih tangan Habibi dengan perlahan, takut membuat pria yang di sayanginya merasa kesakitan. Ia mengeringkan tangan Habibi dengan tissue itu. Habibi hanya bisa pasrah melihat perhatian yang diberikan Katsuo kepadanya. Haruka memperhatikan apa yang dilakukan adiknya terhadap Habibi dengan tatapan heran.

    "Hei, Katsuo. Kau perhatian sekali kepada Habibi-chan, tapi mengapa denganku tidak?"


    * * * Habibi * * *


    Habibi tengah berjalan menyelusuri koridor rumah sakit. Ia baru saja datang memeriksakan tangan kirinya yang terkena kuah sop ayam waktu berada di apartemen Haruka. Tangannya agak melepuh. Acara makan malam mereka semalam terganggu karena insiden yang tak terduga itu.

    Setelah di obati oleh dokter, sekarang ia tengah berjalan menuju pintu keluar rumah sakit. Ia ingin cepat - cepat keluar dari sini, ia tidak tahan dengan bau obat rumah sakit. Langkahnya terhenti ketika melihat seorang anak kecil, berkulit putih dengan rambut hitam agak kecoklatan tengah duduk seorang diri sambil menunduk memandangi foto yang dipegangnya.

    Habibi mencoba mendekati anak kecil itu. Ia sedikit tertegun melihat wajah anak itu yang mengingatkannya pada seseorang yang sangat di kenalnya, tapi ia lupa siapa orang itu dan dimana mereka pernah bertemu. Semakin mendekat, wajah anak itu semakin mengingatkannya pada seseorang yang tak bisa di ingatnya. Ia berusaha keras untuk mengingat orang itu, tapi tetap saja tidak bisa.

    "Paman ciapa?" tanyanya saat ia menyadari ada seseorang yang tengah duduk disampingnya. Suaranya renyah khas anak - anak.

    "Nama paman Habibi." jawabnya tersenyum memperkenalkan diri keanak tersebut.

    "Paman sakit juga?" Habibi mengangguk mengiyakan. Ia sangat yakin, anak ini mirip seseorang yang dikenalnya.

    "Ayahku juga sedang sakit." jawabnya polos sambil kembali menatap foto yang di pegangnya.

    Habibi melirik siapa yang berada di foto yang tengah di pandangi oleh anak itu. Ia mengerutkan kening seolah tengah berpikir. Foto itu merupakan gambar seorang wanita yang berparas cantik dengan lesung pipi yang menghiasi pipi kanannya. Habibi seperti pernah bertemu dengan wanita itu, tapi ia lupa dimana. Mengapa ingatannya kini tidak setajam dulu. Gumamnya dalam hati.

    "Sasuke!" terdengar suara seorang pria tengah berjalan sambil memanggil seseorang. Anak kecil itu menoleh kearah suara pria tersebut lalu bersorak gembira karena mengenali sosok pria tersebut.

    Habibi membantu anak itu untuk turun. Setelah kedua kakinya menginjak lantai, ia segera berlari kearah lelaki itu. Habibi kembali mengerutkan dahi. Ia mengenali laki - laki itu.

    "Bukankah dia ...?" sahutnya ragu. Ia segera bangkit lalu menghampiri pria dan anak kecil yang di panggil Sasuke itu.

    "Anda?" tanyanya agak ragu.

    Pria yang sedang merangkul anak kecil bernama Sasuke itu menengok kearah Habibi. Ia juga nampak terkejut melihat pria yang ada di depannya.

    "Anda ayahnya Ishikawa Hiro kan?" tanyanya memastikan.

    Laki - laki itu melepas pelukannya pada Sasuke, lalu berdiri hingga tinggi laki - laki itu sejajar dengan Habibi.

    "Bukankah anda Habibi-san?" sahutnya tak yakin.

    *****

    "Siapa yang sakit?" tanya Habibi beberapa saat setelah pertemuan yang tak terduga itu. Mereka duduk di kursi yang sama yang tadi di duduki oleh Habibi dan Sasuke. Habibi kembali duduki tempatnya, sementar lelaki tua itu menduduki tempat Sasuke. Anak kecil itu duduk manis di pangkuan ayah Ishikawa Hiro.

    "Ayah Sasuke." jawabnya dengan suara parau khas orang tua.

    "Sakit apa?"

    "Dia koma setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sembilan bulan yang lalu." jawabnya sedih sambil mengusap kepala Sasuke.
  • "Koma? Kenapa?" pria tua itu mendesah lirih lalu menoleh kearah Habibi yang berada disampingnya.

    "Sembilan bulan yang lalu, Ia dan Hana kecelakaan. Mereka menabrak mobil tangki yang tengah melintas di depan mereka. Hana meninggal di tempat, sedangkan suaminya dilarikan ke rumah sakit. Tapi sampai sekarang anak malang itu belum sadarkan diri." suara ayah Ishikawa terdengar sangat sedih namun terkesan tegar.

    Habibi jadi ingat sekarang siapa wanita yang ada di foto yang dipegangi oleh Sasuke. Wanita itu adalah Hana Ishikawa, adik perempuan Ishikawa Hiro. Ia beberapa kali pernah bertemu dengan Hana waktu Ia dan Ishikawa masih kuliah. Ishikawa Hiro pernah mengajaknya berkunjung kerumahnya. Waktu itu Hana belum menikah. Hana satu tahun lebih muda dari Habibi. Terakhir kali ia bertemu dengan Hana Ishikawa seminggu sebelum wanita itu menikah dengan kekasih yang sudah lima tahun di pacarinya.

    Saat hari pernikahan Hana, Habibi tidak bisa Hadir karena Ia tengah pulang ke Indonesia, ke kampung halamannya di Palu, Sulawesi Tengah. Semenjak menikah, Hana mengikuti suaminya yang bekerja di Seoul, Korea Selatan. Habibi bisa merasakan kesedihan Ishikawa Hiro yang harus kehilangan adik satu - satunya. Tapi, ada yang mengganjal di hatinya. Mengapa Ishikawa Hiro tidak pernah memberitahu tentang kematian Hana kepadanya.

    "Habibi?" terdengar suara seorang pria yang sudah sangat di kenalinya.

    "Sempai." sahutnya memasang senyum manis.

    "Hiro-chan, darimana saja kamu? Mengapa kau meninggalkan Sasuke sendirian?" tanya ayahnya kesal.

    "Aku baru saja menemui dokter." jawabnya sambil duduk di samping Habibi setelah meraih Sasuke dari ayahnya. Ia mencium kening Sasuke penuh kehangatan.

    "Apa kata dokter? Apa sudah ada perkembangan?" Ishikawa Hiro mendesah.

    "Belum ada ayah."


    *****

    "Maaf, aku tidak tahu soal Hana." sahut Habibi iba mengetahui kabar kematian Hana. Ishikawa Hiro memaksa untuk mengantarnya pulang setelah ia berpamitan dengan ayah Ishikawa. Habibi sempat menolak tawaran Ishikawa, tapi lelaki berambut pirang itu terus memaksanya. Ia pun pasrah menerima tawaran seniornya untuk mengantarnya pulang ke apartemennya.

    Habibi sempat memeluk hangat dan mengecup kening Sasuke saat ia hendak pulang. Ia bisa merasakan bagaimana perasaan Sasuke, atau yang nanti akan dirasakan oleh anak malang itu setelah ia tahu tentang peristiwa yang terjadi pada orang tuanya. Habibi tahu bagaimana rasanya ditinggal pergi oleh seorang ibu untuk selamanya.

    Usianya baru lima tahun saat ibunya meninggal dunia akibat demam berdarah yang melanda kampung halamannya. Ia menangis saat mengiringi jenazah ibunya ke peristirahatannya yang terakhir. Ia masih sangat membutuhkan kasih sayang ibunya. Ia sangat merindukannya bahkan sampai sekarang pun Ia masih bisa mengingat wajah ibunya.

    Dua tahun setengah setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita lulusan pondok pesantren Al-Khairat. Meskipun ibu tiri, tapi ibunya tidak pernah memperlakakukannya dengan buruk. Ia sangat menyayangi Habibi dan tidak membedakannya dengan kedua anak kandungnya.

    "Tidak apa - apa." jawab Ishikawa Hiro tersenyum kearahnya.

    Mereka tengah berada di pantai. Menikmati indahnya air laut yang berwarna biru langit yang jernih. Pasir putih bak permata yang berkilauan, berhamburan disepanjang mata memandang dan desiran ombak yang mengalun indah membawa kedamaian jiwa. Tak ada orang lain selain mereka berdua. Mereka berjalan ditepi pantai membiarkan ombak menghantam kaki mereka.

    "Kenapa sempai tidak pernah memberitahuku tentang kematian Hana?" tanyanya. Matanya terus memandang kedepan. Sesekali ciprakan air membasahi celana mereka.

    "Karena aku tak ingin terlihat menyedihkan di depanmu." jawabnya memandangi kakinya yang terus di hantam ombak.

    Habibi menghentikan langkahnya. Ishikawa pun demikian. Habibi menoleh menatap wajah seniornya, Ishikawa pun melakukan hal yang sama. Untuk beberapa lama mata mereka saling beradu pandang.

    "Bukankah aku ini temanmu?" tanya Habibi setelah beberapa lama hening di antara mereka.

    "Iya." jawab Ishikawa Hiro.

    "Bukankah kalo berteman itu kita harus saling berbagi suka dan duka?" Ishikawa mengangguk pelan.

    "Lalu kenapa sempai tidak mau berbagi duka denganku?"

    Hening lagi beberapa saat

    Ishikawa Hiro menunduk.

    "Maafkan aku. Aku kira kau tidak akan peduli."

    "Kenapa kau punya pikiran seperti itu?"

    "Entahlah." jawabnya lirih.

    Hening lagi diantara mereka.

    "Ishikawa Hiro dengarkan aku." sahutnya agak keras membuat Ishikawa mengangkat kepalanya. Ini pertama kalinya Habibi menyebut namanya secara langsung. Ia tahu Habibi benar - benar marah kepadanya.

    "Aku tidak mau hanya menjadi temanmu disaat kau senang saja. Tapi aku juga mau menjadi temanmu disaat kau sedang sedih. Jangan samakan aku dengan teman - temanmu yang lain, yang hanya memanfaatkan kekayaanmu saja. Aku ingin menjadi temanmu yang selalu ada saat kau membutuhkanku." perkataan Habibi membuatnya terharu. Ia tidak pernah menyangkah kalau Habibi akan sebaik itu dengannya.
  • Ishikawa Hiro tahu kalau Habibi jujur mengatakan itu. Ia dapat melihat ketulusan itu dari matanya. Inilah yang membuatnya sangat menyukai pria Indonesia itu.

    Ia berteman tulus kepadanya tanpa memandang status seorang Ishikawa Hiro anak seorang pengacara kondang. Ishikawa Hiro pun seorang Arsitek yang sudah tidak diragukan lagi kehebatannya. Jam terbangnya pun sudah tinggi. Sudah banyak bangunan - bangunan megah yang dibuatnya. Bukan hanya di Jepang tapi diluar Jepang pun banyak yang memakai jasanya.

    Matanya berkaca - kaca. Ia menarik tubuh Habibi yang lebih kecil darinya kedalam dekapannya. Ia memeluk Habibi dengan erat, seakan tak ingin dilepasnya. Untuk beberapa saat Habibi diam membiarkan tubuhnya berada dalam dekapan Ishikawa Hiro. Ia bisa mendengar detak jantung Ishikawa. Ia bisa merasakan deru napasnya yang teratus. Ia juga bisa merasakan kehangatan tubuh Ishikawa Hiro yang padat berotot.

    "Terima kasih Habibi-chan. Terima kasih sudah mau menjadi temanku." sahutnya semakin memeluk erat tubuh laki - laki yang amat disayanginya.

    "Iya." jawabnya sambil melingkarkan tangannya kepunggung kokoh Ishikawa. Ia bisa mencium aroma kopi dari tubuh Ishikawa. Walaupun ia tidak suka meminum kopi, tapi ia menyukai aroma kopi apalagi aroma kopi dari tubuh seniornya itu.
  • part ini mengharukan :'(
Sign In or Register to comment.