Selamat malam semua... Kali ininaku cona persembahkan sebuah cerpen yang bertemakan transgender. Sebelumnya cerpen ini pernah dipost di www algibrannayaka.wordpress.com dan di www.cerpenmu.com. Dan yang ini persi yang aku kirim ke cerpenmu. Aku memilih persi cerpenmu karena persi ini dipost setelah persinya Nayaka. Jadi telah di edit ulang, baik olehku selaku penulisnya maupun oleh pihak cerpenmu selaku yang punya blog. Dan di persi ini kata gay diganti dengan g*y dikarenakan cerpenmu bukan cerpen gay. Okelah kalau negitu, dari pada berlama-lama di sesi ga jelas ini, langsung saja kita menuju cerita. Selamat membaca dan jangan lupa berikan jejak di kolom komentar.
AKU JUGA WANITA
Entah berapa juta-juta kali kata-kata
cemoohan dan cibiran itu keluar dari
mulut setiap orang yang mengetahui
keadaanya. Bahkan yang paling
ekstrim ada yang sampai mengutuk
dan memvonisnya sebagai penghuni
neraka. Mereka tak sadar siapa
mereka. Mereka manusia, bukanlah
Tuhan. Sama seperti dia. Tapi inilah
kelemahan manusia, selalu merasa
diri menjadi paling baik dan paling
suci dibanding manusia lainya.
Bahkan yang mengutuk bukan hanya
dari kalangan yang main-main. Yang
paling mengerikan adalah kemarin,
ketika acara pengajian rutin ibu-ibu
setiap hari selasa. Sang penceramah
membawa tema tentang kaum Nabi
Luth. Tak ayal, semua mata tertuju
padanya. Sakit, jelas terasa di hati.
Tetapi dia mencoba bersabar. Ini
adalah ujian dari Tuhan. Ujian
seberapa kuat kah dia dalam
perjuangan ini. seberapa layak kah
dia menjadi yang sekarang ini. Dan
dalam ujian itu, dia berharap Tuhan
meluluskanya.
Dia bernama Anisa Septiani. Sebelum
operasi lima belas tahun yang lalu,
dia bernama Yayan Septiana. Ketika
menjadi Yayan, Anisa selalu merasa
dirinya dalah wanita. Tak ayal tingkah
lakunya pun seperti wanita. Walaupun
dari kecil sampai tamat SMA Anisa
masih memakai pakaian lelaki, dan
rambut dipotong seperti lelaki. Tapi
karena kemayu dan tingkah laku
seperti perempuan, maka Anisa sering
diolok-olok dengan sebutan benc*ng.
Sakit, tentu saja. Marah, inginya
seperti itu. Tapi Anisa selalu diam
memendam rasa sakitnya. Keadaan di
dalam keluarganya pun tak jauh
berbeda. Kalaupun ada yang mengerti
dirinya, itu hanyalah sang Ibu. Dia
yang membuat Anisa terus bertahan.
Beberapa kali Anisa kedapatan akan
bunuh diri. Karena dia merasa
tekanan yang luar bisa di luar dan di
dalam dirinya sendiri. Tapi untunglah
dia masih selamat. Dan itu karena
Ibunya. Lain Ibu lain Ayah. Seperti
keinginan setiap Ayah terhadap anak
laki-lakinya. Ayah Anisa
menginginkan anaknya macho,
jagoan, pandai main bola. Bahkan
Ayahnya Anisa saking geram melihat
tingkah laku anaknya, pernah dengan
sengaja mengadu Anisa dengan anak
tetangganya. Jelas Anisa kalah.
Berbagai cara sang Ayah lakukan
untuk bisa merubah Anisa semuanya
gugur tanpa hasil. Diikutkan pelatihan
bola malah kabur memilih bermain
bola bekel bersama anak-anak
perempuan di kampung itu. Disuruh
ikut mencari rumput buat kambing,
malah kabur sembunyi di dapur
sambil menghafal resep masakan
sayur asem Ibunya yang menurutnya
paling juara dan wajib dipelajari.
Dibentak malah diam seperti orang
kesambet. Dipukul, malah menangis.
Serba salah. Hingga suatu saat
setelah tamat SMA, dia membuat
keputusan besar dalam hidupnya.
Ketika semua berkumpul untuk makan
malam, Anisa dengan penuh
keyakinan dan percaya diri berkata
pada semua orang yang ada di situ.
“Sebelumnya Yayan minta maaf pada
Ibu, Ayah, De Dadan, De Siska dan De
Farhan. Mungkin apa yang akan
Yayan katakan pada kalian akan
membuat kalian semua kecewa.
Sangat kecewa. Yayan sudah besar
saat ini, sudah lulus SMA. Yayan
bukan lagi anak kecil. Yayan ingin
menentukan kehidupan Yayan sendiri
di masa depan. Jangan takut jika
suatu saat nanti di akhirat Ibu dan
Ayah dimintai pertanggung jawaban
atas kelakuan Yayan. Yayan akan
meminta pada Allah supaya semuanya
dilimpahkan pada Yayan sendiri.
Yayan sudah fikirkan resiko kedepan
yang harus Yayan hadapi. Yayan
berjanji gak akan menyusahkan kalian
semua. Kalian hidup tenang dan
rukun di sini seperti tak terjadi apa-
apa. Sebenarnya berat buat Yayan
harus mengatakan ini. Apalagi
tanggapan Ayah nanti.
Membayangkanya pun Yayan gak
sanggup. Tapi ini harus. Yayan
hendak ke kota. Yayan akan bekerja
di sana.” Anisa menarik nafas
panjang, kemudian
menghembuskanya.
“Kamu mau kerja apa di kota? lulusan
SMA hanya bisa jadi tukang sapu dan
ngepel. Daripada jauh-jauh Cuma jadi
tukang sapu, mending kamu ngurus
kambing di sini. Kamu itu anak
tertua, Yan. Harus bisa jadi contoh
dan panutan! Adik kamu harus
sekolah, bukan cuma kamu saja.
Jangan jadi egois. Yang hanya
mementingkan diri sendiri. Cukup
kamu buat Ayah kecewa dengangan
sikapmu!” sela Ayahnya.
Anisa menerawang jauh. Menimbang-
nimbang lagi apakah dia siap dengan
tanggapan keluarganya nanti. Anisa
pun memantapkan diri.
“Yayan tidak akan lari dari tanggung
jawab. Yayan akan kirim uang untuk
keluarga di sini. Yayan tidak bisa
pastikan jumlahnya. Tapi Yayan akan
pastikan itu rutin tiap bulan. Tolong
Ayah mengerti keputusan Yayan.
Yayan akan bekerja di.. di salon
punya Teh Mei di Bogor!” Anisa
menunduk. Takut menantap mereka.
Terlebih Ayahnya.
“Astagfirullah Yan. Eling, inget Allah.
Kamu mau bikin Ayah kecewa lagi?
Cukup dengan tingkah kamu yang
seperti perempuan, jangan ditambah
aktifitas yang memperparah. Kamu
tahu, si Mei itu laki-laki. B*nci. Tidak
bisa menerima kodrat diri. Sesukses
suksesnya dia, apa dia bisa
menikmatinya. Dia sekarang sendiri,
Ibunya mati pun dia gak ada di
sampingnya. Insyaf Yan… Insyaf!
Astagfirullah… salah apa ya Allah, kok
punya anak seperti ini…” Sang Ayah
mengelus dada. Ingin rasanya
menggebrak meja atau melempar apa
saja pada Anisa yang ada di seberang
meja. Boro-boro menggebrak atau
melempar, berdiri saja rasanya gak
kuat. Terlalu syok.
“Ayah, terkadang sesuatu yang
terlihat hina belum tentu hina. Kita
bukan Allah yang bisa melihat semua
sisi. Keputusan Yayan sudah bulat,
Yayan akan pergi ke kota, lusa.
Dijinkan atau tidak, Yayan akan tetap
pergi!”. Hening.
“Baik, jika kamu mau pergi ke kota,
pergi sana. Jangan nunggu lusa,
sekarang juga itu lebih baik. Aku
muak melihat muka kamu. Dasar anak
durhaka. Bergaul dengan siapa saja
yang kamu mau, jadi apa saja yang
kamu mau. Memang, kamu itu banci,
dan sampai kapan pun akan tetap
banci. Jangan pernah pulang jika aku
masih hidup. Uhuk… uhuk… pergi!”
Sang Ayah berteriak lantang.
Membuat suasana hening lagi.
“Sabar Yah… Sabar!” Sang Ibu
berusaha menenagkan. Kemudian
Anisa pergi ke kamarnya,
membereskan semua barang-
barangnya. Tak lama kemudian dia
keluar bermaksud berpamitan.
“Jangan sentuh salah satu pun orang
yang ada di sini. Kamu terlalu najis
buat kami!” Anisa pergi meninggalkan
rumah dalam tangisan.
Ini adalah tahun ke dua dia bekerja di
salon, tapi tidak lagi bersama Mei.
Dia pindah setengah tahun lalu
kesini, Keraton Salon mereka
menjulukinya. Tidak sembarangan
orang yang bisa bekerja di sini karena
memang pelanggannya pun bukan
orang sembarangan. Dari mulai kaum
sosialita, artis sampai para istri
pejabat sering singgah ke sini.
Masalah penghasilan, jangan ditanya,
jelas besar. Anisa adalah satu-
satunya laki-laki yang bekerja disini.
Sang pemilik salon menemukan Anisa
ketika di Mall. Waktu itu mereka
sama-sama sedang mengunjungi
pameran alat-alat kecantikan asal
Paris. Hanya butuh waktu sebulan
untuk Anisa bisa masuk ke Keraton
Salon.
Hidup menjadi setengah pria
setengah wanita tidaklah mudah.
Cibiran selalu mampir di telinganya
tanpa pernah absen. Pandangan
orang yang menyebut dirinya g*y
membuat hatinya begitu sakit. Pernah
suatu ketika ada seorang Om om
pengusaha menghampirinya,
menyatakan cinta padanya.
Dengan tegas Anisa berucap “Saya
tidak seperti apa yang Om lihat.
Munghin semua orang akan
sependapat mengatakan saya G*y
dengan kondisi seperti ini. tapi
sungguh Saya bukan G*y. Jika Om
memang mencintai Saya, Om akan
mengerti. Dan tunggulah sampai saya
bisa menjadi wanita seutuhnya!”
Memang kini setelah penghasilanya
tinggi, Anisa berniat operasi kel*min.
Dia ingin menyempurnakan dirinya.
Sempurna dalam dan luarnya sebagai
wanita seutuhnya. Sang Om om
tertawa terbahak. Dia geleng-geleng
kepala. Seraya mengejek “Kamu itu
laki-laki, sayang. Ganti kel*min pun
kamu tetap laki-laki. Sudahlah terima
cinta Om, apa bedanya sekarang
ataupun nanti. Ujung-ujungnya kamu
juga dit*duri!”
Dengan santai Anisa menjawab “Saya
hanya ingin hubungan saya sah.
Dengan pria manapun nantinya. Oh
ya, kalau memang Om sudah tidak
ada perlu lagi, Anisa mau pulang!”
tanpa menungu persetujuan si Om,
Anisa pergi.
Waktu terus bergulir, siang dan
malam silih berganti dengan
teraturnya. Tetapi tak ada yang
berubah dari senja. Baik dulu maupun
sekarang tetaplah sama. Mungkin
sampai nanti pun akan sama. Kini
menginjak tahun ke lima, Anisa telah
mendapat posisi yang penting di
Keraton Salon. Dia menjadi Manager
di Keraton Salon cabang di daerah
Lippo Karawachi. Di bawah
kepemimpinanya, Keranton Salon
cabang Lippo Karawachi berkembang
pesat. Omzet perbulanya jauh
melampaui target. Dan ini adalah
bulan ke enam dari masa
kepemimpinannya. Tahun ini akan
menjadi tahun paling bersejarah
dalam hidupnya. Tahun yang paling
dinanti-nanti. Dia akan pergi ke
Bangkok untuk melakukan operasi
kel*min dan sedikit mengubah bentuk
tubuhnya. Sekedar info, tanpa
dipermak pun dia sudah terlihat
cantik. Apalagi dioperasi.
Daun-daun terus berguguran, tunas
baru pun bermunculan. Mengganti
warna kuning kecoklatan dengan
warna hijau muda. Bunga-bunga di
taman bermekaran. Ulat yang kemarin
masih kepompong kini telah berubah
anggun menjadi kupu-kupu. Menari-
nari lincah di antara bunga-bunga.
Kini hari H keberangkatanya ke
Bangkok semakin dekat. Tinggal
tujuh hari lagi. Sebelum operasi, ia
berniat mengunjungi keluarganya
yang telah lama ia tinggalkan.
Meminta restu kepada kedua
orangtuanya. Sebenarnya ia takut,
tapi rindu mengalahkanya. “Lagipula
mungkin Ayah telah memaafkanku.
Bukankah Singapun tidak akan
memakan anaknya?” batinnya
berusaha memotivasi diri. Dan
akhirnya dia pun berangkat menuju
kampung tercinta. Dia bersyukur
pernah hidup disana. Walaupun
seringnya dulu ia dicaci. Paling tidak,
melalui cacian itu dia mengetahui
siapa jati dirinya itu.
Tok… Tok… “Assalamualaikum!!!”
Anisa mengucap salam.
“Waalaikumsalam!!!” seorang remaja
yang seumuran anak SMA
membukakan pintu.
“Dadan? Ini Dadan?” Anisa pangling
melihat adik laki-lakinya itu. Dadan
tumbuh menjadi remaja tampan.
Gestur tubuhnya pun tak seperti
dirinya. Jelas lah, Dadan laki-laki.
Sementara ia, sebentar lagi akan
menjadi wanita.
“Ia, Saya Dadan. Maaf, kalau boleh
tahu Mba siapa ya? Ada perlu apa?”
dalam keheranannya Dadan bertanya.
Dia memperhatikan dari ujung kepala
sampai ujung kaki orang yang ada di
depanya. Dadan mengerenyitkan
keningnya. Sekilas dadan melihat tahi
lalat di hidung sebelah kiri orang
yang mengetuk pintu, membuatmya
teringat akan sosok seseorang. Tapi
Dadan enggan menyimpulkan.
“Ini Yayan Dan, kamu sudah besar ya!
Tinggi, macho, cakep. Pasti banyak
ceweknya!” Anisa menggoda adiknya.
“A Ya… Ya… Yan! Bener ini A Yayan?”
dia sanksi. Setahu dia, terakhir kali
Kakaknya pergi masih dalam keadaan
laki-laki. Tapi kok… apakah kota
menyihirnya menjadi seperti ini? ah,
Dadan pusing, dia menghambur
memeluk Kakaknya.
“Ini memang A Yayan Dan!” Anisa
berbicara.
“Dadan kangen, A Yayan kemana aja!
Sekarang A Yayan cantik. Rambutnya
panjang!” Dadan tertawa.
“Btw, gak dipersilahkan masuk nih?”
“Oh, lupa. Silahkan masuk A. Lagian
kalau mau masuk, ya masuk aja. Ini
kan rumah Aa juga.”
Anisa mengusap bulir bening di
pelupuk matanya. Bulir yang tercipta
dari perasan rasa rindu.
“Dan, ngomong-ngomong penghuni
rumah pada kemana? Sepi banget!”
Anisa celingak celinguk.
“Oh, ya. Aa kesini hendak minta restu
sama Ayah dan Ibu. Aa mau operasi
kel*min. Aa tahu, kamu pasti kaget.
Aa juga gak ngelarang kamu untuk
benci sama Aa. Tapi asal kamu tahu,
Aa akan selalu sayang sama kalian.
Hampir lupa, perkenalkan nama baru
Aa. Anisa Septiani. Kamu bisa panggi
Teteh atau panggil nama juga aku
gak keberatan!” terlihat Anisa
berusaha tegar.
Dadan menunduk, dia bingung harus
berkata apa. Harus memulai dari
mana. Setelah kepergian kakaknya,
kehidupan keluarganya runyam. Ibu
meninggal dua tahun setelah
kepergian kakaknya. Ayahnya
menyusul setahun kemudian. Kini
Dadan lah tulang punggung keluarga.
Dia yang menghidupi adik-adiknya.
“T… Teh, ikut aku ke suatu tempat
yuk!” Dadan masih canggung
memanggil kakaknya dengan sebutan
Teteh. Walau bagaimana pun
kakaknya kan masih laki-laki.
“Kemana?”
“Teteh ingin tahu Ayah sama Ibu di
mana kan? Makanya ayo ikut!” Dadan
berdiri. Menarik tangan kakaknya.
Anisa bingung, tapi dia membiarkan
dirinya dituntun sang adik. Berbagai
pertanyaan bermunculan di
kepalanya. Tapi tak ada satu pun
yang ia keluarkan. Ia lebih menunggu
misteri terungkap sendiri. Setidaknya
ada waktu untuk mempersiapkan
mental kalau-kalau sesuatu yang
tidak ia harapkan terjadi.
Anisa bingung ketika dia sadar
kemana ia dibawa. Pemakaman. Apa
maksudnya. Mereka berhenti di
sebuah batu nisan. Lilis Suryani Binti
Karma. Lalu dia melihat ke nisan di
samping nisan yang tadi, Ilyas
Abdullah bin Sumarna. Lututnya
lemas. Anisa ambruk. Lidahnya kelu.
Cukup air mata yang mewakili
perasaanya kini.
“Ibu meninggal karena Demam
Berdarah tiga tahun lalu. Sementara
Ayah meninggal karena serangan
jantung setahun setelah kepergian
Ibu!” Dadan mencoba menceritakan
apa yang selama ini terjadi.
“Kenapa tak ada yang memberi
tahuku, kalian menganggap apa aku
ini. Aku tahu aku salah. Tapi… kalian
semua tega!” Anisa menangis
semakin menjadi.
“Bukan kami ingin menyembunyikan,
tapi Teteh tahu sendiri bagaimana
kerasnya Ayah!”
“Aku sudah menjadi anak durhaka.
Mereka pergi tanpa memberi
kesempatan buatku untuk meminta
maaf!”
“Tidak, mereka pergi dalam
ketenangan. Sebelum Ayah
meninggal, Ayah berpesan. Beliau
minta maaf karena selama ini terlalu
keras mendidik Teteh. Ayah juga
bilang, kini Ayah sudah menerima jadi
apapun Teteh nantinya. Makanya tadi
pas Teteh bilang mau operasi kel*min
aku tidak kaget. Karena aku, Ayah,
Ibu dan adik-adik telah siap dengan
kemungkinan itu. Jika toh Teteh mau
operasi, operasilah!” Ada rasa haru
dalam diri Anisa. Terlebih ketika
mendengar wasiat dari Ayahnya.
Akhirnya setelah hari menua, mereka
pun pulang. Di rumah mereka
disambut oleh adik-adiknya.
“A Dadan, itu pacarnya ya?” Siska
yang tak tahu siapa wanita di
samping kakaknya akhirnya bertanya.
Dengan senyuman, Dadan menjawab
“Kenalin, ini Teh Anisa, kakak kita!”
Farhan mengerutkan kening “Sejak
kapan kita punya kakak cewek?”
Tanya Farhan. “Calon Kakak ipar
mungkin maksudnya!” sela Siska.
“Bukan, ini kakak kandung kita. Dulu
dia bernama A Yayan Septiana!” Siska
dan Farhan saling bertatapan. Mereka
tak mengerti apa maksudnya. “Gini lo
adik-adiku, A Yayan kini sudah
menjadi wanita!” Anisa menjelaskan.
Tapi Farhan dan Siska belum
mengerti juga. Akhirnya, Anisa
menceritakan kehidupanya selama
lima tahun ini dan niatnya untuk
pergi ke Bangkok. Dan ketiga adiknya
pun setuju. Sebelum ke Bangkok,
Anisa membawa adik-adiknya ke
Karawachi. Mereka dititipkan pada
teman Anisa untuk diurus masalah
sekolah dan kehidupan mereka
selama Anisa ke Bangkok.
Inilah Bangkok, Ibu Kota Negara yang
berjuluk Gajah Putih itu. Thailand
bukan hanya terkenal sebagai negara
dengan tempat wisata pantai yang
indah. Di balik kemegahan pagoda
pagoda yang bertemabar. Ada sisi
lain yang tak bisa dipungkiri dan
disangkal dari Thailand. Yakni para
Lady Boy nya. Ya, Thailand surganya
G*y di Asia Tenggara. Itu menurut
pendapat pribadi sih. Hehehe. Ada
satu hal yang unik di sini. Kalian
akan sangat sulit membedakan mana
laki-laki yang menjadi perempuan
dan perempuan asli. Jika di Koerea
selatan hal itu terjadi karena operasi
plastik. Maka di Negara Thailand
terjadi karena operasi kel*min.
Banyak para turis yang sengaja kesini
untuk melakukan operasi. Menurut
survei, orang yang melakukan operasi
selalu meningkat tiap tahunya. Salah
satu Rumah Sakit yang paling
terkenal dalam hal operasi kel*min
adalah Rumah Sakit Yan Hee. Dan
Rumah Sakit inilah yang menjadi
tujuan utama Anisa datang kemari.
Tentunya bukan tanpa alasan. Jauh
sebelumnya, Anisa telah
mengumpulkan banyak informasi
mengenai operasi kel*min. Tentang
biaya, tempat, keaamanan, dll. Dari
mulai berselancar di Mbah Google,
bertanya-tanya pada kawan, sampai
konsultasi pada Tour Guide. Rencana,
Anisa akan ke Bangkok untuk operasi
kel*min plus istirahat pasca operasi
selama satu bulan. Kemudian setelah
itu ia akan ke Korea selatan untuk
operasi plastik bagian-bagian tubuh
yang memang perlu. Semua dia
lakukan demi bisa menjadi Wanita.
Ini bukanlah awal kebahagiaan.
Tetapi adalah awal perjuangan baru.
Setelah operasi, ada tugas lain yang
harus dan perlu ia lakukan. Yakni
mendapatkan pengakuan dari Negara
bahwasanya dia adalah wanita. Anisa
semakin rajin mencari-cari informasi.
Masuk keluar ruang sidang hanya
untuk sebuah status. Lingkungan
keluarga dan lingkungan kerja
mendukung penuh usahanya. Tapi
lain dengan lingkungan tempat dia
tinggal. Cibiran semakin memanas.
Gosip pagi, siang, sore hanyalah
tentang dirinya. Para tetangga
berlomba-lomba memvonis dirinya.
Mereka bukan lagi manusia, tetapi
mereka kini sudah seperti Tuhan.
Yang bisa menentukan siapa masuk
surga siapa masuk neraka. Tetapi
bukan Anisa namanya jika ia
menyerah. Dia malah lebih aktif lagi
di kegiatan sosial. Dia menjadi Ketua
Persatuan Transgender Indonesia
(PTI). Selain memperjuangkan status
dirinya, dia juga memperjuangkan hak
rekan-rekanya. Yakni hak
dimanusiakan. Dia juga aktif
menggalang dana untuk
disumbangkan kepada Yayasan-
yayasan sosil, dari mulai panti,
sekolah, dan korban bencana. Pernah
satu ketika aksi demonya diliput di
TV. Dia tampil di wawancara di acara
tersebut. Maka hebohlah satu
kampung. Kampung tempat dia
dilahirkan. Yang lebih menyakitkan,
warga meminta kuburan kedua
orangtuanya dipindahkan. Jika tidak,
mereka mengancam akan
membongkar. Gelombang demi
gelombang ia lalaui dengan penuh
kesabaran dan keyakinan. Hingga
pada 2012 kemarin, dia mendapatkan
pengakuan dari negara sebagai
wanita. “Sudah saatnya aku mecari
pendamping!” batinya.
Bali, Selasa 11 Juni 2013
“Saya nikahkan engkau Adam
Lukmansyah bin Saparudin Subagyo
dengan Ananda Anisa Septiani binti
Ilyas Abdullah dengan mas kawin
seperangkat alat sholat dan uang
sebesar seribu rupiah dibayar tunai!”
“Saya terima nikahnya Yayan
Septiana…”
“Saya ulang kembali. Saya nikahkan
engkau Adam Lukmansyah bin
Saparudin Subagyo dengan Ananda
Anisa Septiani binti Ilyas Abdullah
dengan mas kawin seperangkat alat
sholat dan uang sebesar seribu
rupiah dibayar tunai!”
“Saya terima nikahnya Anisa Septiani
binti Ilyas Abdullah dengan mas
kawin Saparudin…”
“Coba Mas tenang. Jangan dijadikan
beban. Saya ulang sekali lagi, jika
tetap tak bisa, maka mau tak mau
pernikahan ini batal. Saya nikahkan
engkau Adam Lukmansyah bin
Saparudin Subagyo dengan Ananda
Anisa Septiani binti Ilyas Abdullah
dengan mas kawin seperangkat alat
sholat dan uang sebesar seribu
rupiah dibayar tunai!”
“Saya terima nikahnya Anisa Septiani
binti Ilyas Abdullah dengan mas
kawin seperangkat alat sholat dan
uang seribu rupiah dibayar tunai!”
“Sah!!!”
“Sahhh!!!”
Kedua mempelai terlihat bahagia,
begitu pun keluarga mereka. Siska
dan Dadan menangis terharu.
Sementara Farhan memeluk kakaknya.
Mereka sengaja menikah di Bali demi
kelancaran pernikahan. Tak banyak
yang datang kecuali mereka yang
benar-benar mengerti akan kondisi
Anisa juga kondisi Adam. Ada yang
menarik dari pernikahan ini.
Sebenarnya Anisa mengenal Adam
ketika dia belum operasi. Mereka
bertemu di Bangkok. Adam dulunya
dalah seorang wanita yang dirinya
merasa sebagi laki-laki yang
terperangkap dalam tubuh wanita.
Namanya dulu Sinta Widari. Mereka
melakukan operasi di tempat yang
sama dan waktu yang sama. Hanya
saja setelah operasi mereka tak
pernah bertemu. Mereka baru bertemu
lagi ketika menghadiri acara amal
untuk korban banjir. Baik Anisa
maupun Adam tadinya tak pernah
mengira siapa pasanganya ini di
masa lalu. Tapi seiring berjalanya
waktu semua terungkap. Dan inilah
akhir kisahnya. Mereka menjadi
sepasang suami istri Transgender.
End…
Sobat, di dunia ini tak ada manusia
yang paling suci. Jadi jangan merasa
lebih suci dari yang lain. Karena
kesombongan hanya akan memakan
diri sendiri. Apalagi sampai berani
mengatakan si anu itu akan masuk
neraka. Ingat siapa dia siapa kita.
Kita sama. Manusia. Jika memang
menurut kita salah, maka luruskan.
Jika tidak bisa diluruskan, maka
serahkan semua urusan itu padaNya.
Hanya Dia yang mampu membolak
balikan hati. Dan hanya Dia yang
berhak menentukan dan memutuskan
nasib setiap makhlukNya akan di
mana hidup makhlukNya kelak.
Kang Zaen
Sei Senting, Senin 10 Juni 2013, 22.09
WITA
Comments
smoga perjuangan kaum transgender tetap semangat
Makasih. Tulisan ini sebenarnya terinspirasi dari perjuangan Bunda Dorce. Dia trangender yang berani. Walaupun cerita ini ga ada sangkut pautnya sedikitpun dengan cerita hidup beliau. Hehehe
sayang kisah cintanya tidak diceritakan..
btw good story
Makasih @Miw... Salam kenal. Sebenarnya sih aku sendiri merasa cerita ini terlalu singkat. Mungkin harusnya dibuat cerbung. Akan tetapi aku takut ga bisa konsisten. Jadi beginilah seperti yang kamu baca. Dan cerpen ini merupakan cerpen terpanjang yang pernah aku buat. Hehehe
Btw, sekali lagi makasih dah baca, mau ninggalin jejak n ngasih masukan.
iya lebih bagus dibuat cerbung.. feelnya akan lebih dapet
tapi kalau itu udah jadi keputusan mas abi ya gapapa hehehe
ditunggu cerita lainnya mas
@ fansnya_dionwiyoko
Dipengantar aku udah sebutin kalau cerpen ini pernah di post juga di Dunia Kata Nayaka n di cerpenmu.com. Jadi bukan mirip karena ini cerita yang sama dari penulis yang sama. Hehehe. Kang Zaen adalah nama penaku, Abi_Manyu adalah namaku di dunia pelangim. Salam kenal ya. Makasih dah baca n ninggalin jejak.
haha, klo pake riset, pake wawancara dg kaum transgender, dsb pasti akan lebih mantab
tapi yg pendek ini juga ok lah
klo ada waktu, coba diedit pelan2, dikembangin dikit, dihalusin perpindahan waktunya, ditambahin konfliknya *ngelunjak
Dan yaahh keren.. Manusia itu sama dan harusnya jangan sombong atas apa yg dia punya. Jangan menilai orang lain hanya dari luarnya juga..
@TigerGirlz Thanks. Manusia sama dihadapan Tuhan. Hanya ketaqwaan saja yang membedakanya. Dan ketaqwaan ini Tuhan lah yg mutlak menikainya. Semangat!!!