Rumah besar ini masih terlihat sama ketika aku memasukinya kembali, setelah berbulan lamanya ku berusaha melupakan tempat ini. Satu set sova berbulu lembut dan mahal itu pun masih nangkring di tempat sama, menghiasi ruang tamu yang dulu penuh dengan kenangan manis.
Ku tatap dinding berlapis cat warna gading, foto ku terpampang disana, tepat tergantung di samping fotret dirinya yang tersenyum cerah, senyum yang dulu begitu indah namun kini seakan mengejek kekalahanku.
Di atas sebuah buffet kecil tempat ia memajang hiasan dan mainan antik bernilai mahal miliknya masih terbingkai pula foto kami berdua yang ah tampak mesra, sesuatu yang kini membuatku mual.
Kenangan-kenangan itu seakan berseliweran silih berganti menam pakan diri di sekeliling ruangan, terutama kala bersama dirinya dulu. Kenangan yang kini ku sesali pernah ada.
"Sayang, oh sayangku, cintaku akhirnya kau kembali, betapa senangnya aku.. Kau memang takan pernah bisa meninggalkanku.." Lamunanku terganggu, sekonyong-konyong sosoknya muncul dari arah sebuah kamar, menyongsongku dengan keceriaan yang sama seperti dulu, memelukku erat yang hanya bisa terdiam membeku. Terpaksa, jika akhirnya aku membalas rengkuhan itu.
"Yah, kau berhasil membuatku kembali, kau menang Rull.." Ucapku dingin, ku sembunyikan kebencian yang teramat dalam padanya, aku tak boleh membuatnya curiga atas kedatanganku kali ini.
"Aku tahu, aku tahu kau memang takan pernah bisa melangkah jauh tanpa aku, Alif.. Kau akan selalu butuh aku, tanpa aku kau bukan apa-apa Alif.." Ia tersenyum penuh kemenangan yang bagai seringai setan penghuni neraka, sekuat tenaga ku tahan agar aku tak meninju wajahnya yang menyebalkan itu dengan bogemku, ku paksakan tersenyum padanya. Aku masih harus bersabar hingga nanti laki-laki jahanam ini suatu hari mendapatkan balasannya.
"Aku pusing, beri aku sedikit minuman malam ini.." Bisikku berusaha keluar dari pelukannya, dia menyambut dengan suka cita, dulu minum-minum bersama adalah hal menyenangkan yang rutin kami lakukan tiap bertemu, apalagi ketika kami ingin bercinta.
Dia meninggalkanku sendiri di ruang tamu, aku tahu dia selalu memiliki simpanan minuman mahal di kamarnya. Anggur akan membuat keresahanku sedikit menyingkir malam ini.
Ku tatap kembali foto dirinya sepeninggal dia, aku sangat tahu cintanya terlalu besar kepadaku, untuk alasan itulah semua kekacauan itu terjadi. Cinta yang berlebihan yang dia miliki hingga dirinya telah di perbudak oleh cinta itu sendiri, bahkan berusaha memperbudak diriku dalam genggamannya. Yang akhirnya kini membuat seluruh kehidupanku hancur berantakan berkeping-keping karena dirinya. Karena cintanya yang gila.
***
Ketika itu, dia mengaku bernama Rulli Andreansyah saat dulu ia memperkenalkan dirinya padaku, kami bertemu di sebuah Diskotik di pusat kota, saat itu aku terlalu mabuk karena berbotol-botol minuman murah yang ku tenggak hingga ku keluarkan kembali seluruh isi perut karena mual. Aku ambruk di toilet yang bau busuk pesing dan muntahan yang ku keluarkan. Rulli menolongku. Berbaik hati mengantarku pulang namun karena aku terlalu mabuk dan lemas aku hanya bisa tertidur di Taksi, Rulli membawaku pulang ke rumahnya dan merawatku.
Esoknya aku berterimakasih padanya. Kami berkenalan. Rulli pemuda yang sopan dan baik, wajahnya yang manis selalu saja tersenyum penuh keramahan. Dia berhasil memikatku. Apalagi Rulli sosok yang tampan dan bersih. Kulitnya yang putih nampak terawat bagai kulit perempuan.
Esok dan esoknya lagi kami semakin akrab, semakin dekat. Tak jarang kami bertemu, sekedar makan siang bersama, dugem bersama, atau shoping bersama walau terkadang aku hanyalah sekedar pengantar dirinya, ibaratnya aku sudah seperti bodyguardnya saja. Uang menjadi kelebihan lain yang di miliki dirinya setelah wajah fisik rupawan dan kebaikan hati.
Kami yang sama-sama tahu jika kami sama-sama homo ternyata sama-sama memiliki ketertarikan, beratus kali sudah kami bercinta, bersetubuh dengan buaian nafsu di rumahnya yang megah, di penginapan saat kami wisata ke luar kota atau bahkan di toilet diskotik ketika otak kami sudah sama-sama di penuhi nafsu tapi malas untuk pulang ke rumah.
Hingga suatu hari Rulli mengajakku dinner di malam ulang tahunku, di saat itulah dia menyatakan cinta, memintaku berpacaran dengannya. Itu kado spesialnya buatku, ia berkata. Tanpa pikir aku menerimanya, saat itu tak di pungkiri aku pun menyukainya walau tak tahu apakah itu cinta atau bukan, namun aku bahagia. Kami pun resmi menjadi sepasang kekasih sejenis.
Rulli, bukanlah lelaki pertama yang bersetubuh denganku namun dialah lelaki pertama yang menjadi kekasihku. Dia berhasil meluluhkan ego ku untuk tak sekalipun mencoba berpacaran dengan homo selain sex yang menjadi tujuanku.
Apalagi dia selalu memanjakanku dengan uangnya, apapun yang ku mau ia selalu mewujudkannya.
***
Sebotol wine dengan dua gelas kesayangannya yang biasa kami pakai dia bawa di atas sebuah baki cantik. Dia tersenyum lebar kepadaku, seakan seluruh kebahagiaan hanya miliknya saat ini, ketika dia akan menuangkan minuman itu ke dalam gelas aku segera mencegahnya, hal itu dulu selalu aku yang melakukannya.
"Biarkan yang ini tetap menjadi tugasku.." Bisikku lembut di telinganya, berpura mesra. Dia semakin ceria tersenyum, menyerahkan tugas itu segera
"Aku senang kau kembali seperti dulu.." Ia berbisik pula lirih, dari belakangku ia menempelkan tubuhnya di punggungku. Mendekapku mesra.
"Tidakkah kau mau menyiapkan ranjang kita untuk malam ini, akan terasa indah setelah cukup lama.." Aku merajuk manja, memberi isyarat ke sebuah kamar. Dia mengerjap nakal, mencubit pinggangku.
Sebelum menghilang ke kamarnya sebuah lumatan sempat ia layangkan di bibir keringku.
Dalam seringai segera ku hapus bekas bibirnya dengan ujung tangan kemejaku. Aku kembali merasa mual.
Kenangan kembali melayang ke masa lalu sepeninggalnya. Pahit.
***
Minggu pertama, kedua dan seterusnya. Begitu pula bulan pertama, kedua dan juga seterusnya, Rulli masih menjadi lelakiku yang manis, perhatian dan penuh cinta. Masih Rulli yang mampu membuatku mengingatnya ketika ia jauh dariku akibat pekerjaannya di luar kota.
Yang mampu membuatku berdebar saat setiap kali jari jemarinya menyentuh wajahku di tengah kelembutannya.
Yang mampu buat aku tergila-gila untuk segera bersetubuh dengannya saat bibirnya sudah melumat panas diriku. Dan, masih Rulli dengan limpahan hartanya menghujaniku.
Aku semakin bertekuk lutut di dalam genggaman cintanya.
Namun petaka datang, di awal tahun kedua kami berpacaran Rulli ku yang manis perlahan berubah. Mengaturku. Mengekangku. Mendikteku dengan alasan cinta dia melakukan semua itu.
Rulli berkata ia terlalu ketakutan akan kehilanganku, cintanya telah membutakan logikanya, ia berubah menjadi Rulli yang over protektif, Rulli yang amat possesip. Yang benar-benar mengikatku erat.
Membuatku kesal, jenuh dan lelah.
Perlahan aku berusaha mundur, namun Rulli selalu menarikku kembali. Ancaman-ancaman tak jarang ia keluarkan demi agar aku terus bersamanya. Setiap kawanku di cemburuinya. Pernah suatu hari kala aku sedang hang out bersama seorang kawan Rulli datang dengan kemurkaannya, memaki dan mengusir kawanku, menarikku pulang setelah di buatnya aku malu setengah mati, Rulli yang manis berubah bagai serigala lapar saat itu. Aku sungguh terkejut.
Setiap langkahku kini pasti di curigainya, di tanyakan begitu detil alasannya.
Semakin membuatku lelah dan bosan.
Tak lagi ku nikmati manis cinta kala bersamanya. Namun aku selalu mencoba tetap bersabar. Demi rasa iba ku kepadanya bukan demi cinta atau uang lagi.
**
Di pertengahan tahun ke dua aku di hadapkan sebuah pilihan, Ayahku yang sakit-sakitan mengharapkan pernikahanku. Mereka ingin melihat anak bungsu mereka berumah tangga. Perjodohan telah di tentukan, lamaran telah di persiapkan. Aku pasrah, demi permintaan Ayah yang amat ku cintai.
Rulli mengamuk saat ku meminta ijin padanya, ia tak ikhlas harus melepasku. Namun dengan tekad kuat tetap ku lakukan, telah tiba masanya ku lepaskan dirinya dan melangkah pada kodrat yang seharusnya ku jalani walau sesungguhnya ini hanyalah demi rasa cinta pada keluargaku semata.
Separah apapun Rulli menangis, memohon agar aku tetap tinggal bersamanya, aku harus tetap melenggang pergi, tak peduli ancaman dan sumpah serapahnya ia teriakan penuh kemarahan di depan wajahku.
"Bajingan kamu Alif, akan ku balas semua ini, kau lihat nanti kau pasti kembali kepadaku, takan ku biarkan kau pergi mencampakanku.." Histeris ia menjerit mengiringi kepergianku. Ku tulikan telingaku walau hati ini begitu teriris sembilu.
Maafkan aku Rulli, aku menyayangi mu namun kenyataannya hubungan sejenis jaranglah yang abadi. Terlalu tabu itu di pertahankan. Aku tak bisa memilih cinta kita karena kehormatan keluarga bagiku tetaplah sesuatu yang utama.
***
Denting suara dua gelas beradu tak begitu nyata karena suara hujan yang tiba-tiba turun di malam ini. Kedua bibirku segera bertemu dengan mulut gelas lalu ku teguk sedikit minumanku setelah ku hirup aromanya. Rulli melakukan hal yang sama sambil kepalanya bersandar manja di bahuku, ku perhatikan dia dan aku tersenyum senang ketika memperhatikan dirinya yang meneguk tandas minumannya. Ia semakin terlena.
"Maafkan untuk kejadian di pernikahanmu Alif sayang, kau tahu aku takan rela membagimu, karena kau haruslah hanya milikku.." ia berkata dengan penuh ketenangan seakan itu bukan apa-apa. Hanyalah hal sepele semata. Kurasakan perih menghunjam hatiku ketika mengingat itu, ingin sekali ku hajar kepalanya dengan botol wine yang ada di atas meja. Namun ku tahan itu, setidaknya hingga beberapa masa lagi.
"Jangan ingatkan aku tentang itu lagi Rull, biarkan itu jadi masa lalu.." Aku menggumam lirih, segera kembali ku isi gelas kami yang telah kosong, menenggaknya lagi hingga tandas.
Namun, ingatan itu semakin mejadi-jadi merobek otak ku, kebencian semakin terasa merajam-rajam jantungku.
***
Hari pernikahan di tentukan. Aku dan gadis yang di jodohkan denganku pun menjadi raja dan ratu sehari. Seluruh keluarga berbahagia namun sebagian kebahagiaan itu ku miliki. Setengah hatiku masih tak memiliki keikhlasan dan ketulusan. Rulli tetap membayang di benakku, dirinya pasti sangat terluka. Aku semakin iba padanya. Masih ada sedikit kasih sayangku untuknya. Walau bagaimanapun dirinya memenuhi kenangan di hatiku.
Namun aku berjuang menetapkan hati.
Demi Ayah serta Ibu tercinta.
Namun benar-benar tak ku kira tragedi itu akan menimpa di hari sejarahku. Di tengah pesta Rulli datang, berteriak-teriak histeris mengaku kekasihku, mengobral kenistaan yang pernah kami lakukan dan beribu bukti foto kemesraan kami ia tebarkan di pelaminan.
Semua mata para undangan menatap jijik padaku. Menggunjingkan aibku. Ku terima dengan diam tamparan wanita yang baru saja menjadi istriku beberapa jam berlalu, ia meminta talak saat itu juga.
Ayahku shock dan jantungnya kumat, beliau meninggal dalam perjalanan ke Rumah Sakit. Klimaksnya seluruh keluarga mengusirku, menganggapku bagai sosok paling nista di dunia, sampah keluarga paling menjijikan. Hanya ibu yang terdiam dengan lelehan airmata yang tak henti, ku lihat kekecewaan yang dalam kala memandangku. Betapa sakit itu ku alami. Betapa teganya Rulli melakukan ini semua.
Hancur. Hidupku telah hancur. Rulli dengan seringai kepuasan telah memberikan neraka di hari kebahagiaanku.
Tak terbayang kebencianku kepadanya kala itu.
***
Terlunta, tak tahu mesti melangkah kemana kehidupanku berjalan. Langkah kakiku tersaruk yang akhirnya menuju pada panggilan cinta Rulli, hanya rumahnya yang ku tahu satu-satunya tempat bernaung saat ini.
Walau kebencian itu telah menjadi kesumat di dalam hati, ku relakan tubuh ini kembali di lumatnya. Persetubuhan kembali terulang setelah pesta vodka di malam dingin, di temani hujan deras dalam kegelapan.
"Tetaplah denganku Alif, aku tak bisa kehilanganmu, akan ku lakukan apapun demi dirimu.." Semakin erat Rulli memelukku, tubuh telanjang kami yang basah oleh peluh semakin menyatu di atas ranjang kami. Aku mengejang menahan ketidak sabaran menanti waktu.
"Kita akan tetap bersama mulai sekarang Rull, jangan kau ragukan itu lagi. Tapi mungkin tidak disini.." Ku bisikan lembut kalimat itu di telinganya, Terkaget Rulli menatap padaku.
"Memangnya dimana kita akan tinggal sayang?" Ucapnya dengan menggigit bibirku gemas penuh kemanjaan. Aku melenguh kian tak sabar menanti.
"Neraka.." Dengusku dengan seringai, Rulli mendelik dengan senyum genit. Ia masih berpikir itu suatu candaan.
Namun tiba-tiba ia memegang lehernya dengan kedua tangannya, nafasnya tersengal lalu terbatuk-batuk, semburan buih busa-busa putih keluar dari mulutnya. Bersamaan itu tubuhnya mengejang, kedua matanya mendelik bagai ingin keluar dari kelopaknya, ia menatapku bengis.
Kunikmati pemandangan itu dengan penuh kepuasan, ini yang ku nanti. Rupanya racun yang ku bubuhi di anggur itu telah bereaksi. Betapa indah memuaskan kesumat di depan mataku sendiri.
"Ka-kau ba-bajingan Alif.." Terbata ia memaki hingga tersedak dan lalu kembali mengejang-ngejang menjemput kematian. Rulli sekarat dan aku bersorak.
Dan, sebentar lagi giliranku, aku pun akan mati dengan racun itu. Namun akulah manusia paling bahagia kala menanti kematiannya sendiri. Segalanya telah tuntas, dendam telah selesai. Biar kami sama-sama menuju neraka.
***
-End-
Comments
@Farrosmuh
@maret elan
@adam25
@bayumukti
@farizpratama7
@Rimasta
@rizky_27
@mustaja84465148
@eldurion
@Tsu_no_YanYan
@arieat
@rez_1
@YANS FILAN
@adinu
@ularuskasurius
@Donxxx69
@fad31
@MikeAurellio
@brianbear_89
@Shishunki
@PohanRizky
@3ll0
@ruki
@agova
@jamesfernando084
@venussalacca
@Gabriel_Valiant
@putra_prima
@Qwertyy
@fansnya_dionwiyoko
@rendifebrian
@Beepe
@dota
by;@quarius, THANX.
Rulli berkata ia terlalu ketakutan akan kehilanganku, cintanya telah membutakan logikanya, ia berubah menjadi Rulli yang over protektif, Rulli yang amat possesip. Yang benar-benar mengikatku erat.
Membuatku kesal, jenuh dan lelah.
INI YANG SERING TERJADI SAMA AKU BLUJAWSSSSSSSS...
AKU TAKUT UNTUK BERPACARAN, SUDAH BERKALI-KALI AKU COBA, UJUNG-UJUNGNYA MEREKA JADI OVER PROTECTIVE. TAKUT DAN AKU SUNGGUH SANGAT KETAKUTAN JIKA HAL ITU MENIMPAKU KEMBALI.
8888
Ceritanya keren banget!!! tapi siapapun yang pernah mengalami hal itu, membunuh dan bunuh diri bukanlah hal yang harus dilakukan. jangan sampai kejadian,
Makanya hati-hatilah dalam bercinta. Cinta itu ketika sudah mengamuk, sungguh menakutkan. berkomitmenlah dengan wajar.
bikin lagi ya!
#kedipin bulu mata ala syahrini
So be proud... Memang belum ada cinta kekal dalam dunia pelangi... Tapi jadi diri sendiri...
Makasih mentionnya.
maap ya @blujaws udah ngritik.. semangat..!!!!
:-D :-D :-D :-D :-D :-D :-D :-D :-D