("Ujian terberat bagiku harus kehilanganmu, namun ku coba ikhlas melepasmu jika kini telah saatnya kau pergi karena ku sadar tak akan ada keabadian bagi kita..")
**
Keadaan Andi terlihat kusut masay di pagi ini, wajahnya bermuram durja.
Kamar kosannya pun amat berantakan dengan segala barang bergelimpangan tak beraturan, bantal guling tak lagi di tempatnya, gelas dan beberapa botol minuman keras yang telah kosong tumpang tindih di pojokan bekas semalam ia mabuk-mabukan, puntung rokok bahkan sudah tak muat lagi di asbak sehingga berserakan mengotori lantai karpet.
Roman di wajah Andi tak lagi ada semangat, kacau balau bagai benang kusut yang sulit terurai, kedua matanya merah di karenakan kurang tidur dan juga akibat terlalu banyak menenggak minuman beralkohol.
Telah beberapa hari ini bahkan ia membolos kerja.
Semua itu bukan tanpa sebab sebelumnya Andi adalah sosok yang periang dan penuh semangat diri namun kini semua itu sekejap sirna, ini di karenakan ia sedang patah hati, separuh jiwanya telah hilang membuatnya tak berdaya bagai mayat hidup saja, kepedihan menjadikan dirinya di landa kemurungan. Andi tak mampu menerima kenyataan beban pahit yang menimpanya.
Lima hari kemarin Randu, kekasih tercintanya yang sudah bertahun di pacarinya itu menjemputnya tepat pada malam minggu seperti biasanya sepulang ia bekerja, namun bukan malam bahagia yang terjadi seperti malam minggu biasanya, malam itu justru menjadi malam kelam bagi Andi, malam kehancuran kisah cintanya. Bagai di sambar petir pemuda itu kala mendengarnya ketika tiba-tiba saja Randu meminta berpisah darinya, Randu memutuskan hubungan kasih di antara mereka dengan alasan demi kedua orang tuanya.
Randu ingin mencoba keluar dari kehidupan percintaan sesama jenisnya bersama Andi, ia ingin menjadi laki-laki normal demi kedua orang tuanya yang sudah terlalu sering memintanya segera menikah dan memberikan cucu kepada mereka. Usia Randu memang sudah sangat layak untuk berumah tangga, apalagi dia adalah anak tunggal menjadikan ia adalah satu-satunya harapan penerus keluarganya.
Randu tak lagi bisa menghindar, sedalam apapun cintanya pada Andi ia tak bisa mengorbankan harapan besar kedua orang tuanya yang amat di hormatinya itu, mereka telah membesarkan Randu dengan segenap jiwa raga mereka, banyak pengorbanan yang mereka lakukan demi Randu, dan mungkin kini saatnya Randu yang berkorban, sudah saatnya ia membalas budi.
Walau berat hati ia memilih mengorbankan hubungan kasihnya bersama Andi, mengorbankan kebahagiaannya sendiri. Mau tak mau ia mesti menerima keadaan.
"Aku minta maaf sayang, ini bukan berarti aku tidak mencintaimu lagi, kau tahu seperti apa perasaanku padamu, tapi ijinkan aku membahagiakan keluargaku. Ikhlaskan kepergianku.." kata-kata pamit Randu kala itu masih terus mengiang di telinga Andi, mengiris-iris jiwanya, betapa berat ia menerima kenyataan pahit itu, bagaimana bisa dirinya ikhlas tiba-tiba harus kehilangan orang yang sangat di cintainya.
"Kita sudah tiga tahun bersama Ran, terlalu banyak kenangan manis di antara kita sanggupkah aku menerima kenyataan itu kini akan hilang begitu saja.." rintih Andi kala itu, mencoba mempertahankan status mereka.
"Memang akan terasa berat bagi kita, namun dengan berjalannya waktu kita pasti bisa Ndi.."
"Untuk kamu mungkin bisa tapi tidak denganku, aku terlalu mencintaimu.. Aku mohon beri aku waktu lagi Ran, aku tak sanggup berpisah denganmu, aku amat mencintaimu.." air mata Andi tampak berlinangan, namun tetap saja itu tak merubah keadaan. Randu teguh dengan keputusannya walau hatinya begitu teriris melihat lelehan air mata dari kedua mata kekasih tercintanya.
"Maafkan aku Ndi.. Dan, mmmmh.. aku harap nanti kau akan hadir di pernikahanku sebagai seorang sahabat" harap Randu lirih, mata Andi membulat mendengar itu, hatinya semakin perih.
"Pasti aku akan datang Ran, tapi saat itu mungkin mayatku yang akan hadir di sana.. Jika tanpamu lalu untuk apa aku hidup.." Bentak Andi penuh emosi, ia menangis tersedu.
"Aku mohon mengertilah Ndi.." Ratap Randu kalut
"Pergilah Ran.." Usiran itu menjadi penutup bicara mereka malam itu, Randu pergi meninggalkan Andi yang menangisi kehancurannya sendirian.
Semenjak itu kehidupan Andi seakan tak bermakna, ia tak lagi mempedulikan apapun bahkan pada hidupnya sendiri.
TBC
Comments
jd inget mantan..
ninggalin dia ke jakarta demi pekerjaan
lanjutttt.!
Pertemuannya dengan Randu tiga tahun lalu sebenarnya tanpa di sengaja, terlihat hanya sebuah kisah klasik yang sering terjadi di film-film roman, namun tetap saja itu menjadi sebagian kenangan tak terlupakan bagi keduanya walau kisah itu di awali dengan tragedi tak mengenakan.
Kala itu Randu menjadi tamu pengunjung kafe tempat Andi bekerja.
Randu pemuda 27 tahun, lebih tua dua tahun dari Andi. Randu bekerja di PLN cabang Jakarta Pusat dengan jabatan cukup meyakinkan.
Pertemuan mereka terjadi kala tanpa sengaja Andi melakukan kelalaian saat bekerja, saat itu ia tersandung sesuatu saat berjalan mengantarkan pesanan hingga menumpahkan Coffe Latte pesanan Randu tepat mengenai kemeja putih pemuda itu, tentu saja Randu menjadi marah, apalagi saat itu otaknya sedang cukup panas, ada permasalahan pekerjaan di Kantor yang cukup membuatnya terbakar emosi, ia datang ke kafe untuk menenangkan diri sejenak dan mendinginkan otaknya yang membuatnya terus saja uring-uringan, namun apesnya ia malah harus menerima situasi menyebalkan ketika tiba-tiba ia harus tersiram secangkir coffe hingga pakaiannya kotor penuh noda, masih panas pula, tentu saja itu seakan menyulut api di atas bensin serta merta emosi Randu memuncak dan tak tertahankan lagi meruah keluar dari otak di kepalanya.
Andi kala itu menjadi pucat pasi karena mendapatkan dampratan dari tamunya, tak henti ia meminta maaf namun itu sia-sia karena tak sanggup meredam kemarahan Randu, bahkan tiba-tiba pemuda tampan itu menyambar cangkir di nampan dan menumpahkan sisa isinya ke wajah Andi.
Wajah Andi menjadi basah kuyup, namun yang lebih menyakitkan adalah rasa malu yang tak terhingga, rasanya ia amat terhina oleh pembalasan itu padahal tadi ia tak sengaja melakukannya, itu hanya kecelakaan kecil saja dan lagipula bukan wajah yang tersiram.
Andi menjadi geram, ingin rasanya ia kembali membalas laki-laki sombong itu namun tiba-tiba manager kafe datang turun tangan mengendalikan keadaan. Andi pun hanya bisa terdiam.
Yang di rasakan Andi kala itu selain rasa malu adalah rasa takut, ia takut bagaimana jika ia di pecat dari pekerjaannya. Mencari pekerjaan amatlah sulit untuk lulusan SMA seperti dirinya, apalagi ia telah nyaman bekerja di kafe itu, berat jika ia harus pergi dari sana setelah bertahun bekerja dengan baik di sana.
Di ujung tragedi Randu pergi meninggalkan kafe dengan kemarahan yang masih meluap, sedang Andi mendapat peringatan keras dan terkena pemotongan gaji karena kesialannya itu, namun ia masih beruntung dan bersyukur karena tidak mengalami pemecatan.
Seminggu setelah kejadian itu tiba-tiba Randu kembali datang ke kafe, ia sengaja mencari Andi, pemuda itu ingin meminta maaf.
Ketika telah sadar dan amarahnya sirna Randu menyadari jika ia telah amat keterlaluan ketika itu.
Pada dasarnya Randu pemuda baik, saat itu ia menjadi kasar karena sedang di kuasai emosi, ia menjadi di luar kendali.
Permintaan maaf itu di sambut baik oleh Andi, Andi memang cukup sakit hati dan kesal dengan sikap Randu tempo hari itu namun ia tak ingin terlibat masalah lagi, lebih baik ia berusaha ikhlas dan memaafkan pemuda itu, melupakan semuanya.
Berjalannya waktu akhirnya mereka malah menjadi teman dekat, Randu menjadi pelanggan kafe dan selalu hanya ingin di layani Andi.
Randu kadang menjadi betah berlama-lama nongkrong di kafe hingga bahkan saatnya Andi ganti ship dan pulang, lalu dengan senang hati Randu mengantarkan Andi pulang, walau Andi sudah menolak Randu akan tetap memaksa mengantarkannya hingga depan kos-kosannya.
Perhatian Randu terkadang membuat Andi heran dan cukup sedikit risih.
Tentu pembaca mudah menduga cerita ini, karena ini adalah kisah cinta sesama jenis Randu sudah jelas akhirnya menyukai Andi karena dia ternyata seorang gay, suatu malam saat ia mengantar Andi pulang bekerja Randu nekat sedikit harap-harap cemas ia mengutarakan perasaannya, Randu tahu jika kejujurannya itu beresiko namun ia tak ingin memendam perasaannya yang hanya akan terus menyiksa hatinya, lebih baik ia jujur dan segera mendapat keputusan walau sesakit apapun daripada terus-terusan berharap tanpa kepastian.
Tanpa Randu sangka ternyata Andi menyambut perasaan cintanya, rupanya Andi pun sama seorang homosexual seperti Randu, dan ternyata pula ia telah lama menyukai Randu.
Mereka terlibat cinta karena pepatah jawa yang mengatakan tresno jalaran soko kulino. Tumbuh cinta karena terbiasa bersama.
Akhirnya mereka resmi berpacaran, seiring waktu cinta mereka semakin menguat sehingga seakan tak ada sesuatu pun yang sanggup memisahkan mereka, bahkan mungkin kematian sekalipun, telah tiga tahun mereka berpacaran dan selalu kebahagiaan yang mereka reguk dengan manis.
Hingga akhirnya sesuatu kini terjadi, sesuatu yang amat rumit dan terpaksa harus memisahkan kisah indah mereka.
Sungguh amat menyedihkan.
TBC
by;@quarius, THANX.
Pihak kafe tidak ingin mendapat resiko kehilangan pelanggan karena sikap Andi itu, setelah melalui pertimbangan ia pun di pecat. Dan tanpa kata Andi pun hengkang meninggalkan kafe tempatnya ia menggantungkan hidupnya selama ini. Hidupnya terasa menjadi kian hancur.
Dengan statusnya sebagai pengangguran kini Andi jadi lebih banyak waktu luang terbuang, setiap malam ia begadang bertemankan minuman keras dan berbungkus-bungkus rokok, ia kuras tabungannya sekedar untuk mabuk-mabukan hanya agar ia dapat melupakan kepedihannya walau itu hanya sesaat.
Andi benci kehidupan, Andi benci pada takdir yang ia rasa telah tak adil padanya,takdir telah menjauhkan ia dari kebahagiaannya, dari cinta sejatinya, separuh jiwanya telah mati kini, Andi putus asa seakan dalam hidupnya hanya ada Randu saja yang utama, baginya jika tidak ada Randu untuk apa lagi ia hidup, dunia tak penting lagi untuknya.
Terkadang jika hatinya sedang amat rapuh terlintas dalam pikirannya jika lebih baik ia mati saja, itu akan lebih baik baginya karena terhindar dari penderitaan, namun kadang pula tersisip satu harapan jika kekasih hatinya itu akan kembali ke dalam pelukannya dan itu cukup menahan Andi untuk berbuat nekat. Andi bertahan untuk terus menanti walau ia sadar itu sebuah kesia-siaan.
Ia terombang ambing oleh harapan dan mimpinya sendiri.
Senja itu di sebuah kedai, Andi nampak terpekur sendirian di mejanya, secangkir kopi hitam satu-satunya teman di hadapannya. Kedai kopi ini menjadi tempat pavoritnya menghabiskan waktu selain kamar kosannya dan kadang pergi ke pantai tempatnya menekuri nasib.
Ketika seluruh isi cangkir telah tandas berpindah ke dalam perutnya Andi bangkit dan bergegas keluar dari kedai, namun saat ia melewati sebuah meja tiba-tiba ia berhenti, terkesiap hatinya bergetar, matanya seketika berbinar dan kerinduan itu kini memuncak, di hadapannya di sebuah meja Andi melihat ada Randu sedang menikmati secangkir coffe kesukaannya, betapa bahagianya Andi bisa melihat pujaannya kembali setelah beberapa lama hanya bisa merindukan dan menangisinya saja, hatinya kini seakan di tumbuhi tunas-tunas nan segar kembali. Sebuah senyum merekah di temani satu harapan.
Berjalan Andi menghampiri, ingin rasanya ia segera memeluk laki-laki yang amat di cintainya itu, dan takan pernah ia melepasnya lagi, Andi rela bersujud dan memohon asal Randu mau kembali kepadanya sungguh tak sanggup ia menghadapi hidup jika tanpa Randu.
Beberapa langkah terlalui ketika tiba-tiba seseorang menghampiri Randu, seorang gadis muda nan cantik, langkah Andi terhenti, tubuhnya terasa kaku, rasa cemburu itu kini mencabik-cabik hatinya, teramat menyakitkan. Betapa jelas ia melihat tatapan mesra di mata gadis itu pada Randu, dan begitu perhatiannya Randu bersikap terhadap gadis itu. Mungkinkah gadis itu calon istri Randu. Jika benar, betapa serasinya mereka, dan terlihat pantas di pandang dunia.
Tidak sama kala Randu sedang bersamanya, mereka tak sebebas kala Randu bersama gadis itu, rasa iri kini mendera hati Andi.
Rasa cemburu menjadikan kemarahan di hati Andi, ia benci menyaksikan semua itu, ia benci gadis itu karena telah merebut cintanya. Tak ada yang boleh melakukan ini padanya, batinnya penuh dendam.
- Biar ku rebut kembali cintaku - batin Andi bertekad,
Cukup beberapa langkah lagi menghampiri mereka, membuat sebuah pengakuan tentang hubungannya dengan Randu atau mungkin di tambah sebuah pelukan dan ciuman pada Randu akan lebih meyakinkan semuanya, sudah pasti gadis itu akan pergi dan membenci Randu dan tak ada penghalang lagi baginya.
Namun sanggupkah Andi melakukannya. Sanggupkah mempermalukan dan menyakiti kekasih hatinya, bagaimana jika Randu malah jadi membencinya jika ia melakukan itu, sanggupkah ia di benci laki-laki itu.
Mata Andi terasa panas dan mulai berkaca-kaca, Andi bimbang, apa mestinya yang harus ia lakukan kini, matanya kini hampa memandang kearah mereka, jiwanya kembali mati pada akhirnya tersaruk ia pergi meninggalkan kedai membawa lukanya yang kembali makin berdarah.
Entah kemana kakinya akan membawa ia pergi, Andi tak peduli lagi.
Bagian flashback-nya coba ada dialognya n dikembangkan lg pasti lebih errr bnget
Lanjut>,</
**
Suara teriakan menggelegar membahana ke seluruh penjuru, namun tetap saja tak mampu mengalahkan deburan ombak yang tiada henti bergulung-gulung datang dari arah tengah samudera dan terhempas sirna di hamparan pasir.
Andi menangis sejadi-jadinya. Hancur. Itu yang ia rasakan kini.
Rasa putus asa menjadikan Andi gelap mata, berlari Andi sekuat yang ia bisa, menghadang ombak menuju ke tengah samudera hingga perlahan tubuhnya terbenam air laut, sedikit demi sedikit menghilang di pelukan ombak.
Andi tak ingin lagi hidup dengan rasa sakit ini, biar laut menjadi teman terakhir kehidupannya.
Hari H yang telah di rencanakan dengan matang pun tiba, hari ini adalah hari pernikahan Randu, semua keluarga berbahagia, dengan gagahnya Randu bersanding di pelaminan menjadi raja dalam sehari bersandingkan seorang ratu yang sangat cantik nan anggun, Dewi Lestari Ekaputri nama sang Ratu.
Namun kegelisahan nampak tak bisa tertutupi dengan sempurna di wajah Randu, sesekali ia terus menengok kearah datangnya para tamu, seseorang berharap mau datang menghadiri hari sejarahnya, menjadi saksi keputusan berat yang telah di ambilnya kini, walau ia tidak yakin orang itu akan mau datang.
Kemarin lusa Randu telah mengirimkan selembar undangan ke kosan mantan kekasihnya.
- Akan sanggupkah Andi menyaksikan semua ini - Randu mendesah resah.
Randu mengerti kesedihan dan kekecewaan Andi karena ia pun merasakannya, namun Randu berharap Andi mampu menerima kenyataan dan ikhlas pada takdir yang telah mengatur segalanya, Randu juga berharap Andi bisa mengikuti jejak yang di ambilnya, semoga Andi bisa memaknai yang terjadi dengan lebih bijaksana. Seperti yang berusaha ia lakukan kini.
Namun entah dimana kini Andi berada, sedang apa dia sekarang, sejak mereka putus cukup lama Randu tak bertemu dengan Andi dan tak tahu lagi bagaimana kabarnya, kabar terakhir yang ia dapat adalah Andi sudah tak bekerja lagi di kafe karena di pecat dan itu cukup membuat Randu amat khawatir pada mantan kekasihnya itu.
Pesta hampir usai, para tamu pun sudah mulai berkurang hanya tinggal beberapa saja yang datang, pengantin sedang melakukan sesi pemotretan ketika seseorang datang, Randu sungguh terkejut dan tak menyangka ternyata orang itu akan datang.
Andi berdiri tak jauh darinya, memandanginya tampak berkaca-kaca, tubuh Andi terlihat sedikit kurusan dan wajahnya pucat, Randu bersyukur karena Andi datang masih dengan jiwa dan raga yang lengkap, bukan hanya mayatnya saja seperti ancamannya dulu.
Segera Randu menghampirinya walau sedikit kekhawatiran muncul, semoga saja Andi tidak berbuat nekat dan melakukan hal yang tak di inginkan.
- Ah, kenapa ia harus berprasangka buruk pada Andi -.
"Kau datang Ndi?" Lirih Randu menahan haru yang mendera
"Apa kedatanganku tak di harapkan?" balas Andi memandangi Randu sendu, tak di pungkiri masih tersisa ketidak relaan di hati terdalamnya.
"Bahkan aku menantimu sejak pagi Ndi, aku tahu ini berat untuk kita tapi akupun ingin kamu yang menjadi saksi di hari bersejarahku ini.." Desah Randu sejujurnya
"Bersyukur pada Tuhan aku mampu melewati ujian ini dan di beri kekuatan untuk bisa datang kesini Ran.. " Gumam Andi pelan, ia mencoba terlihat tegar di hadapan Randu namun ternyata itu agak sulit baginya.
"Ohya aku ingin mengenalkan seseorang padamu, dia yang mengajarkan aku untuk kuat menghadapi cobaan.." Ucapnya lagi mengalihkan pembicaraan
"Siapa dia? Kekasih baru mu?" Seru Randu menjadi terlihat penasaran
"Hei apa aku terlihat manusia gampangan seperti itu? Tak mudah bagiku berganti hati begitu saja.. Tapi sepertinya dia pantas ku jadikan calon kekasih andai aku bisa bersikap seperti dirimu, dia sempurna, namun saat ini aku masih dalam proses menata hidup jadi itu belum terpikirkan olehku.." Jelas Andi dengan senyum samar di bibirnya, matanya terlihat berkeliling mencari-cari seseorang di antara para tamu yang masih tersisa.
"Untuk saat ini status dia hanyalah sahabat terbaikku Ran, doakan saja takdir merubah segalanya.." Ujarnya tegas, matanya mengisyaratkan pada seseorang yang telah ia temukan berdiri tak jauh darinya, mata Randu mengikuti isyarat dari Andi dan ia segera takjub pada penglihatannya, yang di tunjuk Andi ternyata seorang perempuan cantik, berpenampilan anggun nan modis.
"Kau membawa bidadari kesini?" Puji Randu sejujurnya
"Kau amat beruntung mendapatkannya.." Timpalnya lagi masih terpesona
"Dia seorang Psikiater, aku amat bersyukur karena Tuhan mengirimkannya padaku di saat kehancuranku.." Ucap Andi tulus, matanya memandangi perempuan itu penuh kebanggaan.
Seakan merasa jika sedang jadi omongan perempuan itu menoleh kearah Andi dan Randu, Andi segera melambaikan tangan memanggilnya, segera perempuan itu menghampiri.
"Pengantin tampan ini ingin berkenalan dengan bidadari yang ku bawa katanya.." Sambut Andi ketika perempuan itu tiba di hadapannya, yang di puji hanya tersenyum tersipu-sipu
"Nama saya Linda Premeswari, ahya selamat atas pernikahan anda, semoga selalu berbahagia.." Ucap Linda lembut dan tulus.
"Terimakasih.. Saya Randu Handoko, senang anda bisa datang.." Balas Randu
"Randu?" Desah tanya Linda tampak terkejut, matanya melirik Andi seakan menuntut kejelasan, Andi membalasnya dengan sebuah anggukan, tiba-tiba Linda tersenyum penuh arti kepada Andi lalu meremas jari-jemari pemuda di sampingnya itu dan di balas anggukan penuh arti kembali dari Andi. Melihat sikap mereka Randu menjadi terheran-heran.
"Aku telah menceritakan semuanya padanya Ran.." Ucap Andi menjelaskan, rasa heran Randu seketika berubah menjadi keterkejutan, menatap kedua orang itu nanar, wajahnya sedikit pucat, Randu merasa sedang di telanjangi saat itu. Ia tak menyangka akan ada orang lain yang tahu tentang rahasia dirinya selain Andi sendiri, apalagi dia seorang perempuan.
"Rileks saja.. Aku berpikiran terbuka koq.." Ujar Linda, tersenyum pada Randu, ia mengerti kecemasan lelaki itu. Mendengar itu Randu terlihat bernafas lega.
"Namun aku paling benci jika melihat ada manusia putus asa di muka bumi ini loh.." Ujarnya lagi sambil melirik Andi, yang di lirik hanya tersipu dan menunduk ia tahu Linda sedang menyindirnya.
"Jika begitu aku titip dia padamu Linda.." Randu menyahuti dengan kesungguhan hati
"Dengan senang hati.." Balas Linda tegas
"Hei kalian pikir aku barang apa pake di titipkan segala, kalian bisa lihat sekarang aku akan baik-baik saja.." Seru Andi merajuk dengan gemas, kedua orang di dekatnya segera tertawa mendengar rajukannya itu.
"Apakah kalian tidak akan berbagi kesenangan denganku?" Seseorang menyahut dari belakang Randu, pengantin perempuan datang menghampiri dan segera bergelayut di lengan pengantin lelakinya lalu menyandarkan kepalanya di bahu sang raja sehari.
Masih ada desir cemburu dalam hati Andi ketika melihat kemesraan itu, sejenak sikapnya menjadi canggung namun ia berusaha menguatkan hati, matanya mengerjap-ngerjap menahan desiran di pelupuk mata yang hampir mendesak keluar.
"Kita terlalu asyik berbicara dengan sang Raja hingga melupakan sang Ratu paling cantik satu ini yah.." Timpal Andi dengan berusaha menegarkan hati, ia lalu segera menyalami Dewi memberikan ucapan selamat yang di ikuti juga oleh Linda.
Berbarengan dengan itu kedua pengantin di panggil untuk melanjutkan pemotretan, sedangkan Andi dan Linda segera berpamitan pulang, untuk terakhir kalinya dua tangan berjabatan dan empat mata bertatapan dengan bermacam rasa berkecamuk di dada.
Masih ada titik-titik haru mengembun di ke empat mata bening mereka.
Ada cinta yang masih melekat namun takdir harus memisahkan dua hati yang tak sepatutnya bersatu, karena rindu mereka tabu dari kehidupan dan cinta mereka terlarang dari agama.
**
Cerita ini di akhiri dengan perpisahan kedua tokohnya, namun bukanlah menjadi cerita sad ending walau tak jua menjadi cerita happy ending. Ada pelajaran yang telah di ambil bagi kedua tokoh cerita ini.
Randu kini terlihat bahagia bersama Dewi yang kini telah menjadi istri sahnya, ia menepati keteguhan hatinya untuk menjadi seorang lelaki yang benar-benar lelaki walau pada awalnya semua itu hanya demi kebahagiaan kedua orang tuanya, kini setelah akad ia ikrarkan Randu berjanji dalam hati ia akan mencoba menjadi sebenar-benarnya lelaki seperti kodrat yang di berikan kepadanya.
Namun sejujurnya ia masih dalam tahap belajar menerima kehadiran jiwa dan raga Dewi, Randu juga kini belajar memberikan hati sepenuhnya dengan lebih tulus pada sang istri dan itu berarti ia harus belajar ikhlas melepaskan, melupakan cinta yang dulu ia anggap begitu sejati nan agung yang ia persembahkan kepada Andi, pasangan sesama jenisnya.
Randu tak ingin lagi menyakiti sebuah hati, kini ia bertekad menjaga hati Dewi setelah hatinya di penuhi penyesalan karena telah menghancurkan hati Andi.
Ini akan menjadi awal perjuangan hidup berat bagi Randu.
Begitupun yang terjadi pada Andi, dirinya pun belajar menjadi manusia yang ikhlas menerima kenyataan, kenyataan jika Randu kini bukanlah miliknya lagi, Andi harus ikhlas melepaskan dan kehilangan sesuatu yang berharga baginya. Walau itu teramat berat namun mau tidak mau Andi harus berserah diri pada takdir dalam hidupnya.
Namun dengan adanya Linda, seakan Andi mendapatkan kekuatan untuk dirinya mampu tetap berdiri teguh dan kini dapat kembali tegak berjalan menapaki kehidupan lain setelah kemarin ia hampir sirna dalam kehancuran.
Saat itu seperti yang telah di ceritakan di atas, Andi gelap mata dan berniat mengakhiri hidupnya dengan menenggelamkan diri di lautan, kebetulan saat itu Linda sedang berada di sana dan melihat semuanya, ia pun segera menolong Andi, membawanya ke rumah sakit dan seterusnya ia pula yang merawat jiwa Andi yang saat itu tak lagi memiliki semangat hidup.
Linda perempuan yang baik hati, ia seorang Psikiater jadi ia cukup mengerti yang terjadi dan di alami Andi, Linda perempuan yang memiliki keikhlasan untuk menolong orang lain.
Bagi Andi, Linda sudah seperti peri penolongnya, tak sungkan akhirnya ia menceritakan semuanya pada Linda, setelah pada awalnya ia menolak niat baik Linda, kini Andi percaya pada ketulusan perempuan cantik itu.
Linda tampil menawarkan persahabatan yang tulus, lalu ia mengajarkan kehidupan pada Andi yang walau mereka hampir seumuran namun ternyata pengalaman hidup Linda lebih berwarna dan berisi dalam lika-likunya.
Linda pun menyadarkan Andi jika masih banyak hal lain yang patut Andi pikirkan di kehidupan ini daripada sekedar menangisi kehilangan sekelumit cinta yang telah hancur.
Menurut Linda patah hati hanyalah sebuah ujian yang teramat kecil dalam perjalanan hidup, anggap saja itu sebuah jalan berliku yang akan menuntun jiwa pada titik kedewasaan dimana ia akhirnya tahu bagaimana caranya menjadi manusia yang ikhlas.
Dan jika kita mampu melewati liku itu maka kita akan tiba pada kemenangan.
Pada kenyataannya terkadang usia tak menjadi jaminan kedewasaan manusia.
Tua maupun muda manusia masih dalam tahap belajar terutama belajar ikhlas kala menghadapi sesuatu dalam kehidupannya.
** Tamat Sajah Yah **
@eldurion @fad31 @adam25 @tsu_no_YanYan @bayumukti @YANSFILAN @farizpatama7 @mustaja84465148 @dota @beepe
oya 1 jadi ganjalan? apakah TS juga mampu, jika nantinya ada terpaan badai kehidupan yg menghampiri,,,
by;@quarius, THANX.
Saya sudah punya istri dan satu anak.. Dan pas nikah bf saya hadir,.