Pernah berpikir bagaimana kehidupan sesama jenis di dunia lain? Dimensi yang sepenuhnya bukan bumi? check this out!
Notes:
1. If you’re looking for some certain story that include erotica, I’ll kindly suggest you to turn around now and search for other amazing story around the site
2. this would be a lengthy story.
***
@anak_depok @angga_rafael2 @bee_muna enjoy
***
Untold Story of Eriphat's Life
Chapter I
Bagaimana jika jiwamu hidup terpisah dengan ragamu? Keduanya saling berputar dalam roda kehidupan yang sama namun menempati dua wujud yang berbeda. Mustahilkah? Bagimu, jawabannya adalah ya. Namun aku tidak menuturkan semua ini dalam logikamu manusia. Kita tinggal di tempat yang berbeda, meskipun jika kau bertemu salah satu kaumku di Bumi yang kau tempati kau tak akan pernah menyadari perbedaan fisik yang ada diantara kita. Namun sebuah garis panjang yang menggaris bawahi kemustahilan di duniamu tidak berlaku bagi alamku. Begitupun sebaliknya. Meskipun begitu akan kucoba menuturkan kisah ini dalam lidahmu. Tak ada lagi yang tersisa di tempat ini yang mau mendengarkanku. Kini aku hanya sendiri.
***
Ironis adalah sebuah kata yang tepat untuk menggambarkan situasi itu. Diantara udara terakhir yang hendak dihembuskan ragaku, aku justru merasa sangat hidup. Mungkih itulah yang disebut dengan berkah di duniamu, manusia. Keajaiban yang kau percayai sebagai tuntunan tangan Sang Pencipta. Patut disayangkan aku tak bisa menujukan rasa bersyukur ini pada Dewa tertentu. Tak ada Dewa yang pernah mengklaim sebagai pencipta Yghartan. Namun menyadari perasaan hangat yang menjalari rongga dada ini sudah membuatku damai. Akhirnya, hidupku yang pendek ini memiliki arti. Setitik cairan hangat terekskresi dari kelenjar bola mataku. Hangat. Inikah yang kau sebut sebagai air mata? Kubiarkan air mata itu meluncur melewati kedua pipiku yang berlumuran debu. Aku ingin melihat air mataku, apakah ia berwarna biru seperti warna kesukaanku? Ataukah merah seperti darah? Namun aku tak bisa menggerakkan kedua tanganku. Meski begitu sebentuk senyum terekah dibibirku yang mulai biru. Aku teringat sindiran seseorang yang mengatakan hatiku terbuat dari batu. Jika saja kau melihatnya, kawan.
Maafkan aku untuk memulai ini kisah dengan hal terakhir yang mungkin kau bayangkan. Kematian ragaku. Bagimu itu mungkin menakutkan. Mungkin lebih menakutkan lagi jika kau bisa melihat keadaanku yang terbaring lemah diantara puing dan remah besi dan baja. Aku tergolek menatap langit. Sebatang besi hitam berujung runcing menancap beberapa centimeter dari leherku, menyelamatkanku dari kematian seketika. Namun anggota tubuh yang lain tidaklah seberuntung itu. Aku tak bisa merasakan lengan kiri dan kedua kakiku. Apa yang tersisa dari lengan kananku sudah kehilangan kemampuannya untuk bergerak, meski begitu aku masih bisa merasakan suatu cairan yang mengalir keluar dari sana. Sekujur badanku terasa panas. Tak masalah, beberapa saat lagi semua itu akan berlalu. Ya, sebentar lagi.
Namun sebelum datang saat terakhirku, masih ada satu hal lagi yang perlu kulakukan –bercerita pada kalian. Jangan tanyakan padaku mengapa, akan kuberitahukan padamu nanti… jika Baraheim Sang Maut masih berkenan membiarkanku bicara. Jadilah anak baik dan dengarkan, kumohon… waktuku tidak banyak.
***
“Berdiri!” Garis hijau tipis berkelebat di udara, diiringi suara cambuk yang memekik saat menghantam kulit. Pedih. Bahkan walau bukan pada punggungku cambut itu melecut.
“Berdiri, Pemalas!”
Pemandangan itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan untuk dilihat. Guardian, penjaga berseragam hitam dengan helm oval yang melekat pas dengan kepala mereka tengah menyiksa seorang pria tua yang sudah jelas tengah kepayahan. Koreksi, kami selalu kepayahan seperti seharusnya seorang budak yang baik. Hanya itulah pilihan yang menjerat leher kami. Bekerja selama kami bisa melakukannya atau kematian itu sendiri. Namun tetap saja pemandangan seperti ini di luar batas. Aku tak habis pikir dimana orang-orang suci Yghartan mendapatkan penjaga budak yang keji seperti ini. Mungkin mereka memang dibiakkan seperti itu. Untuk menjadi keji. Meski begitu, tak ada seorang pun yang beranjak menghentikan perlakuan keji itu. Mata-mata saling menatap, mengutarakan empati yang tak bisa disuarakan lidah. Sejujurnya, kami tak bisa bergerak meskipun kami menginginkannya. Sebuah alat yang ditancapkan dalam kepala kami, menghentikan impuls apapun yang berlawanan dengan protokol sebelum sampai pada helaian otot. Terkadang, jika impuls datang begitu kuat, alat itu akan mengirimkan sengatan listrik tak menyenangkan didalam kepalamu. Kurasa tak perlu kudeskripsikan bagaimana rasanya. Kami tak ubahnya boneka tali yang bernapas. Terbelenggu oleh belas kasihan para pemain yang tak terlihat.
Batinku berteriak, Dia sekarat! Tidakkah kau melihatnya? Namun bibirku tetap kaku dan tak sebuah desispun lolos dari kerongkonganku. Memuakkan, namun inilah realita yang kami alami setiap detik, setiap jam, dan setiap hari. Sampai hari dimana kami tak bisa lagi mengangkat beliung keatas kepala kami.
Saat akhirnya pria tua itu bangkit, tertatih dalam penderitaannya, barulah Guardian itu berhenti mengayunkan cambuk hijau zamrud itu. Benda itu berpendar samar saat sosoknya yang alot dan panjang menjadi lunak. Benda oval kecil yang terpatri di pergelangan tangan si penjaga terbuka dan cairan hijau tersedot masuk kedalamnya.
“Apa yang kalian lihat?” suara berat yang datang dari balik helm hitam itu sedikit lebih keras dan bergema daripada yang seharusnya. “Kembali bekerja!”
Suaranya pasti terprogram dalam alat yang ada dalam kepala kami karena aku mulai merasakan dorongan untuk meneruskan pekerjaanku – memungut bebatuan dalam tambang ini. Jadi itulah yang kami lakukan.
***
Aku pernah menjadi budak di sebuah tambang. Namun itu telah lama berselang. Meski begitu kenangan akan lubang gelap hitam yang mereka sebut Tambang Quenor itu masih melekat dalam kepalaku. Sejak aku terbebas dari kungkungan tambang lembab itu, aku tak pernah bisa tidur tanpa nyala lampu. Aku takut ketika aku membuka mata esok hari, kegelapan tambang itulah yang menungguku. Bagi kaum budak, tempat itu adalah tempat terburuk untuk terpenjara. Jika kau tidak mati karena longsor di minggu pertama, kau mungkin akan mati karena keracunan sulfur di lubang terdalam di minggu berikutnya, atau karena infeksi luka akibat Yghartoid mentah yang korosif. Ditambah lagi dengan penjaga yang nyaris tak punya belas kasihan. Bunuh diri adalah pilihan yang masuk akal disini. Tidak, aku tak tahu mengapa alat yang terpasang dalam kepala kami tidak mencegah tindakan bunuh diri. Mungkin itu adalah wujud humor garing mereka? Entahlah, itu hanya spekulasiku. Tambang itu menghasilkan Yghartoid, mineral endemik yang hanya ditemukan di bawah tanah Yghart. Logam sehitam jelaga itu menodai batuan yang mengandung kapur sehingga mudah terlihat diantara bebatuan. Sebagai bahan utama pelindung Airship, batuan itu bernilai sangat mahal. Taurik misalnya, akan dengan senang hati menukar Ultimatrix mereka yang berharga demi mendapatkan logam mulia ini. Quenor berarti pemenang. Yghartan meyakini tambang itulah yang akan memberikan kejayaan bagi Ygarthan. Namun tak ada orang yang menambang mineral itu selain budak. Petinggi kerajaan berusaha dengan keras agar tidak terjadi monopoli oleh pihak lain.
***
to be continue...
Comments
Thanks udah mention mas bro..gw baca cerita kamu langsung bayangin film2 spartan,latar belakangnya jaman2 romawi..hahahaha
Wah kalo dari bahasa kamu yg kimiawi bgt..anak2 IT* ya di bdg?kyk anak2 tekhnik CMIIW
POV org kedua? tp bentuknya agak laen. prtma kali bca kyk gni di bf. mgkn
satu pos bsa kali nampung belasan halaman ms word
@angga_rafael2 thanks dek, tungguin lanjutannya ya
@totalfreak iya. ke belakang nanti lbh bnyk unsir fiksi fantasi yg bakal keliatan. Mungkin gara" ngepost lewat hp jdi ga bsa banyak. Sayangnya modem ga bsa buat buka situs ini haha.
mention yah kk klo update..