It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
SIANG hari yang mendung dan dingin oleh hujan, gue berdiri di balkon lantai sebelas apartemen temen gue. Selain gue, ada Cinta sama Alya yang juga ikut menikmati embusan angin dingin basah yang bebas mengalir di lorong itu. Sesekali Alya membetulkan kacamatanya dan merapatkan tangannya yang dibungkus sweater seolah berusaha mengusir rasa dingin namun tak rela meninggalkan balkon ini untuk menikmati syahdunya rintik hujan. Ah, dari tadi sebenarnya gue ingin mengabadikan wajah Alya yang manis itu. Gue sebenernya agak terobsesi ingin memfoto Alya yang memiliki rahang bagus dan mata yang 'berbicara' itu. Sayang, Alya tidak suka bila wajahnya terekam dalam kamera. Cinta sesekali mengepulkan Marlboro mentholnya. Gue yang bukan perokok, hanya bisa menduga-duga seperti apa kehangatan yang dirasakan seseorang yang mengisap batang rokoknya dalam-dalam saat cuaca dingin karena hujan.
Oiya. Tadi malam kami bertujuh baru saja mengadakan acara kumpul-kumpul karena salah satu dari kami bersedia menjadi koki dan memasak pasta untuk kami makan bersama. Karena memang acaranya malam, semua akhirnya menginap di tempat sahabat gue itu.
"Jadi, orangnya masih denial gitu deh Bang, ngobrolnya juga masih enggak bebas, seperti ngobrol antar 'bro' gitu," ujar Cinta sambil menjelaskan obrolannya dengan kenalan barunya yang tampan dan ikut datang semalam.
"Seperti katak tiga tahun lalu?" tanya gue.
"Iya.. kayak katak tiga tahun lalu. Pokoknya repot banget. Gue udah males, bang, kalau misalnya pacaran sama cowok yang udah punya cewek. Kayak pacaran cuma sekedar em-el doang..." ujar Cinta sambil menjentik-jentikkan abu rokoknya. (*katak itu panggilan teman kami, pemilik apartemen tempat kami berkumpul)
Gue meresponnya dengan anggukan saja. Gue pun menyandarkan punggung pada dinding di seberang Alya.
"Jadi, bang Rem, ada niat buat pacaran lagi?" tanya Alya sambil tersenyum-senyum.
"Enggak. Belum ada niat." kata gue tegas.
"Belum, karena emang enggak mau, atau belum nemu yang cocok, Bang?" korek Alya.
"Enggak mau karena kalaupun gue pacaran, situasinya akan sama aja dengan waktu gue masih pacaran ama Meong," lanjut gue.
"Maksudnya, bang?" tanya Cinta.
"Karena gue masih belum bisa menyediakan lingkungan yang bisa mendukung gue untuk in relationship sama seseorang. Tahu sendiri kan? sejak bulan Juli gue pindah lagi ke rumah orangtua. Sementara gue ngerti kebutuhan Meong yang masih brondong soal seks, perhatian, or even sayang-sayangan, sangat terbantu sewaktu gue masih tinggal sendiri di rumah. Gue aja sempat bahas, berkurangnya intensitas sayang-sayangan privasi gitu bikin hubungan asmara terganggu dan jadi bom waktu. Ujung-ujungnya, hanya tinggal saling nunggu siapa yang jadi penjahat duluan dengan berselingkuh, dan akhirnya putus..." kata gue panjang lebar.
"Jadi ujung-ujungnya soal em-el ya, bang?" tanya Alya.
"Jangan salah, Al! em-el itu penting. Bahkan sesekali kita harus coba suasana baru, tempat baru, buat sekadar em-el ama pacar. Dijamin bisa mesra lagi," bela Cinta.
"Yup. Dan sebenernya waktu gue masih belum putus sama Meong, sempat diusulkan buat kost. Tapi dianya enggak maksa gue, dan guenya yang perlu disupport, enggak merasa didukung pacar. Sementara kalau nunggu apartemen gue siap huni dan gue bisa tinggal sendiri lagi, masih terlalu lama. Akhirnya, enggak ada kata sepakat, dan hubungan jadi hambar..." kata gue.
"Gue juga sebel bang, si cowok semalem itu ngomong gitu juga, 'buat apa sih pacaran kalau ujung-ujungnya putus karena selingkuh-selingkuh juga?' buat gue lebih baik bilang terus terang kalau udah bosen, ya bubar aja. Enggak usah saling nunggu siapa yang jadi penjahat duluan," ujar Cinta berapi-api.
Kami bertiga terdiam. Gue sedikit menggigil ketika angin dingin yang cukup kencang berembus menerpa kami bertiga.
"Kalau kemungkinan balik lagi sama Meong gimana, bang?" tanya Alya.
"Gue juga pernah bahas itu. Selalu ada kemungkinan balik lagi. Toh, enggak gampang juga cari pacar yang cocok," jawab Gue.
"Even kalau kalian masing-masing udah sempet jadian sama orang lain?" tanya Cinta.
"Iya," gue jawab.
"Sampe ngarep gitu enggak, bang? buat balik lagi," tanya Alya.
"Ngarep sih enggak. Bukan apa-apa. Balik lagi ke situasi gue yang belum bisa nyediain lingkungan buat pacaran. Kalaupun balikan lagi akan sama aja..."
"Gue setuju ama elo, bang. Kalau pacaran tapi dua-duanya masih tinggal sama keluarga, enggak akan bisa jalan. Minimal salah satu harus udah punya rumah sendiri, tinggal sendiri, atau ngekost sendiri," sahut Cinta sambil menyedot rokoknya lagi.
"Gue pengen... suatu saat gue bisa bawa pacar cowok and pacaran dengan leluasa di rumah gue dan didukung sama orangtua sendiri. Bahkan ada yang come-out sama orangtuanya dengan harapan orangtuanya bisa nerima anaknya pacaran dan bawa cowoknya ke rumah," kata Alya sambil berbinar-binar.
Gue mendengus, "Terlalu muluk, Al.. belum bisa di Indonesia."
"Terus, kenapa si Meong enggak mau ikutan datang?" tanya Cinta.
"Sebenernya gue agak enggak ngerti juga. Kemarin Jumat, pas gue pulang bareng dia, tiba-tiba dia nanya, gue udah ketemuan ama siapa aja? dan gue terus terang, sempat ONS an sama sesecowok, dan... tuh cowok sekarang selalu wassap gue bilang kangenlah, apalah, dan gue tunjukin percakapan gue sama tu cowok di wasap. Trus, si Meong malah marah..." kata gue.
"Loh, kok marah? kan udah putus, bang?" tanya Cinta.
"Ya itu dia. Padahal waktu gue ke Makassar kemarin pun cerita sempet ketemuan and ML sama cowok, dan dia fine-fine aja, kenapa sekarang malah ngambek?" tanya gue.
Ah, akhirnya pembicaraan kami bertiga membuat gue jadi kesal. Kesal karena tak seharusnya Meong yang statusnya sudah menjadi mantan gue, marah-marah hanya karena gue udah bertemu cowok lain. Padahal, dia pun bercerita bahwa sudah pernah 'dekat' dan 'melakukannya' dengan orang lain.
Gue meninggalkan Cinta dan Alya yang masih berdiri dekat balkon, dan akhirnya bersiap untuk pulang. Gue hanya merasa, udah enggak punya tanggung jawab lagi buat menjaga perasaan mantan yang kini hanya sebatas teman biasa...
-Remy, 22 Des 2013-
nyam nyam nyam
dibahas juga khaaaan ?
omaigoooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooottttt
uhuk uhuk #lirik si onoh
jadi semua itu jangan2 ?
Soal alasan utama kandasnya hubungan kami, kayaknya gue enggak mau bilang ke publik. (aih, siapa gue pake sok-sokan dirahasiain, lol)
well, aku tahu kok kenapa pu tu s
sedikit banyaknya tahu laaah ....
nada nya si alya kayak masih mengharapkan si onoh !
Apa pernah ketemu tapi lupa ya? LOL
Sedikit setuju sih tentang soal lingkungan di Indo terhadap hubungan pelangi ini.
Tinggal di kostan berdua juga rasanya masih ada gosip gosip, emang lebih baik di apartemen soalnya individualisnya kuat.
Hmmm dulu pernah marah besar sama Meong pas tau dia yg jadi penjahatnya, tapi setelah denger cerita dia ya mau gimana lagi. Sedih kadang kalo hubungan hambar karena keadaan
Gua pribadi salut sama pasangan yg hubungannya sudah lama dibandingkan yg baru, soalnya mempertahankan itu lebih sulit dibandingin cari yg baru.
Tetep semangat ya buat bang Remy and meong
Kalo ketemu lagi jangan dijutekin dong
@danu_dwi Iyo. Kalau di kost kadang terlalu jelas juga kalau sering ketemuan, akhirnya jadi bahan omongan, diusir deh sama yang punya kost. hahahah
banggg ... bikin cerita yg hooooootttt banget please. 1 aja. abis itu ilang 2 minggu gapapa deh ;;)
*minta di thread yg salah*
keselek ya XD