Aku terperangkap oleh waktu
Dimana waktu mempermainkan perasaanku
Aku tebus dengan arti kesetiaan
Manusia tercinta itu membawa pergi dua sisi hati
Terbelah menyakitkan Teriris pedih menyisakan perih
Aku bertahan dalam simpul keikhlasan Berharap indah
pada akhir cerita…
Hujan masih turun dengan derasnya. Reno masih saja
duduk ditemani sahabatnya Alfan, menikmati malam
dipelataran masjid depan. Suasana seperti ini terasa
kembali, setelah lebih dari setahun setengah jarang
terjadi lantaran harus hidup diluar kota yang berbeda,
namun kini sedang bersama. Disinilah kisah Reno dan
Alfan dimulai. Lebih dari tiga tahun yang lalu, keduanya
saling terbuka tentang siapa dirinya, dan tentang jati
diri sesungguhnya. Dan saling bercerita tentang
harapan, mimpi, angan, dan Cinta…
Reno, cowok penghayal yang banyak bermimpi.
Dia selalu banyak bercerita tentang harapan-
harapannya, tentang mimpi , dan tentang cinta sejatinya
kini yang merasa telah menemukannya, Kiko. Baginya
cowok itu adalah penyemangat dalam hidupnya, dan ia
selalu bercerita betapa bahagianya ia memiliki Kiko.
Cowok bermata sipit yang ia temukan dua tahun silam
lewat facebook, dan menjalin hubungan LDR setengah
tahun, dan bertemu di ibu kota, dan memutuskan hidup
bersama.
“Kiko nggak ikut? Biasanya kalo lo pulkam dia lo
ajak?” Ujar Alfan sambil menikmati dinginnya malam
“Hm, dia nggak mau ikut. Lagian juga dia kerja,
tahu sendiri kalo udah kerja semangetnya kaya apa. Dia
sering bilang kalo sekali nggak masuk, pasti
kebelakangnya jadi males.”
“Oh, pantesan. Dia kok senengnya kerja yang
begituan yah,”
“Maksudnya?”
“Ia sukanya bagian Food And Baverage, beda
ama lo yang milih-milih kerjaan. Ujung-ujungnya nggak
betah.” Alfan setengah tertawa, dia sudah tahu betul
kebiasaan Reno, yang mudah sekali keluar masuk kerja.
Males dikit, cabut. Ngambek dikit, cabut.
“Iya gue nggak cocok aja kerja kaya gitu,
mendingan ngetik.”
Alfan menerawang kedepan. Ia merasa malam
sudah serasa berbeda.
“Gue jadi inget dulu, No. Waktu pertama lo kenal
Kiko di facebook, sama cerita-cerita lo dulu. Kayaknya
kisah lo beruntung banget yah, nggak kaya gue. Nggak
pernah awet pacarana. Sebulan putus, bahkan ada yang
tiga hari aja sudah putus. Kadang gue mikir, kenapa gue
nggak seberuntung elo sama Rafi, yang sudah nemuin
jalannya. Tapi yah mungkin Tuhan punya takdir lain kali
yah buat gue.”
Bicara sedikit tentang Alfan dan Reno. Alfan dan
Reno adalah dua sahabat yang sudah kenal sejak lama.
Bahkan keduanya sering bersama, walau konteksnya
Cuma sahabat. Tidak ada hubungan lebih dari itu. Yang
jelas Cuma Alfan yang betah berteman dengan Reno,
yang sifatnya terbilang egois. Namun dibalik semua itu,
pasti ada kekurangan dan kelebihannya masing-
masing. Dan Reno juga merasa sama, dia hanya
berteman dan terbuka sama Alfan.
Kisah Alfan memang terbilang tragis, dia harus
merasakan sakit hatinya dikhianati sama orang yang
dia sayang. Kejadiannya sekitar 6 bulan yang lalu. Saat
Alfan berada diibukota, dan Alfan ditinggalkan begitu
saja sama kekasihnya yang bisa dibilang Saiko.
“Ren, kadang gue berfikir. Gue nggak tega lihat
lo.”
“Lah kok bisa, nggak tega gimana?”
“Iya, gue takut suatu saat nanti lo disakitin. Gue
nggak bisa bayangin orang macem lo nanggung beban
hati gitu. Gue aja dulu ngedrop banget. Bukan gue
nyumpahin atau apa, tapi lambat atau cepat, hubungan
seperti ini yah… lo tahu sendiri.”
“Gue sudah siap, Fan. Cuma satu hal yang bisa
bikin perasaan gue berubah kedia, Diselingkuhi, tapi
kayaknya nggak. Dia setia sama gue. Bahkan kadang
gue mikir, gue beruntung bisa dapetin dia.”
“Ia juga sih, tapi nggak taulah, entah kenapa gue
trauma aja pacaran begitu, pas disakitin rasanya
nyesek. Butuh enam bulan buat gue ngelupain si
brengsek Andri. Butuh enam bulan juga gue buat
bangkit. Gue takut kalo itu terjadi sama lo.”
“Dia nggak mungkin begitu, Fan. Gue tahu dia
kaya gimana. Gue sayang sama dia, dan gue rasa dia
juga sayang sama gue. Cuma dia yang bisa ngertiin
gue.”
Ada raut kebimbangan di wajah Alfan. Entah
kenapa akhir-akhir ini dia merasa ada hal yang lain
tentang sahabatnya.
“Lo jadi pulang besok malem?”
“Iya, kalo lo?”
“Gue izin sehari of sehari, jadinya dua hari lagi
gue disini.”
Malam itu pembicaraan seperti dua tahun lalu.
Penuh dengan rasa bimbang yang menggunung. Alfan
yang sikapnya berubah menjadi khawatir, entah apa
yang dipikirkannya. Begitu juga Reno, yang selalu
merasa bahwa hari-harinya akan lebih baik kedepan
bersama Kiko. Tanpa disadari semakin hari perasaanya
semakin besar.
“Oh ya Fan, tanggal 1 nanti lo kekosan yah?”
“Hm… emang kenapa?”
“Gue mau ngajak karokean, soalnya Kiko ulang
tahun. Tahu sendiri dia suka nyanyi. Yah buat seru-
seruan aja. Apalagi udah lama juga kita nggak pernah
karokean.”
“Oh iya gue lupa, iya deh gue usahain buat tuker
off.”
Reno tersenyum.
****
Ibu Kota, Malam.
Ketika kamu jatuh cinta,
Tahukan bahwa akan ada hati yang terluka,
Menyiratkan sejuta rasa,
Menumbuhkan rasa tangis yang bersisa,
Cinta, kau akan terbang jauh melintasi
nirwana. Saat tahu bahwa hanya kau yang ada
dihatinya, menerjemahkan seribu bahasa perasaan,
menjadi satu perhatian dan kasih sayang. Kau akan
terbuai dalam keindahan, sedih menjadi senang, luka
menjadi sembuh, dan hati menjadi berbunga-bunga
layaknya seorang pangeran yang tengah dimabukan
asmara para dayang.
Cinta, membawa satu berita bahwa dalam hidup
memiliki hati, hati yang berbahagia, hati yang tulus.
Keagungan kata kesetiaan seperti menjunjung tinggi,
agungkan rasa, tanpa memandang kasta.
Lantas, apa yang harus kau tahu saat cinta itu datang
pada saat yang tak semestinya, menyiratkan sejuta
tanda tanya besar, membuat hati lain terlupakan. Dan…
itukah cinta? Sekejam itukah cinta…
~~~
Reno, yah sebut saja. Sudah hampir satu setengah
tahun dia hidup di Jakarta. Tentunya hanya karena satu
yang membawanya, Cinta. Itulah harapan terbesarnya,
satu-satunya impian yang mampu membawanya
terbang jauh-jauh. Meninggalkan orang-orang
tersayang yang jauh disana. Dan merelakan bahwa ia
tidak bisa bersama teman seperjuangan, dan lebih
memilih tinggal bersama cintanya. Melawan arus batas,
dan bercinta dengan ibukota.
Malam itu langit masih tersenyum. Penuh ribuan
bintang. Reno masih memandang layar monitor.
Beberapa kali ia keluar dan melihat ke tangga, hampir
aktifitas ini dia lakukan kalau saja dia lebih cepat
pulang kerjanya. Dan tentunya sudah masak.
Kiko, cowok dengan mata sipit dan rambut tertata
rapi dengan senyuman manis pulang. Seperti biasa dia
pulang dengan senyuman manja, dan menggoda.
Merengek-rengek seperti anak kecil yang minta susu.
“Aku cape banget seharian, masa tadi kerja
berdiri terus.” Reno melepaskan seluruh bajunya, dan
hanya memakai boxer. Dia langsung rebahan. Alfan
yang saat itu sedang main laptop langsung
menyingkirkan laptopnya.
“Ikh… Cuci kaki dulu sana, bau tau!” ujar Reno
“Ah, enta dulu. Pakein balsem…” rengek Kiko
manja
Aktifitas ini dilakukan hampir setiap hari
sepulang kerja. Kiko selalu minta dioleskan balsem
karena pegal-pegal. Apalagi kerjaanya dari siang
sampai malem berdiri terus.
“Cuci tangan dulu, nanti pegang-pegang aku
kepedesan lagi.”
Kiko langsung keluar dan kekamar mandi yang
tidak jauh dari kamar.
“Pengen minum es!”
“Kamu suka pegel-pegel minum es mulu.” Raut
muka Reno cemberut
“Mau es.” Rengek Kiko
Mau tidak mau, harus mau. Secara Kiko suka
banget sama es. Setelah semua selesai, keduanya
tiduran bersama. Bercerita tentang hari ini. tentang
aktifitas. Dan rutin dilakukan tiap hari tanpa bosan.
Walo kadang debat sok pepinter-pinter, ngambek-
ngambekan, Saling mencela, Tapi sudah menjadi hal
biasa dalam hubungan mereka.
“Kok pulangnya malem banget.” Tanya Alfan
“Ia tadi nemenin Dina sama Sinta, eh gak taunya
tiba-tiba Felik dateng. Ternyata udah direncanain sama
tuh orang. Sengaja dia pengen ketemu aku. Jadi pake
perantara mereka.”
“Hm… hati-hati aja sama Felik.”
“Cemburu yah?”
“Sebel, lagian dasar udah dismsin berkali-kali
masih aja tuh orang ganjen.” Ujar Reno
“Emang dia sifatnya begitu. Lagian biarin aja
sayang, kalo dia suka. Yang penting kan akunya gak
suka. Lagian juga dalam berhubungan aku nggak mau
ngambil resiko.” Ujarnya membuat Reno sedikit tenang,
dan merasa lebih berharga.
“Kenapa sih dari dulu ngejar-ngejar kamu terus.”
“Udah biarin, mendingan banyak orang yang suka
sama aku. Lagian aku nggak mau cari musuh.”
Sebuah SMS masuk ke hape Kiko.
Pengirim : Felix
Kamu sudah pulang?
Reno mengambil hape Kiko, dengan raut muka
kesal. Benar-benar kesal, entah kenapa ada aja orang
kaya gitu , yang hobi banget mau gangguin hubungan
orang.
“Udah nggak usah dibales, nanti kamu kalo
smsan sama orang suka sebel sendiri.” Ujar Kiko
mengingatkan, tapi namanya Reno yang suka kekeuh
dan kerasa kepala masih saja bales. Walo ujung-
ujungnya dia kesal sendiri menanggapi orang bebal
macam Felix.
Tolong yah, Felix.
Jangan ganggu Kiko, yang ada dia nanti nggak betah
kerja disitu lagi
Jadi tolong jangan gangguin dia!
Send
Terkirim dari nomor Kiko walo yang mengirim
Felix.
****
Dingin terus menusuk tulang. Reno masih saja
duduk didepan, menunggu seseorang yang belum
pulang. Entah kenapa akhir-akhir ini dia suka cemas
dan khawatir. Apalagi Kiko yang jarang sms, walo
kadang bilang dia lembur. Tapi tetap saja khawatir.
Bahkan dia teringat kata-kata kemarin.
“Hati-hati sama orang nggak jelas, aku Cuma
takut kamu kenapa-napa!” ujar Reno pada Kiko
beberapa hari silam
“Ia kadang aku suka dicegat mereka, apalagi
sama orang salon yang suka lirik dan manggil-manggil
aku.”
“Tuh kan! Jadi sebel aku, kenapa sih orang-
orang gitu banyak yang rese.”
“Hahaha kamu takut aku diperkosa gitu. Nggak
usah takut, lagian juga aku bisa jaga diri.”
“Ia kalo sendiri, kalo banyakan.”
“Ini orang pikirannya buruk mulu. Udah-udah,
lagian juga aku nggak macem-macem. Khawatir banget
sih”
Reno melirik kehapenya. Melihat sudah pukul
11:30. Reno masuk kekamar, dan selang beberapa saat
dia seperti biasa mencuci piring untuk makan. Dan Kiko
datang.
“Kok baru pulang.” Wajah Reno cemberut
“Tadi beres-beres dulu.”
“Yaudah kamu masak nasi, nanti aku beli
lauknya!”
Kiko langsung tiduran, entah kenapa dia seperti
tidak peduli. Bahkan tidak seperti biasanya, tidak
merengek manja dan minta dipakein balsem.
“Kamu kenapa sih, aneh banget sikapnya. Nggak
biasanya, biasanya minta dipakein balsem.”
“Aku lagi ngebiasain diri.”
Reno heran.
“Udah makan?”
“Belum,”
“Yaudah masak nasi, aku beli lauk yah.”
Reno semakin heran. Kiko masih saja tiduran.
Biasanya dia semangat 45, dan sikapnya berubah
drastis. Ada feeling tidak enak. Dia langsung mengambil
hape Kiko, pertama cek pulsa. Kedua… cek kotak
masuk, ketiga. Item terkirim. Kosong. pulsa juga
jumlahnya berkurang 3 ribu. *saatnya penelitian.
Reno langsung SMS Felik pake Nomor Kiko.
Pengirim : Reno
Eh! Kamu jangan gangguin Kiko!
Yang ada dia nanti tidak betah kerja disitu!
Pengirim : Felix
Apaan sih lo, gak jelas!
Lagian baru pacarnya aja Overprotective banget,
Belum juga bininye…
Pengirim : Reno
Biarin aja, suka-suka gw
Pengirim : Felix
Nggak usah belagu lo, Entar juga cuma bisa gigit jari.
Yang jelas gue udah jadian sama Kiko,
Dia Cuma nunggu waktu aja buat ninggalin lo
Petir Serasa Menyambar
Reno berusaha menanggapinya santai. Baginya Felix
seperti penggemar aneh yang lagi ngejar-ngejar orang.
Tapi dalam hati juga Reno menangis, bagaimana bisa
kalo kenyataan pahitnya emang benar. Apalagi Felix
mau memperlihatkan foto antara Felix dan Kiko.
Pengirim Reno : Wkwkwkw
Pengirim: Felix
Gajelas
Pengirim : Reno
Hihihi
****
Siang hari sikap Kiko aneh. Dibangunin untuk
makan susah. Nggak seperti biasanya. Bahkan saat dia
mau berangkat kerjapun. Reno membangunkan paksa.
“Kamu kenapa sih, dari kemarin sikapnya aneh
banget!”
Kiko menggeleng.
“Jadi apa yang diomongin Felix bener?”
Kiko mengangguk.
“Kamu jadian sama dia, kamu mau kita putus?”
Kiko mengangguk.
Dunia serasa hancur. Tubuh Reno mendadak
lemah.
“Kok kamu tega yah!” ujarnya seraya bibir
bergetar, menahan sakit luar biasa. Dia tidak pernah
berfikir kalau kejadian ini akan terulang. Diselingkuhi
untuk kedua kalinya.
“Yaudah sih, kan kamu dulu bilang aku jangan
macem-macem. Sekarang aku sudah terlanjur macem-
macem. Jadi kamu terima dong konsekuensinya.”
“Sekarang kamu milih aku apa dia?”
“Kita putus. Aku milih dia.”
“Kok gitu yah, kok kamu tega. Kamu bilang dulu
kamu nggak bakal ngambil konsekuensinya.”
“Kamu tahu sendiri aku kaya gimana, semakin
aku dikekakang semakin aku berontak.”
“Kamu kenal aku bukan Cuma sehari dua hari”
suara Reno meninggi
“Kamu juga sama kenal aku juga lebih dari dua
tahun. Tapi kamu nggak pernah ngerti. Kamu selalu
ngasih apa yang aku nggak kasih. Kamu selalu
berfikiran buruk.”
Reno menahan tangis.
“Jangan-jangan kamu selama ini dibelakang aku
begitu.”
“Kondisi kaya gini aja kamu masih berfikiran
buruk. Untung aku mutusin kamu.”
“Dari dulu aku juga emang kaya gini, tapi kamu
juga selalu nerima, kenapa sekarang nggak bisa.
kenapa kamu berubah, dan kenapa harus dia yang bawa
kamu. Dan kenapa kamu tega buat dia menang diatas
penderitaan aku. kenapa?”
Kiko diam. Dia lebih pasif.
“Jadi kamu bener mau pergi?”
“Ia”
“Semenetara?”
“Selamanya.”
“Kamu tega ninggalin aku, aku udah ngelakuin
banyak hal. Aku ninggalin temen aku Cuma buat tinggal
sama kamu, sekarang kamu ninggalin aku cuma demi
dia, yang dulu kamu bilang nggak mau nerima resiko.”
“Ia…”
“Bagaimana bisa aku ngejalani hidup aku disini
sendirian, aku nggak punya siapa-siapa”
Kiko diam.
“Kamu bilang kalo aku harus ngarahin kamu.
Kamu selalu bertingkah kalau kamu mulai kerja! Susah
seneng kita sama-sama. Sekarang kamu mau pergi
disaat waktu yang nggak tepat.”
“Memang ada waktu yang tepat? Bagi kita waktu
itu nggak ada yang tepat.”
****
Ditempat kerja Reno terlihat lemah. Karena sudah
tiga hari dia tidak bisa makan, setiap kali makan pasti
muntah. Bahkan rekan kerjanya bingung melihat Reno
yang aktif tiba-tiba jadi pemurung. Bahkan membuat
geger rekan kerja karena Reno pingsan selama tiga jam.
Malam harinya Reno menyempatkan keklinik,
bagaimana bisa, masalah ini membuat ia drop dan
benar-benar jatuh.
“Gejalanya apa yah?” tanya Dokter
“Nggak nafsu makan, sama setiap kali dipaksain
muntah.”
“Hm, yasudah tiduran, biar saya periksa.”
Reno langsung tiduran.
“Kamu harus paksain makan, kamu terkena
gejala tifus”
Reno kaget. Dia tidak pernah berfikir akan
separah ini. Bahkan pikirannya teringat saat kelas satu
sma, gara-gara tifus dia harus dirawat setengah bulan
lamanya.
****
Semenjak kejadian itu Kiko mulai berubah. Dia
pulang larut malam. Dan dia selalu bilang bahwa akan
pergi meninggalkan Reno pasca menerima gaji
pertamanya, dan setelah itu tidak akan pernah kembali
lagi. Reno… berusaha meyakinkan dan meminta maaf,
agar memperbaiki semuanya. Namun Kiko bilang sudah
terlambat untuk diperbaiki.
Malam semakin larut. Hari ini Kiko akan pergi
meninggalkan kenangan. Tanpa disadari Reno tertidur.
Dan tepat pukul 12:30 Malam, Kiko menggedor-gedor
pintu. Reno terbangun, dan membuka pintu.
“Kamu sudah tidur?”
Reno mengucek-ucek matanya. Kiko dengan
sigap membereskan beberapa baju sementara yang
akan dia bawa.
“Kos sama siapa?”
“Aku kos sendiri”
“Sudah dapet kosannya”
“Sudah.”
Kiko langsung merangkul Reno, dan mencium
keningnya.
“Maafin aku!”
“Aku mau anter kamu sampai depan,”
“Nggak perlu.”
“Kenapa?”
Kiko kikuk.
“Ada Felix.”
Entah apa perasaan yang digambarkan Reno.
Yang jelas dia tidak pernah berfikir bahwa hatinya
menjadi tak menentu begini. Dia melihat senyuman, dua
senyuman diatas tangisan. Dari lantai dua dia melihat
Kiko bahagia berjalan bersama Felix. Mungkin benar…
Kadang dalam cinta, harus menerima momen yang jauh
dari kata indah untuk kita, namun indah untuk orang
lain.
Malam itu, kondisi Reno semakin melemah.
Kakaknya sudah menelfon berkali-kali lantaran dia
menghubungi orang rumah kalau dia terkena gejala
tifus. Galau campur aduk. Tepat pukul dua malam, Reno
memutuskan untuk pulang kerumahnya.
Tangisan terus mengalir, bagaimana bisa
kenangan indah akan menjadi sepahit ini. satu-demi
satu rekaman kebersamaan. Dia ingat kejadian saat
belum bertemu. 6 Bulan setiap hari telfonan malam-
malam. menangis, tertawa, bercanda, bercinta, lewat
penyambung suara. Dia ingat ketawa Kiko yang
menyerupai kuntilanak, dan dia ingat saat Kiko
menangis kedinginan, dan bahkan dia Ingat saat Kiko
memutuskan dia akan bunuh diri karena hidupnya
disana yang tak bahagia, dan Reno mencoba berfikir,
bahwa ia menjadi jalan menemukan kehidupan baru
baginya. Dan dalam hati ia meminta maaf kalau tidak
membahagiakan Kiko selama ini. dan mencoba
menerima bahwa Kiko kini sudah menjadi milik orang
lain.
****
“Astaghfirullah hal adzim, kok bisa Ren?” Alfan
tersentak kaget, saat dia berada dikamar Reno yang
saat itu sedang sakit
“Ia, dia selingkuh.”
“Anjing yah, bangsat! Kok bisa yah, muka aja
manis tapi hatinya busuk begitu, enggak inget apa dia
dulu?”
“Dia bilang dia lebih memilih pacar barunya, yah
aku harus nerima” Reno mencoba menutupi dari sakit
dan tangis, karena dia sebisa mungkin tidak pernah
menangis didepan temannya, kecuali didepan Kiko.
“Lagian juga mungkin ini semua karena sifat aku, yang
sudah tidak bisa dia terima lagi. Mungkin dia cape!”
“Cukup lo nyalahin diri lo sendiri”
Untuk pertama kalinya, dalam hidup. Alfan
menangis untuk Reno. Menangisi hal sakit yang
menimpa sahabatnya.
“Itulah kenapa gue bilang dulu, gue takut lo
nggak bisa kuat.”
“Gue bisa nerima ini kok, sesakit apapun. Gue
tahu sifat gue begini, nggak semua orang bisa nerima
gue. Mungkin juga dia ngerasa terkekang, tapi jauh
dihati gue maksud gue lain. Lo tahu gue cinta banget
sama dia, lo tahukan gue selalu nganggep dia.”
“Susah, emang sampah tetep aja sampah.
Dipungut sekalipun tetep baunya bakal busuk.” Alfan
geram “Kok bisa yah dia bejat gitu kaya Andri. “
“Gak tau. Mungkin dia bosen sama gue. Lagian
juga namanya cinta bisa aja berubah. Mungkin
masanya gue sampe disini.”
“Siapa sih pacar barunya sekarang, gue pengen
lihat.”
“Satu Mall sama dia”
“Tai banget yah, nggak inget apa berbulan-bulan
nganggur lo masih aja nemenin dia. Baru kerja aja udah
belagu. Lihatin aja, nanti juga dia Karma. Tai kucing,
sumpah gue pengen ludahin tuh muka orang.”
“Nggak perlu.”
“Kenapa? Lo masih sayang sama dia?”
Reno diam.
“Setelah tahu kalo dia selingkuh, setelah tahu
kalo dia ninggalin lo, lo masih bisa cinta sama orang
kaya begitu.”
“Dia baik,”
“ITU DULU!”
Alfan berusaha menyadarkan Reno agar tidak
larut dalam kesedihan.
“Saran gue , lo jangan sendirian, lo jangan deket
sama benda-benda tajam.”
“Gue nggak gila kali, Cuma karena ini gue mau
bunuh diri”
“Tapi keadaan kadang buat kita hilang kendali.”
“Cuma butuh waktu buat kembali kekehidupan
lebih baik, setidaknya gue sudah banyak belajar tentang
banyak hal. Dan gue bisa ngehargain diri gue sendiri
setelah kejadian ini. yah mungkin dia jauh lebih baik
daripada gue, dan pastinya gue nggak bakal hadir dan
ganggu kehidupan dia lagi.”
“Sesaat, tar malem juga nangis. Orang galau
emang kadang sok bijak, tapi keinget juga nanti nangis
lagi”
Kadang sebal sendiri Reno denger omongan
Alfan. Disatu sisi memang sangat membantu disisi lain
kadang nggak punya saringan.
****
Setelah kejadian itu, Reno perlahan mulai bangkit
walo sesekali status galau dia bertebaran. Namun pada
dasarnya Reno sudah merelakan, dan mengikhlaskan
semuanya. Dan tidak akan pernah berniat mengganggu
hubungan mereka.
Reno melihat keadaan. Sudah sedikit membaik.
Perlahan dia sudah mulai belajar berdamai dengan diri
sendiri. Menyikapi semuanya, dan terpenting. Tidak
melakukan kesalahan dan ketika jatuh cinta dia bisa
bersikap dan menyikap hal itu.
Cinta itu dinamis
Begitu juga kita
Semanis apapun
Sepahit apapun
Kenangan takan terlupa…
Biarkan dia bersahabat dengan waktu
Reno sudah kembali lagi ketempatnya, tempat yang
penuh kenangan, dan tempat dimana ia harus bertahan
untuk beberapa hari, sebelum ia mengambil keputusan,
dan disaat seperti inilah keyakinan diri menghadapi
semuanya teruji.
Reno, yah tetap simanja yang kini harus berjuang
melawan arus, melawan sikap, dan melawan keadaan
diri sendiri untuk menjadi hal yang baik.
Dear: Someone
Aku tahu merasa sakit yang sangat besar, tapi kuharap,
kamu bahagia…
Maafkan aku yang tidak bisa membahagiakanmu
Maafkan kalo sikapku pernah menyakitkan kamu
Kuharap kamu jaga baik-baik, jaga diri, jaga kesehatan,
Semoga kamu bahagia dengan dia..
Aku tahu aku masih mencintai kamu,
Tapi kuharap esok akan berubah,
Karena… aku harus meneruskan perjalanan hidupku…
Dari handphone mengalun lembut lagu Astrid.
To: Untuk Kamu
Siapapun itu yang kelak hadir dihidupku, maafkan jika
aku hanya mampu memberi separuh hatiku. Tak mampu
utuh, sebab, kusiapkan setengah hatiku untuk menutupi
jika nanti aku terluka olehmu, karena… aku tak mampu
memberimu apapun, selain, cinta dan kesetiaan (:
Jakarta, 30 September 2012
Comments