BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Untuk melepasmu... (To Let you go)

-d'Rythem24 present-

Diluar masih hujan... Tapi kenapa kau tak kunjung pulang?
Apakah kau tersesat?
Ataukah kau di pukuli lagi oleh para preman yang sering kali mencarimu sampai kemari, dan membuatmu tak bisa bertandang pulang kemari seperti hari lalu?

Aku agak berkedik di tempatku. Itu pasti kau yang menggebrak pintu depan dengan sangat kasar. Bergegas aku bangun dari duduk gelisahku di atas sofa, menuju pintu dan segera aku buka.

Tubuhmu basah kuyup, wajahmu penuh luka lebam.

"Ya ampun, Teo. Kamu kenapa?" aku bertanya seraya melingkarkan tanganku ke pinggangmu. Tubuhmu lunglai, aku tak mau sampai kau terjatuh menubruk lantai.

Aku mendudukan tubuhmu ke atas sofa. Setelah itu cepat-cepat berlari memasuki kamar untuk mengambil selembar handuk, lalu ke dapur untuk menyiapkan air hangat buatmu.

"Ryota!" kau berteriak memanggilku dari ruang depan. Membuat aku terpogoh-pogoh berlari, datang kembali ke tempat aku mendudukanmu.
"Ada apa, Teo? Kau mau apa? Butuh sesuatu?" tanyaku berbalik padamu, bertubi-tubi dan terkesan berlebihan. Namun kau terdiam.

Aku meraih handuk yang tersampir di bahuku, melebarkannya yang kemudian aku gunakan untuk mengeringkan bagian basah tubuhmu. Terutama rambut. Kau tetap diam, tak memprotes, tidak juga memandangku.

"Aku ingin kita berakhir sampai disini saja,..." aku berhenti dari gerakan tanganku di atas kepalamu.
"Apa maksudmu, Teo?" lirihku mengucapkan tanya. Kau mengangkat kepalamu, menatap ke dalam mataku.
"Aku ingin kau dan aku... berhenti disini."

Aku menggelengkan kepalaku, tidak terima dan tidak mau menanggapi apa yang coba kau maksudkan sesungguhnya disini.

"Kau lelah, Teo. Istirahatlah,..." ujarku padanya. "aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi, ya? Sekarang tunggulah dulu di kamar." lanjutku yang hendak berlalu ke dapur, tapi tangan dinginmu terlebih dulu meraihnya, membuatku menahan langkahku.

"Aku mohon, Ryota. Kau tau kita tak bisa terus begini." kau berucap dengan suara bergetar. Mengirimkan getarannya hingga ke syaraf-syaraf tubuhku.
"Tapi aku tidak mau. Kau tau aku tak ingin." responku untukmu. Aku membalikan tubuhku, setelah itu berjongkok di depan kedua kakimu.
"Ryota,... maaf." desismu. Aku menggeleng. Aku tak dapat menahannya lagi, airmataku jatuh sekarang. Pipiku basah, sama seperti basah pipimu yang tertitiki air hujan di luar sana.

"Kau boleh ambil semuanya, Teo. Kau bisa menghancurkanku sesukamu, merobek dan mencabik aku sepuas dirimu, tapi bisakah kau tak pergi dari sini? Aku tak sanggup bila harus tanpamu, Teo. Aku tak bisa. Kau langitku..." tuturku tepat padamu. Namun kau tak mengindahkannya.
"Dan kau hujan buatku, Ryo. Kau hanya bisa membuatku dingin, tak berdaya dan sakit karena derasmu." aku tercekat di tempatku mendengar kalimat itu keluar langsung dari mulutmu.

Apakah ini sungguh akhir?
Apakah ini nyata?
Aku teramat sangat tak siap untuk hari ini...
Masih ingin bersamanya denganku beberapa lama lagi...

Aku genggam erat kedua tanganmu. Tak lama, karena kau segera melerainya.

Air mataku semakin deras bercucuran. Aku bergetar hebat di depanmu. Hatiku sakit, tubuhku juga.

"Aku akan pergi besok pagi." itulah yang kau beritahukan padaku sebelum kau beranjak dari hadapanku.

Aku menatap siluet tubuhmu yang kini sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. Selanjutnya, aku kembali terisak.

Jikalau di izinkan, bisakah aku meminta agar semua ini tak pernah terjadi?

***

Sepanjang malam, aku terjaga... berdiri di samping jendela di dekat kamar kita. Menyaksikan langit yang seakan ikut merasakan sakitku.

Langit itu menangis, sama sepertiku...
Bening yang coba aku tahan sekuat tenaga sepanjang malam ini, jatuh lagi dan lagi, berujungkan ke atas telapak tanganku...
Sayangnya, kau tidak disini...
Kau yang masih aku butuhkan, tak akan ada untukku lagi.

.

Kabut tebal ini menghalangi jarak pandangku...
Buram dan sakit yang terpancar dari sorotku seakan tak bisa memberitahu mereka betapa aku tak mau waktu ini cepat berlalu...
Embun di luar sana semakin dingin menusukku, sekaligus mulai kabur dari penglihatanku...
Pagi telah datang. Saatnya kau pergi.

Kita berdua terdiam...
Aku tak mau bicara, dan aku pun tau kau juga.
Aku menatapmu, aku berharap kau bisa membaca sedikit permintaanku. Namun, kau membuang muka.

"Apa aku tak boleh dapat kesempatan?" suara serakku bertanya. Kau menatapku sekilas, setelah itu menggeleng.

Kau tak mengucapkan sepatah kata apapun. Tak pula tersenyum, apalagi berpamit. Kau hanya berjalan dan berjalan sampai kau benar-benar hilang dari balik pintu kamar kita ini.

Bukan. Tak ada lagi kita... mulai hari ini, hanya akan ada diriku sendiri disini.
Meski sulit, tapi aku melepaskanmu.

Selamat tinggal, Teorha Tsugaharu.
***

Sekarang, aku tak punya apa-apa lagi...
Satu-satunya kepunyaanku, cinta dari Teo... telah pergi juga dari hidupku.
Pergi menyusul duka-dukaku yang telah lalu...

Orangtuaku, traumaku hingga jatuh dalam ketergantunganku padanya. Pada Teo...

Teo bukanlah apa-apa bagiku awalnya... Dia hanyalah seorang lelaki pemabuk yang kebetulan di malam hujan belasan bulan waktu itu, mendadak datang. Dengan keadaan sama seperti malam tadi, wajahnya lebam dan juga dengan tubuh basah kuyup.

Hari berikutnya datang lagi, dan lagi... sama laginya seperti dia yang juga berkunjung padaku di kemudian lain.

"Kenapa kau tinggal sendiri?" tanya Teo saat aku baru saja meletakan gelas berisikan kopi susu buatanku untuknya. Aku terduduk di sampingnya, lalu menjawab...
"Aku yatim piatu. Orangtuaku meninggal karena di bunuh."

Teo iba padaku. Dan aku tau hal itu.
Tak ada orang yang tak akan jatuh iba padaku. Pasti...
Terkecuali jikalau mereka sudah lebih dulu mengenal siapa aku, dan bagaimana latar belakang hidupku...
Begitupun juga Teo, ketika ia di hadapkan pada kenyataan dimana ternyata Aku-Ryota Ryoujashi- yang notabenenya adalah kekasihnya, ternyata sebenarnya adalah anak dari sepasang pembunuh bayaran.

Aku membujuk Teo. Aku memohonnya tetap bersamaku, aku sungguh sangat membutuhkan dia di sampingku. Dengan meminta pengertiannya akan keadaanku, dia terenyuh.
Dia pun mencintaiku, dan dia memberikanku kesempatan...

Waktu berlalu, Teo tak punya apa-apa, layaknya diriku. Kami sama-sama sendirian, tanpa penjaga, namun kami membutuhkan satu sama lain.
Ya, dia memang begitu padaku di awal dia ketika menyetujui tawaranku agar ia mau tinggal disini, seatap bersamaku. Dan itu tak lama, sebelum hanya tinggal aku yang membutuhkan secara sepihak.

Teo tertekan dengan keadaan kami. Jadi dia habiskan malam-malamnya sama seperti malamnya yang telah berlalu lama. Mabuk-mabukan, berjudi sampai saling baku hantam.

Teo yang aku suka lenyap dari pandangku saat itu juga, namun ia tetaplah Teo yang aku inginkan. Aku butuhkannya dan aku menggantung hidupku pada telapak tangannya. Tetapi dia telah melepaskanku dari genggamannya.

Kami berakhir sekarang.
Berakhir dalam diam... Meruntuhkanku seketika dengan ia yang telah menjauh dariku.

Ia boleh berlari...
Tak apa bila memang sudah tak inginkanku...
Aku masih punya langitku yang lain disini...

Aku memutar pandanganku keluar jendela, dimana rintik-rintik yang mewakili air mataku menderas disana.
Aku ingin menangkap air itu... Tapi, bagaimana?
Sama seperti aku yang ingin meraih kembali Teo. Tapi, bagaimana bisa?

Aku memejamkan mataku...

Prakk!!

Serpihan kaca jendela berceceran di sekitar kaki telanjangku. Tanganku pun di aliri sedikit cairan merah karena pukulan yang kutujukan pada jendela di sampingku ini.

Kini aku berhasil menangkapnya...
Menangkap bagian yang di ciptakan langitku yang lain...
Langit itu berkata aku adalah hujannya, jadi aku harap... Dengan ini setidaknya, semata-mata bisa menyatukan hujan dan langit yang beberapa waktu tadi baru saja berakhir.

Jendelaku pecah. Ia remuk dan hancur, persis seperti apa yang saat ini tengah aku alami.
Aku remuk, hancur dan jatuh.

Mati...

Sekarang aku tak memiliki sisa apapun...
Aku harus bagaimana langitku?

Tak bisakah aku di izinkan sekali saja agar tak perlu melepas hal penting dari bagian hidupku?

"Teo... Aku mencintaimu." kataku dalam isakan sendu.

Aku mencintai lelaki itu, teramat sangat.
Namun, selalu ada saatnya...
Disaat kita mulai memilikinya, ada hari dimana kita juga harus rela melepasnya...

=THE END=

perlu di ketahui, sebagian cerita yang aku posting diblog ini tuh hasil publishan ulang. karena aku sudah lebih dulu mempublishnya di akun facebookku sendiri. ^^
Meski begitu, aku harap cerita-ceritaku cukup layak di baca ya :)
maaf jika tidak memuaskan.

By the way, cerita ini juga hasil request dari adikku yang namanya Key, dan fanfict ini sengaja di buat sesuai isi lagu "sky scraper" by Demi Lovato.

Harap komentarnya.

Comments

Sign In or Register to comment.