Udara siang hari di Kota Kembang sedang sejuk hari ini. Aku turun dari taksi dan memandang bangunan didepanku. Sebuah cafe yang penuh dengan nostalgia. Cafe di daerah Dago Pakar, yang selalu menjadi tujuan utamaku dan juga beberapa temanku ketika jenuh dengan mata kuliah atau ketika ingin "lari" dari kepungan mobil-mobil plat B pada akhir pekan.
Bangunan cafe ini masih sama, ketika aku melangkahkan kaki kedalam. Lukisan ayam bekisar dipojok ruangan masih sama seperti lima tahun yang lalu, tanpa ada tanda-tanda hadirnya anak ayam. Jodang dengan kasur Palembang masih ada di ujung ruangan. Aku menaiki tangga menuju lantai dua, smoking room. Mengingat dulu bawaanku selain buku dan gadget adalah satu bungkus Marlboro Lights Menthol.
"Apa kabar, Ndra?", aku menoleh kearah sumber suara. Nampak Hanuun, teman sekelasku tersenyum.
"Gila! Mulai kapan lo jilbaban gini?", tanyaku sambil memelik Hanuun. Ia hanya tertawa.
"Kampret lo!"
Dan suara-suara sapaan pun menyambung. Selain Hanuun ada juga Regi, Shinta, Mayang, Danu, Graha, dan lainnya. Semuanya kumpul disini. Ya, aku berkunjung kesini karena kampusku mengadakan reuni akbar. Jadi, hari ini adalah pra-reuni untuk kami.
"Yang lain mana?", tanyaku.
"Siapa? Hendra ga bisa datang. Masih di UK dia. Terus si Phillip ama Danang juga belum ke darat. Si Mitra sama Dania juga masih di Hongkong belum balik lagi kesini. Lagi ada pelatihan purser."
"Jadi purser juga dia? Hahaha inget bangey dulu Dania ga pede waktu interview ama Cathay."
"Yoi. Udah bisa dandan dia. Cantik sekarang, Ndra. Lo masih di Royal Beach?", tanya Adam. Aku mengangguk.
"Ditahan gue ga boleh kemana-mana ama regional"
"Bagi kartu nama lo dong, Ndra. Siapa tau gue ntar ada bisnis ke Bali.", pinta Mayang.
"Nih. Ah lo ke Bali bisnis apa dugem? Hahahahah"
"Kampret nih Pak ADOS!", umpat Mayang.
"Ciyee.. ADOS lo Ndra?", tanya Shanti sambil mengambil Cheese Stick dan mencocolnya dengan Sour Cream.
"Kemana aja lo Nek? Makanya punya Linkedin tuh di update.", cela Regi.
"Eh dasar banci. Gue kan gaptek! Mana gue tau update update Linkedin. Itu aja laki gue yang bikinin!", Mayang memang tidak berubah. Masih cuek bebek.
"Laki lo siapa, May? Jadi apa si Edo anak Travel?", tanyaku sambil mengambil Pasta Salad in Pesto andalan cafe ini.
"Jadi cyin. Orang si Edo sampe ngejar nih pereu ke Sinchapo!", Regi langsung mengambil ancang-ancang. Kabur!
"Heh bencooong! Mulut lu yaaa dijaga! Kampret luuu!", Mayang melempar cushion dan mendarat dipunggung Regi. "Babi looo!"
Aku dan yang lainnya tertawa terbahak-bahak. Memang Mayang dan Regi musuh abadi. Tsk!
**
Aku masuk ke kamarku. Berganti baju dan menyalakan televisi. Masih jam 8 malam. Aku memakai slipper hotel dan keluar dari kamar. Ga ada tempat yang lebih baik dibanding bar. Kesitulah tujuanku.
"Malam Pak Indra! Meeting, pak?", sapa seorang bar waiter sambil memberikan menu.
"Ngga, ada acara disini. Minta Ginger Ale ya satu.", aku tersenyum. Gana, bar waiter tadi tersenyum dan berjalan menuju bar. Aku mengambil majalah di depanku. Prestige. Membuka halaman pertama, kedua, membaca sejenak. Mengangguk ketika Gana mengantarkan pesananku. Lanjut ke halaman berikutnya dan... Yeah, sebuah pesta di hotelku masuk di salah satu rubrik. Aku tersenyum. Ga rugi jualan sampai berantem sama GM. Aku meneliti foto-foto yang tercetak. As usual, party macam begini yang muncuk adalah kamu jetset. Anak pengusaha itu gemukan yah sekarang.. Hmmm, katanya si Aida udah ga kerja sama dengan Chanel, tapi ini clutchnya Chanel sekali. Wow! Silvester dateng ternyata. Camelia cantik banget pake dress Biyan ini.
Aku sibuk mengomentari foto. Handphoneku bergetar. Aku melirik ke layarnya, SMS dari nomor yang tak dikenal.
"Where r u?", tanya si pengirim.
"I'm sorry. Who's this?"
"Sam."
"Sam who?"
"Samuel Pattilaya. Don't you remember? R u in Bandung now?"
Yikes! Samuel Pattilaya aka Sam Bule aka Bule Manado aka Bule Nyebelin Mantan Pacarku.
"Dapet darimana nomorku?"
"One of your girls. I'll pick u up!"
Beginlah malasnya reuni akbar. Kisah kisah masa lalu pasti akan datang. Ke hadapan. Hadapan muka, bukan hadapan sang Khalik. Aku menyesap minumanku. Menyesap sampai habis. Haandphoneku berdering. Telepon.
"Halo?"
"Sudah siap?", Sam.
"Hmm."
"Aku di lobby."
"I'm at the bar."
"Are you drunk?"
"No untill you text me."
"Haha! Let's go. I miss you!"
Dan hatiku berdesir.
Mobil Sam membelah kota Bandung yang lengang. Aku melirik jam di dashboard. Jam sebelas malam.
"Mau kemana sih? Lupa besok kita harus ke kampus?", tanyaku.
“Let’s have some fun.”, jawab Sam.
“Not fun at all.”
“You’ll see.”
Aku tahu ini jalan menuju kemana. Ke kampus. Tapi, mau ngapain?
“Ke kampus, Sam?”
Sam diam, mobil kami memasukki pelataran kampus. Gerbang kampus memang tidak dikunci, karena ada hotel di dalam kampus yang digunakan untuk umum. Dan juga, besok reuni akbar. Pasti dekorasi lagi di loading. Sam memarkir mobilnya didepan Gymnasium. Aku rindu kompleks ini. Dilapangan parkir ini, delapan tahun yang lalu aku bertemu dengan Sam. Teman satu group yang sama-sama dihukum karena lupa membawa satu jajanan pasar. Hukumannya? Kaki diangkat satu, saling jewer, dan saling berhadapan. Aku masih ingat muka betenya Sam. Sedangkana ku hanya tersenyum karena sosok Sam memang sudah membiusku dari hari pertama ospek.
Sam menggeret lenganku, menuju belakan gymnasium. Gymnasium ini berbentuk persegi, dengan atap lengkung khas gelora olahraga. Biasanya, selain digunaka untuk berolah raga, gedung ini juga digunakan sebagai aula atau tempat aktivitas mahasiswa lainnya.
“Let’s going up.”, ajak Sam. Ia menaiki tangga besi menara air.
Aku mengikuti perintah Sam. Malas berdebat. Langkah demi langkah dan kamipun tiba di puncak menara. Pemandangan Kota Kembang di malam hari membiusku, ditambah tusukan angin malam yang dingin. Aku merapatkan jumperku.
“Then?”
Sam diam menatapku. Senyuman misterius itu lagi.
“Sam, gue ngantuk.”
Sam masih tersenyum ditempatnya. Aku memutar badanku. Hm.. pemandangan Bandung selatan selalu memikat. Kerlipan cahaya yang memudar, baying-bayang pohon yang tersamar gelapnya malam.
Tiba-tiba aku merasakan lengan Sam memeluk tubuhku. Aku terkejut. Sam mengambil tanganku dan meremasnya.
“I just missing you.”, Sam.
“Yeah, me too.”
“Would you come to my room?”
Aku tersenyum. Pipiku bersambut merah.
Bayang-bayang masa lalu bergulir dipikiranku. Wangi tubuh Sam ketika selesai mandi, hangat dan lembut bibirnya, intimnya kami ketika bercinta, wangi indomie yang mengepul di malam hari, tawa yang muncul ketika menonton komedi, dan genggaman tangannya yang erat, hangat dan mantap.
Aku menggeleng.
“Sam, I miss you too. But, we should live our own life. My new life, you are just the past of me. But, I won’t be like this if you are not the part of my past. Thank you, I meant it.”
Sam tertegun. Aku tersenyum. “Okay, baby bear?”
Sam tersenyum, dan tertawa.
****
Comments
*simpan dulu bca ntar lagi
Lanjut