It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
950 Origami
========
Uhuuyy..
Tinggal 50 lagi.
Memang paling enak kalau ga ada kerjaan. Ujung-ujungnya bikin kerjaan sendiri.
Hahahaa..
Semenjak resmi menjadi pengangguran dua minggu yang lalu, sontak aktivitasku berubah.
Pagi biasanya ke kampus, sekarang di kosan aja bikin origami.
Siang biasanya kelayapan kemana-mana, sekarang jadi males. Dan lagi-lagi di kosan aja meneruskan origami.
Sore pun gitu, biasanya main ke kosan Bimo, sekarang males, dan… Lagi-lagi dikosan sambil bikin origami.
Hahahahaa..
Aktivitas lainnya disibukkan dengan pengiriman lowongan kerja. Trus selanjutnya adalah masa iddah, menunggu panggilan.
Kemaren aku baru balik dari Jakarta. Ada panggilan dari PT XX, yang bergerak di bidang Telekomunikasi. Sesuai dengan minat dan passionku.
Sejauh ini, aku emang paling mengharapkan keterima disana. Soalnya salah satu impianku adalah bekerja di perusahaan Multinasional yang bergerak di bidang Telekomunikasi, serta bidang pekerjaannya berhubungan dengan banyak pihak.
Membayangkan nantinya akan pake dasi, dengan kemeja yang rapi, membuat semangat terpompa. Rasanya keren aja gitu, kostum kantoran. Terus ntar rapatnya di Starbuck. Bawa-bawa map. Trus ngetok-ngetokin rumah buat bagi-bagi brosur.
Hahahaa.. Yang terakhir itu cuman candaan.
Speaking of ngetok-ngetok rumah.
Aku jadi teringat Tian.
Sehabis pertemuan di undangan syukuran wisuda kemaren, Kami kadang suka ketemu di Rumah Makan Padang favorit dia. Yah, meskipun cuman sekali dua kali, tapi itu cukup mengobati rasa kangen.
Memang Kami ga sedekat dulu. Cuma ketemu makan, cerita-cerita sedikit. Udahannya ya sendiri-sendiri lagi.
Obrolan pun sebatas hal-hal umum. Pekerjaan dia, keluarga.
Sekarang Tian lagi merintis usaha sendiri. Mengisi waktu ketika dia ga kerja, guna menutupi kebutuhan hidupnya.
Karena dia ga punya modal yang besar, akhirnya pilihan pekerjaannya adalah jadi Sales Door to Door gitu. Menawarkan kain dan bahan baju. Produknya diambil dari pabrik tempatnya bekerja.
Membayangkan seorang Tian yang pendiam dan pemalu, sekarang harus keluar dari zona nyamannya, membuatku tersenyum sendiri. Bagaimana tidak, untuk bicara dengan orang yang dia udah kenal aja masih suka gugup. Sekarang dia harus mengetuk pintu rumah orang yang tidak dia kenal. Terus meyakinkan orang tersebut untuk membeli produk yang ditawarkan.
Namun bagaimana lagi. Tuntutan hidup menggiringnya kesana. Memang pabrik membuka seluas-luasnya bagi pekerjanya untuk menjual produk langsung ke konsumen. Ditengah krisis permintaan seperti sekarang, apapun dilakukan perusahaan untuk menyelamatkan kondisi keuangan mereka. Termasuk merusak rantai penyaluran barang. Seharusnya kan dari pabrik itu dilempar dulu ke distributor. Kemudian baru dari sana barang turun ke pengecer.
Memang miris rasanya, dalam seminggu hanya laku terjual 10 produk. Jauh hasilnya dari upaya yang sudah dikeluarkan. Namun dia sepertinya pantang menyerah.
Dan ketika aku menawarkan bantuan, seperti yang diduga, dia menolaknya dengan tegas. Padahal aku sendiri kan ga punya tanggungan. Udah gitu karena sudah ga kuliah, otomatis ga ada lagi biaya untuk beli perlengkapan kuliah. Sedangkan uang dari proyek lumayan dapetnya.
“Ga Da. Saya masih cukup uangnya”, tolaknya kala itu.
“Looh, kan buat modal beli bahan itu loh. Nanti balikinnya dicicil aja”, bujukku lagi.
“Ga usah Da.. Modal ini saja udah cukup”
“Yan, kalau loe mau terjun serius untuk usaha. Modal itu hal yang penting. Sekarang gimana orang mau beli produk loe, sedang ragam barangnya aja sedikit. Konsumen tentunya pengen banyak pilihan. Udah deh, sekali ini aja gw bantu napa sih?”, aku berusaha memberikan masukan.
“Ga, Gpp Da..”
“Atau gini deh. Gw jadi pemegang saham dari perusahaan loe. Ntar kan gw dapet keuntungan dari pembagian dividen. Jadi jatohnya gw sebagai Owner”, aku mencoba pendekatan lain.
“Ga ngerti maksudnya Da..”, ujar Tian.
“Hmm.. Gini-gini”, aku berusaha mencari cara untuk menjelaskan dengan bahasa umum.
“Gw tuh sebagai investor loe. Gw biayain usahanya. Nanti keuntungannya pakai pola bagi hasil. Dibagi sesuai kesepakatan”
“Maksudnya uda kasih saya duit dulu gitu?”, tanya Tian.
“Bukan ngasih. Tapi gw berinvestasi”
“Trus uangnya dari uda tapi kan?”
“Ya iyalah. Tapi kan bukan minjem. Tapi kita business partner. Loe rekanan gw. Loe untung, gw juga ikut untung. Loe rugi, gw juga rugi”, aku tetap keukeuh menganggap itu hal yang berbeda.
“Aduh. Pusing saya Da..”, kata Tian dengan muka bingung.
“Makanya, loe terima beres aja. Gw yang menjamin dananya”, aku berusaha menekankan maksudku kembali.
“Ga usah dulu ga papa ya Da.. Saya ga mau merepotkan Da in lagi”, jawab Tian dengan pelan, namun tegas.
“Lohh, kok jadi ngerepotin. Kan gw berinvestasi”, suaraku mulai meninggi.
“Tapi kan uangnya tetap dari Uda..”, Tian menanggapinya masih dengan suara pelan.
“Aaahh.. Kok jadi muter-muter gini.
Loe keras kepala banget sih Yan”, tukasku sambil memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan dengan jadi sedikit emosi.
“Maaf ya Da..”, suaranya tetap dengan intonasi yang sama dan pelan.
“Terserah loe dah.
Pusing gw”, putusku dengan amat kesal.
“Ya udah, trus keluarga gimana?”, aku berusaha mengalihkan perhatian. Daripada tambah kesal.
“Keluarga baik-baik aja Da..”
“Beneeer..?”
“Iya..”
“Bapak ga ada sakit lagi..?”
“Alhamdulillah sehat Da..”
“Hmm.. Ok..”
“Uda sendiri bagaimana..?”, Tian bertanya balik.
“Hah..?”, aku sedikit kaget.
Memang selama ini Tian jarang menanyakan tentang hidupku. Selalu aku yang tertarik dengan kehidupannya. Agak surprise juga, dia menanyakan hal itu.
“Yaaa. Lagi sibuk ngelamar kerjaan Yan.
Beberapa udah ada dapat panggilan sih.
Kayak kemaren, gw baru dapet panggilan ke Jakarta”, kataku menjelaskan.
“Maksudnya Uda kerja di Jakarta..?”
“Belom tau keterima apa engga.
Tapi kalau yang ini keterima, kemungkinan besar penempatannya di Jakarta”, aku berujar sambil menatap matanya.
“Oh.. Gitu Da..”, Tian bersuara dengan sedikit menunduk.
“Kenapaa.. Loe takut kangen ma gw yaa”, selidikku menggoda.
“Hehehe.. Da in bisa aja..”, elak Tian tersenyum tipis.
“Kerjaan yang ini impian gw banget Yan.
Mudah-mudahan gw bisa keterima”, pintaku.
“Amiin.. Saya ikut mendoakan Da..”
“Yan..”, aku berujar pelan.
“Iya Da..”, Tian mengangkat kepalanya.
“Kalau gw jadi keterima di Jakarta, kamu jaga diri baik-baik disini yah.
Kalau ada kesulitan, tetep kontak gw”, kata ku dengan suara masih pelan.
“Iya Dain. Makasih ya..”, jawabnya dengan muka agak murung.
“Ya udah, cabut yuk.
Loe balik lsg ke Mbak Ina?”, tanyaku.
“Iya Da..”
“Yakin nih ga mau dianterin?”, tanyaku lagi sambil berdiri siap-siap untuk pergi.
“Ga papa Da. Ga enak, Dain jadi bolak-balik”, jawab Tian ikut berdiri.
“Ya udah kalau gitu..”, ujarku.
Memang sejak kejadian itu, Tian ga pernah lagi mau dianterin.
Bahkan ke tempat yang ga arah pabrik, kayak Dago ini.
Ahh, udahlah. Yang penting Kami masih berkomunikasi.
Mungkin memang sudah garisnya harus jadi seperti ini.
“Senyum dulu dong..”, kataku meminta.
Paling ga tahan klo ngeliat dia murung-murung terus.
Bawaannya dunia terasa lambat berputar.
“Hehehe..”, Tian tersenyum sedikit cengengesan.
Dan perasaan berdebur ini hadir lagi.
Setelah lama terabaikan.
Masuk kembali perlahan.
“Naah, gitu kan enaaak. Daripada murung terus”, lanjutku.
“Hehehe. Iya Da..”, ujar Tian.
Dan Kami pun berpisah di rumah Makan Simpang Dago ini.
Suatu hal yang sebenarnya berat kurasakan.
Karena aku ga tahu, setelah ini kapan lagi momen pertemuan Kami.
Dengan dada berdebar, aku perhatikan dia naik angkot.
Bahkan sampai ekor angkot masih terlihat di ujung sana, pandanganku tetap tak terusik.
Seolah inilah pertemuan terakhir Kami.
=====
Selanjutnya disinilah aku.
Kembali terdampar di kamar menyelesaikan origami yang tinggal sedikit.
Deg-degan juga sih.
Setelah hampir dua bulan kukerjakan, malam ini aku kebut 50 origami sampe selesai.
Jam 3 pagi, gantungan ke sepuluh dari untaian origami sudah selesai.
Aku menatap barisan burung-burung kertas berwarna-warni itu.
Ahh.. Sesungging senyum terpancar manis.
Dan aku pun tertidur dalam keadaan lelah, namun puas.
Memimpikan seribu burung kertas terbang melayang menembus awan.
Kepak sayapnya yang ringan dan kuat.
Membawa sejuta impian, harapan, dan masa depan.
@4ndh0
@aicasukakonde
@andre_patiatama
@awangaytop
@adam08
@arie_irawan
@anakjakarta
@ackbar204
@alex92
@bayuwardana51
@bintang96
@bi_ngung
@boljugg
@bintang96
@boyskyez
@bdi
@bonyapolo
@bagasamanah98
@calvinmoldova
@egosantoso
@chibipmahu
@Dakon_bek
@DavidLiu
@dota
@dr_gonzo
@dhika_smg
@darkrealm
@dundileo
@dewaa91
@dhit91
@dudung
@denden86
@Different
@dennis_nino
@diditwahyudicom1
@edwinjoej
@erickhidayat
@el_crush
@Fantasia40
@funky_emelje
@gabriel_valiant
@greenbubles
@gilangrama
@gulali
@hwankyung69
@hades3004
@hakenun
@hikaru
@ian_sunan
@irfan832
@jonatjco
@Kim leonard
@kresna_wijaya
@luhan
@lameless
@MikeAurellio
@masdabudd
@mamomento
orangemonkey
@peacock
@pollux
@patric
@pokemon
@rain407
@rezadrians
@rigil
@radit_rad1t
@rezka15
@sadayana
@seno
@sandy.buruan
@sinjai
@sky_borriello
@Syeoull
@trace_tri
@Tsu_no_YanYan
@ularuskasurius
@vasto_cielo
@wyatb
@yuzz
@zhedix
@zhar12
Thanks for update :-)
yey.. baru tahu..
hiks..hiks (
950 origami..
apa Da_in g mendeklarasikan sukanya Da_in sama Tyan..
ato gw yg kelewat bacanya..
mudah2 gak klewat bacanya..
aku tidak dimention (¬_¬")
puaskan aku dong..
#eh
Penasaran wkt memberikan origami ke tian