BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Sekadar Post It Sederhana

*Ombak di kapal tak selalu berasal dari laut*

Ini hanya kisah pendek sore ini. Singkat. Padat. Kita tak akan sempat menghabiskan biskuit terakhir hingga the end dikumandangkan. Lagi pula, kakiku akan kesemutan. Menopang laptop di paha, kedinginan oleh angin laut.

Saat aku menyetel ulang It’s A Beautiful Day-nya Michael Bublé, musik cerianya itu akan mengiyakan apa yang terjadi padaku semenit lalu.

Tak perlu berbasa-basi. Kau tak akan mau mendengarnya. Aku akan langsung menceritakan—

Atau oke, aku ceritakan sedikit saja. Aku sedang ada di mana, dan apa yang terjadi dengan celana dalam abu-abuku. Bukan berarti celana dalam itu tokoh utamanya kali ini. Justru dia korban. Aku dalam sebuah ferry sekarang, menyeberangi laut berombak tenang, persis mendengar Something Stupid-nya Nicole Kidman dan Robbie Williams. Kau bisa melihat orange juice-ku menari ketika ada nada ombak menghambur ke lambung kapal.

Tujuan berlabuhku tak penting. Aku sedang merasa jalang, sekarang. Ketika aku menaiki ferry ini, turun dari mobilku susah payah karena mobil lain berhimpitan, aku melihat sebuah tangkapan. Bukan lumba-lumba yang melompat ke permukaan sekitar dermaga. Bukan. Ini lebih cantik dari lumba-lumba. Tangkapanku ini bersandal dan kepalanya diikat oleh sapu tangan lebar. Celana pendek khakinya dipenuhi oli bersidik jari. Dalam bayanganku, dia baru saja berkubang di mesin-mesin kapal, menyusut oli-oli di pantatnya, lalu berkubang lagi. (Dan, menyusut lagi. Di pantatnya.)

Dia berdiri di tangga. Menatap penuh takjub pada mobil-mobil mewah berimpitan di kapalnya. Ada sebatang obeng di tangan, dia putar-putar seraya merenung. Persis aku sendiri, kala menatap pesawat terbang di ruang tunggu penumpang. Aku tertarik padanya. Sangat. Aku jamin, kau pun begitu. Tantang aku, definisikan seksi itu seperti apa. Cowok beralis tebal? Ceklis. Bibir tipis kemerahan? Ceklis. Leher dan otot bahu yang kekar? Aaah… aku nggak perlu bilang ceklis, kan? Kalian teruskan saja sendiri. Dan, ini kabar bagusnya: dia menggulung lengan bajunya hingga bahu. Bisep trisep memukau itu tak mungkin kau lewatkan begitu saja.

Kesimpulan awalku, aku tahu siapa yang akan kupandang selama pelayaran ini. Selain laut. Aku hanya perlu memastikan, di mana dia akan berkeliaran sebagai Anak Buah Kapal. Sesuatu yang tak sulit pula, sebenarnya. Dia akan mondar-mandir di geladak, mampir di ruangan kapten dan bercanda bersama temannya. Lalu dia akan berdiri di dekat sekoci, menatap penumpang-penumpang ferry yang kampungan baru pertama naik kapal. Lalu dia menghilang di dapur. Kadang menghilang di pintu besi dengan kenop setir itu. Entah apa. Kadang menghilang di geladak belakang, ketika aku menyusulnya sembunyi-sembunyi, dia lenyap. Begitu saja. Dugaanku dia melompat ke laut untuk menjadi ikan duyung.
«1

Comments

  • Namun pencarianku berakhir pukul empat. Bukan karena dia benar-benar melompat lalu menjadi ikan duyung. Bukan. Tahukah kau kalau dia “tahu” aku memperhatikannya? Yah, untuk ukuran kecerdasan rata-rata, semua orang pasti tahu aku memperhatikannya. Aku terlalu kentara, katanya. Aku terlalu sering menoleh ke arahnya setiap dia bergerak. Aku nyaris membantah, tapi…

    … yah, bisa jadi dia benar.

    “Mas mau jadi ABK kayak saya?” tanyanya. Aku tertawa. Kau percaya itu? Adakah aviator sunglasses dari Calvin Klein ini menyatakan ke arah sana?

    Tidak. Aku bukan bermaksud sombong. Aku tertawa karena aku suka dia. Aku suka lugunya lelaki itu. Kau harus lihat wajahnya, dia serius. “Nggak, Mas. Aku suka aja lihat, Mas.” Jawabanku itu kusertai dengan tawa kecil. Agak-agak bermain aman. Bisa dikira menggoda, bisa dikira bercanda.

    Tapi maksudku sih menggoda. Terserah dia persepsinya apa.

    Yang kutahu, dia merona. Kau bisa bayangkan itu? Kulitnya persis bintang film martial art. Nggak seputih Iko Uwais juga. Nyindir dikit warna kulitnya, boleh lah. Lagi pula, siapa peduli? Saat wajahnya itu bersemu, di bawah cahaya mentari pukul empat, aku merasakan jantungku berdebar.

    Lokasinya sempurna. Bukan di hidung kapal seperti Jake dan Rose. Kami bersembunyi di belakang cerobong melengkung asap yang hangat. Menempel di pagar besi kapal, lembab dan catnya mengelupas. Tepat di dek paling atas. Dia yang menghampiriku, membungkuk menatap laut. Lalu angin kencang itu mengibas rambutnya, kadang mengukir senyumnya sendiri karena bentuknya persis Sonic.

    “Apa yang Mas suka dari saya?” Dengan canggung dia menjotos lenganku. “Saya cuma tukang bersih toilet.”

    “Justru itu.” Aku menyikut dia. “Toilet, kalo nggak ada Mas, nggak akan bersih. Nggak nyambung juga kali Mas, kenapa saya suka Mas sama tukang bersihin toilet. Mas menarik buat saya. Simple. Begitu aja.”
  • Bibirnya mengerucut, tersenyum. Malu dan bangga, kelihatannya. Sesekali sudut matanya melirik, ingin aku membenarkan sekali lagi. Namun dia cukup dewasa untuk tutup mulut saja. Menungguku memuji lagi.

    Dan, berhubung aku sedang jalang, aku mengganti topik terlalu ekstrim. “Mas berapa hari di laut?” Maksudku, belum ekstrim. Tapi, bakal mengarah ke sana.

    Dia menggerak-gerakkan kepalanya, menatap langit. Ketika hidungnya mengernyit, dia berpikir. “Dua bulan?”

    “Terombang-ambing?” Dia menjawab dengan anggukan. “Di kapal ini?” Dia menjawab dengan dahi terangkat. “Sekalipun nggak ketemu cewek?” Dia terbahak sedikit sambil menempuk-nepuk bahuku.

    “Yah, gitu lah Mas derita ABK,” katanya. “Ketemu cewek kok setiap hari. Banyak penumpang cantik-cantik. Tapi cuma penumpang, Mas, statusnya. Nggak bisa dibawa begini—“ Dia tanpa malu mempraktekkan adegan kucing sedang bikin anak. Yang dia berusaha hamili adalah pagar besi kapal. Sesuatu yang menurutku mubazir. Maksudku, aku ada di sana, available untuk ditusuk-tusuk seperti itu. Mengapa untuk contoh saja dia pakai pagar?

    Jadi, kau tahu apa yang kulakukan? Tanpa malu aku berkata, “Saya bisa dibawa begitu.” Nah, itu bagian ekstrimnya. “Maksudnya, kamu bisa begituin itu, barusan, yang kayak ke pagar itu, ke saya.”

    “Hah?” Dia jelas nggak ngerti. Atau syok.

    “Yah, lokasinya sih di bumper belakang, Mas. Tapi ada lubangnya. Fully functioned. Apa bedanya nanti? Toh punggung-punggung juga yang bakal dilihat.” Kan, seperti yang kubilang. Aku sedang jalang.
  • Dia menelan ludah. Dia yang namanya belum kuketahui sampai sekarang. Ya, sampai aku menulis ini untukmu. Kita namai Channing Tatum saja untuk sementara. Aku lagi suka Channing Tatum akhir-akhir ini. Nggak mirip, kok sama dia. Atau siapa itu aktor Thailand favoritmu? Mario Maurer. Boleh.

    Mario Maurer membisu beberapa saat. Dia mengerling ke arahku beberapa kali, seolah sedang memikirkan—

    Eh, gimana kalau kita kembali ke Channing Tatum saja? Sumpah. Mario Maurer terlalu unyu. Nanti saja, untuk pengalamanku berikutnya. Sebab, dia badannya besar. Yang kalau kau lihat dia dari belakang, kau pasti malu dengan bentuk tubuhmu sekarang.

    Channing Tatum menoleh dan dia mengerutkan alisnya. Mungkin antara mengira aku homo tukang mutilasi atau sedang menghitung berapa harga yang mesti dia bayarkan. Yang, dalam kasus ini, aku rela mengeluarkan uang. Seiyanya dia akan “begituan” di tubuhku saat ini juga.

    “Bisa? Memangnya?” Nah, kan. Sudah ada tanda-tanda ke arah sana. Untuk apa dia bertanya seperti itu? Dengan nada suara penuh harap? Yang perlu kupikirkan berikutnya adalah tempat. Ya Tuhan. Kami sedang di tengah laut kan, ya? Nggak ada hotel?

    “Kenapa nggak bisa?”

    Kami berdua berdebat tak penting soal ketidakmungkinan “lubang itu” dimasuki “benda itu”. Kau mengerti, kan? Pokoknya lucu. Aku tak perlu cerita, karena pada intinya dia mengulur-ulur waktu. Dia ingin memastikan ini aman. Tak akan ada kapten yang memergokinya berbuat mesum. Apalagi dengan penumpang.

    “Saya nggak pernah kayak gitu-gituan, Mas. Maksudnya, yah… yang sama laki-laki.”

    Aku menepuk bahunya. “Semuanya berawal dari nggak pernah, Mas. Sekarang gini deh, mau bikin pengalaman ‘pernah’, atau sekadar ‘tahu’ dari omongan orang-orang?”
  • Channing Tatum terdiam. Matanya melamun lagi menatap laut dan seorang temannya memanggil untuk membantu membetulkan kabel. Dia pergi membetulkan sebentar. Tapi, aku ikut. Aku membuntutinya seperti asisten pribadi. Ruangan panel tempat kabel itu dipenuhi pipa-pipa merah dengan barometer-barometer bulat. Kami justru berdua saja di sana. Ruangan pengap. Lokasi sempurna untuk berbuat mesum. Tapi, tidak. Belum. Atau okelah setengah-setengah. Karena Channing Tatum masih ragu.

    “Masa sih Mas bisa ngaceng lihat saya bugil?” Dia tertawa kecil. Kesannya maksa. Atau karena sambil memutar-mutar karet kabel.

    “Mas nggak bugil saya udah ngaceng, kok. Tuh!” Aku buka celana dan dia terpesona. Bukan pada “itu”-ku. Tapi pada kebenaran soal teori yang dia ragukan.

    “Tapi saya sih nggak bisa, Mas.”

    “Ya udah. Nggak perlu maksain juga, kok Mas.” Aku menarik lagi celanaku. Agak kecewa juga. Padahal nyaris saja, kan? Atau kalau perlu, aku mencari cara lain. Seperti misalnya ini, “Kecuali Mas mau coba. Saya bisa bantuin sebenarnya.”

    Channing Tatum pura-pura membetulkan kabel lagi. Aku tahu otaknya berkelana. Membayangkan ini itu, membayangkan dia menyodok lubang jenis lain dari pada biasanya. Aku sih santai aja di sini. Aku cukup menikmati visual lelaki seksi ini dalam jarak dekat, kurekam dalam otak, lalu kuputar lagi ketika aku “bersenang-senang sendiri”. Atau kalau perlu, aku minta fotonya dia saja. Telanjang dada. Untuk koleksiku.

    “Mas? Saya boleh pegang itunya?” Mendadak, Channing Tatum bertanya seperti itu. “Yang keras barusan?”

    Tiga detik pertama, aku mati suri. Masa iya dia bertanya seperti itu? Meski bermenit-menit lalu dia menunjukkan tanda-tanda “oke”, tapi aku masih tak percaya dia akan “okeee”. Malah, aku sempat menduga dia cuma bercanda. Mungkin hendak merampokku di ruang panel, atau justru memutilasiku. Dia nggak ada tanda-tanda banci. Sungguh. Jadinya keajaiban kalau bisa seperti itu.
  • “Saya nggak pernah pegang punya orang. Gimana rasanya pegang yang kayak begitu,” katanya, diiringi tawa maksa yang anak SD di Thailand pun tahu itu artinya basa basi semata. Antara dia modus ingin memanfaatkanku. Atau dia senaif itu.

    Di sinilah celana dalam abu-abuku menjadi korban. Channing Tatum meraba-raba “itu” membuat lava putihku tentu saja menyembur keluar dengan cantiknya. Aku sudah menahan ini dari tadi. Dari obrolan di pagar itu. Dari aku stalking dia ke mana-mana, bagian itu memang sudah ngaceng seharian. Kalau Channing Tatum mendadak merabanya dengan lembut, sambil menunjukkan otot bisep trisepnya itu dari dekat, nggak heran aku bisa K.O dengan mudah.

    Selepas adegan itu, temannya Channing Tatum datang. Mengganggu kesempatan. Meski pada akhirnya, aku dan Channing Tatum membuat janji. Selepas pukul tujuh malam, ada ruang kosong di dek atas, biasanya dia gunakan untuk istirahat. Mungkin saja, apa yang akan kami lakukan tak sekadar kecelakaan lava yang gunungnya kelamaan berdiri. Mungkin saja nanti, ada kisah kucing bikin anak antara aku dan Channing Tatum. Aku harap begitu.

    Jadi, berhubung biskuitku nyatanya sudah habis, kuakhiri saja tulisan ini. Barusan ferry ini membunyikan klakson dari cerobong asap, karena ada kapal kontainer yang berpapasan. Aku akan menutup laptop. Aku akan bersiap-siap. Satu jam lagi aku akan memulai petualangan hebat… tepat di atas laut.
  • THE END.

    *Begitu bikin, langsung post. Jadi, No EDIT. kalau ada yang salah, saya mohon koreksinya*

    :D
  • disentuh byaaarrr.. ya ampun ga nyangka ternyata ada yg edi bgtu hehehe
  • ini mariobawacius klo di gif mariobastian?. cupidnya bikin frustating ga dilanjut, minta dilanjut... [-O<
  • cupidnya dilanjutin, please...
    tìnggal 3 part ini.
    dulu yg nikmatnya balas dendam juga gitu, tinggal dikìiit, eh ga dilanjut. please, please...
  • aghh iya nih suka bngt dibikin nanggung sama kaya cupid :(( itu kenapa cazzo bisa suka sama esel agghh so frustating secret
  • kok aku ga tau kalau ada cerita ini ya?
  • gosh!!
    scene kucing bikin anak nya belummm!!

    apose baru diraba doang udah crot, bener2 lg jalang.. :))
  • Hahahahaha njirrr
  • Up lagi...

    saya jadi keingetan... -_-
Sign In or Register to comment.