Salam pecinta cerita cinta, Vanz mau coba menulis salah satu karya yang bisa dibilang masih jauuuh dari sempurna. hehe
jadi, mohon di maklumi yah. semoga karya tulis Vanz ini dapat memberikan sedikit hiburan bagi para pembaca sekaligus pembelajaran supaya tulisan vanz bisa dibilang Sempoaaa...
Mohon Kritik dan Saran nya ea!!!
Selamat Membaca
*****
KARJUN 1
Kring – kring – kring “susu”…. Tukang susu jualan di pagi hari yang cerah, dimana hari itu adalah hari yang di tunggu-tungggu seorang anak remaja yang bernama Arjun.
Arjun adalah seorang anak muda yang berumur 15 tahun, ia tinggal di Kota Surabaya, ia hanya tinggal bersama mamahnya, karena papahnya telah meninggal semasa Arjun kecil. Arjun seorang anak yang cukup pintar ia selalu masuk di peringkat 3 besar di kelasnya. Kemarin Arjun baru saja lulus di SMPN 01 Surabaya. Ia hendak melanjutkan sekolahnya di Jakarta, awalnya, Mamah Arjun tidak mengizinkan Arjun untuk sekolah di Jakarta. Namun, setelah di bujuk dengan rayuan Arjun yang dahsyat, akhirnya mamahnya luluh dan memberinya izin untuk sekolah di Jakarta. Pagi ini adalah saatnya Arjun untuk pergi ke Jakarta, karena harus segera daftar ke Sekolah yang ada di Jakarta sebelum ia terlambat.
“ Arjun… Sudah siang, Nak! Teriak Mamah Arjun, memanggil Arjun sambil menyiapkan sarapan pagi.
“ Iya, Mah. Arjun sudah bangun, kok! ” Jawab Arjun menuruni tangga rumahnya dan menghampiri Mamahnya di ruang makan. “
“ Aduh, anak Mamah rapih amat, mau kemana? Tanya Mamahnya kepada Arjun.
“ Mamah lupa, ya? Hari ini Arjun pergi ke Jakarta, Mah. Kan minggu lalu Arjun udah bilang ke Mamah, hari ini Arjun berangkat ke Jakarta.” Jelas Arjun sambil duduk di kursi Makan.
“ Oh, iya! Mamah lupa” duduk di samping Arjun dengan raut muka yang terlihat sedih. “ Kamu serius akan ke Jakarta. Apa kamu tidak kasian sama Mamah? Mamah disini tidak punya siapa-siapa lagi selain kamu. Kalau kamu pergi, Mamah sama siapa?” lanjutnya
“ Mah, Mamah jangan begitu dong! Bukan aku gak mau bersama Mamah, tapi sekolah di Jakarta udah jadi impianku sejak dulu, Mah. Lagi pula, setiap libur semester aku pulang. Mamah jangan khawatir aku pasti akan baik-baik saja.” Jelas Arjun.
“ Mamah percaya sama kamu, ya sudah, habisin makanan kamu, nanti mamah antar kamu ke Stasiun.” Ucap Mamahnya.
“ Iya,” jawab Arjun.
Setelah selesai sarapan, Arjun dan Mamahnya pergi ke stasiun, lama di perjalanan, mereka sampai di stasiun.
“ Mah, Mamah hati-hati, yah! Disini. Jaga diri mamah, kalau ada apa-apa hubungi Arjun.” Ucap Arjun pada Mamahnya.
“ Iya, kamu juga hati-hati di Jakarta.” Jawab Mamahnya.
“Emz, Mang Ujang saya titip Mamah, yah!” Ucap Arjun kepada Mang Ujang, supir pribadi keluarganya.
“ Iya, Den.” Jawab mang Ujang.
“ Ya sudah, Mamah pergi dulu, yah!” Ucap Mamahnya
“ Iya!”
Mamah Arjun mendekati Arjun dan memeluknya,
“ Bye….” Ucap Mamahnya
“ Bye…” Ucap Arjun.
Mamahnya lekas pergi meninggalkan Arjun di Stasiun, dan masuk ke mobil. Dengan hati yang sedih, Mamah Arjun mencoba tersenyum melepas kepergian Arjun, sambil melambaikan tangan dan mobil itupun berlalu. Arjun membawa tas bawaannya dan masuk ke dalam stasiun.
*****
Jangan Lupa Comment Ea!!!
Comments
“ Iya, Bu.” Jawab Putri sambil mengucek-ngucek kedua matanya.
“ cepat, katanya kamu mau nganterin Arjun ke Stasiun.”
Mendengar perkataan ibuna, Putri teringat seseorang, Arjun. “ Haahhh!!!! Astaga, kenapa aku bisa kesiangan, sih?” Ucap Putri sambil bangun dari tempat tidurnya da lekas pergi ke kamar mandi.
Setelah sekian lama di kamar mandi, Putri lekas keluar dan berpakaian rapih dan wangi, ia langsung keluar kamar dan lari menghampiri Ibunya yang berada di ruang makan. “ Aku pergi dulu, Bu.” Ucap Putri sambil mencium tangan Ibunya.
“Kamu tidak makan dulu, Put?”
“ Nanti saja, Bu. Di jalan,” Jawab Putri yang terus berlari keluar rumah dan lekas menghentikan taksi yang saat itu kebetulan lewat depan rumahnya.
“ Stasiun ya, Pak!” Ucap Putri setelah masuk ke taksi yang ia naiki. Taksipun langsung beranjak pergi menuju arah stasiun. Dengan kelajuan yang cepat, akhirnya Taksinyapun MOGOK…
“ Kenapa, Pak?” Tanya Putri kepada supir taksi.
“ Gak tau, Non. Kayaknya taksinya mogok.
“ Aduuuuh, kenapa mogok sih, pak? Saya buru-buru nih. Gimana dong, Pak?” Ucap Putri kesal
“ Yah, harus dibawa ke bengkel, Non. Yah, non pergi aja cari taksi yang lain.” Jawab tukang taksinya WATADOS (Wajah Tanpa Dosa).
“ Iya deh. Nih Pak. Makasih.” Ucap Putri sambil memberikan beberapa lembar uang Rp. 5000; an. Ia pun lekas keluar taksi dan lari mencari taksi yang lain. Namun, taksi tidak ia temukan, malah ia menemukan pangkalan ojek di pinggir jalan. Seperti pepatah tak ada Rotan Akar pun Jadi. Tak Ada Taksi, Ojek pun Jadi. Putri menghampiri seorang tukang Ojek.
“ Mas, Stasiun yah.” Ucap Putri kepada Tukang ojek itu.
“Iya, Mbak” jawab tukang ojek itu menghampiri Putri dengan motor yang bermerek YAMAMA. Putri dan Tukang ojek pun menuju ke Stasiun yang hendak di capai. Sampai pun mereka di Stasiun.
“ Berapa, Mas?” Tanya Putri sambil mengeluarkan dompet yang ia bawa dari saku celana jinsnya.
“ Lima belas ribu, Mbak.”
“ Oh, Nih. Ambil saja kembaliannya.” Ucap putri yang langsung masuk ke Stasiun.
Didalam Stasiun, Putri mencari sosok Arjun.
Oh iya, Putri adalah sahabatnya Arjun. Mereka bersahabat sejak mereka kecil. Mereka selalu bersama-sama baik waktu di sekolah maupun diluar sekolah. Arjun menganggap Putri seperti adiknya sendiri, di saat Arjun sedih, senang, dan dalam keadaan apapun Putri selalu ada. Putri pun awalnya menganggap Arjun sebagai kakaknya, namun akhir-akhir ini ia merasakan perbedaan didalam perasaannya, setiap ia bersama Arjun, ia merasa jantungnya selalu dag-dig-dug deg-degan. Sepertinya ia merasakan hal yang banyak orang menyebutnya cinta.
Lanjut lagi
*****
‘Apa dia takkan datang dihari terakhirku disini?’ dalam hati Arjun terus memikirkan sahabat karibnya yang tak lain adalah Putri. Dia tak ingin dihari terakhirnya di Surabaya, sahabatnya Putri tidak menyaksikan kepergiannya. Dia terus berfikir menunggu berharap Putri datang, setelah sekian lama menunggu dan Putri tidak ada ia berniat untuk masuk kedalam kereta, Arjun pun berdiri dari duduknya dan mulai melangkahkan kaki menuju kereta yang hendak ia naiki. Namun setelah beberapa langkah, ia terhenti saat mendengar seseorang memanggil namanya, Arjun langsung berbalik dan ia melihat seorang gadis cantik dengan rambut indah terurai, memakai pakaian yang menampakan keanggunan dan pesona gadis remaja itu, Putri.
“ Putri?” Ucap Arjun setelah sekian lama menunggu, akhirnya seseorang yang ia tunggu selama ini datang juga. Arjun menghampiri Putri dan Putri pun berlari kecil menghampiri Arjun. Kedua tubuh itu bertemu dan pelukan hangat terjadi di pertengahan antara orang-orang yang lalu-lalang. “ Kamu kemana saja sih, Put? Aku dari tadi nunggu disini.” Ucap Arjun sambil melepaskan pelukannya dari Putri dan mengajak Putri duduk di tempat ia duduk tadi. Putri hanya terdiam, ia tidak mampu mengucap apa yang ia rasakan saat ini. Ia benar-benar bingung, karena saat ini ia sedang dilanda galau berat.
“ Kamu kenapa, Put?” Tanya Arjun “ kamu belum jawab pertanyaan aku tadi.” Lanjutnya
“Emzzz,, aku gak apa-apa kok. Aku cuman lagi sedih aja.” Jawab Putri. “ kamu benar-benar akan pergi, Jun?” lanjutnya
“ Oh, sedih kenapa?” Tanya Arjun balik
“ Kamu masih Tanya aku sedih kenapa? Kamu gak sadar apa aku akan kehilangan seseorang yang aku sayang. Kamu tega banget, Jun. kamu tinggalin aku disini.” Jawab Putri
“ Hei, kamu sedih karena kepergianku. Siapa yang akan hilang? Aku hanya pergi ke Jakarta, dan masih bisa kembali. Kamu sendiri tahu kan sekolah di Jakarta itu adalah salah satu impianku dari dulu, kamu tahu itukan? Lagi pula aku akan terus hubungi kamu, kok. Aku gak bakalan lupain kamu. Kamu tenang saja.” Ucap Arjun.
Dengan hati yang sedih, Putri tak bisa menahan butiran air yang bersembunyi di balik kelopak matanya, akhirnya air itu pun keluar, Putri menangis. “ Tapi, disana pasti banyak cewek-cewek Jakarta yang cantik. Dan pasti kamu akan lupain aku,….” Ucap Putri
“ Di Jakarta memang banyak cewek-cewek yang cantik. Tapi belum tentu ada cewek yang baik kayak kamu. Kamu adalah sahabat terbaikku, Put. Sosok terang dalam kegelapan pun tak bisa menggantikan sosok indah yang kamu punya. Aku tak akan mungkin melupakanmu.” Ucap Arjun mengusap air mata di pipi mulus Putri. Putri menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Arjun.
“ Jun, aku sayang sama kamu. Kamu jangan pernah lupain aku okey.”
“Iya Putri, aku juga sayang sama kamu you’re my best friend.” Melepaskan kepala Putri dari dadanya, dan mengajaknya berdiri. Mereka berdua saling menatap dan Arjun mengecup kening Putri.
‘apa hanya sekedar sahabat? apa kamu tidak ingin lebih dari itu? Aku ingin kamu menganggap aku sebagai pacarmu, Jun.’ dalam hati Putri sedih. Bukan hanya Karena ia akan di tinggal pergi sahabatnya, tetapi juga karena sepertinya cintanya bertepuk sebelah tangan. Mereka terdiam sejenak
“Jun, nih..” ucap Putri memberikan sebuah Kalung kepada Arjun yang di liontin kalung itu terdapat nama Putri.
“ Apa ini?”
“ Kalung”
“ maksud aku kalung ini untuk apa?”
“ kalung itu untuk kenang-kenangan dari aku, supaya di Jakarta nanti kamu selalu ingat sama aku”
“ iya, terima kasih….” Arjun mamakai kalung itu di lehernya. Mereka tersenyum dan kemudian senyum itu terhenti setelah terdengar suara….
“ PERHATIAN-PERHATIAN KERETA ARGO BISNIS JURUSAN SURABAYA-JAKARTA AKAN SEGERA BERANGKAT MOHON PARA PENUMPANG YANG BERTUJUAN KE JAKARTA SEGERA MENAIKI KERETA. TERIMA KASIH” Terdengar suara dari informations.
“Itu kereta yang akan aku naiki, Put. Aku berangakat dulu, Yah!” ucap Arjun. Putri hanya menganggukan kepala tanpa berbicara… “ kamu hati-hati, yah! Aku pergi….” Ucap Arjun meninggalkan Putri yang terdiam membisu bagai patung di toko pakaian, melihat kepergian orang yang sangat ia sayangi…. Di dalam kereta Arjun melambaikan tangan pada Putri, Putri membalas lambaian tangan itu dan kereta yang di naiki Arjun mulai melaju perlahan, pelan tapi pasti kereta itu maju meninggalkan stasiun dan seorang yang berdiri terdiam dan tertatih, Putri. Semakin lama kereta semakin melaju kencang dan tak terlihat….
*****
Selamat membaca... jangan lupa kritikannya ea!!!
nice
Lanjut lagi dong
vanz lanjut nih, ceritanya....
*****
KARJUN 2
‘Allahu akbar – allahu akbar’ terdengar suara adzan dari sebuah masjid disebelah gubug tua yang sudah mulai reod, rapuh dan terlihat tak berdaya. Sebenarnya itu adalah sebuah rumah, rumah yang di huni oleh sebuah keluarga kecil dan sangat sederhana. Sebuah rumah yang menyimpan semua kenangan indah, sebuah rumah tempat terlahirnya seorang anak lelaki yang sangat tampan, pintar juga ramah, sebuah rumah tempat bernaungnya seorang nenek tua menjalin kehidupan, dan sebuah rumah yang sebentar lagi akan di tinggalkan oleh seorang anak lelaki tampan yang akan pergi melanjutkan cita – cita, Karan.
Karan adalah seorang anak dari sekian ribu anak di dunia yang mengalami masa kecil tanpa ibu. Ibunya meninggal dunia saat melahirkan Karan, dan sampai detik ini pun saat usianya menginjak 16 tahun ia belum pernah sama sekali melihat ibunya, karena dirumahnya sama sekali tidak ada foto atau apapun yang menunjukan bahwa pernah ada seorang wanita tinggal di rumah itu. Karan di besarkan oleh seorang nenek yang setia mengurusnya dari Karan lahir sampai saat ini, bahkan dengan modal tenaga yang tersisa, ia mampu menghidupi seorang anak kebanggaan seperti Karan. Oh ya,, Karan tinggal dengan neneknya, Karan juga tinggal dengan ayahnya. Namun, sayang sekali meski ia tinggal dengan ayahnya, ia juga tidak pernah dapat perhatian dari seorang ayah. Semenjak kematian istrinya ( ibunya Karan ) ia mengalami depresi berat, mungkin karena ia sangat mencintai istrinya itu, dan akibatnya sampai sekarang ia mengalami gangguan jiwa alias stres. Lengkap sudah penderitaan Karan, namun ia masih tetap bersyukur pada tuhan karena ia diberi seorang nenek yang sehat sampai sekarang dan masih mampu menghidupinya sampai sekarang walau dalam keadaan yang serba seadanya.
Karan tumbuh dilingkungan yang membuat ia menjadi rendah hati, ia tumbuh menjadi seorang remaja tampan juga pintar. Bahkan saking pintarnya, ia sering menjadi juara kelas dan sering mendapatkan beasiswa, alhasil ia dapat melanjutkan sekolahnya sampai SMP secara gratis. Dan bahkan sekarang ia diberi beasiswa untuk bisa bersekolah di SMAN terkenal di Jakarta, dan itupun GRATIS. Awalnya ia menolak tawaran untuk sekolah di Jakarta karena ia tidak mau meninggalkan nenek dan ayahnya dengan kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Namun, dengan segala rayuan dan bujukan serta dorongan dari neneknya, ia pun bersedia. Neneknya tahu, bahwa Karan mampu menjadi seorang manusia yang sukses, karena kepintaran dan kepandaiannya. Ia juga yakin suatu saat nanti Karan yang akan mengubah kehidupan keluarga mereka.
Karan hari ini akan berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya, selama ia di jakarta, neneknya tinggal bersama kerabat terdekatnya.
“ Ran, kamu sudah siap, nak?” Tanya neneknya Karan yang berdiri di depan pintu kamar Karan.
“ Nek, kenapa sih aku mesti pergi? Aku kan ingin disini bersama nenek,,,” Tanya Karan balik, nenek pun menghampiri Karan kedalam kamar dan duduk di sampingnya
“Ran, dengar nenek, kamu adalah satu-satunya harapan keluarga ini untuk bisa mengubah kondisi keluarga ini. Nenek yakin dengan kamu sekolah di Jakarta kamu akan berhasil, nak. Sekalipun kamu tetap disini kamu palingan hanya kerja sebagai buruh. Jaman sekarang mana ada perusahaan yang menerima ijazah SMP? Seengganya kamu bisa memperbaiki dengan kamu sekolah di Jakarta.” Ujar neneknya.
“terus nenek bagaimana? Karan khawatir sama nenek.” Ucap Karan meneteskan air matanya.
“Kamu jangan khawatir sama nenek, selama kamu tinggal disana nenek kan tinggal di rumah keluarga Kiran.”
“Karan pasti bakal kangen sama nenek.”
“iya, nenek juga akan kangen sama kamu Karan.” Ucap Neneknya yang kemudian memeluk Karan, “kamu jangan lupa shalat disana, jangan pernah tinggalkan satu rakaat pun, kamu juga sering-sering shalat malam, ya!” lanjut Nenek
“Iya, Nek.” Jawab Karan, tak terasa air mata keduanya mengalir. Nenek pun melepaskan pelukannya. “Nek, Karan pingin menemui Bapak dulu.” Lanjutnya kemudian berdiri dan berjalan menuju belakang rumahnya. Dan terlihatlah sosok lelaki gagah yang sedang duduk terkulai lemah, pandangan menatap kosong kedepan dan sesekali tersenyum sendiri kemudian meneteskan air matanya. Karanpun menghampiri sosok yang ia sebut Bapak itu. “Pak, hari ini Karan akan pergi meninggalkan Nenek dan Bapak, Bapak do’ain Karan ya, Pak. Semoga Karan menjadi anak yang sukses.” Karan tak kuasa menahan butiran air mata di kedua matanya dan ia pun mencium tangan Bapaknya.
Karan kemudian berdiri dan melangkah mundur meninggalkan Bapaknya. Saat Karan membalikan badan terdengar suara sayu dari belakangnya, ia yakin bahwa ini nyata, ia membalikan badannya dan ia melihat Bapaknya berdiri menghadap dan melihat pada Karan, Karan yang kala itu menangis karena sedih, sekarang ia tak percaya dengan kejadian yang ia alami sekarang. Sosok Bapak yang selama ini terdiam, sosok Bapak yang selama ini hanya mampu menangis dan tertawa dalam waktu bersamaan, saat ini, detik ini memanggil namanya. “Bapak?” Lalu Karan berlari dan memeluk Bapaknya. “Ba…pak, Ba…pak yang… yang memanggilku tadi?” suara karan terdengar terbata menahan rasa harunya.
“Karan... Iya Karan…” suara sayu itu terdengar lagi
“ Ini aku Karan, Pak…”
“Karan,,,,” Suaranya mengecil dan Bapaknya pingsan dalam pelukan Karan, karena tubuh sang Bapak lebi besar daripada Karan, Karan tak mampu menopang tubuh Bapaknya, merekapun terjatuh dengan posisi Karan dibawah, Karan pun dengan sigap membenarkan posisinya dan sekarang posisi kepala ayahnya diatas paha Karan…
“Nenek…. Nenek” teriak Karan memanggil neneknya dngan panik. Tak lama kemudian Neneknya Karan pun datang.
“Ada apa Karan?” Tanya Nenek dengan panik pula “ Apa yang terjadi? Kenapa bapakmu?” Lanjutnya
“Tadi,,,, tadi ayah menyebut namaku setelah itu dia pingsan”
“Ya sudah, ayo bawa bapakmu ke dalam rumah” Ucap Nenek mendekat. Dengan dibantu oleh Neneknya, Karan Membawa Bapaknya Dengan memapah Bapaknya. Bapaknya dibawa ke kamar Karan, dia dibaringkan di tempat tidurnya Karan. “Karan, cepat kamu bawa minyak angin di kamar nenek!” perintah nenek, dan Karan langsung keluar dan tak lama kembali dengan membawa minyak angin.
“Ini, Nek.” Ucap Karan menyerahkan minyak angin itu dan nenek langsung menerimanya dan menuangkannya ke telapak tangannya lalu di oleskan pada kening Bapak. “Bapak kenapa, Nek?” Tanya Karan dengan begitu panik
“Bapak kamu sepertinya hanya pingsan, dia gak apa-apa” Ucap Neneknya yang coba mencoba menenangkan Karan. “Lebih baik kita keluar, biarkan bapak kamu istirahat” lanjutnya. Mereka pun keluar dari kamar Karan. “Ran, sebentar lagi Kiran pasti datang. Sebaiknya kamu siap-siap. Kamu harus berangkat hari ini.” Ujar Nenek
“Nenek gimana sih? Aku gak mungkin ninggalin bapak dengan keadaan seperti ini.”
“Karan, bapakmu tidak apa-apa! Dia hanya pingsan. Sebentar lagi dia sadar ko.”
“Enggak nek, aku gak akan pergi sampai aku benar-benar yakin kalau bapak tidak apa-apa.” Mereka pun terdiam, lalu terdengar suara motor berhenti di depan rumah mereka. Kemudian seorang gadis remaja dengan kaos oblong yang lengan kaosnya di angkat sedikit, celana jeans panjang dengan daerah lutut bolong entah sengaja atau tidak, rambutnya diikat di belakang, ditutup topi…
“Assalami’alaikum” sapa gadis itu
“Wa’alaikumsallam” jawab Karan dan Nenek serentak. “Masuk Kiran!” ucap Nenek
Nama gadis tadi ternyata Kiran, dia adalah pacar nya Karan. Keluarganyapun merupakan kerabat dekat Nenek. Dan rencananya selama Karan di Jakarta, Nenek akan tinggal bersama keluarga Kiran.
“Iya, Nek.” Kiranpun Masuk. “Ran, gimana sudah siap?” Tanya nya
“aku tidak akan pergi” jawab Karan
“Lo… Kenapa?”
“Bapakku sedang tidak sadar aku tidak mungkin tinggalin dia dalam keadaan seperti sekarang.”
“Tidak sadar???” Tanya Kiran bingung, namun Karan tidak menjawab, ia hanya menundukan kepala. Kiran mengerti dengan sifat Karan, jika ia menundukan kepala berarti ia tak mampu menjawab. Kiranpun menoleh kearah Nenek dan mengisyaratkan ketidak tahuannya
“Iya, tadi saat Karan pamit ke Bapaknya, katanya ia memanggil nama Karan dan kemudian pingsan. Tapi dia tidak apa-apa.” Jawab neneknya dengan yakin
“Terus sekarang gimana?” Tanya Kiran. Nenekpun berdiri dan mengisyaratkan kepada Kiran supaya ia mengikuti Nenek, Kiranpun berdiri dan mengikuti langkah kaki nenek. “ada apa Nek?” Tanya Kiran
“Kiran, Nenek yakin kalau Bapaknya Karan tidak apaa-apa. Kamu harus bujuk dia supaya keberangkatannya tidak boleh tertunda. Ini adalah kesempatan bagi dia. Kamu mengertikan maksud Nenek.” Ucap nenek dengan penuh harapan supaya Kiran mengerti dan melakukan perintah Nenek
“Iya, Nek. Kiran ngerti. Kiran akan coba bujuk Karan”
“Makasih, Nak. Kamu memang baik.”
“Sama-sama” ucap Kiran merekapun kembali ke tempat Karan duduk, dan duduk disamping Karan. “Karan, aku ngerti apa yang kamu rasain sekarang. Tapi kamu tidak boleh seperti ini. Kamu harus percaya sama nenek kamu. Kamu harus berangkat.” Bujuk Kiran
“Tidak Kiran. Kamu tidak mengerti apa yang aku rasain. Aku tadi dengar bapak memanggil namaku. Dan aku tidak ingin meninggalkan bapak dalam keadaan seperti ini, kamu tidak pernah merasakan gimana seumur hidup kamu, hanya sekali bapak kamu memanggil nama kamu.” Ucap Karan dengan nada yang cukup tinggi. Kiran hanya terdiam. “Maaf Kiran, dan aku harap kamu mengerti” lanjut Karan. Tampak mata kiran berair. “Kiran, kamu nangis? Maafkan aku Kiran, karena aku sudah membentak kamu.”
“Aku menangis bukan karena kamu bentak aku, tapi karena kamu salah kalau aku tidak merasakan apa yang kamu rasain, kamu bahkan lebih beruntung, Karan. Bapak kamu pernah memanggil kamu walau hanya satu kali. Apa kamu tidak ingat, ayah kandungku bahkan tidak tahu aku ada atau tidak. Seditpun dia tidak pernah ingat sama aku, dia pergi Karan, Dia pergi….!!!” Ucap Kiran sambil menangis. Karanpun teringat, bahwa benar kalau ayahnya kiran memang pergi mninggalkan ibunya Kiran saat sedang mengandung Kiran, ia tahu cerita ini dari Neneknya.
“Maafin aku Kiran”
“Iya Karan,” Ucap Kiran sambil tersenyum miris. “Aku ngerti apa yang kamu rasain, aku bahkan sangat mengerti itu. Tapi apa kamu rela melihat keluarga kamu seprti ini terus? Apa kamu tidak mempunyai niat untuk merubah keadaan ini? Hanya kamu yang menjadi harapan keluarga kamu saat ini. Kamu lihat,, Nenek semakin tua, kondisinya tidak akan terus seperti ini, dia ingin mlihat kamu bahagia, dan dengan sekolah di Jakarta kamu mampu mewujudkan impian Nenek.” Karan hanya terdiam. “Tapi semua terserah kamu,” lanjut Kiran. Semua terdiam beberapa saat.
“Aku akan berangkat” Ucap Karan.
“Baiklah, semuanya sudah siap. Kamu berangkat sekarang” ucap Nenek dengan semangat.
“Aku ingin melihat keadaan Bapak sebelum aku pergi.”
“Iya” Karan masuk kedalam kamar dan beberapa saat keluar dengan membawa tasnya yang berisi pakaiannya untuk dibawa ke Jakarta. “Ayo.”
“Iya ayo” ujar Kiran. Merekapun keluar, Karan dan Kiran pun pamit kepada Nenek, dan melangkah menuju motor yang terparkir dihalaman rumah mereka.
“Ini motor siapa, Ran?” Tanya Karan, yang dia tahu selama ini Kiran tidak mempunyai motor, tapi sekarang ia mau ngantar Karan ke stasiun dengan motor.
“Ini punya si Om Haris, Ran.” Jawab Kiran. “ Nih, kamu yang bawa motornya!”
“Oh, Ok..” jawab Karan, Mereka berdua naik, dan langsung melesat meninggalkan halaman rumahnya Karan, sebelumnya melambaikan tangan ke Nenek dan tidak lupa mereka juga memakai helm keselamatan.
Di perjalanan mereka saling terdiam, Karan sedang focus mengemudi dengan memperhatikan jalan sedangkan Kiran sendiri bingung mau memulai pembicaraan mengenai apa. Hingga mereka sampai di stasiun Solo.
“Kamu hati-hati di Jakarta, ya. Jangan lupa sama aku, aku akan selalu setia sama kamu, selalu sayang sama kamu” ucap Kiran dengan menundukan kepala, seolah tak mampu melihat sorot mata Karan.
“Iya, Kamu tenang aja, aku tidak akan lupa sama kamu. aku juga akan selalu sayang sama kamu” Ucap Karan memegang kedua pundak milik Kiran. “Kamu juga Hati-hati ya, disini. Jangan sampai tergoda sama laki-laki lain dan jangan lupa jagain Nenek, aku titip Nenek, ya!” Lanjutnya. Kiran hanya menganggukan kepala. “Aku pergi, ya!” Ucap Karan. Lagi-lagi Kiran hanya menganggukan kepala dan ia masih tertunduk, terlihat air mata menetes dari kedua matanya,,, Perlahan Karan melangkah mundur menjauhi Kiran. Karanpun menundukan kepala dan saat Karan hendak berbalik, Kiran memeluknya dari belakang, suatu pelukan hangat, pelukan pertama mereka meski mereka pacaran sudah hampir setahun.
“Aku sayang sama kamu, Karan” Ucap Kiran yang memeluk Karan, air matapun menetes di kedua mta indahnya.
“Aku juga sayang sama kamu, Kiran.” Karan melepaskan pelukannya. “Aku punya sesuatu buat kamu, nih!” Ucap Karan sambil memberikan sebuah Cincin bertuliskan “KK” yang merupakan singkatan dari Karan Kiran. “Ini merupakan tanda cintaku padamu, bahwa kamu sudah terikat dan jangan ada lelaki lain yang berani dekatin kamu. Kamu harus janji sama aku kalau kamu akan setia sama aku dan gak akan pernah berpaling dari aku. Janji?” lanjut Karan
“Patahkanlah sayapku bila aku mencoba berpaling dari hati dan sayangku, maka bunuhlah aku bila aku mencoba berpaling dan mencari penggantimu” Ucap Kiran terus memeluk Karan kembali.
Mereka melepaskan pelukan, dan Karan pun pergi meninggalkan Kiran yang diam mematung setelah Karan memberikan satu kecupan terindah di keningnya..
Di sby banyak bgt kok yg ga kalah ma jkt