It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Yang ini udah baca, nah yang wedding dan selanjutnya itu belum,
Di mention ya mas broh :-D
Mention aku juga yaa kak
....Sesampainya di café tersebut COLLIN LANGSUNG MELESAT MENUJU MEJA NOMOR 12, ia sudah pernah beberapa kali makan di café ini, jadi ia sudah hafal di mana letak meja tujuannya ini. COLLIN BERJALAN CEPAT MENUJU MEJA NOMOR 12 tanpa menghiraukan pandangan pelanggan yang lain, untungnya saat itu keadaan sedang sepi, ia berjalan setengah berlari hingga tiba-tiba langkahnya terhenti beberapa meter dari meja tujuannya.
Nah, ngertikan?? (yang capslock).. Itu salah satu contohnya.
Kesannya itu jadi kurang menarik, karna kita hrus kmbli diingatkan soal itu.
#makan kuaci,
@ularuskasurius mkasih dah di mntion.
Kenneth mengerjakan tesnya dengan cukup optimis, setelah diajari Collin tadi malam Kenneth memang jadi memahami konsep dari materi yang akan diteskan.
Bel tanda istirahat baru saja berbunyi, Collin bergegas menuju ke kelas Kenneth, ia berdiri di depan kelas Kenneth sementara murid-murid beramai-ramai keluar dari dalam kelas, Kenneth menjadi yang paling akhir keluar dari dalam kelas.
“Bagaimana ?” tanya Collin was-was.
Kenneth mengangkat bahunya,
“Kita lihat saja hasilnya nanti..” katanya.
“Tapi kau bisa menjawab soal-soalnya,kan ?” tanya Collin masih was-was.
“Yahhh… lumayan sih… sudahlah… ayo kita ke kantin…” ajak Kenneth.
Keduanya hendak berjalan ke kantin ketika seorang murid perempuan berjalan menghampiri mereka dengan malu-malu, untuk ukuran remaja, perempuan ini cukup termasuk golongan perempuan yang cantik dan manis, pasti banyak laki-laki yang berebut ingin menjadi pacarnya.
“Ehhmmm… Kak Kenneth..” kata anak perempuan itu masih dengan malu-malu.
“Ya.” jawab Kenneth.
“Ehhmm… na.. namaku Stella.. aku adik kelasmu…” kata anak perempuan itu.
“Ehhmm…. ya… ada perlu apa ya ?” tanya Kenneth ramah.
Collin memperhatikan kedua orang tersebut, dia tahu betul tentang apa ini, dia sudah sering berada dalam posisi Kenneth sekarang, entah kenapa ada sesuatu dalam dirinya yang bergejolak melihat pemandangan ini, ada sesuatu dalam dirinya yang tidak menyukai ini, tapi ia belum bisa mendeskripsikan apa itu, yang ia tahu ia ingin perempuan di depannya itu cepat-cepat pergi darinya… dan Kenneth.
“Ahh.. a.. aku… aku hanya mau memberikan ini
padamu..” jawab Stella terbata sambil menyerahkan sepucuk surat pada Kenneth dengan gugup, mukanya merah seperti sedang direbus.
Kenneth mengambil surat itu, begitu suratnya diambil, Stella langsung berlari pergi menghilang dari hadapan Kenneth dan Collin.
“Hei tunggu !!” panggil Kenneth, tapi perempuan itu sudah keburu menghilang.
“Sudah biarkan saja.” kata Collin.
Kenneth memandangi surat yang ada di tangannya, keduanya melanjutkan kembali berjalan menuju ke kantin.
Sesampainya di kantin keduanya duduk di bangku yang biasa mereka tempati.
“Apa isinya, ya ?” tanyanya.
Collin tersenyum,
“Surat cinta.. tentu saja..” katanya yakin.
“Ap.. apa ?” tanya Kenneth ragu pada Collin.
Collin mengangguk.
“Aku sering dapat yang seperti itu.. coba saja buka kalau tidak percaya..” katanya lagi.
Kenneth kemudian membuka surat itu kemudian membacanya, semakin ia baca wajahnya semakin memerah.
“Betulkan tebakanku…” kata Collin enteng.
Kenneth mengangguk pelan masih tidak percaya.
“Lalu apa katanya ?” tanya Collin tidak begitu tertarik.
“Dia bilang dia sudah lama memperhatikanku, dan dia… dia menyukaiku… semua yang ada padaku… dia bilang juga dia tidak minta aku untuk membalas perasaannya, hanya dengan aku tahu saja… itu sudah cukup baginya…. semoga kita bisa berteman baik, itu kalimat terakhir di suratnya.” jawab Kenneth masih dengan nada tidak percaya, ia kemudian mengulurkan surat itu pada Collin.
Collin mengambil surat tersebut dari tangan Kenneth kemudian membacanya sepintas.
“Lalu ?” tanya Collin setelah ia selesai membaca surat tersebut.
“Ehh… lalu apa ?” Kenneth balik bertanya.
“Apa yang akan kau lakukan dengan anak ini ?” tanya Collin.
Kenneth mengangkat bahunya lalu mengambil kembali suratnya dari tangan Collin.
“Entahlah… apa yang biasanya kau lakukan bila kau dapat surat cinta ?” tanyanya.
“Apa kau juga menyukai anak ini ?” tanya Collin.
Kenneth terdiam sejenak,
“Kau kan tahu aku sudah menyukai orang lain..” jawab Kenneth.
“Kau masih menyukainya sampai sekarang ?” tanya Collin lagi.
“Bahkan lebih dari sebelum-sebelumnya…” jawab Kenneth, mukanya mulai memerah.
“Dan kau masih belum mau memberitahuku siapa orangnya ?” tanya Collin.
“Aku masih belum siap.” jawab Kenneth.
Collin menghela napasnya, fakta bahwa Kenneth menyukai seseorang dan tidak mau memberitahukan pada dirinya membuatnya sedikit tidak senang.
“Baiklah… dia kan hanya minta berteman denganmu, jadi yaa… bertemanlah dengannya.” kata Collin.
Kenneth mengangguk.
“Ya sudah, selesai kan masalahmu… ayo kita pesan makanan.” usul Collin, keduanya kemudian memesan makan siang mereka.
“Ehhmm… surat-surat cinta yang ditujukan padamu itu… kau apakan semua akhirnya ?” tanya Kenneth sambil memakan makanan pesanannya.
“Kutolak semua.” jawab Collin enteng.
“Apa ? kenapa ?” tanya Kenneth kaget.
“Tidak ada yang cocok denganku..” jawab Collin lagi.
“Se.. sebelum ini… apa kau pernah pacaran ?” tanya Kenneth.
Collin menggeleng,
“Aku belum bertemu yang cocok.” jawabnya.
“Belum pernah sama sekali ?” tanya Kenneth yang mendadak jadi bersemangat.
“Ya. kenapa memangnya ? tidak punya pacar juga hidupku tidak akan berakhir,kan..” kata Collin.
Kenneth tersenyum senang.
“Ya… ya.. kau benar…” dukungnya.
“Kau sendiri… sudah pernah punya pacar ?” Collin balas bertanya.
“Belum. Aku juga belum pernah punya pacar.” jawab Kenneth.
“Woww.. cukup mengejutkan, padahalkan wajahmu tampan, banyak perempuan yang tergila-gila padamu..” kata Collin.
Wajah Kenneth langsung bersemu merah seketika.
“Me.. menurutmu aku… aku ta… tampan ?” tanyanya terbata.
“Ya. menurut mataku sih kau cukup tampan..” jawab Collin sambil meminum jus jeruk pesanannya.
“Uhhmm… makasih.” kata Kenneth pelan.
Collin mengangkat alisnya.
Keduanya kemudian menghabiskan makan siang mereka, makanan mereka habis bertepatan dengan bunyi bel tanda jam istirahat telah selesai, keduanya lalu kembali ke kelas mereka masing-masing dan melanjutkan sisa pelajaran mereka hari itu.
*****************
Siang harinya, Kenneth harus mengikuti latihan basket jadi ia tidak bisa mengantar Collin pulang, Kenneth adalah ketua tim basket di sekolahnya, alhasil Collin pulang dengan berjalan kaki seperti dulu biasa ia lakukan sebelum berteman dengan Kenneth.
Ketika Collin berjalan melewati café Arlochrion ia berhenti sebentar, di kaca etalase café tersebut terpampang pengumuman tentang lowongan kerja sebagai pelayan, ia tersenyum, di tempat inilah ia dan RedHawk dulu janjian untuk bertemu, dan di tempat ini juga ia tahu bahwa RedHawk ternyata adalah Kenneth, musuh bebuyutannya.
Collin kemudian melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah ia terkejut mendapati adiknya sedang duduk di dapur.
“El ?” tanyanya bingung.
Elliot, adik laki-laki Collin satu-satunya, tampilan fisiknya mirip dengan Collin, hanya saja warna rambut coklat Elliot sedikit lebih cerah daripada rambut coklat Collin yang kehitaman, warna matanya coklat terang, sama dengan warna mata ibu mereka.
“Collin !!” kata Elliot, ia tampak sedang kebingungan dan mencemaskan sesuatu, ia berdiri kemudian menghampiri Collin.
Collin menyadari ada yang tidak beres dengan adiknya.
“Ada apa ? kupikir kau sedang ada di tempat ayah..” katanya.
“Aku pulang tadi pagi.. Collin aku.. aku sedang ada masalah… “ kata Elliot.
Mau tak mau Collin jadi ikut cemas melihat adiknya.
“Kau terlibat masalah apa ?” tanyanya.
Keduanya kemudian duduk di ruang tengah rumah mereka, Elliot menceritakan masalahnya pada Collin dengan terbata-bata.
“Apa ?? kau menabrakan mobil ayah sampai rusak ??” tanya Collin kaget.
Elliot mengangguk ketakutan.
“Apa ayah tahu ?” tanya Collin.
Elliot menggeleng,
“Ayah, Tante Merilyn dan Jenifer sedang liburan ke luar negri, jadi mereka belum tahu, yang tahu hanya aku, kau, dan Jordan..” jawab Elliot.
Jenifer adalah adik tiri Collin dan Elliot yang berumur 5 tahun, Jordan adalah saudara tiri mereka yang umurnya sama dengan Collin sedangkan Tante Merilyn adalah ibu Jenifer dan Jordan yang juga adalah ibu tiri Collin dan Elliot.
“Kau sudah memberitahu ibu tentang ini ?” tanya Collin lagi.
“Belum, aku tidak berani, dia bahkan tidak tahu kalau aku ada di sini sekarang.” jawab Elliot lagi.
“Bagus. Jangan beritahu dia… biar kita urus sendiri masalah ini, ibu sudah cukup kerepotan memikirkan urusan di kantornya tanpa harus ditambah dengan masalah ini..” kata Collin bijak.
Elliot mengangguk.
“Seberapa parah kerusakannya ?” tanya Collin.
“Cukup parah, aku sudah bertanya tentang biaya perbaikannya dan ternyata sangat mahal, uang tabunganku tidak cukup untuk membayarnya, Jordan mau membantu dengan memberikan setengah dari tabungannya tapi tetap tidak cukup.” kata Elliot lagi.
“Akan kutambahkan dengan uang tabunganku..” kata Collin.
“Aku tahu uang tabunganmu ada berapa, tapi tetap tidak cukup, Collin, aku tidak tahu harus bagaimana lagi… aku bingung…” kata Elliot.
“Tenang… kita pikirkan jalan keluarnya sama-sama..” kata Collin mencoba menenangkan adiknya.
Collin memeras otaknya untuk mencari jalan keluar dari masalah adiknya,
“Kapan ayah pulang dari liburan ?” tanyanya.
“Mungkin sekitar 2 bulan lagi..” jawab Elliot.
“Baiklah, sekarang sebaiknya kau kembali saja dulu ke tempat ayah, kalau kau ada di sini nanti ibu akan curiga, sisa kekurangannya biar aku yang cari, nanti kalau sudah ada kukabari, lebih baik sekarang kau temani Jordan.” kata Collin.
“Bagaimana kau akan mendapatkan kekurangan uangnya ?” tanya Elliot.
“Aku punya rencana, sudah tak usah khawatir ya..” kata Collin lalu tersenyum sambil mengacak rambut Elliot.
Elliot memandang wajah kakaknya dengan penuh sayang, ia merasa beruntung karena mempunyai kakak seperti Collin.
“Thanks brother..” katanya.
“Anything for you..” balas Collin.
Keduanya lalu berpelukan.
Elliot kemudian bergegas pulang kembali ke rumah ayahnya sebelum ibu mereka pulang.
“Well, semoga rencanaku berhasil..” kata Collin pada dirinya sendiri, ia kemudian pergi menuju café Arlochrion.
*********************
Café Arlochrion.
“Jadi ?” tanya Collin penuh harap.
“Entahlah Collin…” jawab Tobi.
Tobi adalah anak dari pemilik café Arlochrion, dia juga bekerja sebagai salah satu pelayan di café itu, umurnya 3 tahun lebih tua dari Collin, ia dan Collin sudah saling kenal sejak lama, selain karena Collin merupakan salah satu pelanggan tetap di café tersebut, tapi juga karena dulu mereka bertetangga, sebelum akhirnya Tobi dan keluarganya pindah ke daerah yang lebih dekat ke pusat kota, jadi mereka sudah saling kenal sejak kecil, mereka sudah saling menganggap saudara pada satu sama lain.
“Apa masalahnya ?” tanya Collin.
“Kami mencari pelayan perempuan, Coll…” jawab Tobi.
“Sama saja kan… ayolah..” bujuk Collin.
“Ini keinginan ayahku, Collin… kau tahu bagaimana dia kan… semua keputusannya mutlak tidak bisa diganggu gugat…” kata Tobi.
Collin merengut,
“Kau laki-laki, tapi kau boleh bekerja di sini..” katanya mencari pembelaan.
Tobi menghela napasnya,
“Aku anak pemilik café ini, ingat ??” tanyanya.
“Ayolah Tobi… aku butuh sekali pekerjaan ini… aku tidak tahu lagi harus bagaimana…” katanya.
Tobi menatap iba pada Collin.
“Aku mau sekali membantumu dan El… seandainya aku yang memutuskan, aku pasti akan langsung menerimamu bekerja di sini tanpa banyak omong… tapi masalahnya semua tergantung pada ayahku…” katanya.
Collin terdiam,
“Apa tidak ada cara lain agar aku bisa diterima di sini… akan kulakukan apapun agar bisa diterima…” katanya lagi.
Tobi menatap Collin, tampak sedang menimbang-nimbang sesuatu.
“Sebetulnya kalau dilihat-lihat… ada satu cara sih…” katanya sambil tetap memandang Collin dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
“Apa ?? bagaimana ??” tanya Collin bersemangat.
“Tapi aku tidak yakin kau mau melakukannya..” kata Tobi sambil mengelus-elus dagunya.
“Kau tidak mendengarku ya ? akan kulakukan apapun agar aku bisa diterima… apapun, Tobi… apapun !!!” kata Collin ngotot.
Tobi terdiam sambil tetap memandang Collin.
“Kau yakin ?” tanyanya ragu.
“Bahkan bila aku disuruh berdandan seperti perempuanpun aku mau !!!” kata Collin mantap.
Tobi tersenyum,
“Kau membaca pikiranku..” katanya.
“Apa ?” tanya Collin bingung.
“Itu satu-satunya cara yang terpikir olehku..” kata Tobi.
“Ehh ?” tanya Collin masih bingung.
“Kau berpura-pura menjadi seorang perempuan… itu cara terbaik yang terpikir olehku… pasti akan berhasil, well, jangan tersinggung ya.. tapi postur tubuhmu pas sekali untuk menjadi seorang perempuan, dan wajahmu… untung bagimu karena wajahmu tanpa didandani saja sudah cukup cantik, yang perlu kita lakukan hanya menambahkan rambut palsu dan mengajarimu cara berjalan dan cara bicara ala perempuan..” jelas Tobi dengan penuh semangat, ini akan sangat menarik pikirnya.
Collin ternganga mendengar penjelasan Tobi.
“Kau sudah bilang mau,kan… ingat, kau butuh sekali pekerjaan ini…” kata Tobi.
Collin masih terdiam, bila dengan begini ia bisa dapat uang untuk membayar biaya perbaikan mobil ayahnya, well, maka ia akan melakukannya.
“Baiklah…” katanya.
“Bagus !! sekarang ayo kita persiapkan dirimu sebelum kau wawancara dengan ayahku…” kata Tobi.
Collin menghela napas.
“Thessa akan membantu kita mencari baju dan segala macamnya, kupanggil dia dulu..” kata Tobi kemudian berjalan menuju belakang café, tempat kumpul para pelayan dan pekerja, beberapa saat kemudian ia kembali dengan seorang anak perempuan seusia Collin yang tampangnya sangat mirip dengan Tobi, dia adalah Thessa, adik perempuan Tobi.
“Tobi sudah menceritakan semuanya, kau bisa pakai bajuku, sekarang ayo kita cari wig untukmu..” katanya.
“Ahh… aku punya wig yang cocok denganmu, ayo kita ke kamarku…” kata Tobi.
Akhirnya siang itu Tobi dan Thessa sibuk mempersiapkan Collin untuk wawancara dengan ayah mereka, mulai dari baju, cara bicara, cara berjalan, dan segala macam diajarkan pada Collin untuk lebih meyakinkan.
**************
2 jam kemudian.
Tobi dan Thessa berdiri bersampingan sambil menatap Collin yang sudah didandani seperti perempuan dengan sangat puas.
“Cantik sekali.” kata Thessa kagum.
“Ya.” dukung Tobi.
Collin menatap bayangan dirinya di kaca, ia menggunakan wig panjang dengan warna yang sama dengan warna rambut aslinya, coklat kehitaman, terusan berwarna putih bunga-bunga dan sepatu sandal datar milik Thessa, harus ia akui, ia memang kelihatan cantik, sama sekali tidak terlihat kalau sebetulnya dia adalah laki-laki.
“Kalau aku tidak tahu bahwa ini kau, aku pasti sudah mengajakmu kencan..” kata Tobi.
“Diam kau..” kata Collin.
Tobi dan Thessa tertawa.
“Kau sudah siap untuk menemui ayahku ?” tanya Tobi.
Collin menatap Tobi, ia masih sedikit ragu dan juga takut, ia takut penyamarannya ketahuan, tapi demi adiknya, ia harus memantapkan hatinya.
“Ya.” katanya mantap.
“Oke. Ikut aku..” ajak Tobi kemudian beranjak keluar dari kamarnya, Collin mengikutinya dari belakang.
“Good luck.” kata Thessa.
“Thanks.” balas Collin.
Tobi dan Collin kemudian berhenti di depan pintu ruangan pemilik café.
“Ingat yang sudah Thessa dan aku ajari tadi, jangan sampai ada yang salah, dan oh iya, selama kau menjadi perempuan, namamu adalah Caroline, panggilanmu Carol, kalau ayahku bertanya, bilang saja kau teman sekelasnya Thessa… kau mengerti ?” tanya Tobi.
Collin mengangguk, kadang-kadang ia kagum dengan keahlian Tobi yang bisa mengarang cerita bohong dengan cepat dan tepat.
“Baiklah… aku masuk dulu sebentar, kau tunggu di sini..” kata Tobi, kemudian masuk ke dalam ruangan ayahnya, beberapa saat kemudian ia keluar.
“Kau boleh masuk.” katanya.
Collin menghela napasnya, kemudian berjalan memasuki ruangan pemilik café.
“Good luck, brother..” kata Tobi.
Collin mengangguk.
Tobi berdiri sendirian di depan ruangan ayahnya, ia benar-benar cemas,
“Semoga berhasil.” katanya pelan.
*******************
“Bagaimana ??” tanya Tobi dan Thessa yang dari tadi menunggu di depan ruangan sampai bosan.
“Well…” kata Collin pelan.
“Well ?” tanya Thessa tidak sabar.
“Ayah kalian banyak tanya juga ya.. aku kelimpungan harus berbohong bagaimana lagi tadi..” jawab Collin.
“Apa penyamaranmu ketahuan ?” tanya Tobi cemas.
Collin menggeleng.
“Dia tidak curiga sama sekali, kerja kalian benar-benar bagus dan rapi..” katanya sambil tersenyum, mau tak mau Tobi dan Thessa pun ikut tersenyum.
“Jadi bagaimana ? seharusnya kalau dia tidak curiga kau sukses dong ?” tanya Tobi lagi.
Collin menatap kedua kakak beradik di hadapannya dengan tatapan serius, wajah keduanya tampak sangat cemas dan ketakutan.
Collin kemudian tersenyum.
“Kau diterima ???” tanya Thessa.
Collin mengangguk.
“AAAaaa….” Thessa berteriak senang, Tobi menghela napasnya dengan lega.
“Baguslah..” kata Tobi senang.
“Ya. ayahmu memintaku untuk datang jam 3 siang setelah aku pulang sekolah sampai jam 9 malam, aku bisa mulai besok siang, dan dia menyuruhmu untuk mencarikan seragam pelayan yang pas untukku di gudang, oh iya, dan aku dibayar per minggu.” kata Collin dengan senangnya.
“Well, baiklah..” kata Tobi menanggapi permintaan ayahnya untuk mencarikan seragam untuk Carol.
“Selamat Coll..” kata Thessa sambil memeluk Collin.
“Ya. terima kasih..” kata Collin sambil tersenyum.
“Ayo kita cari seragammu..” ajak Tobi.
Ketiganya kemudian pergi menuju gudang untuk mencari seragam bagi Carol, beruntung ternyata ada sisa seragam yang kebetulan pas sekali dengan ukuran tubuh Collin.
Setelah mendapat seragam dan sedikit… ehhm… banyak penjelasan mengenai segala hal yang berhubungan dengan café dari Tobi dan Thessa, Collin berpamitan pulang dan berjanji akan datang setengah jam sebelum waktu yang telah disepakati besok.
Collin berjalan pulang menuju rumahnya, ia lega karena ia bisa mendapat jalan keluar untuk masalah adiknya, yang harus ia lakukan sekarang adalah banyak-banyak belajar mengenai bagaimana cara berperilaku seperti perempuan untuk bisa memantapkan penyamarannya.
Di tengah jalan menuju rumahnya tiba-tiba sebuah motor berhenti tepat di depannya, Collin kenal motor itu, pengemudi motor itu melepas helmnya, Collin berjalan menghampirinya.
“Dari mana kau ?” tanya Kenneth.
“Ahh… aku baru saja dari café Arlochrion… ehhmm… cari makan..” jawab Collin, menurutnya bukan ide yang bagus bila memberitahu Kenneth tentang masalah Elliot dan pekerjaan barunya, reaksinya pasti akan berlebihan.
“Ibumu belum pulang ?” tanya Kenneth lagi.
Collin menggeleng.
“Kau baru pulang ?” Collin balas bertanya, ia memandang Kenneth yang masih menggunakan kaos tim basket sekolahnya dan kelihatan berkeringat.
Kenneth mengangguk.
“Ayo naik, kuantar kau pulang.” katanya.
Collin mengangguk kemudian menaiki motor Kenneth, rumah mereka memang searah, jadi Collin tidak merasa merepotkan Kenneth.
Kenneth kemudian menjalankan kembali motornya menuju rumah Collin.
Sesampainya di rumah Collin,
“Thanks.” kata Collin setelah turun dari motor Kenneth.
Kenneth tersenyum,
“Ahh iya, Collin..” katanya.
“Ya..” kata Collin.
“Minggu depan tim basket kita akan mengikuti kompetisi basket antar sekolah sekota, jadi selama seminggu ke depan tiap pulang sekolah kami harus latihan intensif, aku takutnya tidak bisa mengantarmu pulang..” kata Kenneth.
Kebetulan !! pikir Collin, jadi selama seminggu ke depan Kenneth tidak akan bingung-bingung mencarinya sepulang sekolah, iapun bisa bekerja di café dengan tenang tanpa dicurigai Kenneth.
“Ahh.. ya.. tidak apa-apa… aku bisa jalan kaki..” kata Collin sambil menyembunyikan kelegaannya.
“Benar tak apa-apa ? atau kau bisa pulang pakai motorku, akan kuberikan kuncinya padamu..” kata Kenneth lagi.
“Lalu kau pulang pakai apa, idiot ? benar tak apa-apa kok, lebih baik kau memfokuskan pikiranmu pada timmu
daripada memikirkan hal-hal sepele macam itu..” kata Collin.
“Well, aku bisa jalan ke rumahmu mengambil motor, setelah itu aku pulang ke rumahku pakai motor..” kata Kenneth sungguh-sungguh.
“Jangan mengusulkan ide bodoh padaku, kubilang tidak apa-apa ya tidak apa-apa !!” kata Collin sedikit berteriak.
“Ya.. ya.. baiklah… aku tidak mau bertengkar denganmu hanya gara-gara masalah sepele..” kata Kenneth akhirnya menyerah.
“Ya sudah lebih baik sekarang kau pulang, mandi, makan kemudian tidur, jangan sampai kau kelelahan, kau harus menjaga kesehatanmu untuk pertandingan minggu depan, kau dengar aku ??” tanya Collin.
“Iya, bapak dokter..” kata Kenneth, ia merasa senang mendengar nasihat Collin, ia senang karena Collin mempedulikannya.
“Bagus.” kata Collin.
Kenneth tertawa,
“Ya sudah aku pulang dulu, sampaikan salamku untuk Ibumu…” kata Kenneth akhirnya.
“Akan kusampaikan..” kata Collin.
Kenneth menyalakan mesin motornya.
“Sampai besok.” katanya.
“Sampai besok.” balas Collin.
Kenneth kemudian berlalu pergi meninggalkan Collin di depan rumahnya.
************************
Esok harinya, sepulang sekolah.
Collin membereskan buku-bukunya dengan tergesa-gesa,
“Kenapa buru-buru sekali ?” tanya Julian yang duduk di sebelahnya.
“Hah ? ohh aku ada urusan, jadi harus buru-buru pulang..” kata Collin.
Julian mengangguk.
“Ahh kalau kau bertemu Kenneth katakan padanya untuk jangan lupa latihan basket.” kata Julian, ia salah satu anggota tim basket inti di sekolahnya.
“Baiklah… aku pulang duluan..” kata Collin setelah barang-barangnya beres.
“Yep. Hati-hati Col..” kata Julian.
Collin mengangguk sambil bergegas meninggalkan kelas.
Collin sedang berlari sepanjang koridor menuju pintu gerbang sekolah ketika seseorang memanggilnya,
“Collin !!!”
Collin menoleh, ternyata Kenneth yang memanggil, ia sedang berjalan setengah berlari menuju ke tempat Collin.
“Buru-buru sekali… ada apa ?” tanya Kenneth bingung.
“Tidak ada apa-apa… aku ada perlu di rumah, jadi harus buru-buru pulang…” jawab Collin sedikit terengah.
“Ohh… tadi aku ke kelasmu, kata Julian kau sudah pulang, jadi aku buru-buru mengejarmu..” kata Kenneth.
“Ada apa ?” tanya Collin.
“Tidak, tadinya aku mau menanyakan apa kau mau lihat aku latihan, tapi karena kau sedang ada perlu, ya sudah…” jawab Kenneth sedikit kecewa.
“Maafkan aku, Ken… tapi urusan ku sangat penting, mungkin nanti… entah kapan..” kata Collin.
Kenneth tersenyum,
“Ya sudah tak apa-apa, kau urus saja dulu urusanmu itu… besok-besok juga bisa..” katanya.
Collin mengangguk.
“Baiklah, aku latihan dulu, kau pulanglah… “ kata
Kenneth.
“Ya… aku pulang dulu kalau begitu, kau juga setelah selesai latihan langsung pulang dan istirahat..” kata Collin.
“Iya.” kata Kenneth.
“Aku pulang sekarang ya..” kata Collin kemudian beranjak pergi.
“Hati-hati..” kata Kenneth.
Collin melambaikan tangannya, ia kembali berlari menuju gerbang sekolah.
Collin terus berlari hingga akhirnya ia tiba di café Arlochrion.
Collin bergegas masuk ke dalam café, saat itu café sedang sepi, hanya ada sedikit pengunjung yang sedang bersantai sambil minum kopi.
“Aku sudah datang.” katanya ketika sampai di meja kasir.
“Cepat ganti baju di kamarku, perlengkapannya sudah ada di sana semua... ada Thessa juga yang akan membantumu berdandan.” kata Tobi.
Collin kemudian pergi menuju kamar Tobi, setelah ia menggunakan wig dan seragam pelayannya, dan sedikit berdandan dibantu oleh Thessa, Collin kembali ke ruang
utama café.
Seragam café Arlochrion berwarna hijau lumut dengan sentuhan warna krem di kerah dan lengan bajunya, dan lambang café Arlochrion di bagian dada, Collin (atas saran Thessa) memadumadankan seragam tersebut dengan rok berbahan jeans berwarna krem selutut.
“Dengan pelayan secantik dirimu, aku yakin pelanggan café akan bertambah dua kali lipat dengan cepat..” kata Tobi begitu ia melihat Collin.
“Ha-Ha.” tawa Collin.
“Jangan lupa cara berjalan dan berbicaramu, Carol..” kata Thessa.
“Iya..iya..” jawab Collin dengan suara ditinggikan sehingga terdengar seperti suara perempuan.
“Ya sudah, untuk permulaan kau ambil pesanan pelanggan yang baru datang di meja 5 sana..” kata Tobi.
“Baiklah..” kata Collin kemudian beranjak menuju meja nomor 5.
Hari pertama Collin bekerja di café bisa dibilang cukup sukses, ia berhasil mengerjakan semua tugasnya dengan baik, penyamarannyapun sempurna, tidak ada satupun pelanggan yang curiga, malah, banyak pelanggan laki-laki yang memperhatikannya dengan pandangan terkesima, Caroline memang terlihat sangat cantik, bahkan mungkin lebih cantik dari perempuan asli.
Tobi dan Thessa tersenyum melihat Collin melakukan pekerjaannya, keduanya merasa senang bahwa keadaannya lancar-lancar saja, semoga begitu terus sampai selanjutnya.
Tak terasa sudah lewat 6 jam Collin bekerja melayani pelanggan, jam di café sudah menunjukan pukul 9 malam, café sudah siap-siap akan tutup.
“Kau lelah ?” tanya Tobi, saat ini ia, Thessa dan Collin sedang beristirahat di meja konter dekat kasir.
“Lumayan.. tapi cukup menyenangkan juga..” jawab Collin sambil menyeka keringat di dahinya.
“Minum ini..” kata Thessa sambil menyodorkan segelas coklat panas pada Collin.
“Thanks..” kata Collin sambil mengambil gelas yang disodorkan Thessa.
“Setelah ini kau ganti baju, kemudian pulang, sesampainya di rumah beristirahatlah..” kata Tobi.
Collin menangguk.
“Ahh iya, mulai besok kau masuk lewat pintu belakang ya, karena kalau lewat pintu depan pelanggan café pasti akan curiga bila mereka melihatmu masuk ke dalam kamar mandi dan keluar dalam wujud Caroline..” kata Tobi.
“Baiklah..” kata Collin.
Setelah Collin menghabiskan coklat panasnya, ia kemudian berganti pakaian dan berpamitan pulang pada Tobi, Thessa dan pelayan café yang lain.
**********************
Keesokan siangnya Collin kembali bergegas menuju café Arlochrion setelah sebelumnya berpamitan pulang pada Kenneth, kali ini ia mengikuti saran Tobi untuk masuk lewat pintu belakang, setelah ganti baju dan berdandan ia baru masuk ke ruangan utama café untuk mulai bekerja melayani pelanggan café yang datang, kali ini ia menggunakan celana jeans biru panjang milik Thessa, karena tinggi badan Thessa sama dengan Collin, maka celana Thessa pas dipakai oleh Collin.
Sama seperti kemarin, hari ini Collin mengerjakan pekerjaannya dengan baik, semua lancar-lancar saja sampai 2 jam setelah ia bekerja terjadilah hal yang tidak diinginkan,
Pintu café terbuka, segerombol anak laki-laki memasuki café kemudian menduduki meja di tengah ruangan.
Collin memandang ngeri pada gerombolan tersebut, itu adalah anggota tim basket inti di sekolahnya, dan itu berarti ada Kenneth di situ.
Benar saja, rambut pirang Kenneth tertangkap mata Collin, walaupun jaraknya jauh tapi ia bisa memastikan kalau itu adalah Kenneth.
“Ambil pesanan anak-anak itu, Carol..” kata Tobi.
“Ta.. tapi Tobi, itu anak-anak dari sekolahku, bagaimana kalau mereka mengenaliku ?” bisik Collin pada Tobi.
Tobi menatap gerombolan tersebut dengan seksama, sebelumnya ia tidak begitu memperhatikan kalau itu adalah murid-murid dari sekolah Collin.
Tobi memandang sekeliling mencari pelayan lain yang sedang istirahat, tapi ternyata semua pelayan sedang sibuk melayani pelanggan lain, ia sendiri sedang sibuk membuat pesanan pelanggan.
“Sudah tak apa-apa, bersikaplah wajar, percaya diri saja, jangan gugup, mereka tidak akan mengenalimu…” katanya akhirnya, walaupun ia sendiri merasa sedikit ragu.
“Kau yakin tidak apa-apa ?” tanya Collin ragu.
Tobi mengangguk.
Collin kembali memandang teman-temannya, memandang Kenneth, ia kemudian menghela napas.
“Baiklah..” katanya meyakinkan diri sendiri, ia kemudian berjalan dengan sedikit gontai menuju meja gerombolan tersebut.
“Ma.. mau pesan apa ?” tanya Collin setibanya di meja yang dituju.
Anak-anak anggota tim basket menatapnya, termasuk Kenneth, hal ini membuat Collin menjadi gugup dan berkeringat dingin.
“Aku baru pertama kali melihatmu, kau baru, ya ?” tanya salah satu anak.
“Ahh.. ehh.. i.. iya, aku baru mulai bekerja di sini sejak kemarin..” jawab Collin gugup.
“Siapa namamu ?” tanya anak yang lain sambil tersenyum, yang lain menyorakinya.
“Na.. namaku Caroline, teman-temanku biasa memanggilku Carol..”jawab Collin masih dengan nada gugup, sekilas pandangannya bertemu dengan mata Kenneth, ia cepat-cepat mengalihkan pandangannya.
Anak- anak tampak berbisik sambil tersenyum.
Collin memalingkan wajahnya agar tidak lama-lama terlihat oleh teman-temannya.
Anak-anak anggota tim basket kemudian mulai ribut memilih pesanan mereka.
Kenneth masih menatap Collin, Collin yang merasa ditatap menundukan kepalanya, berusaha menutupi wajahnya, hal ini malah membuat Kenneth curiga.
“Kau pesan apa, Kenneth ?” tanya salah satu anggota.
“Ahh.. apa ?” tanya Kenneth yang dari tadi sibuk memandangi Collin.
Kenneth kemudian membaca menu makanannya.
“Aku pesan nasi goreng udang satu porsi..” katanya sambil menyerahkan buku menu tersebut pada Collin.
Collin mengambil buku menu dari Kenneth dengan sebisa mungkin tidak bertatapan dengan Kenneth.
“Itu saja ? ada lagi yang lain ?” tanya Collin dengan
gugup.
“Ya, itu saja.” jawab salah satu anggota.
“Baiklah, silahkan ditunggu pesanannya..” kata Collin kemudian beranjak meninggalkan meja tersebut dengan keringat dingin.
Collin menyerahkan pesanannya pada Tobi, ia menghela napas lega.
“Aku mau ke kamar mandi..” kata Collin kemudian pergi menuju kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi Collin berdiri di depan westafel, ia memandang wajahnya yang berkeringat di cermin dengan lega.
“Untung tidak ketahuan..” katanya pelan, ia ketakutan sekali saat tadi bertatapan dengan Kenneth, ia takut Kenneth mengenalinya.
Ia kemudian membereskan rambutnya, setelah yakin rambutnya rapi ia kemudian keluar dari kamar mandi.
Begitu pintu kamar mandi dibuka, Collin terkejut setengah mati mendapati Kenneth berdiri di depan kamar mandi, bersender ke dinding.
“Ahh… “ erang Collin pelan.
Letak kamar mandi berada di belakang bangunan café, sehingga tidak tampak dari ruangan utama, saat ini hanya ada mereka berdua di situ, tidak ada orang lain.
“Silahkan..” kata Collin dengan suara perempuan yang sangat meyakinkan.
“Aku tidak tahu kalau kau punya hobi seperti ini..” kata Kenneth yang tidak beranjak dari tempatnya.
“Ahh.. ap.. apa maksudmu ?” tanya Collin gugup, masih dengan suara perempuan.
“Kau bisa membohongi mereka, tapi kau tidak bisa membohongi mataku, Col..” jawab Kenneth.
Collin terdiam lemas, mulutnya menganga sambil menatap Kenneth.
“Tenang saja, kalau kau tidak mau mereka tahu aku akan tutup mulutku kok..” kata Kenneth lagi.
Collin menghela napas.
“Bagaimana kau bisa tahu ?” tanyanya, kali ini dengan suara laki-lakinya yang biasa.
Kenneth tertawa.
“Aku tidak pantas menjadi sahabatmu kalau aku tidak bisa mengenalimu, Collby..” katanya.
“Kau tidak marah karena aku tidak memberitahumu tentang ini ?” tanyanya takut.
“Harusnya sih aku marah… tapi kemudian kuurungkan niatku, kupikir kau pasti punya alasan sendiri sampai tidak memberitahukannya padaku..” jawab Kenneth enteng.
Collin tersenyum.
“Sekarang apa kau mau memberitahuku kenapa kau melakukan ini ? ahh… jangan bilang kalau ini benar-benar hobimu, karena kalau memang benar begitu aku akan langsung memutuskan persahabatan kita saat ini juga..” kata Kenneth.
“Cuma bercanda..” tambahnya lagi.
“Tentu saja bukan..” kata Collin, “Aku ada alasanku sendiri..”
“Beritahu aku kalau begitu… aku penasaran apa yang membuatmu mau repot-repot menjatuhkan harga dirimu sampai serendah ini..” kata Kenneth lagi.
Collin kemudian menceritakan semuanya pada Kenneth, tentang masalah Elliot dan idenya.
Keduanya terdiam sejenak setelah Collin selesai bercerita,
“Berapa biaya perbaikannya ? biar aku yang bayar..” kata Kenneth kemudian.
“Sudah kuduga kau akan bereaksi seperti ini begitu kau tahu… inilah alasannya aku tidak memberitahukannya padamu..” kata Collin sambil menepuk kepalanya, sebelumnya ia sudah memikirkan kemungkinan ini, Kenneth memang berasal dari keluarga yang kaya, ia tentu bisa membayar biaya perbaikan mobil yang baginya pasti tidak seberapa.
“Ayo beritahu aku berapa biayanya, Coll..” paksa Kenneth.
“Tidak, Ken… aku tidak mau kau membantuku..” tolak Collin.
“Kenapa ? aku sahabatmu… wajar jika aku membantumu..” kata Kenneth.
“Aku tidak mau merepotkanmu… aku tidak mau merepotkan orang lain, terutama orang-orang di dekatku…” kata Collin.
“Jangan sungkan denganku, Collin… masalahmu masalahku juga…” kata Kenneth masih bersikeras.
“Tidak Kenneth… jangan sampai kita bertengkar gara-gara ini..” ancam Collin.
Kenneth terdiam.
“Sudahlah ya… upahku bekerja sebagai pelayan pasti akan cukup untuk membayar biaya perbaikannya…” kata
Collin meyakinkan.
“Tapi akan lebih mudah bila aku membantumu, setidaknya kau tidak harus berlama-lama menyamar menjadi perempuan dan bekerja sebagai pelayan, walaupun… ehhmm… penampilanmu sekarang tidak jelek juga sih… tapi coba bayangkan kalau nanti ada yang menggodamu ?? kalau ada yang melecehkanmu ?? bagaimana Collin ??” tanya Kenneth histeris.
“Kau membayangkannya terlalu jauh, Kenneth.. ” kata Collin.
“Bagaimana kalau para pelanggan laki-laki itu berbuat sesuatu yang tidak sopan padamu Coll ?? bagaimana kalau.. ”
“Kau lupa ya kalau aku laki-laki ??” tanya Collin memotong perkataan Kenneth.
Kenneth memandang Collin dengan kaget.
“Maaf.” katanya pelan.
“Aku bisa jaga diri Ken… “ kata Collin.
Kenneth masih tampak ragu.
“Lagipula kalau nanti ada yang macam-macam denganku, kan ada kau...” kata Collin sambil tersenyum, mau tak mau Kenneth ikut tersenyum mendengar perkataan Collin.
“Tapi jadi pelayan..” kata Kenneth.
“Pelayan kan profesi yang baik… tidak ada yang salah dengan menjadi pelayan..” kata Collin.
Kenneth menatap Collin dengan seksama, ia tahu untuk kali ini ia kalah berdebat dengan Collin, ia bisa melihat kesungguhan di mata Collin.
Kenneth menghela napas menyerah.
“Baiklah… terserah kau saja.. ” katanya.
Collin tersenyum.
“Thanks Ken.” katanya.
Kenneth ikut tersenyum.
“Tapi ingat satu hal.. ” katanya.
“Apa ?” tanya Collin.
“Jika nanti di pertengahan kau merasa tidak sanggup dan ingin berhenti, kau tahu harus minta bantuan pada siapa… aku masih belum menutup tawaranku untuk membantumu membayar biaya perbaikan mobil ayahmu.” jawab Kenneth.
“Iya aku tahu.” kata Collin.
Keduanya saling tersenyum.
“Ya sudah, aku ke depan dulu, kalau terlalu lama aku takut anak-anak akan curiga..” kata Kenneth.
“Ya. aku juga mau kembali bekerja.” kata Collin.
Kenneth berjalan duluan menuju ruangan utama, tapi di tengah jalan ia berhenti dan berbalik,
“Kau tahu…. menurutku rambut panjang itu cocok untukmu, kau benar-benar terlihat cantik, malam minggu nanti kau mau jalan denganku sambil memakai wig itu ??” tanya Kenneth iseng.
“Diam kau !!” jawab Collin.
Kenneth tertawa terbahak-bahak, keduanya kemudian berjalan kembali ke ruangan utama café.
sengaja, karna saya buat latarnya bukan di indonesia
iya, maaf kalo agak2 kurang enak dibaca kalimat nya, saya masih belajar, terimakasih masukannya
makasih makasih hehe
terima kasih kritik dan sarannya, akan saya perbaiki di cerita2 saya selanjutnya, ini cerita pertama buatan saya, jadi masih banyak yang perlu dikoreksi
silahkan dibaca lanjutannya
silahkan dibaca lanjutannya
makasih masukannya, akan saya perbaiki di cerita saya selanjutnya
terima kasih banyak