Sup brotha sista (:
Mau mencoba share cerita lama gw yang sampe sekarang masih tersendat. Sengaja gw share disini supaya gw punya alasan/motivasi buat ngelanjutin cerita ini. Sekaligus gw mau denger...eh..baca pendapat dari orang lain selain sahabat gw.
Cerita ini
based on my true story, tapi gak
pure sepenuhnya juga sih. Karna sedikit/banyak juga yang sengaja gw rubah disini, supaya lebih enak buat dibaca dan pastinya gak menyinggung pihak yg bersangkutan
Anyway, gw siap menampung saran dan kritikan dari kalian..karna jujur gw masih pemula dalam hal ini.
And here we go......
PLAYBOY SETENGAH TULEN
I. ANAK BARU
"Hoahmm...."
Oke, ini sudah kesekian kalinya aku menguap. Dan kurasa, aku tak bisa menahan kantuk lebih lama lagi.
"Kayaknya mending izin kebelakang deh, daripada nanti kena ceramahnya Bu Susi", ideku dalam hati.
Baru saja aku hendak mengangkat tangan untuk meminta izin, Bu Kartika
(Salah satu guru BP disekolahku) masuk ke kelas kami dan langsung menghampiri Bu Susi yang tengah menulis di white board di depan kelas.
Setelah berbicara sebentar dengan berbisik-bisik pada Bu Susi, lantas Bu Kartika pun keluar lagi dari ruang kelas. Tak lama kemudian, Bu Susi menghentikan kegiatan menulisnya di white board dan berdeham untuk meminta perhatian pada seisi kelas.
"Anak-anak, barusan saja ibu diberitahukan oleh Bu Kartika, bahwa kelas kita kedatangan murid baru. Dan....."
"WOOOOOOOO......" ,
"Anak barunya cewek apa cowok bu?" ,
"Cakep gak bu?" Kontan suara teman-teman memotong omongan Bu Susi, yang secara otomatis memancing amarahnya.
"Saya belum selesai berbicara, tolong hargai saya!!"
Cukup dengan perkataan seperti itu, Bu Susi, guru sejarah sekaligus wali dari kelas kami, yaitu kelas 1.1, mampu membungkam semua mulut diruangan ini. Ya, kami sebagai muridnya sudah sangat paham, kalau Bu Susi sudah mengeluarkan kata
"Saya" bukan kata
"Ibu" didepan kalimatnya, sudah dapat dipastikan kalau ia sedang marah.
"Oke, Terima kasih. Romi, silakan masuk." Lanjut Bu Susi sambil mempersilakan anak baru itu masuk.
"Silakan perkenalkan diri kamu ke teman-teman yang lain."
"Hai, nama saya Romi Sugiharto. Biasanya dipanggil Romi. Saya siswa pindahan dari Semarang," jelas Romi si anak baru sambil tersenyum malu kearah kami. Kami yang sebenarnya sudah gatal ingin meledeki si anak baru, terpaksa menahan keinginan kami, karena takut dapat memicu amarah Bu Susi kembali.
"Oke Romi, berhubung di kelas ini hanya tersisa satu bangku kosong, kamu duduk sama Ari di bangku belakang sana," Bu Susi berkata sambil menunjuk deretan meja tempatku duduk, tepatnya satu meja di depanku. Tak lama setelah Romi menempati bangku kosong disebelah Ari, Bu Susi pun melanjutkan pelajarannya.
Aku yang tadinya sudah berniat untuk meminta izin ke toilet, terpaksa membatalkan niat. Karena mata ini sudah
full melek akibat kegaduhan tadi. Lagipula, sebentar lagi jam pelajaran Sejarah juga mau selesai.
TETTT...TETTT..TETTTTT.....
"See? Benerkan?"
Setelah menutup pelajaran dengan salam, Bu Susi pun meninggalkan kelas kami. Tak lama, kelas pun menjadi gaduh bak pasar kaget dipagi hari. Penyebabnya tak lain tak bukan, hampir separuh kelas telah mengerubungi meja Romi si anak baru.
"Hadehhh....dasar pada norak!! Kedatengan anak baru udah kayak ngeliat anak mas, mending kalo anak mas yang bisa dimakan," rutukku dalam hati.
"Pan, mau kemana lo?" Teriakan Ari memanggilku yang hendak keluar kelas untuk menghindar dari keramaian yang menurutku tak penting ini. Karena posisi duduk Ari yang bersebelahan dengan Romi, mau tak mau Romi mendengar teriakannya dan mengikuti arah pandangnya yang sedang melihatku.
"Ke Babeh atas bentar, lagian Pak Fajar kan datengnya telat," saat menjawab, mataku tak sengaja bertemu dengan mata Romi yang dengan cepat menundukkan wajahnya.
"Biasa aja ah, gak ada yang istimewa. Ngapain juga anak-anak pada ngerubungin dia?" aku berpendapat dalam hati saat sepintas lalu melihat wajah Romi.
"Pan, gue ikut.....tungguin gue!!" Bowo berteriak sambil mengekoriku dari belakang.
* * * * * * * * * *
Comments
Maksudku, karena ini ceritaku, rasanya tak etis kalau tak memperkenalkan diri.
Hal pertama yang harus kalian ketahui adalah siapa aku?
Aku adalah tempat yang biasa disinggahi oleh para siswa saat sedang memasuki jam istirahat, biasanya aku dikenal sebagai fasilitas untuk memuaskan nafsu lapar dan dahaga dari para siswa dan juga guru disekolah. Loh? Lo pikir kuis apa ini apa itu? Garing....
Fine, seriously....Namaku Topan, cukup Topan. Kalian tak perlu mengetahui sisanya.
Aku bersekolah disini, disalah satu SMA negeri didaerah Jawa Barat. Sekolahku tidak terlalu istimewa, hampir sama saja dengan SMA negeri kebanyakan. Bukan termasuk sekolah dengan prestasi buruk, tapi juga bukan termasuk sekolah favorit. Ya....pokoknya biasa aja. Dan seperti yang sudah kalian ketahui, aku adalah siswa kelas 1 disini.
Lalu apalagi yang ingin kalian ketahui?
Tentang keluargaku?
Yang jelas, aku bukan anak tunggal.
Masalah jenis kelaminku?
Kalian bisa cek sendiri.
Postur tubuhku?
Tb/Bb 170cm/56kg, 15th, kulit sawo matang.
HELLOOO...Kalian pikir ini biro jodoh!!
"Topaannnn.....beliin mama kecap dong sebentar!!" Mama berteriak dari dapur memanggilku yang sedang asyik menonton TV. Aku hanya diam saja karena terlalu asyik menonton acara kartun favoritku di minggu pagi.
"Topaannnn......Mau cepet sarapan apa nggak??" Dan Teriakan mama yang kedua ini sukses mengalihkan perhatianku. Terang saja, cacing-cacing diperutku sudah berteriak kelaparan sejak pagi tadi.
Tak lama aku keluar rumah melewati dapur, setelah sebelumnya meminta uang untuk membeli kecap atas perintah mama tadi.
Hei! jangan melihatku seperti itu, dirumahku tak ada asisstant rumah tangga, jadi wajar saja kalau aku sebagai anak berbakti membantu mamaku. Really?
Saat diluar, aku melihat seorang cowok sedang asyik memangku anak kecil dan bermain dengannya didepan rumah tante Rini. Loh, itu bukannya....??
"Lah elo Bay...? Kapan dateng lo?" Aku menyapa cowok yang ternyata adalah Bayu, anak dari tante Rini tetangga rumahku.
"Eh, elo Pan. Baru aja kok. Sekitar 1jam an gitu lah," jelas Bayu sambil masih bermain dengan adiknya yang ia pangku. Mau tak mau aku ikut memperhatikannya.
"Lagi liburan juga? Eh, maksud gue....lo pulang kesini kalo hari libur doang?" Tanyaku penasaran. Sekedar informasi untuk kalian, aku termasuk warga baru disini, baru sekitar seminggu ini keluargaku menempati rumah sewaan yang letaknya diperkampungan ini. Dan rumah yang kutempati sekarang merupakan rekomendasi dari tante Rini, Ibu dari Bayu. Lumayan besar dan murah sih, maklum namanya juga masih perkampungan.
"Ya gitu lah Pan. Kan lo tau sendiri gue sekolah di Jakarta, jadi daripada gue bolak-balik, mending gue tinggal disono sama uwak gue. Lumayan buat hemat ongkos," jelas Bayu.
"Ooo..."
"TOPAAAANNNNN....MANA KECAPNYA?? DISURUH ORANG TUA MALAH NGOBROL!!"
"Wadduh....mampus gue lupa"
"Iya tuh tante, omelin aja. Tadi dia bilang katanya males tan....." Bayu memanas-manasi mama sambil cengengesan.
"TOPAAANNNNNN.....!!!!!"
"KAMPRET lo Bay, awas lo nanti!!" Aku mengancamnya sambil berlari kencang, melesat kearah warung.
"HUAHAHAHAHAHA........." Teriakan Bayu samar-samar masih terdengar olehku.
"Awas aja lo Bay nanti malem. Tapi....udah lama nggak ketemu, Bayu berubah drastis, nggak dekil lagi kayak dulu. Tapi sayang, ngeselinnya belum ilang!!"
"Muka gue lumayan kok, hidung mancung, bibir tipis nggak tebel, rambut sedikit ikal yang bikin gue jadi lebih imut (duh?). Banyak yang bilang kalo gue kayak orang Arab atau India. Ya.....emang sih, kulit gue nggak terlalu putih....tapi nggak hitam keling juga. Dan tinggi badan gue juga standart orang Indonesia, 170cm, dengan berat badan 56kg. Jadi ya wajar aja, kalo banyak cewek yang ngejar gue," mendengar statement ku barusan, aku malah geleng-geleng kepala sendiri didepan cermin. "Oke, tinggal pake jaket plus parfum,"
Saat selesai menyemprotkan parfum, tiba-tiba Bayu sudah berdiri didepan pintu kamarku. "Widihhhh.....Perjaka wangi bener? Mau ngapel bang?" Bayu cengar-cengir sambil memperhatikanku yang sedang bercermin.
"Bawel lo!! Jadi ke BaseCamp nggak?" Aku menjawab sambil melewatinya keluar kamar.
Oh ya, kalian jangan heran kalau nanti melihat Bayu atau keluarganya sering mondar-mandir kerumahku. Karena keluarga Bayu dan keluargaku sudah seperti saudara. Ini karena mama dan tante Rini sudah berteman sejak lama saat di Jakarta, bahkan saat kami masih kecil...mereka sudah akrab.
"Jadi dong, mumpung ini hari terakhir gue main disini," jelas Bayu sambil mengekoriku dari belakang.
"Emang besok lo mati?" Bayu hanya mendelik padaku atas tanggapanku barusan. Tapi aku tak mempedulikannya.
"Mah.....Topan main yaaa...!!" Aku berteriak untuk pamit pada mama (sudah kebiasaan).
"Topaaannn....jangan begadang lagi, inget besok kamu sekolah!!!" Balas mama tak kalah kencangnya. Tapi aku sudah terlanjur keluar rumah, dan tak membalas ucapannya lagi.
Setelah diluar, aku tak lupa menutup pintu dan mengunci pagar rumah dengan mendorong gerendelnya yang sedikit macet, kembali ketempatnya semula.
Tapi saat berbalik, aku tersentak...karena wajah Bayu berada tepat didepan wajahku dan bibirku telah menempel dipipinya. Karuan saja, aku buru-buru menarik wajahku dan melap bibir yang tadi sempat mencium pipinya.
"Cuihhh...Cuihhh...Apa-apan sih lo Bay? Ngapain lo pake diri deket banget dibelakang gue??"
"Lah, lagian lo juga....nutup pager kelamaan. Gue kan penasaran, trus tadi niatnya mau bantuin lo," jawab Bayu dengan entengnya.
Aku tak menggubrisnya lagi, karena masih sibuk melap bibir akibat insiden barusan sambil berjalan mendahuluinya.
"Woi....tungguin dong!! Lagian biasa aja bang, kesannya kayak abis nyium anjing barusan," Bayu berkata sambil berjalan cepat mengimbangiku.
"Emang bener!!"
"Sial lo!! Jaga bicaramu kisanak, awas aja kalo nanti ketagihan. Gue ogah ngasihnya lagi!!" Bayu tertawa, kemudian kabur setelah mengucapkan hal tadi. Ia tahu benar kalau aku tak akan tinggal diam mendengar perkataannya barusan.
"Gimana mau ilang, tadi itu deket banget, malahan gue bisa nyium aroma nafas sama badannya. Sial!!" Aku mengutuk dalam hati.
Bayu masih berjalan cepat didepanku, dan aku sama sekali tak berniat untuk menyusulnya. Tapi kemudian ia berhenti dan kembali menghampiriku.
Aku tetap tak menanggapinya, karena masih kesal atas kejadian tadi.
Kalau dipikir-pikir, kenapa juga aku harus kesal? Toh, bayu juga santai-santai saja.
"Udeh dong, gara-gara gitu aja ngambek. Kan gue cuma bercanda Pan. Lagian sifat lo nggak berubah ya sampe sekarang, masih gampang ngambek. Dulu okelah, kan kita masih kecil...kalo sekarang...." Bayu menghentikan kalimatnya karena melihatku menatap sinis kearahnya. "Oke...Oke...nggak usah dibahas," lanjut Bayu yang akhirnya tutup mulut dan hanya berjalan diam disebelahku.
"Oh iya, ngomong-ngomong...lo belum cerita Pan, kok lo bisa nongkrong di BaseCamp? Malah kayaknya udah biasa banget," tanya Bayu penasaran sambil menelengkan kepalanya kesamping, kearahku.
"Si Arman yang ngajakin, awalnya gue juga ogah.....banyak yang nggak gue kenal. Palingan cuma Jaja, Romli, Arman sama elo dah sekarang," aku menjawab sambil terus berjalan.
"Ohhh....trus, kenapa sekarang jadi rajin? Malah sering begadang lagi. Kayaknya ada udang dibalik bakwan nih...." Bayu menggantungkan kalimatnya sambil cengar-cengir kearahku.
"Nggak lucu..." jawabku singkat. Tapi kemudian aku melanjutkan. "Harusnya lo paham Bay, gue nggak betah dirumah. Selain karena dirumah nggak pernah tenang, gue juga males lihat muka bokap tiri gue. Kalo udah ketemu sama dia, pasti ujung-ujungnya ribut. Biasanya cuma masalah sepele, dan dia yang mulai,"
Bayu tak memberi tanggapan, dia hanya melihat kearahku sebentar, lalu kembali menghadap kedepan.
Selanjutnya, kami hanya berjalan dalam diam. Sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.
Oh ya, Kebetulan jarak rumahku ke BaseCamp tak begitu jauh, masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Dan sepertinya, sebentar lagi kami sampai.
Ya benar, itu dia BaseCamp kami. Rumah dari seorang Lurah. Rumah besar dengan warna putih yang dominan. Sebenarnya lebih cocok kalau rumah ini disebut sebagai gedung, gimana tidak...jarak gerbang rumah ke pintu masuknya saja sekitar 300 meter. Bagaimana bagian dalamnya? Jangan tanya, aku juga belum pernah masuk kedalamnya!
Saat berada didalam, kulihat sudah banyak orang disana. Memang tak seramai malam minggu kemarin, tapi sudah lumayan membuatku mengeluh. Ya, karena pertanyaan Bayu tadi, suasana hatiku telah berubah drastis. Aku tak lagi mood untuk mengobrol, tapi memang sial....suasana di BaseCamp tak sesuai dengan harapan.
"Assalamualaikum...." Bayu mengucapkan salam ketika sudah sampai teras, tempat kami biasa nongkrong.
"Wa'alaikum salam...." jawab mereka kompak.
Seperti kebiasaan kami, setelah salam...Bayu menyalami mereka satu-persatu, aku pun mengikutinya dari belakang. Dan saat bersalaman dengan Tanni , salah satu anak perempuan Pak Lurah, lagi-lagi aku dibuat salah tingkah.
Tanni, cewek satu ini memang beda dengan ketiga saudarinya yang lain. Aku tak bisa menolak untuk mengatakan kalau ia menarik. Wajahnya tak bosan untuk dipandang. Selalu tersenyum ramah pada tiap orang, sopan, dan sangat rendah hati, tak pernah membeda-bedakan temannya.
Hei, tapi bukan berarti ketiga saudarinya sombong, hanya saja ia memang berbeda. Mungkin aku terlalu subjektif menilai, karena aku sudah terlanjur suka padanya.
"Woiiii....malah bengong, tangan orang tuh lepasin!! Lama-lama bisa copot tuh tangannya!!" Teriakan Bayu sukses membuatku tersadar, buru-buru aku lepaskan tangan Tanni.
"Eh..so...sorry Tan....gu..gue..."
"Hehe...iya nggak apa-apa. Lain kali jangan ngelamun kayak gitu, nanti kesambet loh," jawab Tanni sambil tersenyum manis sekali.
"God, lesung pipinya.......Tahan Pan...Tahan..."
"Emang udah kesambet Tan, kesambet panah asmara. Hihihi...." Bayu menimpali.
"Bay udah dong, kasian tuh Topan, mukanya udah kayak tomat mateng, xixixi...." Bahkan Yanti, kakaknya Tanni, ikut menjahiliku.
Sumpah, saat Bayu menyadarkanku tadi, aku sudah sangat malu. Dan sekarang, ditambah dengan ulahnya Yanti.....Aku tak tahu lagi, hal apa yang bisa lebih parah dari ini.
"Teh Yanti, Bayu....jahil banget sih?? Udah ya Pan cuekin aja.......dia berdua emang kayak gitu," lagi-lagi Tanni membelaku.
Senangnya...eh kok?
"Yeee....seneng tuh dibelain....."
"Bay..!!!" Aku sudah tak tahan, ingin rasanya menyumpal mulut Bayu dengan sendal jepitku ini.
"Oke...Damai! Mending kita ngeroko aja, biar kepala nggak panas, setuju??"
"Setuju dengkulmu itu!!"
"Oke, tapi lo beli rokok sendiri. Rokok gue tinggal dikit, sisanya buat nanti malem," aku tersenyum senang, rasain lo sekarang!!
Ooppss...aku lupa, tolong jangan bilang mama kalau aku merokok. Sudah setahun ini aku merahasiakan hal ini darinya. Please?
"Yah, nggak asyik lo Pan. Jelek nih ngambeknya..." Bayu merengek padaku. Tanni dan ketiga saudarinya hanya geleng-geleng melihat tingkahku dan Bayu.
Aku sudah bertekad, tak mau lagi kesana bersamanya sampai dia mau merengek-rengek dan bersujud meminta maaf padaku atas ulahnya tadi! Lebay deh?
Tapi memang benar, kejahilannya di BaseCamp tadi tidak hanya sampai meledekku dengan Tanni. Di depan anak-anak yang lain, ia bisa-bisanya mengumumkan bahwa aku termasuk salah satu fans berat Tanni. Dan saat aku terus-terusan mengelak, dengan entengnya dia menyebutku HOMO didepan anak-anak, karena menurutnya hanya cowok HOMO yang tak suka padanya. Lalu imbasnya, aku menghajar wajahnya dan mengatakan padanya bahwa bercandanya sudah keterlaluan. Aku tak tahu dan tak peduli lagi apa yang terjadi selanjutnya, karena aku tlah angkat kaki dan keluar dari BaseCamp.
"MONYET!! Maksudnya apa sih tuh anak?!?" Aku masih emosi dengan kejadian tadi, dan sekarang sedang mondar-mandir dikamarku.
"Tapi, tadi gue keterlaluan nggak ya, sampe nonjok muka Bayu? Ah...Bodo amat, dia juga dah kelewatan!!"
"PSsttt..." TOK...TOKK..TOKKK... "Pan.."
Sepertinya aku mendengar sesuatu, arah suaranya dari jendela.
"Apa lagi tuh?!?"
Penasaran, aku pun membuka gorden jendela sedikit. "Bayu...??"
"Ngapain lagi nih anak? Apa tadi masih kurang?" Aku menggerutu, tapi tetap saja kubuka jendela kamar.
"Ngapain lo?" Tanyaku ketus setelah jendelanya terbuka.
"Mmm...Gue...Gue...." Bayu terbata-bata. "Gue mau minta maaf Pan, buat yang tadi. Gue sadar, tadi emang gue udah keterlaluan banget," Bayu melanjutkan dengan kepalanya tertunduk kebawah.
Aku masih diam, belum berniat untuk memaafkannya. "Ini masih kurang!"
"Gue janji deh, nggak bakal lagi bercanda kayak gitu,"
"Bercanda? Itu tadi menghina Nyet!!" Aku masih dongkol.
"Pan, ngomong dong....jangan diem aja kayak gitu. Gue kayak ngomong sama tembok nih..." Aku melotot padanya "Eh, maaf...." Bayu menarik ucapannya.
"Oke, serius. Gue bener-bener minta maaf. Gue janji nggak akan lagi mempermalukan lo didepan umum kayak tadi. Dan gue akan bersedia melakukan apapun, asalkan lo maafin gue," Bayu mengakhirinya.
"Yakin lo mau ngelakuin apa aja?" Aku menantangnya.
"100% Crocs my heart," sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya.
"Cross my heart, bego!!"
"Eh, udah diganti ya? Pokoknya itu lah maksudnya," Mau tak mau aku tersenyum mendengar ucapannya.
"Oke, untuk sementara gue pegang janji lo..." Lalu aku dorong jendela untuk menutupnya
"Eh..Eh..tunggu dulu Pan. Gue kan belum selesai ngomong..." Sambung Bayu, sambil menahan jendela yang akan kututup.
"Ngapain lagi??" Tanyaku sewot.
"Gue numpang tidur dikamar lo ya, rumah gue udah dikunci, gak enak sama nyokap kalo gue ketok pintu rumah jam segini," jelas Bayu dengan tersenyum lebar.
Aku melirik jam dikamar. "Iya sih, udah jam 12 malem"
"Ya udah bentar gue bukain...." Lalu aku menuju ruang tamu dan membukakan pintu untuk Bayu.
"Masuk lo buruan, banyak nyamuk!"
"Terima kasih ya Allah, Engkau akhirnya melunakkan hati sahabatku ini," Bayu mengakhiri kalimatnya dengan mengusapkan kedua tangan pada wajahnya. Mendengar ucapannya, aku pun langsung buru-buru menutup pintu kembali. Tapi tangan Bayu lebih cepat, ia berhasil menahannya.
"Iya...Iya....ampun...ampun...hehe..." lalu ia langsung menyelinap masuk dan menuju kamar mandi.
"Dasar sarap, kok bisa ya gue temenan sama manusia kayak dia?" Dalam hati, aku malah mempertanyakan kewarasanku sendiri.
Sambil menunggu Bayu keluar dari kamar mandi, kunyalakan rokok didalam kamar. Tenang, sebelumnya aku sudah cek kamar mama, sekedar untuk memastikan bahwa mama benar-benar sudah tidur.
Keadaanku sudah jauh lebih baik sekarang, maksudku masalah dengan Bayu tadi. Aku sudah memaafkannya, dan melupakan kejadian di BaseCamp tadi. Aku juga tak lagi merasa bersalah karena tlah menghajarnya. Setidaknya sekarang aku tahu, ia tak apa-apa. Terbukti dengan kekonyolan yang barusan dibuatnya.
Pintu kamarku terbuka, aku tahu itu Bayu....jadi aku tetap melanjutkan menghisap rokok.
"Udah malem woii....masih aja ngelamun," Bayu melirikku sebentar, lalu berjalan kearah cermin.
"Sssshh....Aww..Ternyata tonjokkan lo kuat juga ya. Bibir gue langsung berdarah tadi," sambil meringis, Bayu memeriksa bibirnya dicermin.
"Heh? Serius lo? Coba lihat?" Aku langsung menghampirinya, untuk memastikan perkataannya barusan. Ternyata benar, pukulanku melukai pinggir bibirnya, bahkan aku masih bisa melihat sisa darah dibibirnya.
"Ssshh....Aduhh..Pelan-pelan dong Pan, sakit beneran nih..." Bayu merengek saat bibirnya kusentuh.
"Ahh....manja lo, gitu doang aja sakit!" Namun aku tetap merasa tak enak padanya. "Bentar, gue ambilin obat dibelakang," aku pun menuju kebelakang untuk mengambil kotak P3K. Setelah menemukannya, aku langsung kembali ke kamar.
"Nih, Revanol sama Betadine! Lo bersihin dulu lukanya pake Revanol, trus lo obatin pake Betadine!" Aku memberikan kedua obat itu padanya, dan tak lupa kapasnya.
"Thank you my bro, hehe....ternyata lo bisa baek juga," Bayu menerimanya sambil nyengir.
"Nggak usah mulai!" Aku mengancam.
"Iya..iya...Ampun sensinya...."
Aku tak menanggapinya lagi, sudah cukup cekcok mulut dengannya hari ini. Masa mau tidur harus adu mulut juga?
Kumatikan rokok yang baru setengah kuhisap, lalu kubuang keluar jendela. Aku ambil selimut dan kemudian naik keatas kasur. Saat sudah rebahan dikasur, mau tak mau aku memperhatikan Bayu dari balik tubuhnya, yang sedang sibuk mengobati lukanya. Agak lama ia didepan cermin, sepertinya ia ingin memastikan kalau ia sudah rata mengobati lukanya. Namun akhirnya ia menghentikan kegiatannya juga.
Setelah sebelumnya membuka bajunya, ini salah satu kebiasaannya yang tak kusuka...jangan tanya kenapa! Bayu pun menyusulku naik keatas kasur.
"Pan, lo belum tidur kan?" Tanya Bayu saat sudah berada disebelahku.
"Hmmm....kenapa?" Ogah-ogahan aku menjawabnya.
"Soal pertanyaan gue tadi....gue minta maaf, gue nggak bermaksud mengingatkan lo sama masalah yang lagi lo hadapi saat ini..." Bayu memulai.
Aku tahu benar, yang dimaksud olehnya adalah soal bapak tiriku.
"Tapi harusnya lo bersyukur, dibandingkan dengan....."
"Lo nggak tau rasanya Bay. Gimana perasaan lo, kalo lo dibeda-bedain sama bokap tiri lo? DIA cuma sayang sama anaknya. Sampai sekarang pun begitu. Mungkin yang itu gue masih bisa tahan. Tapi waktu DIA bilang, gue keturunan (sensor, takut sara), gue bener-bener nggak terima Bay. Sejelek dan seburuk apapun, dia masih bokap kandung gue, dan TONI nggak berhak ngejelekkin dia. Dan lo mau tahu? Seringkali DIA bilang, kalau gue anak haram, karena bokap nyokap beda agama waktu nikah. DIA bahkan ngeluarin sumpah serapah dimuka gue, dengan bilang kalau seumur hidup, gue gak akan pernah sukses, hanya akan jadi orang yang nggak berguna. Sampah masyarakat yang...." Aku tak sanggup lagi melanjutkannya, dada ini sangat sesak jika mengingat hal itu.
"Pan..." Bayu mencoba menenangkanku.
"Nyokap nggak pernah tau masalah ini, gue nggak mau dianggap lemah waktu DIA tau gue cerita masalah ini ke nyokap. Sampai kapan pun, gue nggak akan lupa sama apa yang udah DIA lakuin ke gue. Nggak akan Bay...."
Bayu masih terdiam setelah mendengar curhatku barusan, tapi kemudian ia memalingkan wajahnya kearahku dan tangannya menyentuh pelan pundakku. "Sabar ya....." lalu ia tersenyum.
Aku tak mengerti, aku....aku merasa wajah ini menjadi panas saat melihat senyumnya tadi. Dengan canggung aku pun membalas senyumnya, aku ingin mengucapkan terima kasih, tapi entah kenapa tak ada kata yang keluar.
Karena takut ia melihat kecanggunganku, aku langsung berbalik dan tidur membelakanginya.
Karena percakapan dengan Bayu tadi, kepalaku jadi dipenuhi pikiran, dan akibatnya aku belum bisa tidur sekarang. Lalu akupun merubah posisi tidur menjadi telentang, dan mau tak mau melihat kesamping, kearah Bayu.
Sepertinya Bayu sudah tertidur, aku tahu itu, karena sekarang terdengar suara nafasnya yang naik turun. Bisa dibilang mengorok, tapi suaranya tidak kencang.
Kalau sedang tidur begini, Bayu terlihat damai sekali, tak sedikitpun terlihat kalau dia adalah orang yang sangat jahil dan sangat keterlaluan saat bercanda. Aku teringat saat kecil dulu, Bayu termasuk anak yang sangat jahil sekali. Seringkali ia mengganggu teman-temanku saat tante Rini berkunjung kerumah di Jakarta dulu. Tak sedikit anak yang dibuatnya menangis akibat ulahnya. Ujung-ujungnya, tante Rini akan mencubit dan memarahinya, serta memperingatkannya agar tidak nakal lagi atau dia tidak akan lagi diajak tante, saat bermain kerumahku.
Tapi, ada satu kejadian yang sampai sekarang masih membekas dipikiranku. Dan hal inilah yang menjadi alasan, kenapa sampai sekarang aku masih mau berteman dengannya.
Ya....dulu saat kecil, aku dan temanku tak sengaja membakar jendela rumah temanku (kebetulan jendelanya terbuat dari papan). Semua itu tak disengaja....awalnya kami hanya berlari-lari didepan rumah temanku, sambil membawa koran yang kami buntal-buntal dan telah dibakar sebelumnya. Koran yang kami pegang pun tertiup angin dan terbang kearah jendela rumahnya. Tak lama gorden yang menempel dijendela pun terbakar dan merembet membakar jendelanya. Panik dengan apa yang terjadi, kami berdua hanya bisa terdiam melihatnya. Maklum, namanya juga anak kecil...hehe...
Untungnya, tak lama berselang, Ibu dari temanku keluar rumah dan melihat apa yang terjadi. Dengan cepat ia berlari kedalam rumah dan kembali keluar dengan membawa ember yang berisi air. Lalu tak lama api pun akhirnya padam, berkat ibu temanku dan juga para tetangga yang membantunya.
Aku tak tahu bagaimana ceritanya, tahu-tahu Bayu sudah ada disebelah kami, dan kemudian menghampiri ibu dari temanku yang rumahnya nyaris terbakar tadi.
Kalian tahu apa yang dilakukannya?
Bayu meminta maaf, dan mengaku bersalah pada ibu temanku. Ia menjelaskan padanya, kalau semua ini adalah ulahnya, ia berkata tak sengaja melakukan semua ini. Beruntungnya, Ibu dari temanku itu mau memaafkannya. Alasannya mungkin karena ibu itu menganggap Bayu masih kecil.
Tapi, akibat dari perbuatan yang jelas murni bukan kesalahannya ini, Bayu dimarahi habis-habisan oleh tante Rini, dan hukumannya...tante Rini tak pernah lagi mengajak Bayu saat bermain kerumah. Seingatku, baru sekitar 6 bulan kemudian, tante Rini baru mengajak Bayu lagi untuk bermain kerumah. Dan selama itu pula, aku merasa ada yang kurang. Tak ada lagi yang mengusik atau menjahiliku dirumah.
Aku tak sempat bertanya padanya, kenapa ia mau melakukan hal itu?
Dan kalian tahu, bahkan sampai sekarang aku belum juga menanyakan alasannya pada Bayu.
Sejak kejadian itu, aku benar-benar merubah pendapatku tentang Bayu. Ternyata dibalik sikap jahilnya yang sangat keterlaluan, ia sangat peduli dengan sahabatnya.
Aku tak tahu jam berapa aku tertidur semalam, yang teringat hanya lamunan tentang masa kecilku dulu. Lalu saat bangun, mataku langsung menatap jam dinding, sudah jam 09:00 pagi ternyata.
Kurentangkan tubuh dan menguap sepuasnya, lalu aku ingat satu hal.....kemana si Bayu?
Dia sudah tak ada disampingku, sepertinya dia bangun lebih pagi dan pulang kerumahnya. Saat menengok kesamping, aku melihat selembar kertas menempel pada lemari baju yang ada disamping tempat tidurku. Penasaran, aku pun membacanya....
Jangan terlalu lama mendam perasaan benci di hati lo
Coba ikhlasin semuanya
Anyway, trims tadi malem udah izinin gue nginep
dan sorry gue gak pamit pulang ke Jakarta
Gue lihat lo tadi tidur pules banget
See you next weak bro....
Bayu,
"Hehe Week Bay bukan weak...masih aja salah"
"Fuhhh....Bisa juga dia kasih nasehat. Tapi.....kok gue udah kangen ya berantem mulut sama dia?
Eh, kenapa gue jadi ngaco gini? Efek bangun tidur nih kayaknya!! Mending mandi ah...."
Kenapa dari Romi jadi Rama? Typo kah?
Btw, untuk penulisan 'di' jangan lupa dikasih spasi kalau menunjukkan tempat. Sebaliknya, kalo sebagai imbuhan digabung (biasanya sebagai kata kerja).
Ceritanya nampak menarik dan latarnya kehidupan sekolah, which is always a favourite of mine, jadi kayanya bakal diikutin. Semangat ya, @Sam_Witwicky ! Ditunggu lanjutannya.
Ayo lanjut lagi... Kurang bnyak update-nya hahahaha
Hehe iya mangap, typo..hrsnya emang Romi ">
Ohh gtu, oke copy that boss
Thx a lot atas perbaikan dan masukannya, hehe..
hehe...iya ini jg mau dilanjut om, tp nggak bisa janji banyak2 ya...sedapetnya aja
Yoi..tungguin aja om
TETTTT...TEEETTTTT.....TEEEEETTTTTTT.....
"Eh, udah jam istirahat? Tumben cepet?" Aku berkata dalam hati saat mendengar bunyi bel istirahat di sekolah.
Lalu aku pun bangun untuk bersiap menuju ke kantin, tapi baru saja ingin melangkah, Ari mencegahku.
"Pan, entar malem lo nggak ada acara kan?" Ari berkata saat tlah berdiri dihadapanku.
"Engg....."
"Bagus, berarti ntar malem lo bisa kan ikut gue nginep di rumah Romi?
Tuh kan Rom, gue bilang juga apa....dia mah pasti mau-mau aja"
PLeTaKkk.......
Aku langsung menjitak keras kepalanya.
"Adaowww....sakit Pan..."
"Belum juga selesai gue ngomong, Cumi!!! Maen mutusin gitu aja!!" Dengan sewot aku berkata padanya.
"Hehe....lagian lo juga Ri, Topan belum kelar ngomong...udah lo potong aja. Biarin dia....."
Aku tak mendengar lagi yang mereka bicarakan, aku lebih memilih keluar kelas untuk segera menuju kantin. Tak peduli mereka akan marah atau tidak, yang kuinginkan sekarang adalah memuaskan nafsu laparku yang sudah tak tertahankan lagi.
Dan hal terpenting yang lain adalah, mulutku terasa asam, Aku Butuh Rokok!!
Saat sedang berjalan, aku merasa seperti ada yang mengiringi dari samping. Ah....ternyata si botak Bowo. Dia pasti mau ke warung Babeh juga. Warung yang letaknya tepat berada disamping kanan sekolah.
Kenapa aku memilih warung ini?
Well...disitulah para siswa yang hobby merokok biasa berkumpul. Memang letaknya tepat disamping sekolah, tapi itulah sebabnya kenapa kami para siswa perokok memilih warung ini.
Yep....karena para guru tak akan berpikiran kalau kami berani melanggar peraturan (baca:merokok) di sekitar lingkungan sekolah. Padahal justru disini salah satu sarangnya, hehe....dan asal kalian tahu, sebelum kami....kakak-kakak kelas kami angkatan terdahulu juga berkumpul disini untuk menyalurkan hobby merokoknya.
So, bukan kami loh biangnya, hehehe......tapi tenang, walaupun letaknya disamping sekolah, kan masih terhalangi oleh tingginya tembok sekolah kami.
"Pan, nyantai apa....buru-buru banget?" Bowo berkata sambil berusaha mengimbangi gerak jalanku.
"Kenapa Wo? Gue laper banget, makanya buru-buru," kataku menjelaskan dengan tidak mengurangi laju jalanku.
"Entar anak-anak GEMPA mau rapat, mau diskusi soal pelantikan minggu depan. Lo nanti ikut ya, kita kumpul di ruangan GEMPA abis istirahat," jelas Bowo padaku.
Aku tak langsung menjawabnya, karena sekarang sudah sampai di warung Babeh. Yang pertama kutuju saat sampai disana adalah menyomot nasi uduk favoritku, dan meminta piring dan sendok pada Babeh, lalu memintanya untuk menuangkan sambal keatas nasi udukku.
Alasanku menjadikan nasi uduk Babeh sebagai salah satu makanan favorit, bukan karena rasanya yang begitu enak, tapi lebih karena harganya yang murah meriah, hahaha....tapi bukan berarti nasinya tidak enak loh, rasanya nggak kalah kok kayak nasi uduk yang lain.
"Mmm...Wo....ntarkk kannngg ada perrrajarrammm Bu Yurrrsssss....Terryyuusss girkmana mppintaa ihzjjiiinnnyaaa...?" Aku bertanya pada Bowo sambil melahap nasi dimulutku.
"Ngomong apaan sih lo Pan? Kunyah dulu tuh sampe abis, baru lanjutin ngomong," kata Bowo menasehatiku.
Saat selesai minum, akupun mengulangi pertanyaan tadi padanya.
"Oke sorry...Tadi gue tanya, abis istirahat ini kan ada pelajarannya Bu Yus, gimana minta izinnya coba? Dan yang terpenting, gue ogah kalo harus minta izin ke perawan tua yang satu itu," aku bergidik saat memikirkan cara meminta izin keluar dari pelajaran Bu Yus, salah satu guru killer di sekolah. Sering juga disebut "Perawan Tua".
Sebelum menanggapi pertanyaanku, Bowo menghisap rokoknya terlebih dahulu. "Masalah izin gampang, gue tadi udah dikasih surat dispensasi sama si Benny, ketua GEMPA...tau kan lo?" Bowo bertanya sambil melihat kearahku. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan karena mulutku terisi penuh oleh nasi.
"Ya udah, kelar kan masalahnya? Nanti tinggal minta tanda tangan buat surat dispens ke guru piket. Kalo udah dapet, tinggal kasih deh ke Ibu Yus," jelas bowo melanjutkan.
"Wait....guru piket hari ini, bukannya pak....."
"Eh Wo, pak Usyef guru piket hari ini kan?" Tanyaku pada Bowo agar lebih yakin.
"Hooh....kenapa emang?" Tanya Bowo penasaran.
"Enngg...enggak, gak apa-apa. Tapi, nanti minta tanda tangannya...lo sendirian juga nggak apa-apa kan?" Aku bertanya lagi, lebih tepatnya memelas padanya.
"Enggak apa-apa sih, palingan dia tanya...sama siapa aja? Ya, gue tinggal jawab sama lo.
Eh, tapi emang kenapa sih? Kok lo nggak mau ikut nyamperin Pak Usyef?" Bowo menatapku curiga.
"UHUkKkk...UhukKkk...." Aku tersedak dan akhirnya terbatuk akibat pertanyaan Bowo tadi. Dengan cepat kusambar gelas yang ada dihadapanku dan mencoba meminum air yang ada didalamnya.
What?? Sial, airnya habis....Aku mendelik menatap gelas kosong ditanganku. Melihatku gelagapan tak karuan, Bowo berinisiatif berlari mengambil teko kedalam warung.
"Behh....minta aernya, si Topan keselek...." setelah itu Bowo langsung menghampiriku, dan menuangkan teko air kedalam gelas kosongku. Tanpa menunggu lama, langsung kuhabiskan segelas air yang sedang kupegang.
"Ahhhh....hhhh...hhh....Hampir aja, thanks wo," masih terengah-engah aku berterima kasih padanya.
"Kenapa Pan? Keselek nasi?" Babeh tiba-tiba keluar dan bertanya padaku. Bukan hanya Babeh dan Bowo yang menatapku, tapi semua anak-anak diwarung memperhatikanku kini.
"Anjritt....kenapa jadi pada ngeliatin gue?" sungutku dalam hati.
"Nggak apa-apa Beh. Itu gara-gara si Bowo tadi ngagetin. Jadi keselek dah..." Aku menjelaskan sambil memelototi Bowo yang ingin membela diri. Untung saja dia tak jadi membuka mulut.
Babeh hanya menjawab dengan Ber Oooo....panjang, dan lalu masuk lagi kedalam warung. Anak-anak lain pun akhirnya melanjutkan kegiatannya dan tak memperhatikanku lagi.
"Gara-gara lo nih nyet, gue jadi keselek!!" Aku memaki Bowo sambil menyalakan sebatang rokok yang tlah menyelip dibibirku.
"Lah, kenapa jadi gue? Gue kan barusan cuma tanya, emang kenapa lo gak mau ikut nyamperin Pak Usyef hah?" Bowo mengulang pertanyannya padaku. SIALL!!
"Gue ada urusan sama Ari dan Romi, nanti kita kan izin keluar...takutnya entar gue nggak sempet ngomong ke mereka berdua," jelasku panjang lebar mencoba meyakinkan Bowo. Dia hanya meng-OOoo-kan penjelasanku tadi.
"Untung aja dia percaya. Jadi gue nggak perlu ngasih alesan sebenernya ke dia. Thank GOD," batinku dalam hati.
Dan jelas aku juga tak ingin menceritakan hal sebenarnya pada kalian sekarang!
Tak lama, kami pun menyelesaikan kegiatan hisap-menghisap kami.....eh, maksudnya menghisap rokok ya, dan kemudian berjalan menuju kesekolah bersama siswa lainnya.
Saat sudah berada di dalam sekolah, aku dan Bowo berpisah...karena ia harus ke ruang guru untuk menemui Pak Usyef, sedangkan aku kembali menuju kelas.
Wait, kalian ingin tahu kan, GEMPA itu apa?
Well...GEMPA itu singkatan dari Gemar Pacaran. Oopsss...kidding, yang benar GEMPA itu singkatan dari salah satu ekskul disekolahku, yaitu Gerakan Muda Pencinta Alam.
Yep, aku salah satu pemuda pencinta alam disekolah...hehe...jujur, alasan sebenarnya aku ikut ekskul ini karena kata kakak-kakak kelasku :
- Pertama, kalo ikut GEMPA, kita bakalan sering camping or hiking ke pegunungan diluar kota.
- Kedua, akan sering sekali mendapat surat dispensasi untuk izin tak mengikuti beberapa mata jam pelajaran, karena jadwal acaranya yang padat. Ini bagian favoritku, dan yang barusan tadi dibawa sama Bowo, itu contohnya.
Ooppss....akhirnya kalian tahu juga alasan sebenarnya, hehe.....
Akhirnya aku sampai di dalam kelas, dan tentu saja...Ari dan Romi sudah menungguiku semenjak tadi, bahkan mereka (lebih tepatnya Ari) menghadang jalanku untuk duduk ke bangku ku di belakang sana.
"Oke gue bakal jawab, tapi lo minggir dulu gendut!! Gak sadar apa sama badan lo?" Dengan sekuat tenaga kugeser badan Ari yang tambun kesamping, agar aku bisa lewat dan duduk dibangku belakangku.
Sialnya usahaku tak berhasil. Akhirnya aku nyerah, lalu duduk di atas meja yang tepat berhadapan dengan mereka.
"Fine....gue ikut nginep di rumah Romi. Puas lo sekarang?" Jawabku terpaksa sambil memelototi Ari.
"Nah, gitu dong. Itu baru temen gue. Ya nggak Rom?
Kalo gitu, entar lo pulang langsung ikut Romi sama gue ya. Tenang, Romi bawa mobil kok. Kebetulan gue juga lagi nggak bawa mobil sekarang. Jadi kita nebeng mobil Romi," jelas Ari panjang lebar.
"Eh....maksud lo pulang sekolah ini?" tanyaku penasaran.
"Iya Pan, lo nggak usah pulang dulu ya....soal baju sama makan, tenang aja....nanti semua gue yang tanggung," malah Romi yang menjawab.
"Bukannya gitu Mi, kayaknya mending gue nyusul aja deh ke rumah lo. Soalnya abis istirahat, anak-anak GEMPA mau pada kumpul. Dan kemungkinan kelarnya bakal lama, soalnya mau rapat buat acara minggu depan."
"Daripada lo berdua jadi kambing congek nungguin gue di sekolah, mending kalian kesana duluan kan?" Aku melanjutkan.
"Ya udah kalo...."
"Eh, nggak apa-apa Pan. Kita bakal nungguin lo disini, sampe acara lo selesai. Kan enggak enak jadinya, gue yang ngajak...masa ngebiarin lo sendirian kerumah gue?" Romi memotong ucapan Ari.
"Ada benernya juga si Romi, Pan. Lagian, emang lo tau rumahnya dia?" Ari menambahi.
"Sial, ketahuan deh alibiku untuk berpura-pura nginep di rumah Romi," omelku dalam hati.
"Nggak tau, hehe....emang dimana rumah lo Mi?" tanyaku kemudian.
"Di Inkopol, Kranji.....Komplek perumahan pertama, bentar deh gue catet, biar lo nggak lupa. Takutnya entar lo kesasar lagi," jelas Romi yang kemudian mencatat alamatnya pada selembar kertas, dan kemudian memberikannya padaku.
"Oke, berarti clear kan?" tanyaku pada mereka.
"Tapi dateng beneran lo, awas aja kalo sampe nggak dateng!" Ancam Ari.
"Mmm....bentar deh," Romi lalu sibuk merogoh kantong celana, dan kemudian mengeluarkan selembar uang dari dompetnya.
"Ini Pan, biar gampang....lo naik taksi aja nanti ke rumah gue. Gue beneran nggak enak, takutnya malah ngerepotin lo jadinya," lanjut Romi sambil memberikan uangnya padaku.
"Heh, harus segininya ya?" dalam hati aku penasaran pada Romi, emang kenapa sih....penting banget ya sampe gue harus nginep di rumahnya malam ini?
"Sebagai jaminan terakhir, gue sama Romi bakal bawa tas lo entar pas pulang. Jadi nggak ada alesan lagi buat lo ngebohong!" Selesai ngomong itu, Ari langsung menyomot tasku di belakang dan menyimpan dilaci mejanya.
"Eh....apa-apain sih lo! Siniin tas gu....."
"Bu Yus dateng....Bu Yus dateng!!" Teriak salah seorang teman kelasku yang lantas membuat seisi kelas menjadi riuh karena terburu-buru kembali kemejanya masing-masing.
Akupun terpaksa memotong kalimatku tadi dan berlari kembali kemejaku.
"Selamat soree......" suara Bu Yus saat masuk kedalam kelas kami.
"Soreee Buuuuuu..." jawab seisi kelas serempak.
Setelah Bu Yus menempati mejanya, secara otomatis aku menengok kearah Bowo yang letaknya dua sebrang meja dariku. Kebetulan ia juga sedang melihat kearahku, dan kemudian menganggukan kepalanya.
Aku tahu benar, itu artinya sekaranglah saatnya kami ke depan dan meminta izin pada Bu Yus serta memberikan surat dispens yang dipegang olehnya.
Saat berjalan kedepan kelas, aku sempat melirik kearah Ari dan menunjukkan ancaman lewat sorot mataku ini.
"Emmm...Bu, kita mau minta izin keluar, soalnya mau ada rapat GEMPA bu sekarang. Boleh kan bu?" dengan takut-takut Bowo bertanya pada Bu Yus dan menyerahkan surat dispens yang dipegangnya, saat kami sampai di mejanya.
Bu Yus tak langsung menjawab, ia juga seperti tidak tertarik untuk melihat surat dispens yang diberikan Bowo. Tak lama ia mengangkat kepalanya, dan melihat kearah kami....lalu tersenyum lebar. WHATTT!!!
"Mau bahas masalah pelantikan minggu depan, ke Gunung Gede kan?
Oke silakan. Tapi tolong sampaikan sama Benny, maaf Ibu nggak bisa hadir dirapat kali ini. Rapat kedua nanti, pasti Ibu hadir,"
JLEGerRrrRR!!! Kami sama-sama berpandangan setelah mendengar kata-kata Bu Yus tadi. Lantas kami pun mengangguk untuk menjawab pesannya tadi, kemudian mengucapkan terima kasih dan dengan cepatnya keluar dari kelas.
"Wo, SIALL LO!! Kenapa nggak bilang-bilang kalo pengawas GEMPA tuh dia? HAH???" dengan kesalnya aku bertanya pada Bowo saat kami sudah agak jauh dari kelas.
"SUMPAHH, gue juga nggak tau Pan. Lo pikir, gue bakalan adem-ayem aja, kalo tau masalah ini dari awal hah??" Bowo tak kalah paniknya denganku.
"KAMPREEETTTTTT...!!!!!!!"
"Pan, ngantuk lo? Daritadi gue lihat nguap mulu?" Bowo setengah berbisik saat bertanya padaku, ia takut suaranya didengar oleh kakak-kakak kelas yang lain.
Yep, kami masih berada diruangan GEMPA. Dan sekarang sudah hampir maghrib, tapi sepertinya belum ada tanda-tanda kalau rapat ini akan segera selesai.
Aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaannya barusan.
"Wo, gue boleh izin pulang duluan nggak ya? Asli, udah nggak kuat nih mata gue...." tanyaku pada Bowo, tentunya dengan berbisik juga.
"Sabar aja sih, bentar lagi juga kelar rapatnya..." Bowo sedikit sewot saat menjawabnya.
"Bentar apaan, ini rapat udah hampir 3 jam....pantat gue bisa tepos nih lama-lama. Mana perut laper lagi. Tau gini, gue ogah dah ikut rapat,"
"Itu yang di belakang, kenapa pada sibuk sendiri??" Teriak Benny, si Ketua GEMPA kearah kami.
Kontan saja, semua yang didalam ruangan, matanya tertuju pada kami (aku dan Bowo).
"MAMPUSS!!!"
"Mmm....saya.....saya boleh izin pulang duluan nggak kak...mmm...kebetulan saya lagi nggak enak badan. Rencananya, sekarang mau ke rumah sakit," walau terbata-bata, untungnya aku berhasil melancarkan kebohonganku.
Aku tak mempedulikan sorot tajam dari anak-anak lain, terutama dari Kakak kelas. Pandanganku mantap hanya tertuju pada Benny.
"Kenapa tadi nggak bilang sebelum rapat? Jadi kamu nggak ganggu yang lain gini!
Oke, kamu boleh pulang duluan. Nanti hasil rapat bisa ditanyakan ke teman kelasmu,"
Setelah berterima kasih, dan tak lupa berpesan pada Bowo, aku pun segera keluar dari ruang rapat. Tak kupedulikan lagi tatapan iri dari anak kelas satu yang lain. Tujuanku sekarang adalah keluar dari sekolah, dan mencari taksi untuk mengantarku ke rumah Romi.
Beruntungnya, tak jauh dari gerbang sekolah...ada sebuah taksi yang sedang mangkal. Setelah pintu taksi terbuka (sebelumnya ketok jendelanya dulu), aku pun duduk dibangku belakang penumpang.
"Selamat malam mas, mau diantar kemana?" Tanya si supir taksi saat melihatku sudah duduk.
"Kranji pak, ke Inkopol. Ini alamatnya, tau kan?" jawabku seraya memberikan sehelai kertas dari Romi tadi.
Ia pun membaca kertas yang dipegangnya sebentar. "Oh, tau kok mas. Kalau begitu, kargonya saya hidupkan ya?" Tanyanya kemudian.
"Iya pak silakan. Oh ya, saya ngerokok dulu ya....ACnya dimatiin aja dulu. Boleh kan?" Aku bertanya balik sambil membuka jendela kanan sedikit.
"Boleh mas, silakan," Kemudian pak supir taksi melajukan mobilnya.
"Fyuhhh.....ini hari apa sih? Kok kayaknya gue sial banget?
Pertama, keselek diwarung Babeh...dan hampir aja Bowo maksa cari tahu, kenapa gue nghindarin Pak Usyef. Mana anak-anak di Babeh juga pada ngeliatin lagi.
Kedua, ketauan pas lagi ngobrol sama Bowo diruang rapat. Si Benny pula yang mergokin + jadi bahan sorotan gara-gara teguran Benny tadi. Siap-siap mampus nih gue waktu pelantikan nanti. Eh iya, dengan pengawasnya Bu Juswita....ARGGGhhhHHh....
Dan sekarang pelengkapnya, gue dipaksa Ari buat nginep di rumah Romi, tanpa sedikitpun punya alesan buat nolak atau pura-pura mau. Gimana enggak?? tas gue ditahan!!!! Emang dasar Ari MONYETTT!!!"
"Apes banget, jadi pusat perhatian gue seharian ini!!"
Selesai bicara tadi, sekilas kulihat pak supir melirikku dari kaca depannya. Aku tak mempedulikannya, yang kuinginkan sekarang adalah sampai dirumah Romi supaya bisa buru-buru numpang makan.
Lalu saat sedang asyik menikmati hisapan rokok, suara musik tiba-tiba mengalun dari cd-tape taksi yang kutumpangi ini.
Makan nggak makan, asal kumpul
Makan nggak makan, asal kumpul
Makan nggak makan, makan nggak makan, asal kumpul
Makan nggak makan, makan nggak makan.....
"Asal aakuuuu...bisaaaa ngepul...."
"Ha...Ha...Ha....bisa aja si mas....." pak supir taksi tertawa terbahak saat mendengarku meneruskan lagu dari Band Slank tadi. Aku pun nyengir lebar kearahnya.
Dengan tertawanya kami berdua, pak supir pun akhirnya mengajakku ngobrol sepanjang perjalanan. Aku sih tak keberatan, malah asyik ada yang nemenin ngobrol gini. Daripada diam, yang ada malah kepikiran sama masalah tadi.
Karena asyiknya mengobrol, aku sampai tak memperhatikan jalan. Tahu-tahu saja pak Ahmad (nama pak supir, tadi sempet kenalan pas ngobrol) menghentikan taksinya.
"Sudah sampai mas Topan, itu rumahnya yang sebelah kanan," pak Ahmad berkata sambil menengok kebelakang, kearahku.
"Oh iya. Hehe...nggak kerasa ya pak? Jadi berapa pak Ahmad?" Kemudian aku bertanya balik padanya.
"41 ribu mas," jawabnya tersenyum.
Lalu aku pun mengeluarkan uang 100 ribu, yang tadi diberikan Romi saat di kelas. Kuserahkan uang itu padanya, dan hanya meminta 50 ribu sebagai kembaliannya. Sisanya kuanggap sebagai ucapan terima kasih, karena berkatnya tadi...bebanku jadi sedikit berkurang.
Pak Ahmad pun mengucapkan terima kasih banyak padaku, dan kemudian mobilnya pun melaju keluar dari komplek perumahan ini.
"Wuihh...Serius nie rumah Romi? Trus, ngapain dia pindah ke sekolah gue yang letaknya dipelosok itu ya?" Aku masih berdecak kagum memandangi rumah besar Romi dihadapanku. Sepertinya ini dua rumah yang dijadikan satu.
Setelah puas memandanginya, aku pun memencet bel yang ada dihadapanku. Tak lama, seseorang keluar untuk membukakan pagar. Ternyata Romi sendiri.
"Akhirnya dateng juga Pan. Gue pikir lo nggak jadi kesini. Masuk yokk!!"
Sebelum menjawabnya, aku mengikuti Romi masuk kedalam rumahnya. "Jadilah Mi, tadi rapatnya lama banget? Lagian kalo gue bohong, besok gimana gue bawa buku ke sekolah? Tas gue kan cuma 1," aku menjelaskan sambil melihat-lihat bagian dalam rumah Romi.
"Oh...Tahu gitu tadi gue larang Ari waktu mau bawa tas lo. Sorry, gue nggak tahu,"
"Loh, kenapa jadi lo yang minta maaf? Harusnya si Bagong tuh!!
Eh, ngomong-ngomong...mana Ari?" Lantas mataku mencari-cari sosok tambun Ari di dalam.
"Eh iya, tadi sebenernya gue mau kasih tahu lo dulu pas mau pulang. Tapi, lo kan masih rapat tadi. Trus, waktu gw tanya Ari...no lo berapa? Dia bilang.,..." Romi tak melanjutkan omongannya...ia langsung menunduk kebawah.
"Dia bilang gue nggak punya hp?
Ya emang bener. Trus emang lo mau kasih tau apaan?"
Romi mengangkat wajahnya lagi, dan melihat kearahku. "Gue mau kasih tau lo, si Ari nggak jadi ikut....tadi sebelum pulang, dia dapet sms dari nyokapnya. Katanya suruh buru-buru pulang, ada urusan,"
"Ah....emang dasar Kampret tuh satu, dia yang tadi maksa gue ikut, eh....sekarang malah dia yang batal. Awas dia besok!!
Ya udah lah, udah terlanjur juga. Oh iya Mi, gue boleh numpang mandi nggak? Sekalian pinjem baju lo ya, hehe...."
"Sip...Sip...ayo keatas, kamar gue diatas," Romi mendahuluiku naik tangga keatas. Aku pun mengikutinya di belakang.
Saat sampai di depan salah satu kamar, Romi menghentikan jalannya dan kemudian membuka pintu kamar itu, yang kutebak adalah kamarnya.
Ini kedua kalinya aku berdecak kagum saat di rumah Romi. Melihat luas kamarnya, aku jadi teringat dengan ruang tamu dan ruang keluarga di rumah.
Maksudku, luas kamarnya ini hampir sama dengan kedua ruangan di rumahku, namun dijadikan satu. Hehe...
"Pan, ayo masuk! Kenapa jadi bengong didepan pintu?"
Aku baru sadar, ternyata daritadi aku mematung di depan pintu kamarnya. Aku pun mengangguk untuk menjawab ajakan Romi tadi, dan berjalan masuk kedalamnya. Kulihat Romi sedang membuka lemari, dan mengambil baju, celana serta handuk, lalu kemudian memberikannya padaku.
"Nih, baju sama celana, buat ganti nanti habis mandi. Oh iya, sikat giginya lupa. Bentar ya, gue ambil dulu....kayaknya si Mbok Inah kemarin baru belanja," usai berbicara demikian, Romi lalu berbalik dan berjalan keluar kamar.
"MI, THANKS YA....SORRY JADI NGEREPOTIN," aku teriak berterima kasih padanya. Entah ia dengar atau tidak.
"Ini rumah gede, tapi kok sepi banget? Pada kemana ya penghuninya? Trus, pembantunya juga gue lihat daritadi nggak ada? Si Romi anak tunggal mungkin ya?
Ah....ya udah lah, nanti kan bisa tanya ke dia. Duh, jadi pengen kencing," Aku langsung buru-buru berlari ke kamar mandi.
"Ah....legaaaa.....
Kamar mandinya aja udah kayak kamar tidur gue. Romi...Romi...beruntungnya hidup lo,"
Lagi asyik-asyiknya kencing, tahu-tahu Romi nongol di depan pintu. Ia sangat terkejut saat melihatku.
"Eh...Sorry Pan, gue pikir lo lagi ngapain..." ia berkata malu-malu, sambil memalingkan wajahnya.
"Nyantai aja lah Mi....lagian sama-sama punya ini kan? Hehehe....." aku yang masih asyik dengan kegiatan pipisku, tak mau ambil pusing. Sudah terlanjur juga kan?
Lain halnya dengan Romi, setelah aku berkata demikian, ia memang berusaha santai....tapi terlihat aneh. Kulihat sekilas mukanya berubah merah, dan sesekali ia melirik kearah adik kesayanganku, eh....maksudnya anu ku.
Akibatnya, malah aku yang jadi tak nyaman sekarang. Lalu aku pun buru-buru menyelesaikan kencing, dan memakai celanaku kembali. Tak lupa, toilet pun kusiram sesudahnya.
"Pan, bentar...jangan keluar dulu!" Romi mencegahku yang ingin keluar dari kamar mandinya. Aku tak paham maksudnya, tahu-tahu ia masuk kedalam kamar mandi dan kemudian menghampiriku. Perasaanku jadi tak enak sekarang, aku hanya bersiap-siap dengan apa yang akan dilakukannya. Makin lama, ia makin berjalan mendekatiku. Aku semakin waspada sekarang. Lalu, saat posisi kami sudah berhadapan, tahu-tahu ia mengangkat tangannya dan......
Aisshhhhh ceritanya masuk list bacaan wajib ku neh... Semoga ga gantung kek lainnya...
Ada Rama lagi. Hahaha.
Nah yang ini, kok ada Tin ya? Siapa lagi tuh?
Chapter ini bagus deh! Curiga Pak Usyef itu ayah tirinya Topan.
Lmao, cukur bulu idung om uler )
Semoga
aishhh...malu sendiri, bnyk yg blm teredit ternyata
Thx om, matanya jeli ya
Lg dlm proses editing lg, moga abis ini gk ada lagi yg kelewat
mudahan gak putus tengah jalan ye...
semangat