BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Jangan Takut Ke Luar Negeri ..... (Inspirasional banget )

Mungkin ini bs jadi bahan renungan dan bs membuka pandangan kita. aku
dapet dr forward email dan aku rasa bagus bgt! n g salah untuk di share

Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.

Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki "surat ijin memasuki dunia global.". Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.

Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau. "Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?"Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.

Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom. Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers.

Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.
Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.

The Next Convergence
Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong. Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memiliki pasport.Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia.

Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan.

Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut. Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan.

Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. . Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing. Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka. Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punya pasport dari uang negara.

Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia
«13456

Comments

  • belom punya passport :(
  • @the_rainbow : bikin atuh om,,, sehari juga kelar,,, tinggal jepret2 foto doang,, :\">
  • Udah pernah baca sebelumnya. Gw masih belum berniat buat ngetrip ke luar negeri. Alasannya? Indonesia jauh lebih indah ketimbang dunia luar sana, & pastinya jauh lebih menantang karena berbagai kekurangannya.
  • i will, soon
  • @Hitam_Terlarang : maksud nya bukan untuk wisata, tapi untuk mencari wawasan dan peruntungan mungkin most of Indonesian ga mau keluar dari zona nyamannya, dan lainnya mungkin ga tau jalur untuk bekerja disana dan terpikir biaya besar, banyak org indonesia yg jg di temui di luar negri kebanyakan dari pelosok2 kampung indonesia, tapi kenapa justru org yg lebih berpendidikan atau mahasiswa jarang sekali yg keluar negeri..?
  • Passport aq udah kadaluwarsa.. :((
    Tapi untung udah pernah dipake sekali.. Wah jadi timbul semangat nyari beasiswa di luar negeri.. (ง'̀⌣'́)ง
  • @DhegaDiggory : kedubes belanda lagi buka gila2an tu sekarang buat erasmus mundus
  • @dierang Kerja di luar? Pernah kepikiran & pernah keterima. Tapi setelah itu malah mikir, gw bakalan makin jauh aja sama orang2 yg gw cintain. Huhuhu. Beda pulau aja belum tentu setahun sekali ketemunya, apa lagi yg beda negara. Tapi emang pengen banget sih kalo buat kerja mah. Tapi ya itu, gw ga bisa ninggalin orang yg gw sayang.
  • edited February 2013
    @Hitam_Terlarang : ya gak mesti kerja juga sih, mencari peruntungan lain kek,,, ga tau ya,, karena gw keturunan padang-chi gt jd otak nya dagang, hehe contohnya pergilah ke china... banyak sekali barang yg bisa di perdagangkan dgn harga yg relatif lebih murah,...dan dapat di jual lg di indonesia..minimal bisa untuk pengganti biaya ongkos tiket dan penginapan...atau muingkin untuk awal belajar, ke bangkok ,disana banyak jg barang yg mungkin bisa dijual lg di indonesia disamping mungkin harga tiketnya lebih murah untuk penginapan jg ngga terlalu mahal...dan yg jelas ngga perlu visa untuk masuknya... sambil menambah wawasan melihat negara org lain.
  • edited February 2013
    Dulu udh pernah ke singapore pas SD tp bareng keluarga but gpp lah yg penting udh punya pengalaman keluar negeri dan insya allah kalo ada jalan mau backpackeran kesana lagi deh bahkan keliling belahan dunia #amiin ..colek master backpacker @AzrianSch @shouga @Rixada
  • @anak_depok : bagus mas bro,,, gabung aja di KBI kita punya agenda2 seru,,,,segak2 nya dengan begitukita jdi terbuka ttg bagaimana cara bergaul dan menghadapi orang-orang dari berbagai background, budaya dan nationalities. yaa, small things that inspire people around us kyk yg dilakuin si dosen gitu aja, bisa kita mulai dr diri kita jg. apalagi klo bs di-multiply. that will be good start!
  • @dierang Ahh pokoknya mah males ke luar hahaha. Btw, gw punya nazar lho. Kalo gw belum pergi ke .... di salah satu sudut Indonesia, gw ga mau ke luar kalo cuma buat jalan2. Hehehehe.
  • @Hitam_Terlarang :kan udah gw bilanggg,, ga melulu.soal jalan2,,, isshhhh (¬_¬")-c<´▽`) ,,,, emg lo di indo mu pergi k mana??
  • sebenernya udah pernah baca cerita ini di forum sebelah, dan emang inspiratif banget ceritanya.. mudah2an bisa ngelaksanain secepetnya.. :)

    BTW, bikin passport itu prosesnya kira2 satu minggu. Gampang sih prosesnya, cuman rempong bgt buat bolak baliknya, makan waktu banyak, dan gak efisien banget. :D
Sign In or Register to comment.