BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

KETIKA HATI MEMILIH

edited January 2013 in BoyzStories
Ini masih sekedar iseng-iseng aja, baru pertama nulis disini. Maaf kalau masih kurang bagus. Mohon kritik dan sarannya, terimakasih :)

PROLOGUE
Setiap orang pasti memiliki kekuatan untuk mencintai dengan tulus, itulah yang disebut cinta sejati. Banyak orang mengeluh, mengharapkan cinta sejati. Padahal cinta sejati itu sebenarnya ada dalam dirinya sendiri. Percayalah, cinta sejati itu tidak harus dicari. Jika kita sanggup mencintai seseorang dengan tulus, maka cinta itu akan datang dengan sendirinya. Entah bagaimana caranya, cinta akan selalu menemukan jalan untuk kembali kepada pasangan sejatinya.
Pagi ini seperti biasanya, selalu cerah dan sejuk. Ku awali hari dengan bersepeda keliling komplek untuk berolahraga, juga untuk mengenali lebih dalam lokasi-lokasi yang ada di daerah baruku ini. Ya, aku baru saja pindah ke Semarang beberapa minggu yang lalu, namun belum ada sebulan. Dengan menyewa sebuah kontrakan di suatu daerah perumahan untuk tempat tinggalku selama belajar di kota ATLAS ini.
Ku keluarkan sepedaku menuju depan rumah. Ku kunci pintu rumah namun ku biarkan pagar hanya tertutup tanpa digembok karena aku terlalu malas untuk membuka gembok yang macet itu. Ku lihat rumah tetangga depan sudah terbuka pintu rumahnya, tapi terlihat sepi. Padahal ingin menyapa agar lebih bisa akrab dengan orang sekitar. Pertama-tama aku berjalan membawa sepedaku dulu untuk pemanasan agar kaki tidak keram. Setelah beberapa menit lalu ku gowes sepeda mengitari setiap jalan. Tujuanku adalah depan perumahan sebelum jalan raya lalu kembali lagi. Percayalah, jaraknya cukup jauh dari kontrakan menuju depan perumahan jika belum terbiasa olahraga. Yang aku suka dari perumahan ini adalah meski masih sangat pagi tapi sudah banyak orang-orang yang melakukan aktivitas dipagi hari. Mungkin karena aku terlalu lama tinggal di daerah pedesaan, belum mengerti daerah perkotaan.
Sudah 30 menit lebih aku bersepeda mengitari setiap jalan di perumahan ini. Sebelum kembali ke kontrakan, aku menyempatkan diri untuk sarapan Nasi Gudeg yang berada di Jembatan 4. Terlihat ramai namun tidak penuh. Hanya sebuah tempat makan di tengah-tengah jalan. Memang sudah menjadi langgananku jika ingin sarapan karena rasanya yang enak. Setidaknya bisa mengobati rasa rinduku sarapan dengan nasi uduk di daerah tempat tinggalku dulu.
Olahraga sudah, sarapan sudah, mandi sudah, lalu aku baringkan diriku dikasur. Memejamkan mata untuk kembali tidur. Akhir-akhir ini aku biasa tidur terlalu larut malam namun tetap bisa bangun di pagi hari sehingga jam tidurku sangatlah kurang dalam sehari.
Di kontrakan aku hanya tinggal sendiri. Jauh dari orang tua tapi tidak membuatku menjadi seorang yang penakut. Aku justru terbiasa hidup mandiri karena di rumah juga biasa ditinggal sendiri. Hidup di kota cukup menyenangkan, semua yang dibutuhkan ada dan mudah dijangkau. Beda jauh di tempat tinggalku yang lama karena letaknya yang terpencil.

PERTEMUAN PERTAMA
Setelah melakukan upacara penyambutan di sebuah stadion yang sangat besar hingga mampu menampung seluruh maba (mahasiswa baru) di dalamnya, para senior menyuruh setiap mahasiswa berbaris mengikuti bendera fakultas mereka masing-masing. Setelah menemukannya, aku berbaris mengikuti yang lain. Ku pikir fakultas ini cukup banyak mahasiswanya, terlihat jika dibandingkan beberapa fakultas lain. Namun tetap kalah dengan jumlah fakultas teknik, jumlahnya sangatlah banyak. Tidak heran jika Universitas ini didominasi oleh mahasiswa teknik karena memang teknik memiliki banyak jurusan didalamnya.
Hari itu cukup panas dan melelahkan, berjalan lagi dari stadion menuju fakultas masing-masing. Padahal masih dalam bulan puasa. Tapi tak apalah, ku harap karena ini bulan puasa maka ospeknya tak akan keras-keras. Setelah sampai di depan dekanat fakultas, lalu setiap mahasiswa dipisahkan lagi menurut jurusannya masing-masing. Aku berada di barisan tengah bersama jurusanku sekarang ini. Benar-benar grogi karena tak ada yang ku kenal sama sekali disini. Bahkan tak ada satupun yang mengjakan kenalan, mungkin karena mereka sama groginya seperti aku. Ku lihat dari tengah barisan, senior berbaris ke samping menghadap kami. Kemudian terdengar setiap nama di panggil beserta jurusannya untuk maju kedepan berbaris di belakang senior yang ditunjukkan. Tak lama kemudian namaku dipanggil, disuruh berbaris di belakang barisan senior bernama Farhan. Tinggal beberapa orang yang namanya belum disebutkan kemudian di data kembali oleh para senior dan mereka berjalan ikut berbaris sesuai barisan yang baru saja ditunjukkan.
Senior yang tadi menyebutkan nama-nama kami kemudian berdiri menghadap senior yang juga dari awal berbaris untuk menunjukkan kemana kami akan dibawa. Di barisan ini aku sekarang tidaklah bersama jurusanku saja, melainkan dicampur-campur bersama jurusan lainnya. Kemudian senior kami mengintruksikan untuk berjalan mengikuti mereka menuju ruangan yang telah disiapkan. Di ruang E304, aku bersama para maba ditempatkan. Semua berebut tempat untuk duduk dan kebanyakan memilih untuk duduk di barisan tengah atau belakang. Sialnya aku yang terlambat masuk ruangan terpaksa harus duduk di barisan paling depan.
Kali ini aku benar-benar gugup, takut akan rumor bahwa OSPEK di Universitas lebih kejam dibandingkan saat MOS di sekolah. Ketika senior meminta kami untuk memperkenalan nama kami beserta jurusan dan asal sekolah dari barisan paling depan, satu persatu maba dari paling depan ujung berdiri bergantian untuk memperkenalkan diri. Aku menengok ke sebelah kanan barisanku, sebentar lagi giliranku. Lalu aku sempat terheran masih. Ada satu bangku kosong lagi di sebelah kananku, kenapa tak ada yang mengisi? Ketika salah seorang senior denga jas almamater berwarna biru tua yang ku pikir terlihat kebesaran untuk dia kenakan menunjuk salah seorang maba yang duduk paling belakang. Mungkin alasan senior menunjuk maba itu karena dia terlambat masuk ruangan barusan. Aku sempat terkejut, jantungku berdegup keras. Aku pikir aku kenal orang ini tapi apa mungkin dia?
Kini giliran orang yang sekarang tengah disamping kananku yang mengisi bangku kosong barusan untuk memperkenalkan diri.
“Selamat pagi, nama saya Rifky Oka Pratama. Biasa dipanggil Oka. Saya dari Tangerang. Terimakasih.” Setelah memperkenalkan diri lalu dia duduk kembali.
Kini giliranku, “Selamat pagi, nama saya Rama Hidayatulloh. Biasa dipanggil Rama. Asal saya dari Bekasi. Terimakasih.”
Setelah duduk kembali rasanya sungguh lega, terlepas dari rasa yang bergitu menegangkan. Ya, aku memang orangnya pemalu. Sambil menunggu semua orang memperkenalkan diri, aku sesekali mencuri pandang ke sebelah kanan. Tidak lain karena rasa heran yang teramat dalam terhadap sosok pria yang berambut sedikit gondrong dan berkacamata ini. Jika berdiri, sepertinya aku masih lebih tinggi dari pada dia. Namun yang membuatku penasaran adalah kenapa dia mirip sekali dengan teman semasa kecilku? Terakhir kali aku chatingan dengan temanku itu, dia sempat bilang bahwa dia memang sudah pindah ke Semarang untuk melanjutkan pendidiaknnya sepertiku. Kemungkinan besar aku memang bisa saja bertemu dengan dia di universitas ini tapi apakah dia itu orang yang sekarang berada di sampingku? Tidak mungkin, dengan namanya yang berbeda tapi wajah dan tubuhnya sama persis. Sesekali ku lihat dia hanya menengok kebawah memainkan jemarinya. Sepertinya dia orangnya pemalu sepertiku.
Ketika si pemberi materi telah usai memberikan materinya seputar aturan perkuliahan dan informasi lainnya, senior berjalan kedepan kami dan memberi intruksi untuk waktu istirahat dan solat. Selama pemberian materi, aku dan Oka memang tak saling berbicara. Hanya terdiam dalam lamunan masing-maisng. Pikiranku masih tidak percaya apakah dia teman lamaku yang sudah mengganti namanya atau bukan. Tapi tidak mungkin itu dia, karena nama temanku di facebook saja masih yang dulu. Waktu istirahat memang cukup lama, namun aku tak bertele-tele untuk langsung solat di Masjid fakultas. Ternyata dugaanku benar, yang mengantri untuk solat sangatlah banyak. Ada 3 hingga 4 meter panjang barisan untuk mengambil wudhu. Setelah mengambil wudhu, aku berpapasan dengan Oka. Kami sempat beradu pandang. Lalu perasaan aneh itu muncul saat aku melihat wajahnya yang polos namun sepertinya berwawasan luas. Namun aku segera berjalan masuk ke dalam Masjid. Selesai solat aku keluar untuk memakai sepatuku. Disana aku kembali bertemu dengannya yang sepertinya sudah selesai solat bersamaan denganku tadi. Dia duduk disampingku sambil memakai sapatunya. Dan lagi-lagi kita hanya saling terdiam.
“Kamu Bekasinya dimana?” Tanyanya yang tiba-tiba membuatku terkejut saat sedang mengikat tali sepatuku.
“Bekasi Barat. Jauh ya dari Tangerang.” Balasku tersenyum ke arahnya.
“Iya. Ini kita mau langsung ke ruangan atau santai dulu di Taman?”
‘Kita’ katanya? Membuat jantungku berdebar-debar, entah ada perasaan suka namun ragu.
“Langsung balik aja, bentar lagi udah masuk.” Jawabku sambil berdiri memandangnya yang juga ikut berdiri.
Kami pun berjalan menuju ruangan dengan di ikuti obrolan perkenalan yang sangat formal. Meski kami tinggal dekat dengan Jakarta namun tetap menggunakan bahasa yang baik dan benar.

Comments

  • PERKENALAN LEBIH LANJUT
    Setelah kegiatan ospek selesai, kami akhirnya mendapatkan waktu liburan bulan puasa. Sebelumnya kami diberi tugas perkelompok dengan tema ‘Limbah Daur Ulang’. Sayang sekali aku tak sekelompok dengannya. Kebanyakan mahasiswa memilih untuk kembali kerumah mereka masing-masing menemui keluarga mereka merayakan bulan penuh kesucian ini. Aku juga sudah memutuskan untuk berangkat dengan kereta Tawang Jaya menuju Pasar Senen, tapi aku turun di stasiun Bekasi. Memang sungguh tiada duanya dapat merayakan bulan suci dan hari kemenangan bersama keluarga tercinta.
    Seminggu setelah Idul Fitri aku kembali ke Semarang untuk memuali kehidupan perkuliahanku. Di kampus kami bebas mengenakan kaos atau kemeja selama memiliki kerah. Celana berbahan apa saja yang penting menutupi hingga mata kaki. Sungguh bebas rasanya mengekspresikan pakaian apa yang ingin dikenakan, tidak seperti saat di SMA. Sangat beda.
    Acara di kampus hari itu hanyalah perkenalan terhadap senior jurusannya masing-masing. Setelah waktu mendekati sore hari, acara dibubarkan. Niatku sepulang kampus ingin langsung ke kontrakan karena masih bingung mau main kemana. Bahkan teman satu jurusanku juga yang hanya mengenal nama atau mungkin sudah lupa lagi memilih pulang masing-masing menuju kosan mereka atau kontrakan mereka masing-masing. Aku berjalan menuju parkiran, saat melewati taman ku lihat Oka sedang melamun sendiri, duduk di bangku taman sendirian. Sempat ragu untuk menyapanya karena takut dia sudah lupa terhadapku tapi tetap aku beranikan diri menuju tempatnya duduk.
    “Hei, lagi apa? Udah pulang?” Dengan nada setenang mungkin aku coba menyapanya.
    “Oh, hei. Udah barusan aja. Kamu sendiri?” Jawabnya. Sepertinya dia memang masih mengenalku, syukurlah.
    “Iya sama. Ini aja mau langsung balik. Kamu gak balik?” Aku pun duduk di sampingnya.
    “Bentar lagi, pengin nyantai aja dulu disini. Oya, kosanmu dimana?” Aku baru ingat, selama kami kenalan dulu aku tidak menceritakan dimana aku tinggal sekarang ini.
    “Sebetulnya aku enggak ngekos, tapi ngontrak di Semarang bawah.”
    “Jauh dong dari kampus?”
    “Ya mau gimana lagi? Udah terlanjur.”
    “Kamu sendiri ngekos dimana?”
    “Aku ngekos di Perumda. Udah makan?”
    “Belum. Mau makan bareng?”
    “Ayo. Kita makan di Mas Gepeng aja, udah murah banyak pula.”
    “Serius? Ayodeh.”
    Memang sebenarnya acara jurusan tadi membuatku kesal karena lama sekali hingga melewati waktu makan siang. Namun setidaknya itu dapat membuatku bisa makan siang bareng Oka. Sungguh membahagiakan dalam hati.
    Sebelumnya, Oka itu bukanlah teman masa kecilku itu. Teman kecilku itu bernama Ilham. Saat liburan puasa aku sempat mengobrol dengannya lewat facebook. Dia bilang kalau dia tidak satu Universitas denganku. Sungguh aneh mengingat mereka berdua sangatlah mirip namun yang membedakan adalah Oka memakai kacamata. Ataukah mereka adalah saudara kembar? Itu juga sempat ku tanyakan tapi Ilham bilang dia tidak punya saudara kembar. Okelah, mungkin ini hanya sebuah kebetulan.
    Aku lihat Warung Makan Mas Gepeng sekarang agak sepi, mungkin karena sudah lewat dari jam makan siang. Setelah memakirkan kendaraan kami didepan samping pintu masuk, lalu kita berjalan menuju lemari kaca yang terdapat beberapa lauk-pauk dan sayur-mayur didalamnya. Warung makan ini sama seperti warteg (warung tegalan) pada umumnya. Aku yang lebih dulu dilayani oleh mbek-mbak yang aku tafsir umurnya sedikit lebih tua dari kami menanyakan lauk dan sayur apa yang diinginkan. Biasanya akan membutuhkan waktu agak lama untukku berfikir apa yang ingin aku santap. Pertama-tama aku lihat sayur-mayur seperti sop, sayur bening, pecel dan sayur nangka. Kemudian arah pandanganku tertuju pada lauk-pauk, ada ayam goring, garantin, bakso goreng, ikan goreng, dll. Dengan sedikit eksperimen aku berharap lauk dan sayur yang aku pilihakan memberikan kombinasi rasa yang lebih enak. Dengan sayur bening, garantin, sedikit sambel bakso goreng dan gorengan tempe. Setelah giliranku lalu Oka maju menggantikan posisiku didepan tadi untuk memilih menu apa yang ingin dia santap. Dia tidak bertele-tele, langsung memilih sop, ayam goreng dan gorengan. Kami kemudian duduk dibangku luar karena terasa lebih adem. Beberapa menit setelah kami duduk, ada ibu-ibu muncul membawakan dua gelas es the manis yang telah kami pesan sebelumnya. Sedikit canggung saat makan didepannya. Dia makan dengan lahap sedangkan aku benar-benar sangat lambat dalam menyantap makananku. Tidak heran jika dia lebih dulu selesai dibandingkan aku. Setelah memutar posisi sendok yang menandakan bahwa dia telah selesai, lalu dia meminum sampai habis es the yang hanya tinggal seperempat ukuran gelasnya.
    “Abis ini kamu kemana?” Tanyanya yang sedang menuangkan air putih dari teko yang ada di tengah meja ke gelasnya yang telah kosong tadi.
    “Enggak tau, mungkin langsung pulang ke kontrakan.” Jawabku yang baru saja selesai makan.
    “Owh. Gimana kalau main kekosku aja?” Ajaknya dengan senyum yang terlihat manis karena bibirnya yang tipis.
    “Wah, enggak deh. Makasih banget loh. Tapi ada yang harus aku urus di kontrakan.” Jawabku dengan sedikit menyesal.
    “Yasudah kalau gitu kapan-kapan kamu harus main!”
    “Siap deh, bos!”
    Obrolan kami pun berlanjut, membicarakan tentang jurusan kami masing-masing, kegiatan yang ada dalam jurusan kami, UKM apa yang akan kami ikuti dan daerah-daerah di Semarang ini yang bisa dijadikan sebagai objek pariwisata. Tak ku sangka ternyata dia sangat bersemangat saatku ceritakan daerah-daerah yang menarik yang pernah aku kunjungi di Semarang ini. Karena tempat kontrakanu yang jauh dari kampus membuatku suka mengeksplor beberapa daerah di kota ini.
    “Yasudah, kapan-kapan kita jalan bareng aja. Malem minggu mungkin. Sama-sama jomblo ini, hehe…” Ajakku sedikit iseng.
    “Enakan aja jomblo, saya sudah single tau! Hahaha…”
    Kami pun tertawa lepas. Tak terasa waktu sudah semakin sore lalu kami putuskan untuk kembali pulang menuju kosan atau kontrakan kami masing-masing. Namun sebelum pulang aku sempat bertukar nomer handphone dengannya, jika nanti memang jadi untuk jalan-jalan di malam minggu, dia akan mengabariku.
    ‘Teman Kampus Oka’, itulah nama yang kupakai untuk menyimpan nomernya, berharap nama itu dapat berubah menjadi ‘Dear Oka’ suatu saat nanti. Sedikit aneh dengan harapanku ini, berbanding terbalik dengan keinginanku untuk membatasi hubungna pertemanan ini karena aku masih belum siap untuk mencintai siapapun setelah kejadian beberapa bulan lalu.
    Setelah membayar makanan kami, lalu kami berjalan menuju tempat motor kami diparkir. Cukup menyenangkan bisa mengobrol dengannya yang sangat terbuka akan ceritaku. Membuatku ingin lebih banyak bercerita lagi jika kami bertemu. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, hanya dengan lambaian perpisahan dan bunyi klakson menjadi pertanda kita pulang lewat jalan kita masing-masing. Dia kearah atas menuju pertigaan gang dan aku menuju kebawah langsung ke jalan raya.
    Selama perjalanan menuju kontrakan aku tiada hentinya memikirkan dia, membayangkan bagaimana nanti saat malam minggu bersama dia menyusuri indahnya lampu-lampu kota Semarang yang sangat terang ini dan keramaian yang ditimbulkan karena banyaknya hiburan yang bisa didapat sepanjang jalan. Semoga ini menjadi awal yang baru sama seperti saat pertama kali aku menetapkan untuk tinggal di kontrakan meski hanya sendirian, yaitu demi mencoba melakukan hal yang baru.
  • MALAM MINGGU
    Sudah 3 hari semenjak kebersamaan kita di warung makan Mas Gepeng, namun tak ada kabar darinya atas jawaban dari ajakanku tentang malam minggu. Mungkin karena kegiatan kampus kami yang sudah mulai aktif, teman-teman jurusan kami yang sudah mulai menjadi akrab dan sulit terpisah dari mereka, atau aku saja yang terlalu berharap padanya?
    Aku memang jarang bertemu dengannya. Ruang kami berbeda dan cukup jauh. Jikalau bertemu, hanya sepintas memandang karena tak mungkin menyapa dengan jarak agak jauh di antara kita atau malu karena dia sedang bersama teman-teman barunya yang sangat akrab. Tapi yasudahlah, aku tak mau ambil pusing. Lagi pula kita juga baru kenal dan perasaan ini masih bisa ditahan agar tak terjadi hal-hal yang menyakitkan nantinya. Ya, aku memang belum siap untuk tersakiti oleh cinta. Hanya ingin menikmati kehidupan baruku untuk mengeksplor berbagai daerah yang cukup bagus objek wisatanya. Aku memang hobi backpacker. Dulu hanya angan-angan saja kalau aku dapat jalan-jalan dengan ransel besar dipunggungku karena keterbatasan perlengkapan dan ilmu pengetahuanku tentang daerah-daerah yang nantinya akan ku kunjungi. Tapi kini, aku ingin memulainya, menemukan jati diriku dalam setiap daerah yang akan ku kunjungi. Menemukan kebebasan dalam keindahan-keindahan pemandangan alam di pulau jawa ini. Tak sabar untukku mengeksplornya.
    Dalam lamunanku melihat hiruk-pikuk ramainya kegiatan perkuliahan dari koridor lantai 3 gedung B, sepintas terlihat sesosok orang yang sangat aku kenal meski hanya baru beberapa kali bertemu. Terlihat Oka dan teman-temannya berjalan melewati taman menuju dekanat. Sempat ragu untuk SMS dia, tapi rasa rindu ini begitu kuat. Lalu ku beranikan diri untuk mengetik beberapa kata dalam SMS.
    “Hey, tadi kayaknya aku liat kamu lewat taman ke dekanat.” SMS sent.
    Beberapa menit kemudian ponselku bergetar. Aku memang biasa memilih mode getar setiap hari karena takut lupa mematikan suara ponsel saat ada panggilan atau SMS masuk alam kelas.
    “Iya, kok gak nyapa?” SMS recived.
    Segera ku balas, “Aku di lantai 3 mana bisa nyapa.” SMS sent.
    Kemudian ponsel tak bergetar lagi, sepertinya dia sibuk. Setelah puas melamun dalam kegalauan aku pun beranjak untuk bermain menuju kosan temenku yang berada di Banjarsari. Berpaling dan berjalan mendekati tangga, namun sebelum sampai tangga terdengar seseorang meneriakan namaku.
    “RAMA!!!” Teriaknya yang membuyarkan lamunanku saat berjalan.
    Kemudian aku menoleh kearah suara. Ternyata Oka dengan nafas yang sedikit terengah-engah berada di gedung A lantai 3 meneriakkan namaku. Benar-benar terkejut aku dibuatnya, kenapa dai bisa di atas sini?
    “Woy, ngapain disitu?” Tanyaku yang sangat senang melihatnya yang juga sempat meneriaki namaku.
    Dia kemudian berlari sedikit lunglai menuju tempat diriku berada. Gedung ini memang memiliki koridor yang menyatukan gedung A dan B juga C di tiap lantainya.
    “Cuma mau nyapa, hehe…” Ujarnya yang sedikit terengah-engah.
    Apa maksdunya? Kenapa tidak balas SMS ku saja daripada melelahkan diri hnaya untuk menyapaku secara langsung? Atau mungkin dia orang yang lebih suka seperti ini? Melakukan sesuatu yang tak terduga, meski arogan namun tulus.
    “Loh, terus ngapain kesini kalau cuma mau nyapa?” Tanyaku lagi sedikit heran.
    “Ya aku lebih suka aja begini. Jadi kan nanti malem mingguan? Gak sabar pingin jalan-jalan, hehe…”
    Entah apa maksudnya, aku masih belum mengerti. Ternyata dia masih mengingat ajakanku, ku kira dia lupa karena dia sudah memiliki teman-teman baru yang lebih dekat daripada aku. Sungguh bingung bagaimana caranya mengungkapkan betapa bahagianya hati ini.
    Niatku yang tadi ingin main kekosan temanku lalu ku urungkan. Lalu ku ajak dia duduk di bangku depan ruang B dekat tangga sambil membantunya melepaskan tas ranselnya yang mungkin membuatnya sedikit gerah karena berlarian tadi.
    “Masih ada kuliah?” Tanyaku yang mengipasinya dengan buku catatanku.
    “Masih, nanti jam 1. Kamu sendiri?” Jawabnya mulai rileks.
    “Aku udah selesai dari jam setengah sepuluh. Doesn yang berikutnya enggak bisa dating jadi kuliah di tiadakan.”
    “Wah, enaknya. Abis ini mau kemana?”
    “Kekosan temen mungkin, mau minta ppt yang tadi dosen kasih ke dia. Oya, malem minggu aku yang jemput kamu atau bagaimana? Mending aku aja yang jemput. Takut kamu nyasar nyari kontrakanku.”
    “Owh, yaudah. Nanti SMS aja kalau udah mau jemput.”
    “Okedeh.”
    Kemudian aku menghentikan kipasanku. Melihat dia yang sudah menutup matanya untuk menenangkan diri. Aku pun terdiam duduk disampingnya menghadap ke depan. Sungguh tenang meski ramai. Namun suasananya damai sekali karena di lantai 3 ini udaranya sangat sejuk meski hari sudah mulai siang.
    Setelah melakukan ritual solat maghrib, aku pun langsung SMS dia. Hari yang ku nanti dapat menikmati malam berdua dengannya telah tiba. Aku juga sudah menyiapkan tempat-tempat mana saja yang akan kita kunjungi nanti. Setelah mengenakan jaket tebal berwarna abu-abu gelap yang dulu aku beli di aul-aul (sebagian orang menganggapnya tempat penjualan baju-baju bekas), ponselku pun bordering. Sengaja aku nyalakan nada deringnya agar dapat mengetahui dengan jelas kalau ada balasan dari dia.
    “Oke, nanti jemput aku depan pom bensin undip ya. Aku tunggu disana.” SMS recived.
    “Oke, aku OTW nih. Tunggu 20 menit lagi.” SMS sent.
    Setelah mengenakan helm, motorku pun ku laju dengan santai dan hati gembira. Biasanya di perumahanku ini kalau malam minggu sangatlah ramai, hingga mau ke jalan raya saja bisa terkena macet. Dengan kelajuan yang ku tambah karena jalanan yang agak ranggang, ku lewati jalan menuju arah Simpang Lima, lalu berlanjut ke arah Pasar Kambing. Biasanya aku memang lewat sini karena membuat jarak kearah kampus menjadi sedikit lebih dekat. Sampai di Jalan Mataram juga terlihat lancar. Di Gombel ku lihat ramai sekali, banyak pasangan muda-mudi berkumpul disana untuk melihat indahnya kota Semarang dari ketinggian bukit. Pemandangannya memang memukau apalagi dengan langit yang cerah dan bertaburan beberapa bintang di langit. Baru memasuki Patung Kuda jalanan menuju Universitas sangatlah ramai. Wajar saja karena ini memang malam minggu. Sesampainya di Pom Bensin ku lihat Oka sedang berdiri di dekat penjual wedang dari seberang jalan. Pada putaran pertama aku mengambil arah putar balik menuju ke arahnya.
    “Maaf lama, tadi rame banget dijalan.”
    “Enggak apa-apa kok. Ayolah kita langsung aja. Mau kemana nih?” Tanyanya yang sedang membenarkan ikatan helm.
    “Liat aja nanti.” Jawabku sambil menjalankan motor.
    Dengan kecepatan yang santai, aku melajukan motor keluar dari Patung Kuda, lalu menelusuri jalan menuju Jati Ngaleh hingga ada pertigaan aku membelokkan kearah Tugu Muda lalu berbelok menuju Simpang Lima. Aku memang sengaja ingin mengajaknya ke Jalan Pahlawan, disana biasanya sangat ramai karena banyak sekali orang-orang berkumpul di pinggir jalan itu sekedar bersantai atau bertemu teman-teman satu komunitas. Sesampainya disana aku memakirkan motor depan gedung Flexi. Agak sulit untuk menemukan tempat parkir di Jalan Pahlawan karena bukan hanya kami yang ingin berjalan-jalan disini. Setelah memarkirkan motor dan meletakkan helm di atas sepion, aku mulai bersemangat untuk ikut dalam keramaian yang ada di Jalan ini. Ku lihat Oka sempat kebingungan namun ketika melihatku dia hanya tersenyum. Baru aku sadari malam ini dia terlihat begitu tampan dan lucu. Mengenakan jaket hitam yang terlihat kebesaran dan celana jeans berwarna biru keabu-abuan. Dia memang unik, ditambah kacamatanya yang membuat dia terlihat seperti kutu buku, tapi tetap tampan. Tanpa ragu aku menarik tangannya dan lalu merangkul bahunya, menunjukkan keindahan dalam keramaian Kota Semarang.
    “Tempat ini biasanya dipakai untuk ngumpul-ngumpul dari berbagai komunitas.” Jelasku sok tahu.
    “Rame yah, ada banyak perkumpulan yang seru kumpul jadi satu dsini.” Ujarnya yang terlihat senang menelusuri sepanjang jalan.
    Kami mengikuti sepanjang Jalan Pahlawan menuju kearah Simpang Lima. Ada begitu banyak komunitas disini. Ada yang dari pemain skateboard, RC, komunitas motor CBR dan motor ninja, cheerleader, hingga pecinta reptil. Lalu perjalanan kami dilanjutkan dengan mengitari Simpang Lima yang tak kalah ramai juga. Ada yang hanya sekedar jalan-jalan, bermain sepak bola, bola basket dan sepatu roda. Simpang Lima sekarang ini memang tidak seramai dulu yang biasa ada pasar malam di tengah-tengahnya, tapi sekarang sudah tidak ada lagi.
    Ditengah-tengah lapangan kami duduk dengan santai mengarah Hotel Ciputra. Menikmati keramaian dipusat kota ini sambil sedikit bercerita tentang diri kita masing-masing.
    “Rasanya rindu dengan rumah di Tangerang.” Ujarnya memecah lamunanku.
    “Loh, baru aja pulang dari Tangerang seminggu yang lalu masa udah kangen aja?” Tanyaku penasaran.
    “Ya mungkin karena aku belum terbiasa jauh dari keluarga.”
    “Aku meski tak pernah lepas dari keluarga justru santai-santai aja jauh dari mereka. Dulu aku memang sempat berharap bisa tinggal sendiri karena sudah agak bosan terlalu sering bersama keluargaku.”
    “Harusnya kamu mensyukuri bisa selalu bersama keluargamu selama di Bekasi. Keluargaku itu sibuk banget, jarang mereka ada di rumah. Ayah dan Ibuku sibuk kerja, sedangkan Kakakku kuliah diluar kota. Hanya aku dan adikku saja yang tinggal di rumah juga Bi Minah dan Mas Sapto.”
    “Kamu 3 bersaudara?”
    “Iya. Ada Kakaku Rafael yang sudah kuliah semester 5 sekarang ini dan Adikku Raka yag masih 4 tahun. Aku Cuma khawatir dengan adikku dirumah karena sekarang enggak ada aku yang biasa menemaninya main di rumah.”
    Kemudian hening sejenak, mengingat perkataan dia tantang adikknya membuat aku teringat akan adikku yang juga berumur 4 tahun. Tapi ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga jadi aku yakin beliau bisa menjaga adikku selagi aku tidak ada.
    “Pinjam HPmu.” Pintaku.
    “Buat apa?” Tanya dia sambil menyerahkan ponselnya.
    Ku ambil ponselnya, lalu ku buka kontak ponselnya. Mencari nomer rumahnya. Akhirnya setelah scroll kebawah beberapa kali ketemu juga ‘My Home’. Ku tekan nomer yang tertera dibawah nama tersebut diponselku. Menekan tombol dial. Dia sempat hampir merebut ponselku yang sedang menelpon rumahnya dari tanganku namun aku bisa mempertahankannya. Karena dia ada di sebelah kiriku jadi aku bisa menahannya dengan tangan kiriku sambil tangan kananku memegang ponsel menempel pada kuping kananku.
    “Mau ngapain!?” Tanyanya sedikit kesal.
    “Udah, diem aja!” Tegasku menyuruhnya diam.
    Setelah beberapa detik menunggu akhirnya ada yang menjawab juga dari seberang sana.
    “Halo, selamat malam.” Ucap suara dari seberang sana yang aku pikir mungkin Bi Minah.
    “Selamat malam, Bi. Ini saya Rama temannya Oka ingin bicara dengan Raka. Apa bisa?” Tanayaku sedikit tersenyum.
    “Oh, temannya Oka. Tunggu sebentar.”
    Kemudian hening dari seberang sana beberapa detik dan lalu terdengar lagi suara kali ini suara anak kecil yang sudah bisa ku tebak pasti asiknya Oka, yaitu Raka.
    “Halo?” Ucap suara di seberang sana dengan gaya khas anak kecilnya yang menggemaskan.
    Tak menunggu waktu lama lalu ku berikan ponselku pada Oka.
    “Nih, adikmu yang berbicara.” Kataku sambil menyodorkan ponselku.
    Dengan ekspresi kebingungan dia mengambil ponsel dari tanganku lalu berbicara dengan seorang anak kecil di seberang sana dengan ponsel itu. Seketika ekspresi wajahnya berubah menjadi sangat bersinar. Aku ragu dapatkah cahaya rembulan malam ini mengalahkan sinar wajahnya yang tersenyum memancarkan cahaya nan indah?
    Setelah beberapa menit lalu dia memberikan ponselnya kembali padaku. Dengan wajah senang sekaligus malu dia menatapku.
    “Gila kamu, Rama! Aku kira mau ngapain.” Ujarnya dengan tinjuan mendarat di dadaku yang membuatku tertawa karena melihat wajahnya yang merah padam karena malu.
    “Lagian kamu kayaknya lagi kangen sama adikmu, yasudah makanya ku telpon saja, hahaha…”
    “Ya tapi enggak gitu juga kali.”
    “Ah, kamu sama aja kok.”
    “Sama aja bagaimana?”
    “Pikir aja sendiri.”
    Lalu aku berdiri dari tempatku. Sudah lama juga sepertinya kita duduk ditengah-tengah Simpang Lima ini.
    “Makan yuk! Laper nih.” Ajakku menarik tangan kanannya untuk berdiri.
    “Makan dimana?”
    “McD aja.”
    Tak terasa malam mulai larut. Terlihat dari dalam McD, kios-kios di Citraland mulai ditutup. Makanan kita pun juga sudah habis bersamaan dengan topik yang ingin kita bicarakan saat ini. Kami pun keluar dari McD lalu berjalan menuju tempat motorku terparkir. Dari sana kami lalu melanjutkan perjalanan melewati Tugu Muda hanya untuk sekedar melihat keramaiannya. Meski sudah jam 9 malam tapi masih saja ramai. Lalu setelah memutari Tugu Muda, ku laju motor menuju arah Banyumanik untuk langsung pulang.
    Aku baru tahu ternyata kosan dia dekat dengan Warung Makan Mas Gepeng. Setelah mengantar dia hingga depan gerbang kos, lalu aku bersiap untuk pulang. Dia sempat menawarkanku untuk main dulu atau menginap dikosnya, namun aku baru ingat teman-teman satu jurusanku mengajak untuk kumpul disalah satu kosan mereka. Ya, seperti SMS yang masuk saat aku bersama Oka di Simpang Lima tadi, mereka memang mengajak untuk jalan-jalan dan nongkron disekitar Tugu Muda. Aku hanya membalas ‘Insya Allah’.
    “Habis ini kamu mau kemana?” Tanyanya didepan gerbang kosan.
    “Enggak tau nih, temen-temenku ngajak kumpul.”
    “Owh, yaudah hati-hati ya. Makasih loh buat malem ini. Kapan-kapan kita jalan lagi yo.”
    “Pasti. Yaudah, aku pergi dulu yo.”
    “Ya, hati-hati.”
    Jadi selanjutnya aku menemui teman-temanku disalah satu kosan mereka. Beberapa orang memang sudah berkumpul disana. Dari sana kita akan berkeliling ke Tugu Muda dan lalu makan Sego Kucing yang ada di Peleburan untuk sekedar mengobrol dan main kartu. Masih belum bisa aku terlepas dari bayang-bayang dirinya mala mini, sungguh membuatku sangat bahagia dan tak ada hentinya untuk tersenyum. Hingga teman-temanku sempat mengira apakah aku ini gila, namun aku tidak peduli. Mungkin ini memang yang namanya jatuh cinta.
  • Bisa jadi :)
  • Makasih ya udah jadi komentator pertama :)
    Mohon kritik dan saran untuk ceritanya, terima kasih :)
  • ada cerita baru......jgn kelamaan ya kl mao apdet.... :bz
  • dtgg kelanjutannya...
  • Nitip di mensong yooo....
  • @raroma weeww anak polin*s kah??
    hahaha..
    ini bukan crita berdasarkan true story kan??
    oke tetep dilanjut ya critanya..
    tapi aq kok agak gak nyaman dgn gaya penulisannya ya..
    agak terlalu padat gitu..
    gak nyaman di mata..
    hehehe...
  • lanjut
    kalau bisa di edit dikit, tulisan nya terlalu rapet, kalau baca nya dari hp jadi kurang menarik
  • Hellow,

    Dari yg aku baca, so far sih oke2 aja tuh. Ada beberapa kata yg musti diperhatiin lagi, ada satu kalimat yg mgkn aja salah ketik " Setelah memakirkan kendaraan kami didepan samping pintu masuk, lalu KITA berjalan menuju lemari kaca" tahu kan dimana salahnya? :)

    beberapa kalimat terlalu pendek dan deskriptif nya terlalu bertele2 kl menurutku. Ada beberapa hal yg bisa dibuang karena nggak terlalu penting dan terlalu flat. Kurang dapet nih emosinya :)

    But, keep writing! Nanti lama2 kan juga bagus tulisannya. Sering2 nulis dan banyak baca aja ya? Kamu akan belajar banyak dari sana.

    Cheers,
    ABI
Sign In or Register to comment.