It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Bab 8
Udara yang terasa di hutan terasa hangat. Perasaan gelisah yang muncul kemarin malam terasa seperti hanya sebuah ilusi. Matahari pagi bersinar melewati celah pohon, membuat pilar keemasan yang terbuat dari cahaya menyinari kupu-kupu dengan indahnya. Sayangnya, semua itu hanyalah efek visual, jadi kau tidak bisa menangkapnya meskipun kau mengejarnya.
Sambil menerobos melalui semak-semak tipis, Asuna berbicara dengan nada menyindir.
“Kau selalu memakai pakaian yang sama.”
Ah.
Aku melihat ke badanku: Sebuah jaket kulit hitam yang agak longgar, sepasang celana dan baju yang berwarna sama. Aku tidak mememakai equipment armor yang berbahan besi sedikitpun.
“Yah, memangnya kenapa? Jika aku punya uang lebih untuk membeli baju, lebih baik aku membeli sesuatu untuk dimakan…”
“Apa ada alasan kenapa kau yang kau pakai semuanya hitam? Atau itu hanya untuk menunjukkan ekspresi karaktermu?”
“B-bagaimana dengan kau sendiri? Kau selalu mengenakan jubah berwarna putih dan merah itu…”
Sambil berbicara, aku mulai menscan area sekitar karena kebiasaanku tanpa berpikir sama sekali. Tidak ada monster sama sekali disini. Tapi-
“Mau bagaimana lagi. Ini kan seragam gui…huh? Ada apa?”
“Tunggu sebentar…”
Aku mengangkat tangan kananku sedikit untuk mendiamkan Asuna. Ada seorang player di ujung dari daerah yang terkena scan. Ketika aku memfokuskan untuk menscan area dibelakangku, banyak cursor berwarna hijau yang mulai muncul, menunjukkan kalau ada banyak player disana.
Tidak mungkin itu kelompok perampok. Perampok selalu memburu player yang lebih lemah dari mereka, Jadi mereka sangat jarang terlihat disekitar garis depan, dimana semua player terkuat berkumpul. Yang lebih penting, ketika seorang player melakukan sebuah kejahatan, cursor mereka akan berubah menjadi oranye dan tidak akan kembali ke hijau dalam waktu yang lama. Apa yang aku khawatirkan adalah jumlah mereka.
Aku membuka peta dari menu utama dan menaruhnya dalam posisi show mode supaya Asuna bisa melihatnya. Peta dari area yang terkena scan ku menunjukkan cursor berwarna hijau. Mereka ada dua belas orang.
“Banyak sekali…”
Aku mengangguk mendengar apa yang dikatakan Asuna. Biasanya ketika ada terlalu banyak anggota dalam sebuah party, akan menjadi lebih sulit untuk bertarung, jadi lima atau enam orang adalah jumlah yang ideal.
“Lihat jumlah orangnya.”
Kumpulan cahaya itu dengan cepat menuju kearah sini dalam bentuk barisan dua garis yang rapi. Kecuali di dalam dungeon berbahaya, jarang sekali aku melihat grup besar yang kompak seperti itu di atas field.
Jika kami bisa melihat level anggotanya, kami mungkin bisa mengetahui apa yang mereka lakukan, tapi player bahkan tidak bisa melihat nama player lain yang baru mereka temui. Itu adalah sistem default yang dibuat untuk mencegah player melakukan PKing—membunuh player—dengan bebas, jadi itu hanya menyisakan kami pilihan untuk menebak level mereka dengan melihat equipment mereka.
Aku menutup map dan melirik kearah Asuna.
“Kita harus melihat siapa mereka. Ayo bersembunyi dibalik pepohonan hingga mereka lewat.”
“Ya, kau benar.”
Asuna mengangguk dengan ekspresi tegang. Kami memanjat ke sebuah tebing kecil dan menunduk dibalik sebuah semak-semak yang hampir setiggi badan kami. Itu adalah tempat yang bagus untuk mengamati grup itu ketika mereka lewat.
“Ah…”
Asuna tiba-tiba melihat kearah pakaiannya. Seragam merah dan putih nya agak mencolok diantara pohon-pohon hijau ini.
“Apa yang harus kulakukan? Aku tidak punya equipment lain…”
Titik-titik nya semakin mendekat. mereka sekarang sudah berada didalam jarak pandang kami.
“Maafkan aku sebentar.”
Aku membuka mantelku dan menggunakannya untuk menutupi Asuna juga. Asuna melotot kearahku sedikit tapi akhirnya mengizinkanku untuk menutupinya. Mantelnya tidak terlalu bagus untuk dilihat, tapi memberi sebuah bonus bersembunyi yang tinggi. Dengan ini, akan sulit untuk menyadari kami tanpa menggunakan skill scanning tingkat tinggi.
“Yah, mantel ini tidak terlalu bagus, tapi ini sangat berguna kan?”
“Tau ah! …shh, mereka datang!”
Asuna berbisik dan menaruh jarinya di bibirnya. Aku membungkuk lebih rendah dan suara langkah kaki terdengar di telingaku.
Perlahan, kami bisa melihat grup itu melewati jalan setapak.
Mereka semua adalah warrior. Semuanya menggunakan armor metal berwarna hitam dan pakaian bertarung berwarna hijau yang sama. Equipment mereka mempunyai desain yang normal, kecuali untuk gambar kastil di setiap perisai mereka yang mencolok.
Enam orang di depan mempunyai one-handed sword dan enam dibelakang mempunyai halberd. Mereka semua menurunkan penutup helm mereka, jadi kami tidak bisa melihat ekspresi mereka. Ketika kami melihat ke dua belas player berjalan dengan barisan sempurna, aku sempat berpikir kalau mereka adalah sebuah grup yang terdiri dari NPC.
Aku yakin sekarang. Mereka adalah anggota dari grup besar yang membuat kota di lantai pertama sebagai markas pusat mereka: <The Army>. Aku bisa merasakan kalau Asuna menahan napasnya.
Mereka bukan musuh bagi player biasa. Malahan, mereka bisa dianggap sebagai grup yang paling bekerja keras untuk menghentikan kejahatan.
Tapi cara mereka agak sedikit kasar, dan ada yang bilang kalau mereka menyerang player oranye—disebut begitu karena cursor mereka berwarna orange—segera setelah mereka ditemukan dan tanpa berkata apapun. Lalu mereka akan melucuti equipment para player oranye dan memenjarakan mereka di dalam ruang bawah tanah dari Black Iron Castle. Rumor tentang bagaimana <The Army> memperlakukan orang-orang yang tidak menyerah dan gagal melarikan diri agak menakutkan.
Mereka juga sering menjelajah dengan party beranggotakan banyak dan mengontrol seluruh daerah berburu, jadi kalimat "tidak boleh pergi mendekati <The Army>" menjadi pengetahuan umum diantara para player. Yah, mereka biasanya beroperasi di lantai lima puluhan dan dibawahnya, berusaha memperkuat grup mereka dan menegakkan hukum, jadi jarang sekali melihat mereka di garis depan-
Ke dua belas warrior menghilang kedalam hutan bersamaan dengan suara armor dan sepatu mereka.
Melihat cara semua player mendapatkan softwarenya, kau bisa bilang kalau sebagian besar orang yang terjebak didalam sao adalah maniak game, yang tidak peduli dengan kata <Peraturan> atau sejenisnya. Tapi kenyataan kalau mereka masih menunjukkan pergerakan yang teratur sangat hebat. Mereka mungkin adalah satuan terkuat dari <The Army>.
Setelah memastikan kalau mereka telah keluar dari batas peta, Asuna dan aku menghela napas lega.
“…rumornya, sungguhan…”
Aku berbisik pada Asuna saat mantelku masih menutupinya untuk bertanya.
“Rumor?”
“Ya. aku mendengar saat guild meeting kalau <The Army> mengubah cara mereka bekerja dan mulai muncul di lantai-lantai atas. Mereka pernah disebut sebagai grup yang mencoba untuk menyelesaikan gamenya kan? tapi setelah kerusakan yang mereka terima ketika melawan boss di lantai 25, mereka mulai memfokuskan untuk memperkuat grup mereka dan berhenti bertarung di garis depan. –Jadi, daripada pergi ke labyrinth dengan jumlah besar seperti yang biasa mereka lakukan, mereka memutuskan untuk mengirimkan unit yang lebih kecil dan elit dan mencoba untuk menunjukkan kalau mereka masih berusaha keras untuk menyelesaikan game nya. Laporan mengatakan kalau unit pertama akan segera muncul.”
“Jadi, mereka memamerkan kemampuan mereka. Tapi apa mereka akan baik-baik saja menerjang begitu saja ke area yang belum terjamah…? Mereka terlihat berlevel tinggi tapi…”
“Mungkin…mereka akan mencoba untuk mengalahkan boss…”
Dalam setiap labyrinth, ada satu boss yang menjaga tangga ke lantai selanjutnya.. Mereka tidak muncul lagi dan mereka sangat kuat, tapi reputasi dan popularitas yang didapat untuk mengalahkan mereka sangat besar. Itu pasti akan sangat efektif untuk mendapatkan kehormatan.
“Jadi mereka mengumpulkan orang-orang itu…? Tapi itu tetap bodoh. Masih belum ada orang yang pernah melihat boss dari lantai 74. Biasanya, orang-orang akan terus mengirimkan grup bantuan untuk menganalisa kekuatan dan gaya bertarung boss.”
“Yah, bahkan guild-guild bekerja sama untuk mengalahkan para boss. Mungkin mereka melakukan hal yang sama…?”
“Aku tidak tahu… Yah, mereka seharusnya juga tahu kalau mencoba melawan boss seperti ini akan sia-sia. Kita harus cepat. Kuharap kita tidak akan bertemu mereka disana.”
Aku bangun dan agak sedikit menyesal karena harus melepaskan Asuna. Asuna menggigil ketika dia keluar dari mantelku.
“Sekarang sudah hampir musim dingin… aku harus membeli sebuah mantel juga. Di toko mana kau membeli mantel itu?”
“Hmm…mungkin di toko pemain dibagian barat dari Algade.”
“Kalau begitu ajak aku kesana kalau kita sudah selesai menjelajah.”
Setelah mengatakan itu, Asuna melompat turun perlahan ke jalan setapak. Aku mengikutinya. Dengan bantuan sistem, ketinggian seperti ini tidak masalah bagiku.
Mataharinya sudah hampir berada di tempat tertinggi. Asuna dan aku menuruni jalan setapak dengan cepat sambil memperhatikan sekeliling kami.
Untungnya, kami bisa keluar dari hutan tanpa bertemu satu monster pun, dan padang rumput yang penuh dengan bunga biru muncul didepan kami. Jalan setapaknya lurus melewati padang rumput, dan pada ujung nya berdiri tegak Labyrinth Area.
Pada tempat tertinggi dari menara ini, akan ada ruang besar dan satu boss akan menjaga tangga menuju ke lantai selanjutnya-lantai 75. Jika boss nya sudah ditaklukkan dan seseorang sampai pada living area dari lantai selanjutnya dan mengaktifkan teleport gate, maka lantai ini akan clear.
<Pembukaan Kota> akan diselenggarakan oleh kerumunan besar orang-orang dari lantai bawah yang datang untuk melihat kota yang baru, dan seluruh tempat akan menjadi hidup seperti sebuah festival. sekarang ini, sudah sembilan hari sejak orang-orang mulai aktif menjelajah lantai 74. Sudah waktunya untuk seseorang menemukan boss nya.
Menara disini adalah bangunan melingkar yang terbuat dari batu kapur berwarna coklat kemerahan. Ini adalah tempat dimana aku dan Asuna pernah berada sebelumnya, tapi aku masih merasa terintimidasi dengan ukurannya yang besar. Meski begitu, ukurannya hanyalah satu per seratus dari Aincrad. Ini adalah harapan yang tidak mungkin terkabul, tapi, diam-diam, aku berharap untuk bisa melihat kastil melayang ini dari luar.
Kami tidak bisa melihat unit dari <The Army>. Mereka kemungkinan besar sudah berada di dalam. Kami berjalan menuju ke pintu masuk, mempercepat langkah kami tanpa sadar.
aku aja pas donlod udah dibilang itu final episode
@Nagamasa_Azai hehehe ... sama sama
@dhanabieo wah donlod dari eps 1 sampai tamat ya?
klo menurutku lebih asik ngikutin dari minggu ke minggu karna ada rasa deg degan nunggu eps selanjutnya, dan bikin kita jadi lebih teratur dan disiplin juga nonton anime *pret*
Bab 9
Lebih dari setahun berlalu sejak Knights of the Blood menempati posisi terbaik diantara semua guild yang ada.
Sejak saat itu, ketua guildnya, si <Man of Legend>, dan wakil ketua nya Asuna si <Flash> menjadi terkenal sebagai dua orang dari warrior terbaik di Aincrad. Sekarang aku mempunyai kesempatan untuk mengamati Asuna yang sudah menyelesaikan latihan skill yang dibutuhkan oleh seorang rapier-sword fencer, bertarung melawan monster biasa.
Kami sedang berada didalam pertarungan, dan musuhnya adalah swordman tengkorak yang bernama <Demonic Servant>. Tingginya lebih dari dua meter, dikelilingi oleh sebuah cahaya biru yang membuatku merinding, dan memegang sebuah pedang lurus yang besar di tangan kanannya dan sebuah perisai bulat yang terbuat dari logam di tangan kirinya. Monster itu tidak memiliki satu otot pun, meski begitu dia memiliki strength stat yang sangat tinggi, membuatnya menjadi sulit untuk dilawan.
Tapi Asuna tidak mempedulikan hal itu.
“Hrrrrgrrrr!”
Dengan sebuah teriakan aneh, tengkorak itu mengayunkan pedangnya beberapa kali meninggalkan sebuah garis cahaya di jalur ayunannya. Itu adalah sebuah skill combo 4-hit: <Vertical Square>. Ketika aku melihatnya sambil khawatir dari beberapa langkah dibelakangnya, Asuna melangkah kekiri dan kekanan, menghindari semua serangan dengan elegan.
Bahkan jika ini adalah situasi 2-lawan-1, kami tidak bisa bertarung sekaligus ketika menghadapi musuh yang bersenjata lengkap. Itu tidaklah dilarang oleh systemnya, tapi ketika dua orang berada terlalu dekat didalam pertarungan dimana pedang-pedang diayunkan dengan kecepatan yang lebih cepat dari mata, itu lebih menjadi gangguan daripada menolong. Jadi ketika berparty, sebuah kemampuan yang memerlukan kerjasama tingkat tinggi yang di sebut <switching> digunakan.
Setelah ayunan penuhnya, dan serangan terakhirnya meleset, postur dari Demonic Servant itu agak sedikit goyah. Asuna tidak melewatkan kesempatan ini dan langsung melakukan counter-attack.
Tusukan dari pedang silver-putih nya mendarat satu per satu, semuanya dengan spektakular mengenai target mereka, dan HP dari tengkorak itu berkurang. Setiap serangan tidak membuat damage yang besar, tapi jumlah serangannya sangat besar.
Setelah terkena serangan tiga tusukan cepat, perisai tengkorak itu menjadi sedikit naik, dan Asuna mengganti gayanya dan menebas dua kali di kaki musuhnya. Lalu, dengan ujung pedangnya yang bersinar putih dengan terang, dia mengirimkan dua tusukan keras di bagian atas dan bawah.
Itu adalah combo 8-hit. Itu mungkin adalah sword skill level tinggi yang bernama <Star Splash>. Menyerang tengkorak itu dengan tepat dengan pedangnya yang tipis, yang biasanya tidak efektif melawan musuh seperti itu, itu adalah bukti dari kemampuannya yang luar biasa.
Kekuatan yang telah mengurangi sekitar tiga puluh persen dari HP tengkorak itu juga mengagumkan, tapi aku terpanah melihat ke elegan-an player yang melakukannya. Ini pasti yang mereka sebut dengan sword dancing.
Asuna berteriak kepadaku, yang sedang berdiri disana seperti orang bodoh, itu seperti kalau dia mempunyai mata di belakang kepalanya.
“Kirito, switch!”
“Ah, oke!”
Aku buru-buru mengangkat pedangku, dan pada saat yang sama, Asuna melakukan tusukan kuat.
Tengkorak itu menangkis serangan itu dengan perisai di tangan kirinya dan percikan terang muncul. Tapi itu adalah hasil yang diinginkan. Musuhnya menjadi terhenti selama beberapa saat setelah menangkis serangan kuat itu, tidak bisa segera membalas.
Tentu saja, Asuna juga terhenti setelah mendapatkan serangannya dihentikan, tapi <celah> nya adalah yang terpenting.
Aku segera menerobos dengan sebuah charge-type skill. Membuat sebuah break point dengan sengaja ditengah-tengah pertarungan dan bertukar tempat dengan teman, itulah yang disebut <switching>.
Setelah memastikan kalau Asuna telah keluar dari jarak seranganku, aku menerjang dengan cepat kearah musuhku. Kecuali kau adalah seorang ahli sepertinya, tebasan biasa jauh lebih berguna melawan musuh yang mempunyai lebih banyak <celah> daripada Demonic Servant ini. Dalam situasi seperti ini, yang paling efektif adalah dengan senjata yang bertipe benturan seperti mace. Tapi aku dan mungkin asuna juga tidak memiliki senjata tipe benturan.
<Vertical Square> yang kugunakan untuk menyerang musuh kena keempatnya dan mengurangi banyak HP nya. Tengkorak itu bereaksi dengan lambat. Ini mungkin karena AI dari monster memiliki delay beberapa saat sebelum merespon ketika pola serangan penyerangnya tiba-tiba berubah. Kemarin, aku telah menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk melakukan hal ini saat melawan lizardman, tapi ketika kau mendapat seorang teammate, satu switch adalah semua yang kau butuhkan. Ini adalah keuntungan terbesar bertarung bersama party.
Aku menangkis serangan balasannya dan memulai sebuah skill besar untuk mengakhiri pertarungan. Aku mengirimkan sebuah serangan kuat menurun kearah kanan, lalu memutar pergelanganku dan menebas keatas lagi, mengikuti jejak tebasanku tadi dengan gerakas seperti melakukan ayunan golf. Setiap kali pedangku mengenai tubuh musuh yang sepenuhnya terbuat dari tulang, terdengar suara benturan dan sebuah cahaya orange keluar.
Tengkorak itu mengangkat perisainya untuk menangkis serangan yang dipikirnya akan datang dari atas, tapi aku tidak melakukan sesuai dugaannya dan menabraknya dengan bahu kiriku. Lalu aku mengirimkan sebuah tebasan vertikal kearah tengkorak yang tidak seimbang itu, dan tanpa berhenti aku menabraknya lagi dengan bahu kananku kali ini. Itu adalah sebuah skill yang menggabungkan beberapa serangan kuat dengan melakukan tackle: <Meteor Break>. Tidak menyombong, tapi ini adalah skill yanfg membutuhkan kemampuan bertarung tanpa senjata dan juga kemampuan bertarung dengan pedang satu tangan.
HP musuhnya berkurang banyak dari semua serangan itu dan sekarang berada di area merah. Aku menggunakan semua tenaga di tubuhku untuk melakukan tebasan horizontal kearah kiri terakhir dari combo 7-hit <Meteor Break>. Pedangnya mengenai leher tengkorak itu, menciptakan garis bersinar yang terang. Tulangnya patah dengan suara menggeretak dan kepala tengkorak itu mental keudara, tubuhnya jatuh ke tanah seperti sebuah boneka yang terputus tali yang menopangnya.
“Kita menang!!”
Asuna menepuk pundakku dimana pedangku berada.
Kami membiarkan pembagian itemnya untuk nanti dan mulai berjalan lagi.
Hingga sekarang, kami telah melawan monster empat kali tapi kami menang hampir tanpa ada damage yang mengenai kami. Karena gaya bertarung Asuna banyak menggunakan tusukan sedangkan gaya bertarungku adalah untuk menggabungkan skill-skill besar, itu membuat AI monsternya menjadi tegang-dalam hal algoritma, bukan kemampuan proses CPU yang sebenarnya—dan membuat skill kami menjadi cocok. Mungkin level kami juga tidak berbeda terlalu jauh.
Kami berjalan berhati-hati melewati gang megah yang dikelilingi oleh tiang-tiang. Tidak ada kemungkinan untuk diserang tiba-tiba dengan kemampuan scan ku, Tapi gema dari langkah kaki kami terus membuatku khawatir. Di labyrinth ini tidak terdapat sumber cahaya, tapi lingkungan di sekeliling kami mengeluarkan cahaya redup yang misterius, jadi kami bisa melihat dengan baik.
Aku dengan hati-hati memeriksa gang yang memantulkan cahaya biru yang lembut.
Di lantai bawah labyrinthnya terbuat dari batu kapur berwarna coklat kemerahan. Tapi ketika kami naik ke atas, lingkungannya terbuat dari sejenis batu yang mengeluarkan cahaya biru. Tiang-tiangnya terukir dengan gambar yang menakjubkan tetapi membuat merinding, dan genangan air yang dangkal mengalir dibawah kaki kami, menutupi lantainya. Kau bisa bilang kalau suasananya menjadi <lebih berat>. Di peta tidak ada lagi banyak tempat kosong. Jika tebakanku benar maka area di depan mungkin adalah-
Di ujung gang, sepasang pintu berwarna abu-abu kebiruan berdiri menanti kedatangan kami. Pahatan di pintu itu mirip dengan yang ada di tiang-tiang. Bahkan jika semua ini hanyalah dunia yang terbuat dari data, aura yang aneh terasa keluar dari pintu itu.
“…apakah, itu…”
“Mungkin…? Itu adalah ruangan boss.”
Asuna memegang lengan mantelku dengan erat.
“Apa yang harus kita lakukan…? Hanya melihat saja tidak apa-apa kan?”
Kebalikan dengan apa yang dia katakan, suaranya terdengar tidak tenang. Bahkan jika dia adalah seorang top class swordswoman, sepertinya dia masih menganggap hal-hal seperti ini menakutkan. Yah, itu wajar saja, sungguh. Akupun juga merasa takut.
“…Yah, untuk jaga-jaga ayo siapkan item teleportasi.”
“Ya.”
Asuna mengangguk dan mengeluarkan sebuah kristal biru dari kantungnya. Aku juga menyiapkan itemku.
“Siap…? Aku akan membukanya…”
Dengan tangan kananku yang dipegang erat oleh Asuna, Aku menyentuh pintu besi itu, dan tangan kiriku menggenggam crystal. Jika ini adalah dunia nyata, telapak tangan ku pasti sudah dibanjiri oleh keringat sekarang.
Ketika aku perlahan-lahan mengeluarkan tenaga dari tanganku, pintunya, yang setidaknya terlihat lebih tinggi dua kali lipat dari tinggiku, terbuka dengan agak mudah. Ketika itu mulai bergerak, kedua pintu itu terbuka dengan begitu cepat hingga kami berdua kaget. Aku dan Asuna berdiri disitu menahan napas kami ketika pintu besar itu berhenti bergerak dengan suara benturan keras dan menunjukkan kami apa yang ada didalam.
-Atau itulah yang kami pikir; didalam sangat gelap. Cahaya yang menyinari gang tempat kami berada sepertinya tidak mencapai ujung dari ruangan itu. Kegelapan dingin yang tebal tidak menunjukkan apapun seberapa kerasnya kami mencoba melihatnya.
“…”
Segera setelah aku membuka mulutku, sepasang api biru keputihan terlihat menyala jauh di dalam ruangan, lalu pasangan api lainnya muncul dan muncul.
Whoooooosh… dengan suara yang terus terdengar itu, sebuah jalan kecil menuju tengah ruangan terbentuk dalam sekejap mata. Diujungnya, sebuah pilar api terbentuk, dan ruangan persegi itu dipenuhi dengan cahaya biru. Ruangannya cukup luas. Sepertinya semua tempat kosong dipeta termasuk kedalam ruangan ini.
Asuna menempel ke tangan kananku seperti untuk menahan kegelisahannya, tapi aku tidak memiliki ruangan yang cukup dikepalaku untuk menikmati perasaan ini. Itu karena, dibalik pilar api itu, sebuah tubuh yang besar mulai muncul.
Tubuh yang besar itu dilapisi dengan otot-otot yang menonjol. Kulit nya berwarna biru gelap dan kepala yang berada diatas dadanya yang besar itu bukanlah kepala manusia, tapi kepala kambing gunung.
Ada dua tandung yang meliuk yang menempel di kedua sisi kepalanya. Matanya yang terlihat seperti terbakar oleh api biru terang, tertuju kearah kami. Tubuh bagian bawahnya dilapisi oleh bulu berwarna biru laut dan tidak terlihat terlalu jelas di balik apinya, tapi itu terlihat kalau itu adalah bulu binatang. Simpelnya, monster itu adalah demon (setan) dilihat dari manapun.
Ada jarak yang cukup jauh diantara bagian tengah ruangan dan pintu masuknya. Meski begitu, kami berdiri membatu di tempat ini tidak bisa menggerakkan satu ototpun. Dari semua monster yang kami lawan hingga sekarang, ini adalah pertama kalinya ada yang berbentuk demon. Itu adalah sesuatu yang sudah terbiasa kulihat karena banyak sekali game RPG yang telah kumainkan. Tapi sekarang aku benar-benar melihatnya, aku tidak bisa menahan ketakutan yang keluar dari dalam tubuhku.
Aku perlahan-lahan memfokuskan mataku dan membaca kata-kata yang muncul: <The Gleameyes>. Itu tidak salah lagi adalah boss di lantai ini. Kata "The" di depan namanya adalah buktinya. Gleameyes—yang matanya memancarkan cahaya.
Ketika aku memikirkan hal itu, demon biru itu tiba-tiba mulai menggoyangkan hidungnya yang panjang dan mulai berteriak. Api biru yang muncul mengguncang ruangannya dengan kasar dan menggetarkan lantai ruangannya. Napasnya yang berapi keluar dari hidung dan mulutnya ketika dia mengangkat pedangnya. Lalu demon biru itu mulai menerjang lurus kearah kami dengan kecepatan yang tidak bisa dipercaya—membuat lantainya berguncang—tanpa memberikan kami waktu untuk bisa berpikir.
“Ahhhhhhhhhhhhhhh!”
“Kyaaaaaaaaaaaaaa!”
Sambil berteriak bersamaan, kami berbalik seratus delapan puluh derajat dan berlari secepat yang kami bisa. Kami tahu secara teori kalau boss tidak bisa keluar dari ruangannya, tapi kami tidak tahan berada disana. Mempercayakan tubuh kami kepada dexterity stats yang telah kami latih hingga sekarang, kami berlari seperti angin melewati gang yang ada.
***
Bab 10
Tanpa sekalipun berhenti untuk menarik napas, Asuna dan aku berlari ke safe zone yang ada di suatu tempat ditengah Labyrinth Area. Aku merasa kalau kami sudah menjadi target monster beberapa kali selama perjalanan. Tapi sejujurnya, kami sedang tidak dalam kondisi pikiran yang cukup tenang untuk melawan mereka.
Kami menerjang masuk ke dalam ruangan besar yang yang dibuat sebagai safe area dan duduk dilantai dengan punggung kami bersandar di tembok. Setelah mengeluarkan napas yang panjang, kami melihat wajah satu sama lain dan…
“…ha.”
Kami berdua mulai tertawa bersamaan. Jika kami memeriksa peta, kami pasti akan segera tahu kalau boss itu tidak keluar dari ruangannya. Tapi kami tidak berpikir sama sekali untuk berhenti dan memeriksanya.
“Ahahaha, ah—kita melarikan diri cepat sekali!”
Asuna tertawa dengan nada yang riang.
“Sudah lama sekali sejak aku berlari seperti kalau nyawaku bergantung pada lariku. Yah, kau bahkan berlari lebih parah daripada aku!”
“…”
Aku tidak bisa menyangkalnya. Asuna terus tertawa melihat wajah cemberutku. Butuh usaha yang cukup banyak baginya untuk berhenti tertawa; dan kemudian dia berkata,
“…itu, terlihat agak sulit.”
Kata Asuna, wajahnya menjadi serius.
“Ya. Kelihatannya dia hanya punya pedang besar sebagai senjatanya, tapi dia pasti punya suatu serangan spesial juga.”
“Kita harus mengirimkan banyak penyerang yang memiliki defense tinggi dan terus melakukan switching.”
“Kita mungkin membutuhkan sekitar sepuluh orang dengan perisai… Yah, untuk saat ini kita hanya perlu terus menyerangnya dan melihat bagaimana dia melawan.”
“Pe…risai.”
Asuna melihat kearahku sambil berpikir.
“A-ada apa?”
“Kau menyembunyikan sesuatu.”
“Apa maksudmu tiba-tiba berbicara begitu…?”
“Tapi ada yang aneh. Keuntungan terbesar dari menggunakan one-handed swords adalah bisa memegang perisai di tangan lainnya. Tapi aku belum pernah melihatmu memakainya sekalipun. Kalau aku, aku tidak memakainya karena itu akan memperlambat kecepatan seranganku, dan beberapa orang tidak memakainya karena mereka khawatir akan gaya mereka. Tapi kau tidak termasuk diantara keduanya… Itu mencurigakan.”
Kata-katanya sangat tepat. Aku memiliki skill tersembunyi. Tapi aku tidak pernah memakainya sekalipun didepan orang lain.
Itu tidak hanya karena skill sangat penting untuk bisa bertahan hidup, tapi juga karena kupikir itu akan membuatku terlihat lebih mencolok jika ada yang mengetahuinya.
Tapi, jika dia yang mengetahuinya, kupikir itu akan baik-baik saja…
Aku membuka mulutku sambil memikirkan hal itu.
“Tidak apa, itu tidak penting. Lagi pula mencari tahu tentang skill orang lain itu agak tidak sopan.”
Dia hanya menertawakannya. Sekarang aku telah kehilangan kesempatanku, aku hanya bisa menggumamkan beberapa kata di mulutku. Lalu, mata Asuna melebar setelah memastikan jam.
“Ah, ini sudah jam tiga. Agak terlambat, tapi ayo makan siang.”
“Apa!?”
Aku tidak bisa menyembunyikan kegembiraanku.
“A-Apa itu buatan tangan!?”
Asuna tersenyum tanpa berkata apapun dan dengan cepat memanipulasi menunya. Setelah menyingkirkan sarung tangannya, dia mengeluarkan sebuah keranjang kecil. Ternyata ada satu hal yang pasti menguntungkan jika ber-party dengannya—saat aku memikirkannya dengan tidak sopan, Asuna tiba-tiba melotot kearahku.
“…ide buruk apa yang baru saja kau pikirkan?”
“Ti-tidak ada apa-apa. Daripada itu, ayo makan.”
Asuna cemberut, lalu dia mengambil dua bungkusan keluar dari keranjang dan memberikan salah satunya padaku. Aku membuka bungkusan itu dan menemukan sebuah sandwich bulat yang berisi banyak sayuran dan daging giling. Aroma yang mirip seperti merica tercium dari sandwich itu. Tiba-tiba aku merasa sangat lapar dan aku menggigitnya dengan lahap.
“Ini…benar-benar enak…”
Aku menggigitnya dua, tiga kali sekaligus, dan mengungkapkan rasa terima kasihku dengan tulus. Bentuknya terlihat seperti makanan Eropa, seperti makanan yang disediakan di restoran NPC, tapi rasanya berbeda. Sedikit rasa asam dan manis terasa seperti makanan fast food di jepang yang sering kumakan hingga dua tahun yang lalu. Aku menggigit sandwich besar itu dengan cepat, merasa seperti kalau aku akan menangis karena rasa yang sudah lama tidak kurasakan ini.
Setelah menyelesaikan potongan terakhir dan meneguk teh yang diberikan Asuna padaku, aku akhirnya menghela napasku.
“Bagaimana kau bisa membuat rasa seperti ini…?”
“Itu adalah hasil dari latihan dan experiment selama satu tahun. Aku membuatnya setelah menganalisa data rasa dari semuaaaaaaaaaa herb yang ada. ini adalah glogwa seed, shuble leaf, dan calim water.”
Sambil mengatakannya, Asuna mengeluarkan dua botol kecil dari keranjang, membuka salah satu dari mereka, dan memasukkan jari telunjuknya kedalam. Jarinya keluar bersama dengan cairan yang tidak bisa di deskripsikan yang lengket dan berwarna ungu. Lalu dia berkata,
“Buka mulutmu.”
Aku tidak tahu apa itu, tapi saat aku membuka mulutku karena refleks, Asuna melemparkan cairan itu kedalam mulutku. Cairan itu masuk kedalam mulutku dan rasanya mengejutkanku.
“…Ini mayonnaise!”
“Yang ini terbuat dari abilpa beans, sag leaves, dan uransipi bones.”
Bahan yang terakhir terdengar seperti bahan untuk sebuah penawar racun, tapi sebelum aku sempat menanyakannya cairan lain masuk kedalam mulutku. Rasanya lebih mengejutkanku dibanding yang sebelumnya. Ini tidak salah lagi kecap asin. Aku sangat ketagihan hingga aku menarik tangan Asuna dan memasukkan jarinya ke mulutku.
“Kya!!”
Dia berteriak dan menarik tangannya keluar sambil melotot kearahku. Tapi kemudian dia mulai tertawa melihat expresi wajahku.
“Itulah bagaimana aku bisa menciptakan rasa itu.”
“…itu luar biasa! Sempurna! Kau bisa mendapat banyak uang dengan ini!”
Sejujurnya, sandwich ini berasa lebih enak dibandingkan makanan dari daging Ragout Rabbit yang kumakan kemarin.
“Be-Benarkah?”
Asuna tersenyum malu.
“Tidak, lebih baik jangan dijual. Aku tidak bisa membiarkan bagianku menghilang.”
“Uwa, kau sangat rakus! …jika kau mau, aku akan membuatkannya lagi untukmu kapan-kapan.”
Dia mengatakan kalimat terakhir dengan pelan dan sedikit bersandar di pundakku. Saat kesunyian memenuhi ruangan, aku bahkan melupakan kalau ini ada di garis depan, tempat dimana kami bertarung dengan mempertaruhkan nyawa kami.
Jika aku bisa memakan makanan seperti ini setiap hari, aku bisa menguatkan tekatku dan pindah ke Salemburg…tepat disebelah rumah Asuna… Tanpa sadar aku mulai berpikir seperti itu dan ketika aku akan mengatakannya-.
Tiba-tiba, terdengar suara gemerincing dari armor yang menunjukkan kedatangan grup player lain. Kami dengan cepat membuat jarak diantara kami.
Aku melihat kearah ketua dari party yang terdiri dari enam orang itu dan merilekskan pundakku. Dia adalah katana-wielder yang telah kukenal paling lama di Aincrad.
“Oh, Kirito! Lama tak berjumpa!”
Aku berdiri dan menyapa orang tinggi yang berjalan kesini setelah mengenaliku.
“Kau masih hidup, Klein?”
“Mulutmu masih saja kasar seperti biasanya. Kenapa kau dari semua pemain solo bisa membuat par-ty…”
Mata si pemegang katana itu melebar ketika dia melihat Asuna, yang sudah berdiri setelah membereskan barang-barangnya.
“Ah-, …kalian mungkin sudah pernah bertemu beberapa kali selama pertarungan melawan boss, tapi aku akan memperkenalkan kalian lagi. Pria ini adalah Klein dari guild <Fuurinkazan>, dan ini Asuna dari <Knights of the Blood>.”
Asuna mengangguk perlahan ketika aku memperkenalkannya, tapi Klein hanya berdiri disana, dengan mata dan mulutnya yang terbuka lebar.
“Hey, katakan sesuatu. Apa kau sedang lag?”
Setelah aku menyikutnya dari samping, Klein akhirnya menutup mulutnya dan memperkenalkan dirinya sesopan mungkin.
“H-Hello!!!!! Aku adalah orang yang di-di-dipanggil Klein! Bujangan! Dua puluh empat tahun!”
Ketika Klein mengatakan sesuatu yang bodoh dalam kebingungannya, aku menyikutnya lagi, dengan tenaga yang lebih kuat kali ini. Tapi bahkan sebelum Klein selesai berbicara, anggota party nya sudah mendesak dan mulai memperkenalkan diri mereka.
Mereka bilang semua anggota dari <Fuurinkazan> telah mengenal satu sama lain bahkan sebelum SAO dimulai. Klein telah melindungi dan membimbing mereka semua, tanpa kehilangan satupun anggota, hingga mereka semua menjadi player yang mampu berada di garis depan. Dia mampu menopang beban yang telah kuhindari karena takut dua tahun yang lalu—dihari death game ini dimulai.
Mengabaikan kebencian terhadap diriku yang telah menempel dengan erat didalam hatiku, Aku mulai berbicara kepada Asuna,
“…yah, mereka bukan orang yang jahat, jika kau mengabaikan wajah jelek ketuanya.”
Kali ini, Klein menginjak kakiku sekeras yang dia bisa. Melihat hal ini, Asuna mulai tertawa, tidak bisa menahan lebih lama lagi. Klein tersenyum malu, tapi kemudian dia kembali sadar dan bertanya padaku dengan suara yang terisi dengan niat membunuh.
“B-B-Bagaimana ini bisa terjadi Kirito!?”
Ketika aku berdiri disana tanpa jawaban dipikiranku, Asuna menjawabnya untukku dengan suara yang jelas:
“Senang bertemu denganmu. Aku memutuskan untuk membuat party dengannya selama beberapa waktu. Kuharap aku bisa akrab denganmu.”
Aku terkejut dengan apa yang kudengar. Ketika aku berpikir ‘Eh!? Ini bukan hanya untuk hari ini!?’, Klein dan party nya membuat expresi yang berganti-ganti antara kemarahan dan depresi.
Akhirnya, Klein melirik kearahku dengan penuh amarah dimatanya dan menggeram sambil menggertakkan giginya.
“Kirito, kau sialan…”
Aku menggoyangkan bahuku dan berpikir kalau ini akan sulit untuk keluar dari masalah. Lalu…
Suara langkah kaki terdengar dari pintu yang baru saja dilewati oleh Fuurinkazan. Asuna menegang mendengar suara yang terdengar seragam, lalu menarik tanganku dan berbisik.
“Kirito, itu <The Army>!”
Aku segera mengalihkan pandanganku ke arah pintu masuk, dan benar, unit yang bersenjata lengkap yang kami lihat di hutan terlihat dalam pandanganku. Klein mengangkat tangannya dan membawa kelima temannya mendekati tembok. Grup yang masuk kedalam ruangan ini, masih dalam formasi berbaris dua, tetapi sudah tidak seteratur saat mereka berada di hutan. Langkah kaku mereka berat, dan ekspresi dibalik helm mereka terlihat lelah.
Mereka berhenti di tembok yang berlawanan dari kami di dalam safe area. Pria yang berada didepan memberi perintah “Bubar,” sesaat sebelum kesebelas orang lainnya terduduk di lantai. Pria itu kemudian berjalan kearah kami tanpa melihat sekalipun kearah mereka.
Sekarang jika kulihat dengan jelas, equipment nya agak berbeda dari yang lain. Armornya memiliki qualitas yang sangat tinggi, dan sebuah lambang yang berbentuk Aincrad yang terukir didadanya—sesuatu yang tidak dimiliki oleh kesebelas orang lainnya.
Dia berhenti didepan kami dan melepaskan helmnya. Dia agak tinggi dan terlihat berumur tiga puluhan lebih. Dia memiliki wajah yang tajam, rambut yang sangat pendek, sepasang mata tajam dibawah alisnya yang tebal, dan mulut yang tertutup rapat. Dia melihat kearah kami semua dengan matanya, dan mulai berbicara padaku yang berada paling depan diantara kami.
“Aku adalah Letnan Kolonel Cobert dari Aincrad Liberation Army.”
Apa-apaan itu? <The Army> awalnya adalah nama yang digunakan orang untuk mengejek mereka. Kapan itu menjadi nama resmi mereka? dan <Letnan Kolonel>? Merasa jengkel, aku menjawab dengan singkat:
“Kirito, Solo.”
Dia mengangguk dan bertanya dengan angkuh:
“Apa kau sudah memetakan area sekitar sini?”
“…ya. Aku telah memetakan seluruh jalan hingga ke ruangan boss.”
“Hmm. Kalau begitu kuharap kau akan memberikan map data nya kepada kami.”
Aku terkejut akan sikapnya. Tapi Klein, yang berada dibelakangku, sudah menjadi marah.
“Apa? Memberikannya padamu!? Kau sialan, apa kau tahu betapa sulitnya memetakan area!?”
Dia berteriak dengan suara serak. Peta-peta dari area yang belum terjamah adalah informasi yang penting. Mereka juga bisa dijual kepada para pemburu harta, yang mencari kotak harta yang masih terkunci, dengan harga tinggi.
Ketika dia mendengar suara Klein, orang the army itu menaikan salah satu alisnya dan mengumumkan dengan keras.
“Kami bertarung untuk kebebasan para player seperti kalian.”
Dia memajukan dagunya kedepan dan melanjutkan.
“Itu adalah tugas kalian untuk bekerja sama dengan kami!”
-Kata angkuh sangat cocok untuk sikapnya itu. The Army bahkan sudah lebih dari setahun tidak berada di garis depan.
“Tunggu sebentar, bagaimana bisa kau…”
“Kau, kau brengsek…”
Asuna dan Klein, yang berdiri disampingku, keduanya melangkah kedepan dengan suara yang penuh kemarahan. Aku melebarkan tanganku untuk menghentikan mereka.
“Tidak apa-apa. Lagipula aku berniat untuk menyebarkannya saat kita kembali ke kota.”
“Hey, hey! Kau itu terlalu baik Kirito!”
“Aku tidak berencana untuk menjual petanya.”
Sambil mengatakan hal itu, aku membuka trade window dan mengirimkan informasinya ke pria yang menyebut dirinya sebagai Lieutenant Colonel Cobert. Dia mengambilnya tanpa ada perubahan di ekspresinya dan berkata:
“Terima kasih atas kerjasama mu.”
Dia menjawab dengan suara yang tidak menunjukkan rasa terima kasih sedikitpun, dan kemudian berbalik.
Aku berkata padanya sebelum dia pergi:
“Sedikit saran dariku, lebih baik kau tidak menyerang boss itu.”
Cobert melihat kebelakang.
“…itu hal yang harus kuputuskan sendiri.”
“Kami baru saja memeriksa ruang bossnya. Itu bukanlah sesuatu yang bisa kau kalahkan hanya dengan orang sebanyak ini. Selain itu, orang-orangmu juga semuanya terlihat agak lelah.”
“…Orang-orangku tidak selemah itu hingga bisa kelelahan oleh sesuatu seperti ini!”
Cobert menekankan kata "orang-orangku" saat dia menjawab dengan jengkel. Tapi orang-orang yang duduk dilantai tidak terlihat setuju.
“Bangun kalian sampah tidak berguna!”
Mendengar perintah Cobert, mereka berdiri dengan terhuyung-huyung dan membentuk dua baris. Cobert bahkan tidak melihat kearah kami ketika dia kembali kedepan barisan dan memerintahkan dengan tangannya. Ke dua belas orang itu kemudian mengangkat senjata mereka dan mulai berjalan lagi, armor berat mereka mengeluarkan suara gemerincing.
Meski mereka masih memiliki 100% HP mereka diluarnya, pertarungan yang berkelanjutan dalam SAO meninggalkan kelelahan yang tidak bisa terlihat. Tubuh kami di dunia asli mungkin tidak bergerak sedikitpun, tapi perasaan lelah masih akan menetap hingga kami tidur atau beristirahat di sini. Berdasarkan apa yang kulihat, para player The Army itu sudah kelelahan, karena mereka tidak terbiasa bertarung di garis depan.
“…apa mereka akan baik-baik saja ya…”
Klein berbicara dengan suara khawatir ketika anggota The Army menghilang kedalam jalan sempit yang menuju kearah lantai atas dan suara langkah kaki mereka menghilang dari telinga kami. Dia benar-benar orang yang baik.
“Mereka tidak begitu bodoh hingga mau menantang bossnya kan…?”
Asuna terlihat khawatir juga. Ada sesuatu didalam suara Cobert yang menunjukkan suatu kecerobohan.
“…apa kita harus memeriksa apa yang mereka lakukan…?”
Ketika aku berkata hal ini, bukan hanya Klein dan Asuna, tapi bahkan kelima anggota yang lain juga setuju.
…dan mereka bilang kalau aku terlalu baik…
Aku memikirkan hal ini dengan senyuman pahit. Tapi, aku sudah membuat keputusan. Aku tidak akan bisa tidur malam ini jika kami meninggalkan Labyrinth sekarang dan mendengar kalau mereka tidak kembali dari sini.
Ketika aku dengan cepat memeriksa equipmentku dan mulai berjalan, sebuah suara memasuki telingaku-
Aku bisa mendengar kalau Klein berbisik ke Asuna dibelakangku. Aku memikirkan apakah dia masih belum puas menerima sikutan dariku ketika aku mendengar isi pembicaraan mereka yang mengejutkanku.
“Ah—Asuna-san, bagaimana mengatakannya yah…dia itu, Kirito, tolong baik-baik lah terhadapnya. Bahkan jika dia tidak terlalu bagus dalam menggunakan kata-katanya, tidak terlalu lucu, dan seorang penggila bertarung yang bodoh.”
Aku menerjang mundur dan menarik bandana Klein sekeras yang aku bisa.
“A-apa yang kau bicarakan!?”
“T-Tapi.”
Si pemegang katana itu menarik kepalanya dan menggaruk jenggotnya.
“Itu cukup aneh jika kau membuat party dengan seseorang. Bahkan jika kau jatuh cinta pada Asuna, itu adalah kemajuan yang sangat besar untukmu. Makanya aku-”
“A-Aku tidak jatuh cinta padanya!”
Aku memprotesnya. Tapi entah kenapa, Klein, anggota partynya, dan bahkan Asuna melihat kearahku dengan sebuah senyuman diwajah mereka. Aku tidak bisa melakukan apapun kecuali diam, berbalik dan terus berjalan.
Lalu aku mendengar Asuna menyatakan:
“Serahkan dia padaku!”
Aku berlari menuju jalan yang menuju ke lantai berikutnya sambil membuat suara berisik dengan sepatuku.
***
Saya nonton sampe sao ancur terus saya drop karena terlalu sedikit action nya, malah kaya shojo anime. Thread nya bagus, baru sekarang liat thread yg cerita nya str8.
Cwe rambut biru itu namanya sachi
ntar malam aku update ceritanya.,,
klo di perhatiin cerita anime ma novelnya sedikit beda... ada beberapa bagian yang ada di anime ga ada di novel.
klo bikin doujinshi yaoinya agak susah keknya soalnya ga ada karakter cowo keren yang lain selain kirito.. hahaha
Bab 11
Keberuntungan tidak memihak pada kami, kami bertemu dengan sekelompok Lizardman di tengah jalan. Saat kami semua sampai di lantai teratas Labyrinth, sudah tiga puluh menit berlalu dan kami masih belum bisa mengejar para anggota The Army.
“Mungkin mereka sudah menggunakan kristal mereka untuk kabur?”
Klein berkata dengan bercanda, tapi tidak ada satupun dari kami yang mempercayai kalau mereka akan melakukannya. Sebagai hasilnya, tanpa sadar kami mempercepat langkah kami.
Ketika kami sudah setengah jalan, sebuah suara yang membuat rasa khawatir kami menjadi sungguhan bergema di dinding. Kami semua segera berhenti untuk mendengarkan.
“Ahhhh…”
Suara yang samar terdengar itu, tidak salah lagi, sebuah teriakan.
Tapi itu bukanlah teriakan monster. Kami semua melihat satu sama lain dan mulai berlari dengan cepat. Karena kami memiliki dexterity yang tinggi, Asuna dan aku berlari lebih cepat dibanding dengan yang lainnya, dan sebuah perbedaan jarak dengan cepat terbuka diantara kami dan grup Klein. Tapi ini bukanlah saat dimana kami bisa mengkhawatirkan hal itu. Kami berlari seperti angin melewati koridor yang bersinar biru berkebalikan dengan arah kami berlari tadi.
Dengan segera, dua pintu besar tadi terlihat di pandangan kami. Mereka sudah terbuka, dan kami bisa melihat api biru berkelap kelip serta sebuah bayangan besar bergerak perlahan didalam. Kami juga mendengar banyak suara teriakan dan logam yang berbenturan.
“Tidak…!”
Asuna berteriak dengan nada sedih dan mempercepat larinya. Aku mengikuti dengan dekat dibelakang. Kaki kami hanya sedikit menyentuh lantai, seperti kalau kami terbang di udara. Aku menyadari kalau kami sudah mencapai batas dari sistem support. Selama itu, tiang-tiang di kedua sisi gang terlewati oleh kami.
Ketika kami sudah berada di dekat pintu, Asuna dan aku dengan cepat mengurangi kecepatan kami. Percikan keluar dari sepatu kami, dan kami berhasil berhenti tepat di depan pintu masuk.
“Hey! Apa kalian baik-baik saja!?”
Aku berteriak dan mencondongkan tubuhku kedepan agar bisa melihat lebih jelas.
Di dalam—terlihat seperti neraka.
Api putih kebiruan menyala diseluruh lantai. Sebuah bayangan besar berdiri tepat ditengah semua ini, tubuhnya bersinar seperti terbuat dari logam. Itu adalah sang demon biru: The Gleameyes.
Saat The Gleameyes mengayun pedang yang berukuran sangat besar miliknya yang mirip dengan zanbato ke sekitarnya, sebuah napas api keluar dari mulutnya. Damage yang diterimanya masih belum mencapai sepertiga HPnya. Di baliknya, terdapat sekumpulan bayangan, ukuran mereka sangat kecil dibandingkan sang demon. Mereka adalah grup The Army, dan anggota mereka sibuk berlarian untuk menyelamatkan nyawa mereka sendiri.
Mereka tidak sanggup berpikir lagi untuk berbicara. Aku memeriksa jumlah mereka dan segera menyadari kalau dua dari mereka menghilang. Bagus kalau mereka telah lari dengan menggunakan teleport item, tapi-.
Ketika aku memikirkannya, salah satu dari mereka terkena sisi dari zanbato dan terpental ke udara. HPnya telah memasuki zona merah. Aku tidak tahu kenapa bisa jadi seperti ini, tapi demon itu sekarang berada diantara anggota The Army dan pintu keluar, dan sebagai hasilnya mereka tidak bisa kabur. Aku berteriak kearah player yang terjatuh.
“Apa yang kau lakukan!? Cepat gunakan teleport item!”
Pria itu melihat kearahku. Wajahnya memantulkan warna kebiruan dari api disekelilingnya dan penuh dengan keputus asaan. Lalu dia berteriak kearahku:
“Itu tidak berguna…! K-kristal nya tidak bekerja!!”
“Wha…”
Aku tidak bisa mengatakan apapun. Apakah itu berarti kalau ruangan ini adalah <Anti-Crystal Area>? Itu adalah sebuah jebakan langka yang muncul di dungeon beberapa kali, tapi itu tidak pernah muncul di ruangan boss hingga sekarang.
“Bagaimana itu bisa…!”
Asuna bernapas dengan cepat. Di situasi ini kami tidak bisa menerjang begitu saja untuk menyelamatkan mereka. Kemudian, seorang player di balik demon itu mengeraskan suaranya dan berteriak.
“Apa yang kau katakan!! Kata melarikan diri tidak berlaku bagi The Liberation Army!! Lawan!! Kubilang lawan!!”
Itu tidak salah lagi adalah suara Cobert.
“Kau brengsek!”
Aku berteriak. Bukti kalau dua orang telah menghilang didalam area tanpa-kristal —itu berarti mereka telah mati, telah menghilang dari dunia ini untuk selamanya. Itu adalah hal yang harus dihindari apapun yang terjadi, dan si bodoh ini masih mengatakan hal seperti itu? Aku merasakan darahku mendidih karena amarah.
Lalu Klein dan party nya tiba.
“Hey, apa yang terjadi!?”
Aku dengan cepat memberitahu situasi ini padanya. Ketika dia mendengarnya, ekspresi Klein menjadi gelap.
“Apa…apa tidak ada sesuatupun yang bisa kita lakukan…?”
Kita mungkin bisa berlari kedalam dan membuka jalan keluar bagi mereka. Tapi karena kami tidak bisa menggunakan kristal diruangan ini, kami tidak bisa mengabaikan kemungkinan kalau salah satu dari kami bisa mati. Kami tidak mempunyai cukup orang untuk melawan. Ketika aku susah payah memikirkan jalan keluarnya, Cobert entah bagaimana berhasil membuat para anggotanya berbaris lagi dan berteriak.
“Serbu-!”
Dua dari sepuluh orang telah kehilangan hampir seluruh HP mereka dan berbaring di lantai. Kedelapan orang lainnya berbaris empat-empat dengan Cobert ditengahnya, yang memimpin penyerbuan dengan pedangnya yang terangkat tinggi.
“Jangan-!!”
Tapi suaraku tidak mencapai mereka.
Itu adalah serangan yang sia-sia. Jika mereka berlari menerjang bersamaan, mereka tidak akan bisa menggunakan sword skills mereka dengan benar dan hanya akan menambah kekacauan. Mereka harus bertarung secara bertahan, bergantian satu-satu untuk memberikan damage, dan dengan cepat melakukan switching ke anggota yang selanjutnya.
Demon itu berdiri dengan tegak dan mengeluarkan auman yang mengguncangkan lantai sebelum menghembuskan api yang sangat terang. Sepertinya apinya dihitung sebagai serangan yang memberikan damage, dan mereka berdelapan melambat ketika api biru itu menyelimuti mereka. Sang demon mengambil kesempatan itu dan mengayunkan pedang besarnya. Tubuh seseorang terpental ke udara, terbang melewati kepala sang demon, dan kemudian terjatuh dengan keras ke tanah didepan kami.
Itu adalah Cobert.
HPnya telah menghilang sepenuhnya. Dengan ekspresi yang sepertinya tidak mengerti situasi, dia perlahan menggerakkan mulutnya.
-Ini mustahil.
Ucapnya tanpa bersuara. Lalu, dengan sebuah sound effect yang mengerikan yang menusuk jiwa kami, tubuhnya pecah menjadi sebuah pusaran yang terbuat dari polygon. Disampingku, Asuna mengeluarkan teriakan singkat melihat kematiannya yang sia-sia.
Dengan pemimpin mereka yang telah tiada, anggota The Army segera menjadi ribut. Mereka berlari kesana kemari sambil berteriak. Semua HP mereka sudah dibawah setengahnya.
“Tidak…tidak…tidak lagi…”
Ketika aku mendengar suara Asuna yang menegang, Aku melirik kesamping kearahnya. Aku segera mencoba untuk menarik tangannya...
Tapi aku terlambat.
“Tidak-!!”
Dengan teriakan ini, Asuna berlari seperti angin. Dia mengeluarkan rapier nya dan menerjang kearah The Gleameyes seperti kilatan cahaya.
“Asuna!!”
Aku berteriak. Tanpa ada pilihan lain, aku menarik pedangku dan mengikutinya.
“Eh, apa boleh buat!!”
Klein dan party nya kemudian berteriak dan mengikuti kami.
Serangan ceroboh Asuna mengenai punggung demon itu ketika perhatiannya mengarah ke anggota The Army. Tapi HPnya hampir tidak berkurang sama sekali.
The Gleameyes itu mengaum, kemudian berbalik kebelakang dan mengayunkan zanbato miliknya kebawah. Asuna segera melangkah kesamping untuk menghindar, tapi dia tidak bisa menghindar sepenuhnya dan terjatuh karena guncangannya. Serangan kedua mengarah kepadanya tanpa menunggunya bersiap-siap.
“Asuna-!!”
Aku merasa tubuhku mendingin karena takut ketika aku berdiri mencegah diantara Asuna dan pedang itu. Pedangku tepat waktu menahan serangannya. Lalu, aku merasakan efek benturan itu diseluruh tubuhku saat guncangannya mengenaiku.
Saat percikan keluar dari kedua pedang, pedang demon itu mengenai lantai hanya beberapa cm dari Asuna. Pedangnya membuat sebuah lubang besar dilantai dengan sound effect yang seperti ledakan.
“Mundur!”
Aku berteriak dan bersiap untuk serangan selanjutnya. Pedangnya datang kearahku berkali kali dengan tenaga yang kuat seperti kalau itu akan mencabut nyawaku dengan satu serangan. Tidak ada satupun celah bagiku untuk melakukan counterattack.
Teknik The Gleameyes berdasar kepada two-handed sword skill. Tapi mereka agak sedikit diubah, yang membuat mereka sulit untuk dibaca. Aku berkonsentrasi penuh untuk bertahan dengan menghindar dan menangkis. Tapi serangan-serangannya sangat kuat dan mengurangi HP ku setiap ayunannya.
“Argh!!”
Akhirnya, satu dari serangannya mengenai tubuhku dengan tepat. Aku merasakan efek benturan yang mengejutkanku, dan HP ku berkurang banyak.
Equipment dan skill ku jauh dari tank player. Jika ini terus berlanjut, itu hanya akan membawaku kearah kematian. Ketakutan akan kematian membuat tubuhku menggigil. Aku bahkan tidak bisa lagi mencoba untuk kabur.
Hanya ada satu hal yang bisa kulakukan. Aku harus melawannya dengan semua yang kupunya sebagai seorang damage dealer.
“Asuna! Klein! Berikan aku sepuluh detik!”
Aku berteriak dan mengayunkan pedangku dengan keras untuk menangkis serangan musuh dan membuat sebuah break point. Lalu aku melompat kesamping dan berguling. Klein segera menggantikan posisiku dan menahan demon itu dengan katananya.
Tapi katana Klein dan rapier Asuna adalah senjata yang mengandalkan kecepatan jadi mereka kekurangan berat. Aku sadar kalau itu tidak mudah bagi mereka untuk menahan zanbato demon itu. Sambil berbaring di lantai, aku membuka menu dengan tangan kiriku.
Aku tidak boleh membuat kesalahan sedikitpun sekarang. Dengan jantungku yang berdetak dengan kencang, aku mulai menggerakkan jari tangan kananku. Aku membuka item list ku, mengambil sesuatu didalamnya, dan mengequip nya di tempat kosong di profil equipment ku. Lalu aku membuka skill window dan mengganti weapon skill ku.
Setelah menyelesaikan semua itu, aku menyentuh tombol OK dan menutup windownya. Aku memastikan berat tambahan dipunggungku, kemudian mengangkat kepalaku dan berteriak:
“Aku selesai!!”
Aku melihat Klein terkena serangan sekali, dan HP nya berkurang saat dia melangkah mundur. Biasanya, dia bisa menggunakan crystal untuk menyembuhkan dirinya, tapi itu tidak bisa dilakukan di ruangan ini. Sekarang, Asuna sedang bertarung dengan demon itu, dan dalam beberapa detik saja HP nya telah berkurang lebih dari setengah dan berubah kuning.
Setelah dia mendengarku, Asuna mengangguk tanpa melihat kearahku dan mengeluarkan teriakan pendek sebelum melakukan skill menusuk.
“Yaaaa!”
Sebuah melayang diudara dan mengenai senjata The Gleameyes, membuat percikan keluar dari pedangnya. Saat terdengar sebuah suara keras, jarak diantara Asuna dan demon itu melebar.
“Switch!!”
Aku tidak melewatkan kesempatan itu dan menerjang lurus kearah musuhku. Demon itu dengan cepat sadar dari effect stun dan mengangkat pedangnya tinggi di udara. Dengan pedang ditangan kananku, aku menangkis pedang demon itu yang turun bersamaan dengan jejak pedang yang seperti api. Lalu aku menggapai punggungku dengan tangan kiriku dan menggenggam pegangan pedang baru. Aku menarik pedangku dan menusuknya dengan satu gerakan lancar. HP demon itu terlihat berkurang saat serangan telak pertama mengenai tubuhnya
“Kwuaaaaa!”
Demon itu mengaum dengan amarah dan mencoba melakukan serangan menebas kebawah lagi. Kali ini, aku menyilangkan kedua pedangku dan menangkisnya sepenuhnya. Saat posturnya tidak seimbang, aku mencoba untuk menghentikan gaya bertahanku dan melakukan sebuah combo attack.
Tangan kananku menebas dengan horizontal kearah perut demon itu. Pedang ditangan kiriku segera mengikuti untuk menebas secara vertikal ke tubuhnya. Kanan, kiri, lalu kanan lagi. Aku mengayunkan pedangku seakan saraf di kepalaku memasuki keadaan sangat cepat. Suara dari logam yang beradu terdengar keras satu demi satu ketika api-api putih berkelap-kelip di udara.
Ini adalah extra skill yang telah kusembunyikan, <Dual Blades>, dan teknik yang kugunakan adalah sword skill tingkat tingginya yang disebut <Starburst Stream>, sebuah combo serangan 16-hit.
“Ahhhhh!!”
Tanpa memperhatikan beberapa serangan yang berhasil ditahan oleh pedang demon itu, aku terus berteriak saat aku terus menyerang tanpa henti dengan pedangku. Mataku memanas, dan penglihatanku hanya melihat demon itu. Meskipun pedang demon itu masih mengenai tubuhku beberapa kali, benturannya terasa seperti itu terjadi di dunia lain yang jauh. Sementara itu, adrenaline terus mengalir diseluruh tubuhku, dan gelombang otakku meningkat setiap kali pedangku mengenai sasaran.
Lebih, lebih cepat. Ritme seranganku sudah melampaui dua kali kecepatan normalnya, tapi itu masih terasa sangat lambat dihadapan indra ku yang dipercepat. Aku meneruskan seranganku dengan kecepatan yang sepertinya telah melebihi bantuan sistemnya.
“…ahhhhhhhhh!!”
Dengan teriakan itu aku mengeluarkan serangan terakhir dari combo 16-hit ku, yang menusuk dada The Gleameyes.
“Kkaaaaaaahh!!”
Ketika indra ku kembali normal, aku sadar kalau bukan hanya aku yang berteriak. Demon raksasa itu mengaum kearah atap dengan napasnya yang berhembus keluar dari mulut dan hidungnya.
Lalu tubunya berhenti bergerak, dan saat itu aku menyadari kalau-
The Gleameyes pecah menjadi pecahan biru yang tak terhitung jumlahnya. Sisa-sisa dari cahaya biru menghujani seluruh ruangan.
Ini sudah…berakhir…?
Merasa pusing dari efek samping setelah pertarungan, aku mengayunkan kedua pedangku sekali lagi sebelum menyarungkan mereka ke sarungnya yang berada di pundakku. Aku segera memeriksa HP ku. Ada satu garis merah dengan beberapa titik yang tersisa. Ketika aku melihat kearah HP ku tanpa mempedulikannya, tiba-tiba aku merasa kalau kekuatan menghilang dari tubuhku dan terjatuh kelantai tanpa mengeluarkan suara.
Penglihatanku menjadi kabur dan gelap.
###
novel terjemahan ga di jual ya ?
gw juga punya elucidator tp masih jadi gantungan kunci blom bisa di pake ;awan momon )
masih menunggu...