-19 Maret 2011-
“Happy birthday Martin! Happy Birthday Martin!”
Aku dikejutkan dengan sekelompok temanku yang membawa kue lengkap dengan lilinnya. Malam itu sebenarnya aku lagi mengerjakan tugas kelompok bersama Rio, Dito, dan Cindy, sambil menyantap oleh-oleh makanan khas dari kotaku yang kubawa sepulang liburan semester kemarin. Pukul 12 kurang Dito dan Cindy pergi sebentar dengan alasan ke warung, tepat pukul 12 mereka kembali membawa kue dan teman-temanku yang lain total 10 orang, entah dari kapan mereka datang. Kostanku menjadi penuh dengan mereka. Aku dibawa ke lapangan supaya suara berisik kami tidak mengganggu penghuni kost yang lain.
“Ayoo make a wish” kata Dito sambil memegang kue. Aku dan Dito bisa dikatakan sahabat. Kami kenal ketika awal kuliah, sama-sama masih cupu, kami satu kostan, dan berteman dari dulu hingga sekarang Dito menjadi incaran banyak cewek-cewek di kampus, dan aku yang lumayan banyak dikenal orang karena aku cukup aktif di kegiatan kampus.
Aku diam sejenak, memandangi teman-temanku yang mengerubungiku. Aku sungguh beruntung memiliki teman-teman seperti mereka. Kuliah di sebuah kecamatan di pinggiran Kota Kembang Bandung, jauh dari rumah, memang sangat bergantung pada teman, mereka sudah aku anggap keluarga sendiri. Aku memejamkan mata, mengucapkan permohonanku di dalam hati dan kemudian meniup lilin yang ada di kue ulang tahun.
BYURRRRRRR!!!!
Begitu selesai aku meniup lilin aku disiram air. Dan airnya memiliki bau tidak sedap.
“Anjrit! Dingin! Bau lagi! Air apaan nih?!” Aku mengumpat
“Air dari got depan kostan, Mar. Hahaha” Seorang temanku menyahut.
“Ahh!! Sialan!!!” Aku mengejar teman-temanku, berusaha memeperkan air bau yang menempel di tubuhku. Tentu saja teman-temanku berlari menghindar semua sambil tertawa. Belum selesai penderitaanku, aku dilempar telur dan tepung. Rasanya aku tinggal digoreng saja dan jadilah bakwan!
Comments
gue forumer yang udah lumayan lama, sekarang mau bagi-bagi cerita yang udah gue bikin pake id baru, soalnya masih belum pede sama tulisan gue hehehe.
cerita ini fiktif. memang ada unsur-unsur true story tapi tetep aja cerita ini dibikin sedemikian rupa jadi fiktif deh hehehe
mohon support dan masukannya ya temen-temen semua.
Satu per satu teman-temanku pulang dan akhirnya tersisa aku, Dito, dan Denisyang memang satu kostan. Kami lanjut berkumpul di kamarku, menonton tv dan main kartu. “Lo make a wish apaan tadi Mar?” tiba-tiba Denis bertanya. “ada deh” aku sok merahasiakan. “minta pacar ga lo? Betah amat udah 20 tahun masih aja jomblo” kata Denis tertawa. “Jangan didengerin Mar, emangnya si Denis tuh selama kuliah mantannya ada enam” kata Dito, Denis menyengir. Denis memang hobi sekali gonta-ganti pacar, seperti kata Dito, di tahun kedua kuliah mantannya sudah ada 6. Denis dikenal sebagai playboy. Dia orangnya malas kuliah, kerjaannya pun nongkrong di kantin seharian, tapi herannya cewek-cewek di kampus tetap kecantol sama dia kalau didekati, bagaimana tidak perawakan Denis yang tinggi dan badannya berisi ditambah lagi mukanya Indo, selain itu ia juga anggota klub pecinta alam, makin saja cewek-cewek banyak yang naksir. Sebenarnya Dito juga tidak kalah hanya saja ia berbeda tipe dari Denis yang petualang, Dito pembawaannya lebih kalem, santai, dan lebih akademis. Sementara aku ada di tengah-tengah mereka, aku tidak terlalu kalem dan tidak juga terlalu berjiwa petualang. Aku banyak aktif di organisasi kampus sehingga aku banyak mengenal orang-orang baik di jurusan, fakultas, maupun universitas. Selain itu aku juga aktif mengikuti kepanitiaan, seperti panitia OSPEK. Dari panitia ospek tersebut aku juga mengenal teman-teman baru dari beda jurusan, selain itu aku juga lebih dikenal mahasiswa-mahasiswa yang tingkatnya di bawahku. Dulu ketika OSPEK aku termasuk senior yang banyak diidolakan, surat cinta yang ditujukan kepadaku saat ospek saja mencapai puluhan, jumlah yang paling banyak dibanding panitia-panitia yang lain.
“woy, melamun lo!” Denis menyadarkanku. Aku hanya tersenyum saja. Kami bertiga lanjut mengobrol sampai tak terasa sudah hampir jam tiga pagi. Denis kembali ke kamarnya karena nanti pagi ia harus ke kampus. Sementara Dito tetap di kamarku, ia malas kembali ke kamarnya. Aku rebahan di kasur, Dito juga rebahan di sampingku. “Mar, bener juga loh yang dibilang Denis” aku yang sudah hampir tertidur tidak jadi tidur karena Dito mengajakku ngobrol. “Apaan yang bener?” tanyaku. “Itu... Lo ga kepikiran pacaran apa? Emang hidup lo ga sepi apa ngejomblo terus?” Dito mengungkit soal pacaran. “Yaa nggak tahu juga sih. Gue ga mikir ke sana” Jawabku singkat. “Ah lo mah. Lo kan aktif di kampus, temen lo juga banyak, apalagi yang junior-juniornya. Ceweknya cakep-cakep pula. Masa sih ga ada yang nyangkut? Lo kurang apa lagi coba. Ganteng iya, populer iya. Tinggal lo deketin pasti juga pada mau sama lo. Sayang loh masa-masa kuliah itu masa terakhir kita nikmatin hidup, ntar lo kalo udah kerja bakal fokus ke kerjaan, susah deh nyari cewek” kata Dito. “ah apaan sih lo, sok tau. Udah ah gue mau tidur”. Aku membalikkan badanku dan memejamkan mata. Sebelum benar-benar tertidur aku memikirkan kata-kata sahabatku itu. Aku bukannya tidak pernah dekat dengan cewek. Beberapa kali aku dekat dengan cewek, semuanya berjalan baik-baik saja tapi pada akhirnya aku merasa kurang sreg sehingga hubunganku tidak berlanjut ke tingkat selanjutnya. Dan juga yang teman-temanku tidak tahu, aku seorang gay. Rasa sukaku terhadap cewek masih ada, hanya saja aku lebih tertarik ke cowok. Aku juga beberapa kali dekat dengan cowok, maksudku dekat dalam arti hubungan yang lebih dari sekedar sahabat. Memang awalnya cowok yang dekat denganku berawal dari teman biasa dan kemudian mengalir begitu saja, semua juga berjalan baik hanya saja aku tidak tahu dia gay atau tidak jadi aku tidak tahu hubunganku ini hanya sebatas sahabat atau memang lebih. Terakhir aku dekat dengan teman sekelasku, awalnya aku memang berteman dekat dengan dia kemudian ia menunjukkan perhatian lebih, begitu juga aku. Kami sering smsan layaknya orang pacaran dan sering pergi berdua, tapi ujung-ujungnya dia jadian dengan teman cewekku dan melupakan aku sama sekali. Aku kembali terpikirkan kata-kata Denis dan Dito tentang pacaran. Oke, aku bertekad akan menemukan pacar, setidaknya sebelum ulang tahunku tahun depan, terserah mau cewek mau cowok, yang penting aku nyaman dan aku bisa buktikan kalau aku bahagia dengan pilihanku nantinya.
not bad lah,, lok di nilai dapat lah 70,,
and lok bisa,, percakapan orang pertama,orang ke dua and orang ke tiga,, lok bisa di kasih jarak, jadi lebih rapi and lebih enak di baca,, gak rumit,,
kesalahan terbesar nya,, ya cuman atu, kurang panjanggggggg
tenang aja ini ceritanya masih bersambung kok, masih lumayan panjang lah... hehe
“Martin lo di mana?” suara Cindy yang cempreng terdengar di handphoneku
“Gue di kampus Cin, kenapa?” jawabku
“Temenin gue nunggu Dito dong, dia pingin ngajak makan, tapi katanya abis maghrib, gue sendirian nih di depan gerbang kampus” kata Cindy
“Iya iya ntar gue temenin, sabar ya, gue lagi rapat, dikit lagi selesai” kataku.
Cindy dan Dito pacaran. Lucu kalau melihat mereka pacaran, Cindy orangnya judes, cerewet, dan ngambekan bertolak belakang denga Dito yang orangnya kalem dan sok cool, tapi Cindy kalau sudah dimarahi sama Dito langsung takut, padahal kalau sama yang lain Cindy orangnya galak.
Selesai urusanku di kampus aku langsung menemui Cindy. “Kasian banget lo sendirian aja. Dito belum dateng? Emang mau ke mana sih kalian?” tanyaku pada Cindy. “Tau nih Dito lamaaa.... Kita mau makan di angkringan dekat kampus. Bareng anak-anak kelas kita kok. Lo ikut aja” ajak Cindy. Aku, Dito, dan Cindy satu kelas. Aku menyetujui untuk ikut daripada bengong di kostan mending ngumpul-ngumpul sama yang lain. Tak lama Dito datang dan kami langsung berjalan menuju angkringan yang berada tidak jauh dari kampus. Teman-teman yang lain sudah ada di sana. Aku mengambil makanan dan memesan minuman dan langsung bergabung dengan yang lain. Berkumpul dengan teman-teman memang membuat waktu tidak terasa telah berlalu banyak. Setelah makanan habis kami lanjutkan dengan ngopi-ngopi dan merokok sambil berbincang-bincang.
“Zaki!”
Dito memanggil seseorang yang lewat di depan kami
“Eh mas Dito” Orang yang bernama Zaki itu berhenti dan menoleh ke arah Dito.
Dito menghampiri Zaki, kemudian mereka berbincang dalam bahasa Jawa yang tidak ku mengerti. Sekarang perhatian kami semua tertuju pada Dito dan Zaki yang sedang berbincang-bincang dalam bahasa Jawa, terutama Dito, dia kalau sudah berbicara bahasa Jawa logatnya kental sekali. Kemudian Dito menarik tangan Zaki dan membawanya ke tempat kami. Aku meperhatikan Zaki, daritadi ia senyum melulu, kelihatannya memang murah senyum orangnya. Tinggi Zaki tidak melebihi diriku, kulitnya agak hitam namun bersih, rambutnya yang pendek ikal dibiarkan acak-acakan. “Kenalin nih, adik kelas gue waktu SMA”. Zaki menyalami kami satu per satu, ia terlihat malu-malu.
“Zaki” Zaki mengulurkan tangannya ke arahku
“Martin” aku menjabat tangan Zaki
“iya gue udah tau nama lo” kata Zaki. “Lah, lo tau gue dari mana?” tanyaku. “Ya iya lah tau, lo kan panitia ospek kemarin” Kata Zaki. Zaki duduk di sebelahku. “oh iya. Hahaha” kataku, aku menawarkan kopi dan rokokku namun ia menolak, tidak merokok katanya. “Lo waktu ospek kelompok berapa emang? Kok gue ga pernah liat lo ya Zak?” tanyaku. “Gue kelompok 13, pendamping kelompoknya si Teh Icha. Waktu ospek gue cuma dateng dua kali sih”” katanya. “Oh si Icha. Dia kan banyak yang suka Zak. Lo pasti pas disuruh bikin surat cinta bikinnya buat dia ya”. Kataku sok tahu. “haha nggak kok. Lupa gue dulu bikin surat cinta sama surat bencinya buat siapa” kata Zaki. Aku dan Zaki mengobrol banyak, Zaki anaknya enak untuk diajak ngobrol dan lucu suka bercanda. Zaki satu fakultas denganku namun beda jurusan dan berbeda satu angkatan denganku. Ia sekelas dengan Nadia, cewek yang pernah aku suka. Aku menanyakan tentang Nadia ke Zaki dan ternyata kata Zaki Nadia sudah punya pacar sekarang. Yah aku sedikit kecewa tapi aku titip salam untuk Nadia lewat Zaki, yah walaupun sebenarnya aku tidak begitu suka lagi sama Nadia sekarang.
Tak terasa malam sudah semakin larut, satu per satu dari kami pun pulang. Terakhir tersisa aku, Dito, Cindy, dan Zaki. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Aku meminjam motor Dito untuk mengantar Zaki ke kostannya, karena kostan Zaki lumayan jauh dan malam-malam begini angkot sudah jarang. Aku mengantar Zaki sampai di gang kostannya, “ati-ati ya Zak, mau gue anter sampe dalem ga?” kataku. “Ga usah. Deket kok dari sini jalan kaki” kata Zaki. “Oke deh, hati-hati ya” kataku. “iya, makasih ya bang” Zaki memanggilku dengan sebutan “Bang”. Setelah mengantar Zaki aku kembali ke angkringan untuk mengembalikan motor. Sesampai di angkringan Dito mengantar Cindy menggunakan motornya sementara aku pulang ke kostan berjalan kaki.