BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Hymn of My Heart -TAMAT-

1262729313245

Comments

  • d tgu yaaa...
    keren bgt
  • Di blog dah sampai br 17 kan bg,,
    lok posting disini harus sampai bar 20 ya,,, hehehehe
  • Beepe wrote: »
    Di blog dah sampai br 17 kan bg,,
    lok posting disini harus sampai bar 20 ya,,, hehehehe

    kyakx ga bakal sampek bar 20 deh crita ini. hehe...
  • Kasiian banget adrian (⌣́_⌣̀)\('́⌣'̀ )
    @zalanonymous semangat nerusinnya! Semoga ntar gk bermasalah lgi sama mbak nawala =))
  • bray, gila ya, ceritamu bagus banget, bikin q penasaran banget ma lanjutan ceritanya ..
    Nue udah tau kl gigi suka padanya, trs apa yang akan dilakuin ma nue ?? Nue ga mau ngaku tuh kl dia suka ma gigi ..
    Apa si isi suratnya nue buat gigi ..
  • thanks all.. :-)
  • kalo udah baca disana trus komen disini jadinya berasa spoiler.. kasian yg blm baca.. [-(
  • Nyeseukkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
  • yuzz wrote: »
    kalo udah baca disana trus komen disini jadinya berasa spoiler.. kasian yg blm baca.. [-(

    iya ya!! jadi aneh :D
  • Gillaa kerenn bangetttt ..

    Superr deehhh ..
    Tgu yang bar 18 dst yaa ..
    Jngan lma2 ngepostnya..
    Heheheh

    di tunggu yaaa
  • kayaknya 2 bar lg dah selesai kisah ini...
  • @4ndh0 , @beepe, @monic,
    @adam08, @idhe_sama ,
    @venussalacca, @woonma , @obay ,
    @yuzz, @yuriz_rizky , @003xing ,
    @Raditjoe, @bayuaja01, @zhar12 ,
    @masdabudd, @nankatsusuichi,
    @hudhsb. @just_PJ , @achan, @fends,
    @dityadrew2 , @DM_0607 , @yuuReichi,
    @danze, @agran, @amauryvassili1 ,
    @IKentut_Gede , @ken89 , @alnichie,
    @05nov1991 , @fauzhan @rey_drew9090, @tyo_ary, @aries77, @malmol

    Bar 16. Get away and get closer

    ‘brugg..’

    Gigi menjatuhkan kepalanya di meja gazebo. Ully meliriknya dengan heran sambil mengunyah baksonya.

    “Kenapa Gi? Dari tadi lemes mulu bawaannya.”

    Mata Gigi menyembul dari dekapan kedua lengannya di atas meja. matanya tampak lelah dan redup.

    “Ngantuuk....” ujarnya sambil menenggelamkan lagi kepalanya di balik kedua lengannya.

    Gigi memang kurang tidur semalam. Dia tidak bisa tidur saat di kamar Nue itu. selain karena dia harus menjaga Nue, juga karena banyak yang ia pikirkan. Akhirnya ia baru bisa tidur pukul 2 dini hari dan pukul 5 ia harus bangun untuk pulang ke kos-kosannya karena dia ada kuliah pagi. Sebelum pulang, dia memeriksa suhu tubuh Nue. Ia merasa sedikit tenang karena suhu badannya sudah mulai turun. Akhirnya Gigi pulang diam-diam tanpa diketahui oleh Nue.

    Kini tubuhnya yang berganti lemah tak berdaya. Matanya terasa sangat berat, seakan digelantungi dua ekor gajah. Bertahan untuk tetap sadar saat kuliah berlangsung saja sudah merupakan perjuanga berat. Kini ada waktu baginya untuk memejamkan mata sejenak, setidaknya sepuluh menit sebelum kuliah berikutnya dimulai.

    “Ull.. kalo udah mau masuk kuliah, bangunin ya.. jangan ditinggal!” ujarnya dengan mata terpejam.

    “hmm..” sahut Ully datar. Dia benar-benar sibuk dengan baksonya.

    Gazebo tempat Gigi beristirahat itu dikelilingi oleh pepohonan yang rindang. Semilir angin yang ditiupkan pepohonan itu, dan suara kicauan burung yang merdu, perlahan mulai menuntun Gigi ke dalam titik relaksasinya.

    ‘ooh.. damainya..’ gumamnya dalam hati.

    Berangsur-angsur, kesadarannya mulai memudar dan..

    ‘Brakk..!!’

    Seketika Gigi terperajat. “hah? Apa?? Gempa..!!!” cetusnya dengan gelagapan. Rasanya baru setengah saja nyawanya yang kembali dan ia harus dikejutkan seperti ini, membuat jantungnya mau melompat keluar.

    “Hoi... Sadar woi..”

    Seseorang dengan suara yang renyah, menepuk pundak Gigi.

    Seketika kesadarannya sepenuhnya kembali. Dilihatnya wajah orang yang sudah dapat Gigi tebak itu. Adrian. Tampak wajah Adrian yang terkekeh melihat ke arah Gigi. lalu Gigi juga melihat ke sekitar, dia bisa melihat orang-orang yang sedang duduk-duduk di gazebo lain terkekeh-kekeh dan sebagian menahan tawa sambil melirik Gigi. termasuk Ully yang menahan geli sambil mengunyah baksonya. Berlagak innocent. Spontan wajah Gigi memerah dan dengan sorot mata pembunuh ia menatap Adrian.

    “Huaarghh.. Sialann..!! Bikin orang malu aja!” geramnya sambil tangannya menjitak kepala Adrian. “Kamu juga Ul..! Harusnya kamu bilangin dong, kalau aku lagi tidur dan ga mau diganggu! Enak makan mulu daritadi!” semprotnya pada Ully.


    Ully yang baru saja membuang bungkus baksonya hanya menaikkan sebelah alis matanya sambil menatap Gigi. “Heh? Kamu kan ga nyuruh! Lagian, aku kan lagi makan. Orang makan ga boleh ngomong..”

    Dengan santainya Ully bicara seperti itu, padahal ia tengah mengunyah bakso terakhir di mulutnya.

    Mata Gigi berkedut-kedut melihat sikap menyebalkan sohibnya itu. sementara di belakang Gigi, Adrian tampak terkekeh sambil mengusap-usap kepalanya yang masih sakit karena dijitak Gigi.

    “Hehe.. Bener tuh kata mbak itu.. Kalau makan ga boleh ngomong, entar nasinya di makan setan..”

    “ishh.. diem..!” semprot Gigi.

    “eh, ini bakso, oke..! bukan nasi’!” sahut Ully.

    “itu metafora oke?!” balas Adrian tak mau kalah.

    Kedua orang itu saling berteriak di telinga Gigi, membuatnya benar-benar naik darah.

    “aduh..! bisa diem ga sih?! Eh, ulet, kenapa lagi si?” tanya Gigi dengan emosi pada Adrian.

    Melihat Gigi yang dibakar emosi, Adrian tampak tenang-tenang saja bahkan bisa nyengir kuda lumping. “hehe.. cuma mau mastiin aja Gi.. kamu beneran mau jadi vokalis di bandku kan?”

    Mata Ully seketika terbelalak mendengar kata-kata Adrian itu.

    “ck.. iya..!” jawab Gigi tegas.

    Wajah Adrian tampak bersinar-sinar sedangkan mata Ully terbelalak lebih lebar mendengar jawaban Gigi.

    “hah..?? kamu ngeband Gi..?jadi vokalis??” tanya Ully dengan ekspresi wajah benar-benar tidak percaya.

    Gigi hanya memutar matanya ke atas sambil meniup poninya.

    Melihat pertanyaannya tidak dijawab, Ully mengguncang-guncang pundak Gigi sambil menanyakan hal yang sama. “heh? Beneran kamu ngeband Gi?? Jawab donkk..!!”

    “issh.. iya..!” gertak Gigi.

    Belum hilang guncangan di bahu Gigi, kini Adrian yang mengguncang-guncang bahu kirinya.

    “kamu yakin kan gi.. kamu serius kan? Janji ya..!!”

    Belum sempat Gigi menjawabnya, bahu kanan diguncang lagi dengan keras oleh Ully.

    “haaah..!! masa’ sih GI? Emang kamu bisa nyanyi??”

    Baru saja Gigi menoleh ke arah Ully, bahu kirinya diguncang lebih keras oleh Adrian.

    “ya udah, nanti kamu datang latian ya! jam 3, aku jemput..!”

    ‘hah? Jam tiga?’ batin Gigi. Saat ia ingin protes, lagi-lagi Ully mengguncang bahu kanannya.

    “ya ampun Gi..!! mending jangan.. bukannya ga percaya sama kemampuanmu.. tapi entar kalo penontonnya pada budheg abis kamu nyanyi gimana??”

    ‘hah? Maksudmuu..!!!??’ baru saja Gigi membuka mulut, bahu kirinya diguncang lagi.

    “Ah, nggak Gi.. aku yakin, kamu pasti bisa! Makanya ntar latian ya, jam 3!”

    ‘........!’

    “udah jangan Gi,, kamu ga kasian banget ma aku.. ntar aku budheg seumur hidup, gimana?! Mana mau cowok nikah ma aku nantinya..??!”

    ‘........!!!’

    “Ah, bawel kamu mbak..! ga usa nonton aja, kan beres..!”

    ‘.........!!!!!!!’

    “eh, kenapa kamu yang nyolot? Kamu punya masalah??!”

    ‘....!!!!!!!!!!!!!’

    “ya lah..! pokoknya Gigi harus tampil na....”

    “Brakk..!!” suara gebrakan meja.

    “berisik..!!!”

    Gigi berdiri dengan kedua tangan mengepal di atas meja. sosok Ully dan Adrian seolah langsung menciut. Dengan senyum takut-takut keduanya bergeser menjauh. Ully kembali di kursinya sambil belagak sibuk dengan ponselnya. Sementara Adrian belagak melihat-lihat ke atas pohon sambil bersiul kecil. Nyari sarang burung kali.

    Gigi melirik ke dua makhluk menyebalkan itu bergantian. Dengan satu hembusan napas dalam, ia kembali duduk di kursinya. Melihat itu, Adrian kembali mendekat.

    “GI..”

    “Apaa..!!”

    Adrian tampak terkejut ketika suaranya yang pelan itu disambut dengan sebuah auman.

    “hehe.. jangan lupa, jam 3. Aku pergi dulu ya, see ya..!”

    Adrian langsung ngacir ke arah parkiran. Sementara Gigi melihat Adrian dengan tatapan protes. Ia akui, ia menyetujui ajakan Adrian untuk bergabung dalam bandnya, tapi tidak ia kira akan secepat ini waktu baginya untuk latihan.

    Gigi pun memilih untuk mengabaikan hal itu untuk sementara. Saat emosinya mulai mereda, rasa kantuk yang pekat kembali membebani matanya. Ia pun kembali menurunkan kepalanya di atas meja dengan berpangkukan kedua lengannya yang disilangkan. Sekilas ia melirik ke arah Ully. Ully yang sempat meliriknya, buru-buru mengalihkan pandangannya dan kembali pada ponselnya. Ia tahu betul arti lirikan Gigi. Artinya, “Awas...”

    setelah semua hama dijinakkan, akhirnya Gigi bisa memejamkan matanya. Entah kenapa sejak Adrian datang, semilir angin yang berhenbus dan kicauan burung yang tadi menghipnotisnya kini kabur entah kemana.

    Setelah berjuang menenggelamkan dirinya dalam alam bawah sadarnya, akhirnya Gigi mulai bisa merasakan ketenangan dan mulai terlelap.

    ‘Akhirnyaa...’ batinnya.

    “kriiiinggggg...!!!” tanda bel masuk kuliah berbunyi.

    (---- _______ ----)”

    “Gi... “ panggil Ully takut-takut.

    “Ya. Aku denger kok...” jawab Gigi di balik dekapan lengannya.

    Sedangkan dalam hati, Gigi serasa ingin menangis dan menjerit.

    ‘Oh God, Why................????????????’
    (TToTT)
    ***

    “Ini saya beri resepnya, terpaksa ini dosis obatnya saya naikkan lagi.”

    Seorang dokter paruh baya tengah menulis di secarik kertas. Sementara itu di depannya, seorang ibu-ibu menoleh ke arah Nue. Tampak gurat-gurat kecemasan di kelopak matanya yang membuat Nue tidak kuasa melihatnya. Nue hanya menunduk sambil menunggu sang dokter selesai menulis resep obat untuknya.

    Ibu itu pun kembali memalingkan pandangannya ke arah dokter, dan dengan sedikit ragu ia bertanya,”Kira-kira kenapa ya dok? Padahal dia rajin minum obat kok..”

    Sang dokter itu baru saja menorehkan tanda titik di resep itu lalu menyodorkannya pada ibu itu. “Minum obat bukan jaminan lo Bu.. Kondisi anak ibu juga menentukan, baik fisik maupun psikis..” terang dokter itu. lalu ia melirik Nue. “Jangan terlalu sering stress ya, mas..”

    Nue tertegun mendengar kata-kata dokter itu. ibunya tampak memijat pundaknya dan dia hanya menundukkan wajahnya.


    Selama perjalanan pulang, ibu Nue tampak terus menasihati Nue. Dia sama sekali tidak menyangka penyakit Nue bisa kambuh lagi bahkan dengan jumlah yang cukup intens dalam beberapa bulan terakhir.

    “kamu jangan terlalu mikir berat Nu.. kalau ada masalah, kamu tinggal bilang ke Ibu, atau sama temen kamu.. jangan dipendam sendiri..” ujar ibu Nue.

    Semenntara itu, Nue hanya memandang keluar jendela taksi yang mereka tumpangi. “aku ga ada masalah Bu..”

    “ah, bohong kamu. Kalau ga ada masalah, kenapa kejang kamu sering kambuh? Inget kata dokternya, kamu ga boleh stress. Liat itu muka sama badan kamu! Luka semua! Makanya rajin minum obat, jangan sampe lupa! Terus juga jangan banyak mikir berat-berat.....”

    “Penyebabya kan bukan stress aja bu, ya kali aja emag waktunya makin parah nih penyakit.”Potong Nue yang makin gerah dengan ocehan ibunya.

    “Hush! Kamu kok bilang gitu sih?! Udah, ibu ga suka.. “

    Ibu Nue terus mengoceh di dalam taksi itu. Nue bisa melihat mata si supir melirik-lirik di kaca spion. Nue hanya menghembuskan napas dalam lalu kembali fokus pada pemandangan di luar jendela. Ia tahu jika tidak baik mengabaikan kata-kata orag tua, tapi kini mendengarkan ocehan ibunya justru akan membuatnya makin stress.

    Saat matanya tengah melihat kendaraan yang berlalu lalang melewati taksi itu, tak sengaja ia menangkap sosok yang tak ia sangka. Wajahnya mirip sekali dengan orang yang merawatnya semalam, dan saat ini dia tengah dibonceng bersama seorang cowok dengan motor Byson.

    ‘rwenngg...!!’

    Motor itu melintas ke arah yang berlawanan dengan taksi. Mata Nue tak bisa lagi menjangkau motor itu begitu juga sosok cowok yang menumpanginya.

    Ibu Nue keheranan melihat tingkah aneh Nue, ia pun menepuk pundak Nue sambil celingukan melihat arah yang Nue lihat. "Nu.. kamu liatin apa sih?”

    Nue tak bergeming. Matanya masih tertegun melihat motor yang bergerak mejauh dan menghilang di tikungan.

    “Gigi..”
    ***

    ‘jreeeng....’

    Suara distorsi terdengar melengkig dari gitar yang Adrian coba. Gigi duduk di tengah ruangan dengan gugup. Dilihatnya personil yang lain, semuanya tidak ada yang ia kenal. Ia hanya tahu namanya setelah Adrian memperkenalkan mereka satu persatu, tapi hubungan mereka masih belum dekat juga. Otomatis hal itu membuat Gigi benar-benar grogi. Belum lagi jika ia mengingat kualitas bernyanyinya. ‘Uaaaarrgh.... Harusnya aku nggak di siniii...!!’

    “Gi. Dah siap?” tanya Adrian.

    ‘gleg..’ Gigi menelan ludah. Tampak yang lain juga memandangnya. Pikiran Gigi jadi blank seketika. Ini pengalaman pertamanya ngeband, jadi dia benar-benar merasa canggung. Padahal di ruangan kedap itu cuma ada 5 orang termasuk dirinya, tapi groginya sudah seperti itu. bagaimana nanti kalau sudah di panggung??

    “Gi?” tanya Adrian lagi.

    Kali ini Gigi menoleh ke arah Adrian dan nyengir kuda.

    “Eh, ngapain cengar-cengir? Ayok, mulai latian..!”

    “Hmm.... aku.. malu Dri..”

    “ha? Ngapain malu? Jadi vokalis ga boleh malu!” tegas Adrian.

    Gigi menggaruk-garuk kepalanya, “iya sih..”

    “ya dah, ayok mulai..”
    Gigi pun bangkit dari kursinya dan latian perdana Gigi-pun dimulai. Selama hampir satu jam berlatih, banyak kesalahan-kesalahan yang terjadi. Baik oleh Gigi, maupun personil lain. awalnya saja sudah salah.......

    #1
    "I know you...”

    “eh Gi, kecepetan.... nunggu pas aku mainin sampe sini nih..” Adrian membunyikan bagian dimana Gigi harus mulai bernyanyi. Gigi tampak mengangguk-angguk kikuk.

    “oke deh, hehe..sorry..”

    #2

    "I know...”

    “aduh, beluum... tunggu aku mainin ini nih..”


    #3 ...
    “be talks of the town....” Gigi terdiam dengan wajah bodoh.

    “....?” Adrian masih memainkan musik sambil memandang Gigi dengan heran.

    “......... hehe.. stop, stop.. aku lupaa...!”

    “... -_-“

    #4...
    “......”Gigi termenung menunggu Adrian yang asik berimprov dengan gitarnya di tengah lagu menuju reff terakhir.

    1 menit... 2 menit... 3 menit...

    “Eh! Aku kapan nyanyinya??!!”

    #7

    “.. sit by myself... eh, kok drumnya duluan sih?!”

    “adooh... Gustii.. konsen Gus, Konsenn...!” semprot Adrian pada drummer yang salah masuk.

    #8
    “cause.. every night i’m tal.... uhuukk..uhukk...”

    “hiaah.. kamu ga apa-apa Gi??”

    “minum dulu sana! Minum..”

    Setelah satu jam dilalui dengan penuh kesalahan dan pengulangan, akhirnya Gigi duduk untuk beristirahat, begitu juga personil lain. Gigi terbatuk-batuk kecil lalu bergegas membuka botol minumnya.

    “Gimana Gi?”

    Adrian menepuk pundaknya dari belakang dan menggeser kursi di sebelah Gigi lalu mendudukinya.

    Gigi melirik sesaat ke arah Adrian saat menenggak airnya. Setelah ia memuaskan dahaganya, ia mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. “huuft... not good, Dri..” keluhnya sambil menunduk memandangi botol minumannya.

    “Yah.. kok nyerah gitu sih suaranya.. kan ini baru awal, nanti juga kamu terbiasa. Semangat..!” yakin Adrian sambil mengacungkan tinjunya.

    Gigi tersenyum sesaat lalu kembali merenung. Ia diam-diam membenarkan kata-kata Adrian tadi. Ini baru pertama kali baginya. Ia hanya perlu waktu untuk terbiasa dan menguasai lagu beserta musiknya.

    ‘Yup, kamu mesti semangat Gi..! inget tujuan utama kamu ikut band ini! semangat..!!’

    “Oke deh, ayok latian lagi!” ujar Gigi denga berapi-api.

    Mata Gigi menatap heran pada personil lain yang memandangnya dengan melongo. Adrianpun tampak tersenyum.

    “Eh, kenapa? kok malah diem si?” tanya Gigi heran.

    Adrian terkekeh pelan dan meletakkan gitar yang tadi ia pakai di sisi ruangan lalu menepuk pundak Gigi.

    “Waktunya dah habis Gi..” ujarnya sambil menunjuk papa notifikasi di atas pintu ruangan studio.

    Mata Gigi membulat ketika mendengar kata Adrian itu. akhirnya ia tersenyum dengan raut wajah bodoh. “oo.. Ohh...”
    ***

    Hari telah berganti malam. Gigi melangkah gontai menuju aula kampusnya. Padahal ia hanya berlatih nge-band selama satu jam, tapi ia tidak menyangka jika capeknya akan begitu terasa dan memberatkan tubuhnya untuk pergi latihan. Belum lagi suaranya yang juga hampir habis setelah di’kerja paksa’ saat di studio. Sekarang Gigi tengah megusap-usap teggorokannya sambil berharap pita suaranya masih punya tenaga untuk bekerja di latihan padus malam ini.

    Sementara itu, Nue baru saja memarkir sepeda motornya di tempat parkir. Saat ia berjalan menuju aula, ia melihat Gigi yang tengah duduk di meja gazebo. Nue pun tergerak untuk menghampirinya. Namun, baru saja kaki kanannya melangkah dan tangannya terangkat, siap untuk menyapa Gigi, ternyata dari arah belakangnya, ada suara yang mendahuluinya.

    “Gi..!”

    Nue bisa merasakan hembusan angin yang dihasilkan cowok itu saat berlari melewati Nue dan menghampiri Gigi. Nue pun perlahan menurunkan tangannya. Dilihatnya cowok itu mengacak-acak rambut Gigi lalu duduk di sampingnya.

    Untuk sejenak Nue hanya tertegun dengan mata getir. Hingga akhirnya ia pejamkan matanya lalu ia putuskan untuk berjalan menuju aula.

    Sementara itu, Gigi tampak gusar sambil merapikan lagi tatanan rambutnya yang habis ‘diperkosa’ oleh Adrian. Sekilas ia menangkap sosok Nue yang berjalan menuju aula.

    ‘kak Nue.. ‘ panggilnya lirih dalam hati. (udah lirih, di dalam hati pula.-_-“)

    “eh, Gi..! bengong aja!” Adrian menjentikkan jarinya di wajah Gigi. suaranya cukup keras hingga mengagetkan Gigi.

    “issh..! emang napa? toh ga ada dampaknya juga buat kamu!” ujar Gigi sambil menyilangkan lengannya di atas meja.

    “hehe.. ada dampaknya lah! Kalo kamu ngelamunin aku kan harus bayar pajak!”

    Gigi memandang adrian dengan tampang eneg.”ishh.. ngapain juga ngelamunin kamu? Yang ada juga bikin aku eneg!”

    Adrian hanya cengengesan mendengar gerutuan Gigi itu, meskipun sebenarnya, senyum itu tampak memudar dan bercampur dengan kegetiran.

    Belum lama keduanya ramai berdebat, terdengar suara melengking dari arah pintu aula.

    “Oooi...!!! LATIAAAAANNN...!!”

    “wih.. udah dipanggil sama mbak supersoprano tuh, ayo buruan kesana!” ajak Adrian sambil bangkit dari kursinya.

    Gigi yang belum selesai mengagumi suara cetar Nurul, akhirnya segera mengambil tasnya dan bergegas menuju aula.


    Setelah pemanasan, seperti biasa, peserta dibagi untuk latihan persuara. Nue pun membimbing anak tenornya menuju tempat yang biasa mereka pakai untuk berlatih. Setelah itu, seperti biasa juga, peserta membuat formasi setengah lingakaran dan Nue berdiri di depan ‘cekungan’ lingkaran itu. saat Nue memeriksa apakah anak tenornya sudah lengkap, mata Nue terhenti pada sosok cowok yang berdiri tanpa dosa di samping Gigi.

    “kamu ngapain disini?” tanya Nue pada cowok itu.

    Cowok yang semula menunduk itu seketika mendongakkan wajah dan memandang Nue. “hehe.. pengen dapet suasana baru mas..” ujarnya sambil cengengesan.

    Teman-teman yang lain tampak menahan senyum, sedangkan Gigi hanya menggeleng-gelengkan kepala.

    “udah, kamu balik ke barisan bass aja!” perintah Nue.

    Namun, seperti yang Gigi duga, Adrian tetap tak bergeming. Ia tetap pada posisinya dan tersenyum nakal.

    “sekali-sekali lah mas.. aku dah bisa bagian bass kok.. aku pengen tahu bagian tenor sekarang.”

    Sebelah alis Nue mengangkat ketika mendengar jawaban Adrian itu. ‘anak ini..’

    “udah kak.. biarin aja, paling juga ntar kehabisan napas dia disini..”

    Mata Nue kini berpaling pada Gigi. ia setengah tidak percaya jika Gigi akan mengatakan hal itu. Dia membiarkan Adrian mendekatinya?

    “Tap..” saat Nue ingin menolak, suara anggota tenor yang lain segera saja menyekat tenggorokannya.

    “iya dah mas.. kasih aja..” ujar Budi.

    Anggota yang lain, Kaka juga mengiyakan usul itu. “iya mas, biar rame sekalian!”

    “uughh.. terimakasih teman-teman.. dukungan kalian ini membuatku terharu..”ujar Adrian yang belagak menangis.

    “aaghhh... kebanyakan bacot kamu!” ujar budi sambil menjitak kepalanya.

    Suasanapun menjadi riuh. Di tengah keramaian karena Adrian itu, diam-diam Nue melihat sikap Gigi. Gigi hanya diam, tapi segurat senyum itu terpampang jelas di wajahnya. Dan senyum itu tidak berakhir disitu saja.

    “Ayo, kita coba ya.. 1.. 2.. 3.. “

    “sol sol dooo..hukk....”

    Gelak tawa terdengar lagi ketika mendengar suara tercekik Adrian. Nue hanya menghela napas dalam. Dan saat matanya melihat wajah Gigi, lagi-lagi ia melihat senyum di wajahnya. Kali ini lebih lebar dari sebelumnya.

    Nue tidak tahu, apa yang terjadi diantara Gigi dan Adrian. Sebelumnya Gigi sudah pernah bercerita bahwa Adrian memang suka mendekatinya. Meskipun Gigi menampik ketika ia ditanya apakah dia juga punya perasaan dengan Adrian, tapi dari kenyataan yang Nue lihat ini... saat di jalan raya tadi.. saat di meja gazebo.. saat latihan ini.. bahkan saat istirahat dan Nue hanya bisa melihat dengan iri ketika Gigi asik berlatih gitar pada Adrian. Dilihatnya wajah Gigi yang begitu cerah dan sesekali tertawa atau malah gusar dan menjitak kepala Adrian. Pemandangan itu, benar-benar terasa begitu ‘nostalgic’ di mata Nue. Sayangnya posisinya sudah berganti dengan orang lain. Nue seakan sudah makin jauh dengan adiknya itu.

    “kak..”

    Suara Gigi memanggil Nue saat waktu latihan berakhir dan Nue baru saja keluar dari ruang aula.

    “ada apa Gi? Oh, pulang bareng ya?” tanya Nue sedikit bersemangat.

    Wajah Gigi sedikit tertunduk sambil matanya bergerak celingukan. “ehmm... nggak kak.. aku pulang sama Adrian.”

    Wajah Nue seketika berubah datar. Dilihatnya Adrian yang tengah menunggu di depan gerbang dan mengegas motornya. “ooh..” jawab Nue pelan.

    “ehmm.. kak.” Panggil Gigi lagi.

    “hmm..? ya, ada apa gi?”

    “hm.. minggu depan, hari senin malam.. para maba kan mau ngadain Pensi..” kata-kata Gigi terhenti dan tampak bingung untuk melanjutkan kata-katanya.

    “terus?” tanya Nue sedikit penasaran.

    “ehm.. nanti kakak tonton ya..”

    Nue terdiam sesaat mendengar permintaan Gigi itu. Gigi masih tampak tersenyum kecil dengan sedikit sentuhan warna malu di wajahnya.

    Akhirnya Nue tersenyum tipis padanya sambil mengangguk. Ia sedikit tahu apa maksud Gigi tersebut. Gigi pasti ikut berpartisipasi dalam Pensi itu.

    “ya.. nanti kakak pasti datang.” Jawabnya.

    Wajah Gigi seketika bersinar cerah, bagai kunang-kunang yang berkelip cerah dalam gelapnya kampus.

    “oke, terima kasih kak..!” ujarnya.

    ‘Diiinn...!’

    Gigi menoleh ke arah suara klakson yang tak lain berasal dari byson Adrian.

    “iish... bawel tu anak. Ya dah, aku pulang duluan ya kak.,. bye..!”

    “Gi..!”

    Langkah Gigi terhenti. Ia pun berbalik dan menatap wajah Nue dengan penasaran.

    Nue tampak ragu-ragu akan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Tapi akhirnya, toh ia menjulurkan tangannya meski dengan ragu-ragu. Ia mengacak-acak pelan rambut Gigi sambil tersenyum lirih.

    “makasih.. udah ngerawat aku malam itu..”

    Kontan wajah Gigi bersemu merah. Begitu juga dikejauhan, pupil Adrian melebar melihat kejadian itu. tangannya bergetar hebat di stang bysonnya.

    "I.. iya..” jawab Gigi pelan.

    Nue pun melepaskan tangannya dari kepala Gigi dan membiarkan cowok mungil itu berjalan pelan meninggalkannya.

    “see ya..” pamitnya pelan.

    Nue tersenyum lirih dan menjawab salam adiknya itu. “see ya..”

    Akhirnya Gigi sudah sampai di byson Adrian. Terdengar dari kejauhan bagaimana Gigi menggerutu karena tingkah laku Adrian.

    “udah belom? Lama amat!” seru Adrian.

    “iishh.. bentar napa? tau sendiri motormu tinggi banget!” balas Gigi.

    Agak lama akhirnya Gigi berhasil menumpangi motor Adrian.

    “udah? Peluk yang erat yaa...” goda Adrian.

    “ish.. males!”semprot Gigi. ia memilih untuk berpegangan pada pegangan yang ada di ekor motor.

    “oke.. aku ngebut ya..!”

    Belum sempat Gigi merespon, Adrian sudah mengegas keras sepedanya.

    “Eh, Gila!! Kalo aku jatoh gimana, bego??!!”

    “haha.. kan aku dah ngingetin..!!”

    Suara berisik kedua orang itu masih terdengar menggaung di jalanan gelap kampus. Di tengah suara yang bergerak sayup-sayup itu. Nue berdiri sendiri di tempat parkir kampus. Sebuah lampu di tempat parkir itu menyorot tubuhnya yang jangkung, membentuk sebuah bayangan bagai pangeran yang kesepian.

    Matanya menerawang jauh pada kelip motor yang ditumpangi Gigi itu dengan getir, hingga akhirnya sosok cowok manis itu benar-benar hilang ditelan gelap dan jarak.
    ***


  • edited February 2013
    @4ndh0 , @beepe, @monic,
    @adam08, @idhe_sama ,
    @venussalacca, @woonma , @obay ,
    @yuzz, @yuriz_rizky , @003xing ,
    @Raditjoe, @bayuaja01, @zhar12 ,
    @masdabudd, @nankatsusuichi,
    @hudhsb. @just_PJ , @achan, @fends,
    @dityadrew2 , @DM_0607 , @yuuReichi,
    @danze, @agran, @amauryvassili1 ,
    @IKentut_Gede , @ken89 , @alnichie,
    @05nov1991 , @fauzhan @rey_drew9090, @tyo_ary, @aries77, @malmol

    Bar 17. Confession

    “kita mau kemana Nu..?” tanya Grace yang ada di boncengan Nue.

    “liat Pentas Seni Maba..” jawab Nue.

    Grace mengangguk pelan namun kemudian memasang wajah cemas. “ooh.. tapi kamu nggak apa-apa kan Nu.. kamu kan baru sembuh..”

    Mendengar kekhawatiran Grace, Nue menanggapinya denga senyuman. “hehe.. nggak apa-apa.. aku kan udah sehat nih.”


    Akhirnya motor Nue sudah membawa mereka di tempat parkir kampus yang sudah dipenuhi denga puluhan kendaraan mahasiswa. Setelah Nue memarkir sepedanya, ia berjalan menghampiri Grace yang menunggunya.

    “ayok..” ajaknya pada Grace.

    Nue sedikit tertegun ketika Grace menggandeng tangannya, tapi akhirnya ia tersenyum dan berjalan mendekati kerumunan penonton.

    Saat Nue datang, sebuah pertunjukan baru saja selesai. Nue melihat arlojinya. Ia berharap ia tidak ketinggalan penampilan dari Gigi yang sebelumnya sudah Gigi janjikan pukul sembilanan.

    Sementara itu, di belakang panggung, tampak Gigi duduk dengan kaki dan tangan gemetar. Ia menyimpulkan jari-jarinya lalu meniup-niupnya karena jari jemarinya itu terasa begitu dingin sekali sekarang. Ia benar-benar-sangat-amat-grogi-sekali. (kalimat tidak efektif, jangan ditiru!)

    Adrian menangkap kecemasan Gigi itu. ia pun menghampiri Gigi lalu menepuk pundaknya.

    “setelah ini kita yang maju..” ujarnya. Kini ia menggeser kursi dan duduk di samping Gigi.

    “iya.. huuftt..”jawab Gigi, ia meniup lagi jemarinya yang kian dingin ketika mendengar kata-kata Adrian itu.

    Adrian tersenyum melihat sikap Gigi itu. ia merangkul pundak Gigi dan menepuk-nepuk pelan pundaknya.“santai... jangan grogi.. kamu pasti bisa!”

    Gigi terdiam. Rangkulan Adrian itu, sedikit demi sedikit bisa membuatnya tenang. Rangkulan dan kata-kata Adrian terasa hangat, dan kehangatan itu menjalar hingga ke jari jemarinya. Kini jari-jemarinya tidak sedingin es lagi.

    Dari balik panggung, terdengar suara host yang menggaung hingga ke rongga hati Gigi.

    “yak, itu tadi penampilan dari peserta nomor 5. Sekarang mari kita sambut penampilan peserta nomor 6, “Toothfairy” band!!”

    ‘gleg!!’

    “To..Toothfairy..??!!!!” pekik Gigi.

    Adrian bangkit dari kursinya dan menepuk punggung Gigi. “ayok berdiri! Kita tampil nih..”

    Seketika Gigi menoleh Adrian dengan tampang putih pucat seperti casper. “hah? Jangan bilang kalau toothfairy itu.....”

    Adrian tampak tersenyum nakal sambil mengangguk.

    Gigi hanya bisa melongo dan berdecit lirih.”... nama band kita..?”

    Penonton tampak antusias bertepuk tangan dan ada juga yang tertawa mendengar nama yang.... ‘aneh’ itu. terlebih lagi ketika yang keluar adalah cowok-cowok dengan tampang angker dan memegang alat musik band. Hanya satu yang keluar dengan malu-malu tapi sempat membuat penonton terdiam. Beberapa yang mengenal Gigi tampak berbisik-bisik karena sebagian dari mereka tidak menyangka Gigi adalah ‘anak band’.

    Sementara itu, Nue tertegun melihat Gigi yang berdiri diatas panggung bersama dengan Adrian. Terlepas dari nama band yang aneh itu, Nue juga tidak menyangka jika Gigi akan menampilkan sebuah pertunjukan musik dalam group band. Lebih tidak menyangka lagi ketika ia harus tampil dengan Adrian dan ketika ia memegang microphone.

    “wih.. itu kan Anggian? jadi vokalis lo dia...!” seru Grace sambil tertawa kecil.

    Nue masih tertegun. Dilihatnya Gigi yang berdiri canggung di panggung sementara teman-temannya yang lain sedang melakukan check sound.

    ‘aaarrghh..!! apa-apaan si ulet bulu ini! masa namanya toothfairy?? Menjijikkan banget!!’ gerutu Gigi.

    ia juga tak habis pikir, bagaimana bisa teman-teman yang lain diam saja dengan nama band seperti itu. jauh-jauh hari, Gigi memang pernah mengingatkan Adrian tentang nama band mereka, tapi Adrian tidak menjawab dan dia bilang akan mengatakannya nanti, ketika akan tampil. Tapi... please.... diantara beribu nama keren, kenapa harus ‘toothfairy’? kata itu bahkan tidak termasuk dalam kategori ‘keren’ (setidaknya begitu bagi Gigi).

    Ingin rasanya Gigi menangis di panggung itu ketika melihat gelak tawa dan pandangan mengejek para penonton ke arahnya. Tapi ketika mata Gigi menyisir mata penonton itu, ia melihat mata yang berbeda. Mata yang sejuk dan mengingatkannya akan tujuannya bergabung dalam band itu. ya, itu mata Nue. Wajah Nue tampak jelas menyembul dari kerumunan yang padat karena tubuhnya yang tinggi. Wajah Nue tampak tersenyum, seolah sedang memberikan semangat padanya.

    Adrian menoleh ke arah Gigi. “Gi, udah siap?” tanyanya.

    Gigi agak lama terdiam dan memandang wajah Nue lebih lama lagi, hingga akhirnya ia mengangguk pada Adrian.

    Ia pun mendekatkan bibirnya ke depan microphone, dan entah kenapa seketika penonton terdiam.

    “lagu ini.. buat kamu, yang setiap malam, hanya duduk termenung dan berbicara pada bulan..”

    Sebagian penonton tertawa karena menganggap kalimat itu aneh, tapi berbeda bagi seseorang disana, yang wajahnya menyembul sendiri di atas kepala para penonton. Bagi Nue, kalimat itu sungguh berarti, hingga membuat kegetirannya menjalar ke seluruh pembuluh nadinya.

    “talking to the moon..” sambung Gigi, dan tepuk tangan pun menyambut penampilan perdana gigi itu.

    Rasa canggung, takut dan malu berpadu menjadi satu, saling berdesakan di dinding dada Gigi. mata para penonton makin menguatkan perasaannya itu. tapi Gigi pejamkan matanya rapat-rapat, lalu ia fokuskan pandangannya pada satu titik, sehingga seolah hanya ada dia dan orang itu di sebuah ruang kosong yang gelap. Dua buah sinar menyinari tubuhnya dan sosok yang ia pandang itu, dan pada akhirnya keduanya saling terhubung dalam sebuah dimensi yang berbeda dengan orang lain disekitarnya.

    Musik mulai mengalun, dan Gigi pun membuka bibirnya.

    "I know you somewhere out there..
    Somewhere far away..
    I want you back
    I want you back
    My neighbours think i’m crazy
    But they don’t understand
    You’re all i had
    You’re all i had”

    Tanpa Gigi sadari, penonton makin hening. Mata mereka terpaku pada Gigi, meskipun mata Gigi hanya terpaku pada satu orang. Orang yang juga tak bergeming memandangnya.

    “waw... suara Gigi bagus juga ya Nu.. aku ga nyangka kalau dia bisa seperti ini..”gumam Grace, tapi Nue tetap tak bergeming.

    “at night when the stars light up my room..
    I sit by myself...
    Talking to the moon...
    Trying to get to you...
    In hopes you’re on the other side
    Talking to me too,
    Or am i fool.. who sits alone,
    Talking to the moon..”

    Tepuk tangan penonton meledak riuh. Suara Gigi memang mengalun dengan jernih dan bening. Memang tidak banyak lekukan-lekukan dan vibra seperti seorang pro, tapi suaranya yang bening dan tinggi berhasil merebut hati penonton di sana. sementara itu, diam-diam Adrian melirik ke arah Gigi. Dilihatnya Gigi yang memandang getir ke satu titik. Adrian pun menelisik titik fokus Gigi itu, dan ia harus menelan pahit ketika yang ia lihat adalah Nue. Sedikit demi sedikit, Adrian kini memahami, tujuan Gigi mau bergabung dengannya.

    "aaa... aaa...aaa...
    Do you ever hear me calling..?
    Aaa...aaa...aaa...
    Cause everynight i’m talking to the moon...!”

    Penonton tampak ber’wuuuh..’ kagum sambil bertepuk tangan lirih mendengar capaian nada tinggi Gigi yang baik. Sementara itu Gigi menjulurkan tangannya ke arah Nue, seolah memperjelas pada siapa lagu ini ia tujukan.

    “still trying to get to you..
    In hopes you’re on the other side
    Talking to me too
    Or am i fool who sits alone
    Talking to the moon..”

    Mata Nue bergerak-gerak memandangi Gigi yang baginya sedang bernyanyi untuknya. Tampaknya Nue menangkap dengan jelas apa maksud lagu itu. makna berbeda yang lagu itu sampaikan ketika dibawakan oleh Gigi.ya, sebuah makna yang berbeda.

    Alunan musik mulai berhenti, hanya Adrian dengan gitarnya yang mengiringi kata-kata terakhir Gigi dalam lagu itu.

    "I know you somewhere out there.... somewhere far.. away....”

    Dan gelak tepuk tanganpun memenuhi lapangan kampus itu. saat Gigi masih tersenyum getir memandang wajah Nue jauh disana, tiba-tiba pandangannya terhalang oleh tangan-tangan penonton yang bertepuk tangan di atas kepala mereka.

    Sementara itu di barisan penonton, Nue tersenyum sambil memberikan tepuk tangannya, dan Grace bertepuk tangan dengan meriahnya. “waw..!! Anggian keren!!” teriaknya.

    ‘ya.. dia memang keren..’ gumam Nue dalam hati. Tak hentinya dia tersenyum melihat Gigi hingga ia turun panggung.

    Di bawah panggung, tampak Adrian dan kawan-kawannya merangkulnya dan mengacak-acak rambutnya dengan girang. Nue juga bisa melihat, wajah Gigi yang tersenyum dengan begitu lepasnya.

    Akhirnya, Nuepun berbalik dan berjalan meninggalkan tempat itu. Sementara Grace yang bingung, hanya bisa mengikutinya dari belakang.

    “Loh, Nu.. mau kemana? Ga liat Pensinya? Masih banyak lo..” tanya Grace heran.

    “Nggak.. Pensinya.. sudah selesai.” Ujar Nue. Senyum yang tadi tersungging lebar, perlahan kini berubah menjadi senyum yang bercampur dengan kesedihan.

    ‘Gigi.. Maaf‘

    ***

    Di kamar kosnya, Nue hanya bisa berbaring menatap langit-langit kamarnya. Satu-satunya yang terkenang di benaknya hanya suara Gigi ketika menyanyikan lagu ‘Talking To The Moon’ itu.

    Banyak pertanyaan muncul setelah momen itu. ‘apakah Gigi benar-benar mencintainya?’

    ‘tapi Gigi adalah cowok, dan Nue juga adalah cowok!’

    ‘mungkinkah jika Gigi adalah seorang...’

    ‘terlebih lagi, apakah aku juga memiliki perasaan padanya?’

    ‘rasa yang selama ini kupendam untuknya, apakah itu cinta?’

    ‘tapi bukankah aku cowok?’

    ‘mungkinkah jika aku....’

    Nue seketika bangkit dari kasurnya. Ia memejamkan matanya rapat-rapat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

    ‘nggak.. nggak mungkin.. aku ga seperti ini sebelumnya.. aku punya Grace! Ya, aku punya Grace, dan aku mencintainya..’

    ‘tapi, kenapa? kenapa aku selalu memikirkan wajahnya bahkan saat aku sedang bersama Grace?’

    ‘kenapa aku selalu merasa kosong jika jauh dengannya?’

    ‘kenapa aku merasa tidak nyaman, ketika dia dekat dengan cowok lain?’

    ‘Adrian? Yah.. Adrian.. aku tidak suka jika Gigi dekat dengannya. Tapi.. tapi kenapa?’

    ‘Adrian ga pentes buat Gigi! dia itu cowok yang ga bener! Karena dia... dia... aahh! Harus aku akui dia bukan cowok ga bener.. dia baik.. tapi..’

    ‘aku ga bisa.. membayangkan dia mengacak-acak rambut Gigi aja, aku udah geram!’

    ‘sebagai kakak, aku... ‘

    ‘kakak?’

    ‘adik?’

    ‘apakah benar? Jika selama ini aku hanya....’

    Kini Nue benar-benar terdiam. Cukup lama, barulah ia menoleh ke arah meja belajarnya. Ia pun beranjak dari kasurnya dan duduk di depan meja itu. diambilnya secarik kertas dan bolpoin.

    Matanya menerawang getir pada kertas putih kosong itu. hingga akhirnya, tangannya yang memegang bolpoin itu mulai bergerak dengan ragu.

    ‘To: Anggian’
    ***

    “Aaarrghhh....!!!” Gigi memukul-mukul kepalanya ketika mengingat kejadian di Pensi tadi. Kini dia sama sekali tidak mengerti apa yang ia pikirkan sampai-sampai berbuat sejauh itu. dilihat orang banyak, dan terlebih lagi disaksikan oleh Nue sendiri!

    ‘aarrhh..!!! narator sialan!! Kenapa malah diperjelas??!! (cekik narator)’

    Uggh...ughh.. ampun.... !! oke..oke.. narator ga akan ungkit hal itu lagi.

    Gigi pun merebahkan tubuhnya di tas kasur dengan keras, sayangnya, saking ia luput memposisikan posisi jatuh yang tepat, sehingga..

    ‘dug..!’

    “aww..!!! adooh... apesss....!!” keluh Gigi sambil memegangi kepalanya yang terbentur bingkai kasur dari kayu solid yang pastinya... hmmm... sedap untuk dibenturkan di kepala..

    ‘sialan lu narator... seneng bener liat lakonnya menderita..!’

    Huhu.. salahkan authornya sono..!

    Sementara Gigi mengelus-elus kepalanya, tiba-tiba ia mendengar pintu kamarnya di ketuk.
    somebody’s knocking in the door~
    Somebody’s knocking in the door~ (nyanyi)

    Tanpa mengabaikan nyanyian narator, Gigi segera saja menuju di dekat pintu. Jantungnya berdegub cukup kencang.

    ‘ini.. apakah mungkin kak Nue..?’ tebak Gigi dalam hati.

    Suara ketukan terdengar lagi. dengan ragu, Gigi pun memutar kunci pintunya dan menarik gagang pintu.

    Dan seketika pupil Gigi melebar ketika melihat wajah orang yang menemuinya malam itu.

    “assalamualaikum..” sapanya dengan senyum yang khas.


    Sementara itu, Nue baru saja menghentikan sepeda motornya di depan gerbang kos-kosan Gigi. matanya terpaku pada motor byson yang juga bertengger gagah di depan gerbang. Dengan tangan mengepal dan bergetar ia pun memasuki kos-kosan itu.

    Tangga terakhir menuju lantai dua sudah ia tapak. Dengan perlahan ia berjalan menuju kamar Gigi. kamar Gigi tampak tertutup, tapi Nue bisa melihat lampu kamarnya masih menyala. Ia yakin Adrian ada di sana, tapi tekadnya sudah bulat. Ia harus menyerahkan surat itu pada Gigi. dia tidak mau membuat Gigi menunggu dan mengharap lagi. mungkin ini berat, tapi Nue harus mengungkapkan hal ini, meskipun hanya melalui surat.

    Saat Nue akan mengetuk pintu, tangannya terhenti ketika mendengar suara Adrian di dalam kamar itu.

    “aku cinta sama kamu Gi..”

    Mata Nue melebar. Begitu juga Gigi yang ada di dalam juga terbengong tidak percaya mendengar kata Adrian itu.

    “heh.. kamu mesti bercanda deh.. udah bercandanya ah, udah malem..!” tepis Gigi sambil melambaikan tangannya. Tapi Adrian langsung menangkap tangan Gigi dan mendekap Gigi dalam pelukannya.

    Otomatis Gigi terkejut dan segera meronta melepaskan diri.

    “issh..! kamu apa-apaan sih!” seru Gigi saat berhasil lolos dari pelukan Adrian.

    Adrian tampak memandangnya dengan memelas. Akhirnya ia menjatuhkan dirinya di kursi dan menundukkan kepalanya. pada akhirnya ia harus mengakui semuanya pada Gigi. semua perasaan yang ia pendam dalam hatinya.

    “udah lama Gi.. sejak pertama kali liat kamu saat ospek. Aku sudah tertarik sama kamu..”

    Pupil Gigi bergerak-gerak seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar. “jadi.. kamu.. gay?”

    Adrian tidak berani menjawab pertanyaan itu selain menunduk lebih dalam. “aku ga tau Gi.. aku ga tau, ‘apa’ sebenarnya aku ini.. aku ga pernah merasa seperti ini sebelumnya. Semua berubah sejak aku ngeliat kamu.. aku ga bisa lepas dari ingatan tentang wajahmu.”

    Dari balik pintu, Nue tertegun. Ia mengakui, apa yang Adrian rasakan, sama dengan apa yang ia rasakan.

    “tapi aku takut Gi.. aku ga bisa ngungkapin itu ke kamu. Aku merasa diriku ini pengecut. Jantungku berdetak lebih cepat ketika dekat denganmu. Melihat matamu aja aku ga sanggup. Aku cuma bisa berdiri dan melihatmu dari jauh, tanpa bisa berkata atau sekedar menyapa. Bahkan ketika kamu dekat dengan Nue..”

    Secara bersamaan, mata Gigi dan Nue terbelalak setelah mendengar kata Adrian itu.

    “ma.. maksud kamu..?” tanya Gigi gugup.

    “kamu ga perlu bohong ke aku Gi... bahkan sebelum gosip tentang kedekatan kamu dan Nue itu nyebar, aku sudah tahu hubungan spesial kalian.”

    Gigi melongo dan tidak bisa berucap lagi. dia benar-benar shock ada yang mengetahui hubungannya dengan Nue.

    “sudah lama, aku ngawasin kamu Gi.. maafin aku. tapi aku memang ga bisa lepas dari kamu.. jadi, begitu denger kamu akan menjalani latihan privat dengan Nue, diam-diam, setiap kamu latihan privat itu, aku mengawasi kamu. Aku lihat gimana cerianya kamu jika ada di dekat Nue. Aku lihat bagaimana bahagianya kamu ketika berbagi earphone dengan Nue.. aku lihat itu semua..”

    “jadi.. yang nyebarin gossip itu?!” tanya Gigi sedikit emosi.

    Buru-buru Adrian melambaikan tangannya dengan tegas. “Bukan! Meskipun hati aku sakit ketika kamu dekat dengan Nue, aku ga mungkin tega nyebarin gosip yang akan nyusahin kamu..”

    Emosi Gigi kembali mereda. untuk sejenak, ia merasa prihatin dengan keadaan Adrian. Ia tahu apa yang Adrian rasakan, karena itulah yang selama ini Gigi rasakan ketika Nue berada di dekat Grace.

    “Semenjak Nue dengan Grace putus, hubungan kalian makin dekat kan? Aku lihat itu semua. Saat kalian berdua duduk disana..” Adrian menunjuk jendela besar tempat Gigi dan Nue dulu dering duduk bersama. “saat kalian saling berbagi earphone.. saat kamu bersandar di pundaknya.. saat ia menggendongmu.. aku tahu itu semua..”

    Kali ini emosi Gigi kembali merangkak naik. “kamu..!!” serunya sambil berdiri.

    “maaf Gi.. aku ga bermaksud menjadi stalker, tapi... aku cuma ga bisa lepas dari kamu..” jawab Adrian dengan nada memelas.

    “tapi.. kamu... issshh... ya udah lah!” decak Gigi sambil duduk lagi di kasurnya. Ia benar-benar tidak menyangka jika setiap kegiatannya selama ini diawasi oleh Adrian. Yang membuat Gigi tidak kalah bingung adalah bagaiamana Adrian bisa tidak terdeteksi olehnya maupun oleh Nue? Apakah dia adalah mata-mata dari FBI? Apakah dia seorang ninja? Entahlah..

    “terus, kenapa kamu tahu-tahu deketin aku? aku sudah lama curiga, kenapa kamu yang sebelumnya ga pernah ngobrol sama aku, ga pernah nyapa aku, tahu-tahu ngacak-acak rambutku dan berlagak kenal banget. Apa sih maumu?”

    Adrian menelan ludah pahit. Ia menundukkan kepalanya dan memandang jari jemarinya yang ia simpulkan. “aku juga lihat ketika kamu nangis gi.. kamu nangis karena Nue memutuskan untuk balik ke Grace..”

    ‘deg’ jantung Gigi seakan membeku, begitu juga Nue.

    Jari-jemarinya yang menempel di daun pintu tampak gemetar. ‘Gigi menangis..?’ batinnya. Tampak gurat rasa tidak percaya dan penyesalan di wajahnya.

    “ssh... seberapa banyak yang kamu lihat sih Dri..” ujar Gigi sambil tersenyum lirih dan memalingkan wajahnya. Jujur, ingatan tentang kejadian itu seakan membuka jahitan luka lama di hatinya.

    “aku tahu Gi..!” seru Adrian tegas.” Aku tahu, kalau kamu menderita selama bersama dia! Kamu hanya bisa jadi bayangan dia aja. Kamu mencintai dia, tapi sekaligus juga kamu sadar, kalau kamu ga akan mungkin milikin dia! Dia juga ga pernah ngerti perasaan kamu kan? Dia hanya bisa nyakitin dan nyakitin kamu lagi dengan ketidakpekaannya! ia pikir dia-lah satu-satunya di bodoh yang cuma bisa duduk diam dan bicara dengan bulan, padahal sebenarnya kamu lah, si bodoh yang sepanjang malam duduk dan mengadu pada bulan! Tapi dia tidak pernah mengerti kan?”

    Gigi sebenarnya marah ketika mendengar Adrian menjelek-jelekkan Nue, tapi dia juga tidak bisa berkutik, karena apa yang Adrian ucapkan itu benar adanya. Ia tidak bisa menampik kenyataan jika dialah si bodoh yang duduk sepanjang malam untuk berbicara dengan seseorang belum tentu mendengarnya melalui perantara bulan.

    Sementara Nue, wajahnya tampak pucat. Tak ia sangka, Gigi selama ini begitu menderita karenanya. Ternyata lagu yang ia bawakan bukan omong kosong Bruno Mars belaka, tapi benar-benar pengalaman sedih yang ia alami. Terpaksa Nue harus membenarkan kata-kata Adrian. Selama ini ia mengira dirinya adalah orang paling malang di dunia karena cinta yang tak terbalas. Namun siapa sangka jika juga adalah orang yang tak membalas cinta seseorang yang jauh dari perkiraannya, tapi begitu dekat dengannya.

    Perlahan Nue membalikkan badannya. Kini ia menyandarkan punggungnya di tembok dengan kepala tersandar lelah di tembok yang dingin, meskipun tak sedingin hatinya kini. Kata-kata Adrian tentang dirinya, semuanya benar. Tak ada yang salah sedikitpun. Dia adalah seorang yang buta dan tuli, yang tidak bisa memahami perasaan Gigi. ia cuma bisa mempermainkan hati Gigi dengan sebutan ‘adik’. Bahkan jika sebutan ‘adik’ itu benar-benar berlaku, Nue merasa dirinya tidak pantas disebut ‘kakak’. Dia adalah kakak terburuk yang pernah ada.

    Perlahan ia tarik lipatan kertas yang ia simpan di saku jaketnya. Agak lama ia memandangi lipatan bertuliskan ‘to: Anggian’ di satu sisinya itu dalam-dalam. Setitik dua titik air tak terasa jatuh membasahi lipatan kertas itu, sebelum akhirnya tangan Nue meremas kertas itu dan membuangnya ke lantai yang dingin.

    ‘aku bukan cowok yang baik buat kamu, Adrian yang lebih pantas buat kamu Gi..’

    Bisik Nue, dan bayangnya pun menghilang dari tempat itu.


    Sementara itu, Gigi masih tertegun bingung mendengar pengakuan Adrian yang mengejutkan itu. ia tidak tahu harus berkata dan melakukan apa kecuali diam dan mendengarkan.

    “Aku ga mau melihat kamu seperti itu lagi Gi.. kamu berubah sejak malam itu. kamu seperti orang yang ga bernyawa Gi! Aku makin yakin setelah nabrak kamu waktu itu, aku lihat matamu yang memandang sedih ke arah Nue. Aku lihat bagaimana kamu mencoba menghindari dia dan melupakannya. Karena itu, sejak saat itu, aku putuskan untuk membuang semua rasa takut dan gugupku. Aku kuatkan diri aku sendiri untuk nemuin kamu. Mungkin selama ini kamu pikir aku orang yang supel dan SKSD, tapi kamu tahu? Jauh di dalam hati aku, aku masih memendam gugup padamu Gi.. jantungku berdegub kencang setiap kali di depanmu.”

    Gigi tertegun mendengar penjelasan Adrian itu, ia hampir tidak percaya jika selama ini Adrian gugup jika ada di depannya. Jika itu benar, Gigi harus mengacungkan empat jempol untuk kemampuannya dalam berakting. Bahkan Gigi tidak bisa melakukan sebaik Adrian ketika ada di dekat Nue.

    Tak lama kemudian, Adrian mendongakkan wajahnya ke arah Gigi dan tersenyum padanya. “Tapi aku bahagia Gi.. ketika aku ada di dekatmu, berbicara denganmu, meskipun kamu sering marahin aku, jitak kepalaku, tapi jujur, aku bahagia GI.. kamu ga tau kan betapa bahagianya kau saat kamu bilang mau gabung di band ku? aku senang, ketika lihat kamu mulai bersemangat lagi dan ikut berlatih sama aku, saat aku bisa mengiringi suaramu yang indah dengan gitarku.. aku senang sekali.. meskipun akhirnya aku tahu, kalau kamu cuma memanfaatkan kesempatan itu untuk menyatakan cintamu ke Nue..”

    Tenggorokan Gigi tercekat. Ternyata Adrian mengetahui hal itu juga. Ternyata Adrian memang memahaminya begitu dalam.

    “tapi ga apa.. aku ikhlas selama kamu juga bahagia. Tapi untuk malam ini Gi.. aku mohon ke kamu, lupain dia..”

    Sebuah petir menggelegar dengan keras di dada Gigi. mata Gigi tampak membulat pada wajah Adrian. Gigi makin terkejut ketika Adrian menjatuhkan diri dan bersimpuh di bawah kakinya sambil menggenggam erat tangannya.

    “Nue ga mungkin mencintaimu Gi.. kenapa kamu harus memaksakan diri kamu GI? Kenapa kamu harus mencintai orang yang ga bisa memahami perasaanmu? Kenapa kamu ga bisa lihat aku, orang yang benar-benar mencintaimu? Sekarang aku bersimpuh di kakimu gi.. aku mohon.. jadikan aku orang yang bisa bahagiain kamu.. aku akan jadi apapun yang kamu minta. Meskipun tentu aja aku ga bisa menjadi Nue, tapi percaya sama aku Gi.. aku akan menjadi lebih baik dari Nue... “

    Gigi terdiam. Dengan sedih ia memandang mata Adrian yang berkaca-kaca menatapnya. Akhirnya bibir Gigi bergetar dan lidahnya mulai bergerak.

    “benar Dri.. aku juga buta. Aku ga bisa liat mana yang benar-benar mencintaiku, mana yang tidak. itu benar. Aku juga yakin kalau kamu akan menjadi orang yang lebih baik dari Nue. Aku yakin kamu bisa, karena saat inipun kamu sudah selangkah lebih baik dari Nue. Kamu supel, kamu asik, kamu perhatian, kamu cakep, kamu kaya, kamu sehat... kamu seolah menambal apa yang Nue tidak punya.” Gigi memutus kata-katanya.

    Bibirnya seolah tidak kuasa untuk melanjutkan kalimat berikutnya, sementara Adrian tampak menunggu dengan antusias.

    “aku sayang kamu Adrian...”

    Tampak mata Adrian berbinar sesaat. Tapi Gigi segera menyambung kalimatnya.

    “tapi sayangku ke kamu, ga lebih dari sekedar sayangku pada seorang sahabat baikku..”

    Kata-kata Gigi itu seketika membuat senyum Adrian memudar. Matanya berubah sayu dan tertunduk lesu.

    “mmafin aku Adrian. Kamu benar. Aku sudah buta dan tuli. Yang bisa aku liat cuma dia yang tidak akan mencintai aku. tapi masalahnya adalah.. aku mencintainya.. aku ga bisa menghapus perasaan itu.. aku lemah.. sekarang coba bayangkan, jika kamu memang cinta sama aku, lalu aku nyuruh kamu untuk mencintai Ully? Apakah kamu sanggup?”

    Adrian tertegun sesaat, hingga akhirnya ia menggeleng pelan.

    “Kan? itu yang aku rasakan Dri.. aku ga bisa, menghapus cintaku karena dia tidak cinta sama aku.. cinta tuh ga sesimple itu.. “

    Belum sampai Gigi menuntaskan kata-katanya, Adrian bangkit dari posisi bersimpuhnya tadi. Ia tersenyum tipis pada Gigi. “hm.. oke.. aku bisa menerima itu kok..”

    Gigi tampak menengadah ke arah Gigi dengan ekspresi bersalah.“dri..”

    Adrian seakan tidak kuasa melihat wajah Gigi itu. dengan cepat ia palingkan wajahnya dan berbalik. “maaf Gi.. udah ganggu malam-malam.. have a tight sleep..” ujarnya sambil membuka pintu.

    Setelah itu sosoknya hilang dari pandangan Gigi seiring dengan menutupnya daun pintu itu. untuk beberapa saat Gigi menundukkan wajahnya dengan gurat sedih di wajahnya. Malam ini adalah malam yang berat baginya. Malam ini dia mengungkapkan cintanya secara tersirat kepada seseorang, tapi malam ini juga seseorang menyatakan cinta secara terang-terangan padanya.

    Mengingat ekspresi Adrian, Gigi paham, betapa sakit hatinya. Gigi juga pasti akan merasakan sakit yang sama apabila Nue menolak cintanya.

    Perlahan, setetes embun mengalir dari ujung matanya. Ia meringkuk dalam dekapan lengan yang ia kalungkan di lututnya.

    “kak Nue.. apakah benar, kakak ga mencintai aku..?”


    Sementara itu, di depan pintu kamar Gigi, Adrian duduk bersandar di pintu. Tangannya tampak mencengkram dahi dan rambut bagian depannya. Bulir-bulir air mengucur dari ujung matanya. Air mata yang daritadi ia coba tahan saat di depan Gigi, kini mengalir tak terbendung lagi. harusnya ia menyangka hal ini akan terjadI, bahwa Gigi akan tetap pada cintanya pada Nue, tapi ia tak menyangka hasilnya akan sesakit ini. Dalam pandangannya yang kabur karena air mata itu, sekilas ia melihat remukan kertas di dekat kakinya. Cukup lama ia memandangi kertas itu sambil menangis. Hingga akhirnya ia sadar, kalau kertas itu tidak ada ketika ia datang. Dengan gemetar ia meraih kertas itu dan dibukanya perlahan remukan kertas itu.

    ‘to: Anggian’

    Air mata Adrian seolah ingin terhenti. Dia memegang surat itu dengan gemetar.

    ‘apakah mungkin dia... dia tadi ada disini?’ gumamnya.

    Cukup lama ia gemetar dan memandangi surat itu dengan tajam. Hingga akhirnya ia berdiri dan menyelipkan surat itu ke dalam sakunya.

    “tidak untuk saat ini.” bisiknya dengan nada tertahan.

    Dan jadilah malam itu, sebuah malam pengakuan antara hati yang terkunci rapat-rapat. kini beberapa kunci itu telah dibuka lebar-lebar, meskipun pada akhirnya menebar luka. Hanya satu yang tersisa. Kunci yang akan menentukan akhir kisah antara dua orang cowok yang bertemu dalam sebuah paduan not. Notasi do bisa menjadi re, mi, fa, sol, la,si hingga do tinggi, semua tergantung pada kunci nada dasarnya. Dan kunci itu, kini tengah disimpan, oleh orang yang sedang patah hati. Akankah Gigi bertemu dengan kunci itu?
    ***


  • fiuhh.. akhirnya bisa upload mski dengan perjuangan krn pke proxy luar, lemot cooy...!! -_-

    yg udah baca smoga ga keberatan aku mention lagi. insyaallah cerita ini akan berakhir di bar 19. so stay tune ya guys
Sign In or Register to comment.