Dyon masih duduk termenung di bangku sekolahnya. Celana abu-abunya dan kaos seragam putihnya terlihat sangat cocok dengan bentuk tubuhnya, walaupun terbalut kaos dalam tetapi memperlihatkan bentuk tubuhnya yang atletis. Bu Dina guru biologinya menerangkan betapa pentingnya sistem metabolisme tubuh dan memerlukan omega 3 lebih banyak dari omega 6 untuk mendapatkan kesehatan tubuh yang positif. Tetapi pikiran Dyon melayang entah kemana, tangannya menyangga dagunya yang malas untuk menengadah tegak, semua energinya hilang.
Memang minggu ini adalah minggu yang berat untuk Dyon. Dia baru saja bertengkar hebat dengan Rama sahabatnya sendiri yang juga satu sekolah. Pertengkaran mereka di karenakan wanita yang disukai Rama ternyata menyukai Dyon juga, sedangkan Dyon sejak dulu juga memendam perasaannya untuk wanita yang sama, Fani.
Dyon bersumpah untuk mempertahankan persahabatannya dengan Rama dan mengesampingkan perasaannya demi sahabatnya itu. Baginya persahabatan lebih penting daripada pacar. Tetapi berbeda dengan Fani. Dia terus mendekati Dyon di sekolah untuk mendapatkan cinta teman sekolahnya. Fani juga termasuk dalam wanita yang agresif. Hal itu membuat Rama semakin marah dan kecewa kepada Fani dan Dyon. Dyon berusaha mati-matian untuk menghindari Fani walaupun sebenarnya dia menyesal kenapa sahabatnya bisa suka pada wanita yang sama.
“Ion, lo kenapa?“ Dika teman satu kelasnya menghentIkan lamunannya. Memang selain Rama, Dyon juga berteman dengan Dika. Karena Rama beda kelas, jadi dia menjadikan Dika sebagai temannya juga walaupun tidak sedekat dia dengan Rama.
“Gak apa-apa dik, gue cuma lagi gak konsen aja“
“Kok lo pucet sih? Lo sakit ya? Mau gue anter ke ruang UKS?
“Gak perlu dik, gw cuma gak konsen aja kok. Tau nih pelajaran ngeBTin banget! Gara-gara omega 3 gue harus banyak makan dika n deh...“ celetuk Dyon berusaha ceria. Dia tidak mau masalahnya sampai tersebar dan diketahui Dika dan yang lainnya.
“Serius lo gak apa-apa? Gue punya air mineral nih, kalo lo mau... Lumayan buat melekkin mata, bentar lagi dah mau pulang biar lo segeran dikit” Dika menawarkan dengan tulus kepada teman sekelasnya itu.
Dyon pun langsung mengambil sebotol air mineral yang ditawarkan Dika, memang dia haus dan jenuh dengan keadaannya sekarang. Langsung Dyon menyeruput botol mineral Dika dan mengosongkan seperempat dari setengah isi botol itu yang langsung menyegarkan kerongkongannya.
“Thanks ya dik... sumpah, jadi seger lagi gue..“
“No problemo” kata Dika tersenyum dan mengambil botol yang ada dari tangan Dyon. Dyon pun kembali menatap Bu Siska dan mencoba keras memperhatikan ke papan tulis yang isinya menjelaskan klasifikasi omega 6 dan makanan apa yang harus dihindari dan tidak perlu banyak dikonsumsi.
Lima menit kemudian bel sekolahpun berteriak memerintahkan bahwa pelajaran hari ini selesai, serentak seluruh murid di kelas 3 IPA 4 membereskan buku-buku mereka dan buru-buru menjejalkan kedalam tas sekolah mereka masing-masing.
“Ayo ion kita ke parkiran bareng...” ajak Dika. Memang sesudah seminggu bermusuhan dengan Rama, Dyon selalu pulang bareng Dika. Walaupun tidak betul-betul pulang bareng, paling tidak Dyon punya teman untuk jalan ke parkiran sekolah. Semenjak ulang tahunnya yang ke 17 dua bulan yang lalu, papanya menghadiahkan mobil Honda Jazz untuknya. Dan selama 2 bulan terakhir dia selalu menyetir sendiri setiap sekolah dan dengan senang hati menawarkan untuk mengajak dan mengantar Rama walaupun hanya untuk hang out atau sekedar pulang. Hampir setiap hari mereka pulang bareng, Rama pun sengaja menyuruh supirnya untuk tidak menjemputnya. Tetapi seminggu terakhir ini, Dyon selalu pulang sendiri. Buat orang setampan Dyon, akan sangat menyedihkan untuknya kalau pulang sendiri.
“Lo duluan deh dik, gue mau toilet, cuci muka dulu... Suntuk banget nih, entar gak konsen lagi nyetirnya...“ Tolak Dyon halus.
Dia memang berniat untuk ke toilet sebelum pulang. Mungkin sepercik air bersih bisa menyegarkan pandangannya yang semenjak seminggu ini selalu layu.
“OK deh... see ya...“ sahut Dika sambil berlalu.
Sepeninggal Dika, Dyon berjalan menuju toilet yang berada di sudut sekolah di lantai 2. Dia berusaha bersemangat agar bisa segar cepat langsung meluncur ke rumahnya dan istirahat untuk menjalani hari esok yang akan sama menjenuhkannya tanpa Rama ada disampingnya. Dyon menuju ke toilet booth paling ujung karena tampaknya seluruh booth penuh terisi oleh murid-murid yang lain. Entah kenapa hatinya sangat hampa dan seluruh perasaannya kosong tak bergairah hari ini.
Dengan lunglai ia mengunci pintu toilet dan menuju wastafel untuk mengguyur mukanya dengan sedikit air. Air segar langsung menyiram wajahnya. Dyon berusaha untuk tetap terjaga dan melebarkan matanya agar tidak sayu.
Tetapi kedua matanya seolah tidak berkompromi. Dyon merasa badannya lemas luar biasa dan kepalanya pusing tidak tertahankan. Sambil terhuyung dan berusaha keras dia memegang kedua sisi wastafel menahan berat badannya sendiri. Tetapi perasaan aneh membuat lututnya lemas dan seolah-olah berat badannya bertambah 10 kali lipat, Dyon pun jatuh tak sadarkan diri di lantai wastafel.
Comments
Dyon pun menjumput tas sekolahnya dan berjalan menelusuri koridor toilet untuk menemui pak Somad. Barangkali dia bisa membukakan gerbang sekolah untuknya. Sambil merogoh kantongnya mencari kunci mobil, sebelum mencapai pintu toilet, tiba-tiba daun pintu ditarik terbuka dari luar dan muncullah 4 orang pemuda yang juga masih berseragam sekolah. Dyon berusaha mengenali mereka, tetapi dia sama sekali tidak punya petunjuk siapa mereka.
“Akhirnya ketemu juga... dicari-cari dari tadi. Gue bilang juga apa kan Rul, dia pasti masih di dalam. Mobilnya aja masih ada di parkiran“ kata salah satu dari mereka yang badannya tinggi jangkung yang berwajah Indo-Pakis. Dyon bisa mengenali karena untuk anak laki seumuran dia bulu-bulu halus sudah tumbuh di bawah hidungnya yang mancung di atas rata-rata orang pribumi.
“Iya... Gue pikir dia mungkin nebeng temennya“ jawab Ruli yang ternyata ada paling depan di antara mereka berempat. Ruli juga tinggi dan wajahnya tak kalah tampannya dengan yang pertama bicara. Alis mata Ruli sungguh tebal, hidung mancung dengan kulit yang lumayan putih untuk ukuran laki-laki.
“Halo Dyon... pa kabar?“ sahut salah satu mereka. Dyon tampak terperanjat, kenapa mereka tahu namanya.
“Siapa ya? Kok gue gak kenal sama kalian semua? Bukan anak sekolah sini kan?” Dyon masih berusaha ramah seolah ini adalah percakapan biasa yang pantas.
“Lo emang ganteng banget... ramah lagi. Pantesan Fani naksir banget sama lo. Ya nggak Doni?” timpal si Indo-Pakis sedikit menyeringai. Dyon mulai tidak suka dengan perlakuan mereka. Dan kenapa ada Fani yang terlibat dalam percakapan ini.
“Emang Fani gak salah pilih! Niko aja kalah sama lo ion” jawab Doni yang Dyon nilai tidak kalah gantengnya dengan yang lain. Doni berperawakan tinggi dan lumayan atletis. Wajah oriental Indo juga menghiasi mukanya. Indo mana? Dyon tidak bisa memprediksi.
“Eh, siapa sih kalian? Kok kenal gue sama Fani...” Nada suara Dyon sedikit panik karena dia sekarang merasa terpojok.
“Kita-kita dateng kesini cuma mau nyulik elo... Jangan tersinggung ya... tapi kayanya gue mau lebih dari nyulik... tul gak guys?” Jawab Ruli santai seolah ini adalah pernyataan yang normal. Dan teman-temannya di belakangpun mengiyakan dengan kompak sambil menunjukkan mimik seperti orang haus dan berseringai.
“Eh jangan becanda dong... jangan sampe gue teriak” ada nada panik disuara Dyon. Dengan reflek Dyon merogoh kantong celananya. Tangannya yang tadi di dalam kantong untuk mencari kunci mobil sekarang berubah untuk mencari handphonenya dengan gugup. Mungkin dia bisa menekan speed dial untuk menelepon siapa saja agar bisa mendengarnya walau dari dalam kantong celana.
Tetapi terlambat. Ruli mengetahui gelagatnya dan segera merampas tangan Dyon dan melemparkannya jauh-jauh ke dalam toilet. Sedetik kemudian kunci mobil dan handphone Dyon sudah berhamburan di lantai toilet. Ada sesuatu yang terdengar pecah disana. Dyon melengos. Apa itu Hpnya?
“Mau telpon siapa ion..“ kata Ruli sambil memegang tangan Dyon dengan mendekatkan seringai dan mukanya tidak lebih dari 2 centimeter dari muka Dyon.
Dyon tahu, ini saatnya dia lari atau kabur. Cari pertolongan, teriak meminta pertolongan. Tetapi hatinya merasa ini bukan saatnya untuk berkompromi lagi. Dengan sekuat tenaga dia menghentakan kakinya menginjak kaki Ruli yang sangat dekat dengan kakinya. Ruli pun melepas pengangan tangannya dan megaduh memegang kakinya sendiri.
Tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dyon pun langsung berlari menuju pintu toilet menerobos sekelompok pemuda itu. Merekapun berusaha menahan Dyon, tetapi entah kenapa Dyon bisa mencapai pintu dan menarik daunnya, membuat pintu terbuka dan berlari keluar sekencang mungkin. Dyon berbelok menuju ke tangga untuk turun ke bawah. Dia tidak punya kunci, dia juga tidak punya HP untuk menelepon siapa saja minta tolong. Dyon berlari sekencang mungkin, dia tidak berani menengok ke belakang. Dia Cuma berharap ini adalah mimpi buruk.
“Bangun Ion!” teriaknya dalam hati berharap sesuatu akan terjadi. Tetapi dia tetap menemukan dirinya masih berlari dan terus berlari.
“Oh tidak!” seru Dyon dalam hati.
Dyon memutar otak. Pak somad! katanya lagi. Mungkin dia bisa ke tempat Pak Somad untuk minta tolong. Dyon pun membalikkan badannya. Dia lihat tak jauh dari tempatnya 4 orang pemuda berseragam putih abu-abu sedang berlari kencang ke arahnya.
Sejurus kemudian Dyon berlari membelokkan badan menuju ke tempat pak Somad. Pak Somad tinggal di belakang sekolah dan Dyon pun tahu jalan memutar menuju ke tempat pak Somad. Dia memberanikan diri menoleh ke belakang. Keempat pemuda itupun masih mengikutinya. Jantung Dyon berdegup kencang. Dia tidak boleh lemah. Dia bisa berlari kencang.
Setiba di tempat pak Somad. Dyon mendapati pintu rumah sudah terbuka. Dilihatnya ke dalam. Terlihat pak Somad sedang tertidur di tempat duduknya. Secangkir kopi, sebungkus rokok dan sepiring roti donat ada di meja di depat pak Somad terlelap.
“Thanks God” seru Dyon dalam hati. Dengan keras dia mengetuk pintu membangunkan pak Somad.
“Pak Somad... pak..., bangun pak tolong saya!!” tanpa permisi Dyon masuk ke dalam rumah dan mengguncang tubuh pak somad, berharap dia akan bangun dari tidurnya. Tetapi pak Somad tak bergeming sedikitpun.
“Pak... pak Somad! Bangun pak!! Tolong saya pak... ada orang yang mau mencu...” sambil mengguncangkan dan membangunkan pak Somad, Dyon menunjuk dan menoleh ke luar seolah-olah ingin menunjukkan ada orang jahat yang mau menculikntya.
Tetapi di arah Dyon menunjukkan jari telunjuknya, keempat pemuda tersebut sudah berdiri berjajar dengan tenangnya sambil melipat tangan seolah-olah mereka berpose untuk suatu pemotretan. Dyon merasa keadaan sudah sangat buruk.
Dengan santai dia masuk ke dalam dan mengeluarkan sesuatu dari kantong bajunya. Seperti obat kapsul berwarna biru muda. Ruli membuka kapsul itu dan menuangkan isinya ke dalam cangkir kopi pak Somad. Dyon pun mengerti. Pak Somad sedang tak sadarkan diri.
“Kok gak ngenalin sih ion... kamu kan tadi minum ini juga... lupa ya?” masih sambung Ruli. Dyon ingat, tadi dia sempat tak sadarkan diri.
“Tapi... gimana caranya??” jawab Dyon pelan tak bernada. Dia bingung kapan dia meminum obat tersebut.
“Duh, kaya investigator aja deh kamu... kasih tau deh Bona...“ sahut Ruli dengan malas dan orang yang bernama Bona itu pun menyahut. Ternyata orang keempat yang dari tadi Dyon tidak mengetahui itu namanya Bona.
Dyon pun mulai memperhatikan keempat orang tersebut. Mereka sungguh laki-laki yang wajahnya di atas rata-rata. Semuanya berpenampilan ok dan tampan.
“Tadi kita titipin ke Dika...” sahut Bona sedikit santai. Dyon pun seperti tersambar petir, dia kaget luar biasa. Tidak di sangka temannya sendiri menjebaknya.
“Kenapa...” seru Dyon tanpa sadar. Dia terbengong. Di kepalanya sekarang menari-nari wajah Dika sambil tersenyum licik kepadanya.
“Gimana ion... mau ikut kita. Kalo kamu nurut, semuanya akan baik-baik saja..” Ruli dengan santai meraih tangan Dyon menggandeng pria itu.
Dyon tersadar, tanpa berlama-lama dia menepis tangan Ruli dan mendorong Ruli berharap dia akan pergi jauh-jauh meninggalkannya. Ruli terdorong mundur 3 langkah. Wajahnya menunjukkan perasaan marah. Sedetik kemudian Ruli melangkah maju kedepan dan BUKKK!
Dyon tersungkur jatuh menerima pukulan keras di pipi kirinya, terjerembab menabrak meja pak somad. cangkir kopi pak Somad jatuh dan pecah sesudah mengguyur badan Dyon menumpahkan isinya ke seragam putih Dyon dan menembus kedalam kulitnya menunjukkan dada bidang Dyon yang tersiram, memetakan kaos dalam Dyon yang berwarna hitam sehitam air kopi yang mengguyurnya.
Pipi kirinya terasa panas dan perih. Perutnya sakit sehabis menghantam tepi meja pak Somad. sekarang, perasaan kalut menguasai hatinya.
“Bagaimana ini...” dalam hati Dyon.
Kemudian Dyon merasa badannya diangkat ke atas dipaksa berdiri oleh tangan Ruli. Dyon pun berdiri. Tangannya tak sengaja mengelus pipi kirinya yang perih. Ruli melihat setitik darah mengalir dari pinggir bibir Dyon. Lalu Ruli menghapus darah itu dengan punggung tangannya. Dyon berusaha mengelak, sehingga darah itu masih meninggalkan bekas di sisi bibir Dyon.
Keep it up bro. So far, gw menikmatinya