Bagian Pertama
CINTA DIHUTAN MERANTING
Seorang putera bangsawan rupawan yang sakti, seorang ratu yang yang cantik jelita titisan setengah manusia dan setengah bidadari serta seorang panglima kerajaan yang gagah terjebak cinta segitiga yang membawa mereka pada intrik dan dendam. Sang putera bangsawan dan panglima yang saling mencintai harus menghadapi kemarahan sang ratu yang mencintai putera bangsawan sepenuh hati. Ketika seorang wanita cantik dan berkuasa murka tak ada yang bisa menghentikannya.
Alkisah pada jaman dahulu kala disebuah negeri yang makmur hiduplah seorang bupati yang terkenal akan kekayaannya. Selain itu pula bupati itu sangat dermawan hingga banyak yang menyukainya. Bupati itu bernama parana dewa. Isterinya nyimas hanum sanggrani yang sudah berusia hampir setengah abad masih cantik.
Bupati parana dewa memiliki seorang putera yang sangat tampan bagaikan seorang dewa, dengan tubuh yang kekar serta kulit yang putih bersih, aura seorang bangsawan memang sangat kental menitis pada surya nala wijaya. Demikian nama yang diberikan sang bupati pada puteranya itu.
Surya nala wijaya memiliki budi dan tutur yang halus namun tak menghilangkan sedikitpun kesan wibawa yang memancar dari dirinya. Usianya yang menginjak duapuluh tahun nampak seperti sudah berusia duapuluh lima tahun. Bupati parana dewa dan isterinya nyimas hanum sanggrani sangat bangga dengan putera mereka itu. Sejak kecil surya nala mereka bimbing agar menjadi lelaki yang pintar. Mahaguru terkenal didatangkan untuk mendidik surya nala. Tak ketinggalan pula para guru kanuragan yang sakti mereka minta untuk menggembleng surya nala agar menjadi lelaki yang tangguh.
Keahlian surya nala adalah memanah dan berburu, setiap hari ia tak pernah melewatkan untuk berburu, kesenangannya adalah berburu babi hutan. Sore itu ia pergi kehutan. Cuaca yang cerah membuat surya nala tersenyum sumringah karena ia tahu dalam keadaan cuaca yang seperti saat ini adalah saat yang tepat untuk berburu. Ia bisa membayangkan babi hutan yang akan ia bawa pulang ke istananya nanti.
Hutan tempat surya nala berburu adalah hutan yang sangat lebat dan agak angker namun itu tak membuat surya nala gentar, pohon yang umurnya mungkin ratusan tahun tumbuh menjulang dan rimbun hingga membuat suasana dalam hutan itu jadi gelap. Sebagai seorang yang pemberani dan memiliki kesaktian yang hebat. Surya nala tak takut sedikitpun. Ia turun dari kudanya lalu berjalan mengendap endap. Telinganya yang telah terbiasa diajak berburu sangat peka dengan suara sekecil apapun dan sekarang ia mendengar ranting kering berderik diinjak babi hutan. Dengan sangat hati hati agar tak menimbulkan gerakan yang membuat babi hutan itu kabur, surya nala mencabut sebatang anak panah lalu mengarahkan busurnya tepat keperut babi hutan yang berukuran besar yang sedang mengais tanah dengan moncongnya. Dalam sekejab anak panah yang terlepas dari busurnya bagaikan kilat menuju ke arah babi hutan dan tepat menacap pada perutnya. Babi menguik dengan keras lalu meronta dan tak lama kemudian jatuh tersungkur. Surya nala menghampiri babi itu lalu menyeretnya seolah itu hanya setangkai ranting yang ringan. Wajah surya nala sumringah karena hari ini ia mendapat binatang buruan dengan cepat. Karena masih siang surya nala tak langsung pulang. Ia mengikat kudanya pada sebatang pohon lalu berjalan menuju ke sungai yang berair jernih yang ada di dalam hutan itu. Tanpa ragu ragu membuka seluruh pakaian yang ia kenakan hingga tak tersisa selembar pun yang menempel ditubuhnya. ia meletakan pakaiannya diatas rumput lalu ia melompat kesungai. Surya nala mandi dengan asik, air sungai itu memang sangat sejuk. Ia tak menyadari ada sepasang mata yang sedang mengawasinya.
Sosok yang sedang mengamati surya nala bersembunyi di balik batu besar yang dirimbuni semak belukar. Matanya nyaris tak berkedip menatap tubuh surya nala yang begitu indah. Apalagi dalam keadaan yang polos itu seakan seorang bidadara sedang turun ke bumi. Surya nala yang tak merasa sedang diamati dengan asik menggosok tubuhnya menggunakan batu yang ia pungut di dasar sungai. Dengan tubuh yang gemetaran sang pengintip tadi beringsut menjauh. Ia tak mau surya nala memergokinya.
Setelah selesai mandi surya nala berbaring ditepi sungai masih dengan bertelanjang, angin yang bertiup semilir membuatnya tertidur. Kembali orang yang tadi mengintip surya nala bersembunyi dan menatap tubuh surya nala. Sosok yang tadi mengintipnya adalah seorang perempuan yang berparas sangat cantik sehingga nyaris tak wajar kecantikannya itu. Dialah sang ratu penguasa negeri itu. Memang tak banyak yang mengetahui sang ratu selain abdi dan dayang dayangnya. Karena ratu memang jarang sekali menampakkan batang hidungnya di istana. Walaupun ia seorang ratu, namun sebagian besar waktunya ia habiskan diluar istana. Tugas pemerintahan ia bebankan pada perdana menteri kepercayaannya.
Mungkin kalian merasa heran mengapa seorang ratu bisa berada di dalam hutan yang menyeramkan seperti ini, dimana seorang lelakipun akan berpikir seribu kali untuk masuk ke dalamnya. Ratu Nirmala Ayu Dilara sebenarnya adalah keturunan peri. Ibunya adalah puteri dari peri penguasa hutan. Namun karena almarhum ayahnya melanggar larangan yang diberikan sang ratu sebagai syarat pernikahan mereka akhirnya sang ratu pergi meninggalkan raja dan kembali kehutan. Sang raja hingga akhir hayatnya yang diselimuti penyesalan tak pernah lagi bertemu dengan sang isteri yang sangat dikasihinya sejak saat itu. Namun biarpun ratu tak mau bertemu dengan raja, ia tak pernah lupa dengan sang buah hati nya Nirmala. Setiap malam sang ratu menemui anaknya itu dan hal itu terjadi tanpa diketahui sang raja. Hingga sang puteri beranjak dewasa dan raja meninggal lalu sang puteri menggantikannya. Sebenarnya usia ratu nirmala baru lah delapan belas tahun. Namun sesuai dengan adat kerajaan sang pewaris tetaplah yang akan menjadi penguasa selanjutnya dan hal itu tak bisa dihindari nirmala. Selama ini tak ada satupun lelaki yang bisa membuat hati nirmala bergetar, namun sekali ini ia benar benar tak bisa berkutik melawan perasaan yang bergejolak dalam hatinya. Jantungnya tak pernah berhenti berdegup dengan kencang saat melihat surya nala. Ia tak bisa memungkiri kalau ia telah jatuh hati pada surya nala.
Surya nala terbangun setelah tertidur hampir satu jam. Dilihatnya langit yang mulai redup pertanda sudah petang. Surya nala beranjak mengambil pakaiannya lalu mengenakannya. Setelah itu ia pulang naik kuda sambil membawa babi hutan buruannya tadi.
“buat apa sih kamu selalu berburu seperti ini surya, apa kamu tidak capek? Bukannya masih banyak hal lain yang lebih penting untuk dikerjakan. Usia kamu sekarang sudah duapuluh tahun, bagaimana kamu bisa mendapatkan gadis kalau kamu hanya menghabiskan waktu ditengah hutan seperti ini?
Seperti biasa ibunda surya nala nyimas hanum sanggrani selalu menasehati putera yang sangat ia cintai itu setiap surya nala pulang dari berburu. Ia memang kurang setuju surya nala terlalu sering berburu karena baginya itu adalah pekerjaan yang kurang bermanfaat, pembantu dan abdinya banyak yang bisa disuruh melakukan itu. Ia kuatir kalau surya nala mendapat bahaya didalam hutan yang terkenal angker itu. Meskipun ia tahu anaknya cukup sakti namun bagaimanapun juga perasaan seorang ibu tetaplah tak akan merelakan apabila anaknya datang ketempat yang berbahaya.
“bunda jangan kuatir, surya selalu berhati hati setiap berburu, ini adalah kesenanganku. Bunda tahu sendiri kalau surya kurang suka bergaul dengan para anak bangsawan yang sombong sombong itu, mereka selalu saja beradu hebat dan sok berkuasa. Padahal itu semua adalah hasil jerih payah orangtua mereka yang didapat dari memeras keringat rakyat jelata!”
Jawab surya nala tanpa maksud membantah.
“tapi kamu kan bisa mengambil hal yang positif dari mereka, kebanyakan mereka itu terpelajar. Ibunda tak memintamu terlalu sering berkumpul dengan mereka namun ada baiknya kalau kamu membuka pergaulan juga untuk menambah pengalaman”
Nyimas hanum masih bersikeras dengan pendapatnya. Surya nala hanya tersenyum tak mengatakan apa apa lagi. Ia tahu ibunya tak bermaksud untuk memaksanya melakukan hal yang tak ia senangi. Surya nala menghampiri ibunya lalu ia memijat pundak ibunya dengan lembut.
“nanti surya akan coba mengikuti kemauan bunda. Sekarang surya lapar mau makan dulu”
“makan lah! Sekarang sudah sore, tadi bunda sudah menyuruh pelayang masak pelanduk dan jamur. Kamu pasti suka”
“terimakasih bunda..”
Surya nala mencium pipi nyimas hanum. Sang ibunda yang senang dicium puteranya yang sudah dewasa namun tetap manja padanya itu mengusap pipi surya nala dengan kasih sayang.
Ratu nirmala terbang diantara awan awan pulang keistana, ia memandang daratan yang membentang menghijau dibawahnya. Jarak antara hutan meranting langir dengan istana merak kemukus tempat ia tinggal memang lumayan jauh. Ratu nirmala masih terbayang bayang pertemuannya dengan sang pemuda yang membuat hatinya jadi tak menentu hingga sekarang. Ia sungguh sangat penasaran dengan surya nala. Dalam hatinya ia bertekad untuk mencari tahu tentang surya nala walaupun dengan itu ia harus berkeliling negeri untuk mencarinya. Ia bertekad untuk menjadikan surya nala sebagai pendampingnya. Naluri sang ratu bisa mengira kalau surya nala bukan lah pemuda sembarangan. Dari pakaian yang ia kenakan menandakan surya nala adalah seorang bangsawan.
Sampai diistana sang ratu langsung masuk ke kamarnya dan berbaring dengan masygul. Saat dayang datang membawakan makanan tak ia sentuh sedikitpun.
“paduka, maafkan kalau hamba lancang..namun hamba lihat dari raut wajah paduka nampaknya ada sesuatu yang membuat paduka resah?”
Tanya dayang ipu dengan hati hati. Dayang ipu adalah dayang yang merawat nirmala sedari masih bayi. Jadi nirmala juga menaruh hormat pada dayang ipu. Sejak ibunya pergi dayang ipulah yang mengambil alih tugas sang ratu merawat nirmala karena raja sejak ratu pergi bagaikan orang yang kehilangan akal.
“tidak apa apa dayang ipu, oh ya tolong suruh dayang inngit menyiapkan air mandi buat saya.. habis perjalanan jauh tadi membuat tubuh saya letih. Saya ingin berendam di bak yang berisi kelopak bunga melati dan mawar.!”
Perintah ratu nirmala pada dayang ipu. Tanpa bertanya dayang ipu beranjak melaksanakan perintah ratu nirmala.
Comments
Setelah berjam jam berendam dalam bak berisi air hangat dan bunga. Ratu nirmala mengenakan pakaian dan mahkota kebesarannya. Lalu ia ke balairung istana dan duduk di singgasana. Seperti biasa para pembesar istana dan para menteri duduk bersila diatas permadani tebal berwarna merah dihadapan singgasana sang ratu untuk menanti titah dan berdiskusi tentang masalah kerajaan serta pemerintahan.
Ratu menitahkan menteri pertahanan untuk memanggil panglima dewangga antasari. Dan menyuruhnya untuk menunggu sang ratu di istana timur. Tanpa bertanya lagi menteri keamanan prgi untuk melaksanakan perintah sang ratu. Setelah membahas masalah dalam negeri. Ratu meninggalkan singgasananya dan menyuruh perdana mentri untuk melanjutkan membahas masalah yang lain sementara itu sang ratu berjalan ke kaputeren timur untuk menemui panglima dewangga.
Sang panglima berdiri menunggu ratu di depan tangga batu istana timur. Ia membungkuk hormat saat melihat sang ratu datang. Panglima dewangga adalah tak lain putera dayang ipu. Ia diangkat menjadi panglima kerajaan karena ia berkali kali menunjukan keberaniannya dalam berperang. Ia adalah panglima andalan ratu. Sebenarnya dewangga berparas tampan dan ia juga gagah. Namun panglima dewangga sampai sekarang belum menikah. Usianya sudah menginjak duapuluh lima tahun. Satu usia yang pada masa itu sudah bisa dibilang tua untuk menikah. Namun nampaknya panglima dewangga tak perduli dengan itu semua.
Ia menyimpan rahasia yang tak seorangpun tahu termasuk sang bunda. Panglima dewangga bukannya tak mau menikah namun ia memang tak pernah merasa tertarik dengan wanita. Sejak ayahnya kabur dengan wanita lain dan meninggalkan ia bersama sang ibu dalam penderitaan. Panglima Dewangga jadi beku terhadap wanita. Tanpa diketahui siapapun ia sesekali bercinta dengan sesama pengawal kerajaan. Panglima dewangga menyukai sesama lelaki. Panglima dewangga menjalin hubungan dengan Patih Kelana putera. Sudah hampir setahun percintaan rahasia mereka berjalan tanpa ada yang tahu.
“gerangan apakah paduka memanggil hamba?”
Ujar panglima dewangga pada ratu nirmala.
“panglima dewangga saya ada satu tuga untuk kamu laksanakan dan saya harap kamu bisa menjaga kerahasiaannya”
Kening panglima dewangga berkerut mendengar perkataan ratu barusan.
“apakah yang harus hamba lakukan paduka, hamba berjanji akan menjaga kerahasiaan ini!”
Ratu nirmala tersenyum senang mendengar jawaban dari panglima dewangga.
“saya ingin panglima dewangga pergi ke suatu tempat diseberang negeri kita, disana ada seorang pemuda yang kerap berburu di hutan meranting langir. Tolong panglima selidiki asal usulnya, cari tahu namanya dan siapa keluarganya!”
Ratu nirmala menjelaskan sambil mengamati wajah panglima dewangga dengan seksama. Panglima dewangga mendengarkan titah sang ratu denga takzim dan mengangguk.
“hamba akan lakukan paduka, apakah saya harus berangkat sekarang?”
“secepatnya panglima, dan tolong kamu jangan lukai dia, karena saya menyuruh panglima menyelidikinya bukan karena ia melakukan kejahatan. Tetapi saya penasaran ingin tahu mengenai dia.!”
Melihat gelagat sang ratu, panglima dewangga yang memang cerdas itu sepertinya bisa mengetahui apa tujuan dari sang ratu apalagi dia melihat pipi ratu bersemu kemerahan saat mengatakan pemuda itu.
“baiklah paduka, titah paduka akan saya laksanakan segera!”
“terimakasih panglima. Ini untuk bekal kamu diperjalanan. Ingat hal ini harus kamu lakukan sendiri! Jangan sampai ada yang tahu karena aku tak mau menimbulkan kasak kusuk yang tak penting didalam istana!”
Ratu nirmala menatap panglima dewangga dengan tajam. Siapapun lelaki yang ditatap seperti itu oleh ratu nirmala pastilah hatinya akan bergetar namun itu tak berlaku bagi panglima dewangga. Setelah menerima sekantung emas dari ratu nirmala, panglima dewangga menghaturkan sembah dan beranjak meninggalkan ratu yang tersenyum puas. Ia tak sabar untuk mendapatkan kabar dari panglima dewangga. Tentang lelaki yang telah membuat hatinya jadi bersenandung setiap kali ia mengingatnya. Tubuh jangkung menjulang dan kekar disertai lekuk otot yang menonjol. Kulit yang kuning langsat dan wajah yang persegi begitu tampan bagaikan jelmaan dewa. Paling tampan dari siapapun yang pernah ia temui.
Namun ratu tak pernah mengira kalau keputusannya menyuruh panglima dewangga untuk menyelidiki surya Nala adalah awal dari malapetaka yang ia alami.
PERJALANAN
Episode sebelumnya.
Ketika surya nala sedang mandi ditengah hutan meranting langir, ratu nirmala secara tak sengaja mengintipnya dan saat itu pula ratu nirmala langsung jatuh cinta. Ia mengutus panglima dewangga abdi yang paling ia andalkan untuk menyelidiki surya nala.
Panglima dewangga memacu kudanya dengan kencang. Ia meninggalkan istana merak kemukus tepat senja saat langit diatas merak kemukus berwarna jingga kemerahan. Kuda yang perkasa itu melesat bagaikan panah menembus jalan setapak dan pepohonan. Kalau tak ada hambatan di jalan maka panglima dewangga akan tiba di hutan meranting langir dalam waktu dua hari. Jalan yang ia lalui untuk menuju hutan meranting langir memang agak seram karena konon banyak jin dan setan marahkayangan yang suka berkeliaran keluar hutan untuk menakut nakuti orang yang lewat. Namun bagi panglima dewangga hal itu tak membuatnya gentar sedikitpun. Ia cukup memiliki kesaktian untuk menghadapi segala jenis dedemit bahkan genderuwo. Yang paling menakutkan adalah mawang. Makhluk yang tinggi besar dan memiliki wajah Cuma sebelah. Ia akan mencabik cabik siapa saja yang ia temui.
Saat malam telah larut dan ia sudah cukup jauh dari istana merak kemukus. Panglima dewangga turun dari kudanya dan berhenti di pinggir hutan resam. Ia menambatkan kudanya di sebuah pohon besar lalu duduk tak jauh dari kudanya. Suara burung malam serta jangkrik membahana diseluruh hutan. Keadaan yang gulita dan senyap membuat suasana terasa begitu menyeramkan. Panglima dewangga mengeluarkan bekal yang ia bawa. Ia bermaksud untuk istirahat di hutan resam dan tidur barang dua atau tiga jam untuk memulihkan tenaga.
Surya nala berbaring dikamarnya, entah kenapa dari tadi ia tak dapat memejamkan matanya. Padahal ia sudah berusaha. Pikirannya gelisah namun ia tak tahu apa yang menyebabkan ia bisa gelisah, udara terasa dingin sepertinya akan turun hujan. Dari tadi angin berhembus sedikit kencang hingga gemerisik daun terdengar hingga kekamar surya nala.
“gila! Kenapa perasaanku jadi tak enak begini.. apakah gerangan yang akan terjadi?”
Surya nala bergumam sendiri. Lalu ia turun dari tempat tidurnya dan keluar dari kamar.
“tuan belum tidur?”
Tanya seorang pembantunya yang berjaga di depan kamar surya nala.
“aku tak bisa tidur paman, perasaanku gelisah…”
“apa yang tuanku pikirkan sampai tuan gelisah?”
Surya nala tersenyum dan menggeleng.
“tak apa apa paman, mungkin ini hanya kegelisahan sesaat saja, aku mau jalan jalan ke taman untuk mencari udara segar, siapa tahu dengan begitu aku bisa tertidur nantinya”
“apakah tuan mau saya temani?”
Tanya pembantunya dengan agak kuatir.
“tak usah paman, biarlah paman istirahat saja, aku juga ingin sendirian!”
Surya nala memanggil pembantunya itu dengan panggilan paman. Itu bukan hal yang biasa dilakukan oleh ningrat kaya raya seperti surya nala. Namun karena pada dasarnya surya nala adalah pemuda yang rendah hati ia tak sedikitpun menganggap pembantunya itu seorang abdi. Ia menumbuhkan sikap kekeluargaan bagi siapa saja yang telah lama mengabdi pada keluarganya apalagi amang kardi sudah jadi pembantu mereka sejak ia belum lahir.
Tanpa membantah lagi amang kardi membiarkan surya nala berjalan keluar sendirian. Surya nala berjalan ke taman lalu duduk diatas bangku yang ada di depan pendopo. Ia memandangi langit malam yang kusam dan pucat kelam. Benar dugaannya kalau tak lama lagi pasti akan turun hujan karena kabut mendung yang tebal telah menutupi cahaya bulan yang seharusnya terang karena purnama. Titik titik air hujan mulai berjatuhan dengan cepat dan mulai membesar. Surya nala berlari ke pendopo untuk berteduh.
Ratu nirmala mondar mandir di dalam kamarnya dengan gelisah. Ia tak sabar lagi menanti kabar dari panglima dewangga. Hujan yang turun dini hari ini membuat suhu dalam kamar menjadi dingin. Dayang ipu masuk sambil membawa anglo berukuran besar bersama dayang inggit lalu menyalakan api agar kamar agak hangat.
“terimakasih bik, kalian boleh pergi!”
Dayang ipu dan dayang inggit membungkuk lalu mundur dan keluar dari kamar ratu nirmala. Setelah tinggal sendirian saja ratu nirmala duduk disofa yang berukir dengan pola rumit berbentuk kapal dengan lengkungan di bagian ujung sandaran.
“sebenarnya aku bisa saja mencari tahu sendiri tentang pemuda yang tampan itu, tapi aku tak mau terkesan nantinya aku terlalu mengejar ngejar dia. Sebagai seorang ratu aku harus menjaga martabatku. Semoga saja panglima dewangga bisa aku percayai sepenuhnya untuk melakukan tugas ini..!”
Ratu nirmala bergumam. Ia tersenyum senyum sendiri saat teringat bagaimana surya nala sedang mandi tanpa mengenakan sehelai benang pun. Sebenarnya saat itu ratu nirmala sempat merona pipinya karena malu namun rasa penasaran lebih besar dari perasaan malunya pada saat itu hingga ia memutuskan untuk terus mengamati surya nala. Ratu nirmala berhayal seandainya saja surya nala menjadi pendampingnya betapa itu membuat ia sangat bahagia. Bagaimana tidak surya nala begitu gagah, ia yakin wanita manapun yang melihatnya pasti akan merasa bergetar hatinya. Ia merasa yakin akan bahagia apabila ada surya nala mendampinginya dan mencintainya.
Sekarang masalahnya adalah apakah nantinya surya nala bisa mencintainya, itu lah yang membuat ratu nirmala merasa ragu. Ia bukan tak menyadari kecantikan wajahnya yang telah tersohor hingga banyak pemuda dari kalangan bangsawan yang mencoba untuk melamarnya namun semua ia tolak karena belum ada satupun diantara mereka yang membuat hatinya tergetar. Bahkan ada beberapa pangeran dan raja muda dari penjuru negeri yang penasaran datang mengarungi lautan berbulan bulan hanya demi ingin meminang ratu nirmala namun semuanya harus menelan ludah pahit dan pulang dengan kekecewaan karena lagi lagi ratu nirmala tak tertarik dari satupun diantara mereka.
Sekarang baru surya nala yang membuatnya merasa gelisah seperti sekarang ini. Gundah gulana dan resah seakan mengharapkan sesuatu yaang jauh dari jangkauan. Memang untuk urusan perasaan tak ada satupun orang yang bisa menebak akan dilabuhkan dimana perasaan itu. Wajah dan harta tak menjamin seseorang akan mendapatkan cinta sejati. Itu sangat disadari oleh sang ratu.
Sebenarnya ia bisa saja meminta bantuan pada sang ibunda yang tinggal dihutan meranting, namun ratu nirmala sebisa mungkin tak mau membuat ibunda nya repot. Ia merasa malu kalau soal lelaki saja ibunya harus turun tangan. Lagipula ia ingin mendapatkan surya nala karena cinta bukan karena ajian pemikat rasa.
Panglima dewangga menyalakan api unggun karena suasana yang dingin, tapi baru saja ia menyalakan api tiba tiba hujan turun. Panglima dewangga kelabakan mencari tempat untuk berteduh. Ia berlari ke bawah pohon tua yang besar dan menjulang tinggi. Tak ia sangka ada lubang pada pohon itu. Panglima dewangga tersenyum senang karena ia bisa masuk dalam lubang pohon itu untuk berteduh. Namun baru saja ia melangkahkan kaki masuk dalam lubang tiba tiba ada bayangan melesat keluar dari balik pohon.
Seekor makhluk yang menyeramkan kira kira setinggi dua kali tubuh orang dewasa, berbulu hitam mengkilat dan dengan mata berwarna merah menyala berdiri menghadang panglima dewangga. Ia mengibaskan ekornya yang diujungnya ada benda semacam sabit dengan kencang kearah leher panglima dewangga, namun dengan sigap panglima dewangga menghindar dengan melompat berputar diudara. Suara dahan berderak tersabet ekor makhluk menyeramkan itu disertai bunyi berdebum. Panglima dewangga memasang kuda kuda bersiap untuk melakukan serangan balasan. Melihat dahan besar yang tergeletak diatas tanah basah dalam keadaan setengah terbakar membuat panglima dewangga mengerti kalau lawan kali ini bukanlah makhluk sembarangan. Makhluk tersebut kembali menyerang panglima dewangga dengan mengibaskan ekornya secara membabi buta. Panglima dewangga kewalahan menghindari ekor yang berbahaya itu yang terus menerus mengibas kearah lehernya. Sebenarnya pangllima dewangga tak bermaksud untuk membunuh makhluk itu namun karena makhluk itu sepertinya sangat bernafsu untuk membunuh panglima dewangga maka mau tak mau panglima dewangga pun harus menyerangnya kalau ia mau selamat.
Panglima dewangga mencabut pedangnya dari dalam sarung. pedang yang tajam berkilauan bagaikan bercahaya dalam kegelapan. Dengan ilmu meringankan tubuh ia melesat menyerang makhluk ganas itu sambil menghujamkan pedangnya kearah dada makhluk itu. Namun makhluk itu langsung berbalik dan menghindar sambil mengibaskan ekornya hingga terdengar bunyi berdesing pedang beradu dengan ekornya yang sekeras baja. Tubuh panglima dewangga bergetar hebat. Ia memasang kuda kuda agar bisa berdiri tegak. Sedangkan makhluk itu jatuh terguling diatas tanah yang becek. Hujan yang deras membuat pandangan panglima dewangga agak kabur. Tanpa membuang kesempatan panglima dewangga kembali menyerang saat ia melihat makhluk itu sedang berusaha berdiri. Namun baru saja pedangnya hampir mencapai leher makhluk itu tiba tiba saja muncul asap bergumpal berwarna kehijauan dan berpendar bagaikan kembang api. Makhluk itu perlahan menyusut dan berubah. Bulunya yang lebat dan hitam pekat perlahan menghilang dan ekornya seolah tersedot kedalam panggulnya hingga menghilang sama sekali. Dengan perlahan berubah menjadi seorang pria muda. Panglima dewangga menahan pedangnya dengan mata terbelalak. Ia tak menyangka sama sekali kalau makhluk menyeramkan tadi sekarang berubah menjadi sosok yang tampan dan gagah.
Surya nala kembali masuk dalam rumahnya setelah hujan agak mereda. Beberapa pengawalnya sedang berjaga sambil minum arak. Surya nala berjalan menuju keruang tempat penyimpanan benda pusaka. Pengawal yang berjaga didepan pintu penyimpanan benda pusaka menunduk hormat saat surya nala melewati mereka. Surya nala masuk kedalam sambil menngambil lampu pelita yang menempel di dinding. Ia membuka peti lalu mengeluarkan sebuah parang yang berukuran besar. Parang yang terbuat dari perunggu itu bergagang ukir yang sangat halus melingkar membentuk lajur berjumlah limabelas setipis rambut Yang mana sisi sisinya dikelilingi batu amethyst. Grid parang itu agak menonjol dan berukuran lebih besar dari kebanyakan parang biasanya dihiasi batu topaz pada bagian depannya. Ia menarik parang itu dari sarungnya, seberkas cahaya dingin yang menyilaukan langsung berkelebat dari parang itu. Benar benar sebuah parang pusaka yang sangat sakti. Parang itu adalah warisan dari almarhum kakeknya. Ia sangat menyayangi parang itu sehingga ia selalu menyimpannya dengan sebaik baiknya. Parang itu bernama pembelah langit. Kakeknya bercerita kalau parang itu bisa menebang lima pohon dalam sekali tebas. Meskipun parang itu berukuran besar namun ketika dipegang sangatlah ringan. Parang buatan dewa itu memang bukan parang biasa. Surya nala bermaksud menguji kehebatan parang itu besok di hutan meranting.
Ratu nirmala membuka lemari pakaiannya. Ia megeluarkan sebuah gaun kerajaan yang sangat indah. Gaun berbahan beledu berwarna ungu itu disulam dengan emas secara teliti menggambarkan bentuk bunga cempaka. Bagian dadanya dihiasi dengan permata berwarna warni dan teratainya beruntai untai dengan mutu manikam. Ia membayangkan betapa cantiknya ia nanti ketika mengenakan gaun itu. Apalagi jika dipadu dengan kain cual ungu dengan motif kecubung emas. Ia memintal sendiri gaun itu dan menyulamnya siang dan malam. Sang ibunda yang mengajarinya menggunakan lungsi untuk mengolah serat sutera hingga menjadi kain yang indah. Bahan beledunya dibuat sendiri oleh sang permaisuri dengan bantuan para peri hingga menjadi beledu yang sangat halus dan memikat. Gaun itu akan ia pakai ketika ia bertemu dengan pemuda yang ia impikan. Ratu nirmala menggenggam gaun itu dan menempelkannya didada. Ia memejamkan matanya sambil tersenyum. Dayang ipu yang memperhatikan ratu nirmala dari balik tirai hanya tersenyum senyum. Ia menyadari kalau ratu nirmala sedang kasmaran. Malam semakin larut dan hujan mulai reda.
Panglima dewangga terbelalak saat menyadari makhluk menyeramkan tadi berubah menjadi patih kelana putera.
“kamu membuntutiku?”
Tanya panglima dewangga dengan kesal sambil menyarungkan pedangnya. Patih kelana putera bangkit dan berdiri didepan panglima dewangga.
“kamu mau kemana? Kenapa tidak memberitahuku kalau mau pergi, padahal kamu sudah berjanji akan menemuiku nanti malam… aku rindu sekali padamu!”
Ujar patih kelana putera agak cemberut karena kesal.
“maafkan aku sayang, aku bukannya tidak mau memberitahumu tapi memang tugas ini sangat mendadak, ratu meyuruhku kehutan meranting langir”
Panglima dewangga sengaja tak memberitahu patih kelana kalau tujuannya kehutan meranting langir untuk menyelidiki seorang pemuda karena ia tahu kalau patih kelana sangat cemburuan. Ia pasti akan curiga kalau tahu panglima dewangga dekat dengan lelaki lain apalagi kalau lelaki itu tampan. Reputasi panglima dewangga diantara para punggawa dan pengawal istana lumayan tersohor sebagai pejantan yang tak kenal lelah. Ia sangat perkasa dan nyaris semua yang pernah tidur dengannya akan berharap bisa mengulangi lagi saat itu. Namun sejak panglima dewangga dekat dengan patih kelana tak ada seorangpun lagi yang berani bicara kalau mereka pernah bercinta dengan panglima dewangga kalau mau selamat. Patih kelana tak segan segan membunuh siapa saja yang berani merebut panglima dewangga darinya. Kalau masih cinta dengan dunia jangan sekali kali membuat patih kelana murka.
“hutan itu terkenal sangat angker apakah kamu yakin bisa kesana sendirian tanpa ada yang menemani?”
Patih kelana terdengar agak kuatir.
“kamu meragukan aku sayang? Bukannya tadi kamu sudah mencoba mengujiku, nyatanya kamu yang kalah! Untung saja kamu segera berubah kalau tidaj mungkin kamu sudah menjadi korban pedang saktiku ini!”
Ujar panglima dewangga dengan nada meremehkan.
“kamu tak tahu apa yang bakalan kamu hadapi disana, lagipula untuk apa sih ratu menyuruhmu kesana, memangnya apa yang mau kamu cari disana?”
Patih kelana masih kurang puas.
“aku mencari ramuan awet muda, ratu ingin aku sendiri yang mencarinya karena ia mau memastikan kalau tanaman itu aku sendiri yang membawanya, lagipula ratu tak mau banyak orang yang tahu tentang tanaman itu!”
Panglima dewangga mengarang alasan yang cukup masuk akal. Patih kelana terdiam. Tiba tiba ia merengkuh pinggang panglima dewangga lalu dengan tak terduga ia mendaratkan ciuman ke bibir panglima dewangga. Meski agak kaget namun panglima dewangga membalas ciuman patih kelana dengan bersemangat. Ia melumat bibir kekasihnya dengan penuh nafsu hingga nafasnya ngos ngosan. Panglima dewangga menyusupkan tangannya ke balik baju patih kelana lalu mencari puting patih kelana lalu memainkannya dengan lembut. Patih kelana mendesah. Ia merasakan sesuatu bangun dibagian bawah tubuhnya. Lalu ia mendorong panglima dewangga hingga mereka berdua terbaring diatas tanah yang ditutupi rumput tebal.
Dengan sangat bernafsu patih kelana membuka pakaian panglima dewangga hingga dadanya yang bidang dihiasi otot yang menonjol itu terpampang menggiurkan didepan matanya. Tanpa membuang waktu lagi ia menjilati kedua puting panglima dewangga yang melenting mengeras karena menahan birahi.
Panglima dewangga mendesah karena rasa nikmat yang menjalar ke sekujur tubuhnya. Ia mengejang sambil tangannya meremas rambut patih kelana. Sementara itu patih kelana terus memainkan lidahnya di puting lelaki yang sangat ia cintai itu. Tangannya merayap dari dada turun ke perut lalu turun ke pertengahan pangkal paha panglima dewangga. Sebuah benda yang keras dan berukuran besar seakan ingin memberontak keluar dari kain yang menutupinya. Patih kelana menyelipkan tangannya ke celah pinggang celana panglima dewangga lalu mengenggam benda pusaka hangat yang ada di dalamnya. Bulu bulu yang tebal menggelitik punggung tangannya. Panglima dewangga mendesis bagai ular yang bertemu mangsa. Dengan tak sabar ia menurun kan celananya lalu mendorong kepala patih kelana dengan beringas hingga mulut patih kelana menempel pada benda pusakanya yang berbentuk gada mahadewa. Panglima dewangga kembali mendesis keras saat gada pusakanya diselimuti benda hangat dan licin memabukkan. Bayangan bulan dibalik awan, pepohonan dan binatang malam menjadi saksi pergumulan dahsyat yang terjadi dipinggir hutan arung lawang antara dua insan yang dilanda berahi.
Kokokan ayam jantan membangunkan surya Nala. Ia beranjak dari tempat tidurnya. Parang pusakanya tergeletak diatas tempat tidur tepat disampingnya. Ia mengambil parang itu lalu menyimpannya dalam lemari. Surya nala keluar dari kamar dan mandi. Pembantunya menyiapkan jubah dan pakaiannya. Ia masuk kamar mandi diiringi dua pengawalnya. Ia berdiri sementara kedua pengawalnya membuka pakaiannya satu persatu hingga tak tersisa. Lalu surya nala masuk dalam bak berisi air hangat yang telah dicampur dengan rempah dan akar wangi. Kedua pengawalnya menggosok tubuh surya nala dengan batu halus secara telaten hingga bersih. Setelah selesai mandi pengawal yang lain mengeringkan tubuh surya nala dengan kain halus lalu memakaikan bajunya dengan hati hati. Setelah selesai surya nala kembali kekamar. Didalam kamar seorang dayang membantu surya nala menyisir rambutnya yang ikal legam hingga rapi lalu memakaikan stanjak berwarna emas hingga menambah kesan gagah surya nala.
Para dayang menyiapkan sarapan yang sangat lezat. Surya nala sarapan bersama ayahnya bupati parana dewa dan ibundanya nyimas hanum sanggrani. Melihat puteranya datang nyimas hanum tersenyum. Betapa gagahnya putera yang sangat ia cintai itu. Nyimas hanum mengambil nasi lalu mengisi piring hingga penuh dan memberikan pada puteranya. Mereka makan sambil berbincang dan bercanda. Selesai makan nyimas hanum mengajak suami dan puteranya duduk di pendopo kaputeren tempat surya nala duduk semalam.
“sudah saatnya kamu memikirkan untuk berumah tangga puteraku, bunda akan mencarikan perempuan yang baik untuk kamu!”
Surya nala sangat kaget mendengar apa yang ibundanya baru saja katakan.
“tapi bunda, aku belumlah siap, kalaupun aku menikah aku mau itu adalah pilihanku sendiri, aku tak mau kalau dijodohkan!”
Jawab surya nala dengan tegas.
“bunda malu sama teman teman bunda nak, umur kamu sudah berapa sekarang kamu tahu sendiri tapi sampai sat ini bunda tak pernah melihat kamu bersama seorang gadis, kamu hanya sibuk berburu babi hutan dan rusa, lama lama kamu bisa jatuh cinta dengan salah satu diantara mereka!”
Surya nala nyaris tersedak karena tertawa.
“bunda ada ada saja, kalaupun aku belum pernah dekat dengan seorang gadis itu dikarenakan memang untuk sekarang ini aku masih mau menikmati masa masa sekarang ini tanpa ada ikatan, tapi bunda jangan kuatir kalau sudah tiba waktunya aku akan menikah dengan gadis yang aku cintai!”
Sebenarnya banyak sekali gadis yang berusaha dekat dengan surya nala namun entah kenapa tak ada satupun yang membuatnya tertarik, padahla para gadis itu rata rata sangat cantik dan puteri bangsawan seperti halnya dia sendiri. Surya nala pun tak mengerti kenapa ia sama sekali tak tetarik dengan para gadis itu. Ia justeru sering merasa risih kalau ada gadis yang berusaha mendekatinya.
“ibundamu benar puteraku, sekarang lah saatnya bagimu untuk mencari pendamping, ayah sudah tua dan ingin sekali rasanya menimang cucu, tentiu saja itu cucu dari putera kebanggaanku, rasanya tak sabar lagi menunggu hal itu terjadi”
Bupati parana dewa menimpali. Surya nala tak menjawab. Pembicaraan ini sebenarnya membuat ia merasa sangat risih. Rasanya ia menyesal karena begitu cepat menjadi dewasa, ia belum puas menikmati masa masa yang menyenangkan ini. Ia masih ingin bebas. Bisa kemana mana sesukanya tanpa ada yang melarang dan tak ada yang cerewet mengatur atur hidupnya.
“iya bunda juga sudah tak sabar menimang cucu, pokoknya kalau tiga bulan lagi kamu belum juga mendapatkan calon isteri maka bunda sendiri yang akan mencarikan buat kamu da kamu tak akan bisa menolaknya!”
Kata nyimas hanum dengan tegas.
Panglima dewangga terbangun, patih kelana masih tertidur dengan nyenyak didadanya padahal sinar matahari yang hangat menimpa wajahnya. Panglima dewangga bangkit hingga patih kelana yang nyaman tidur sampai terbangun dengan terkejut.
“astaga sudah siang, aku harus cepat cepat pergi, aku tak mau kalau sampai ratu marah karena ia mau aku melaksanakan tugas ini dengan cepat!”
Ujar panglima dewangga panik sambil mengenakan pakaiannya dengan terburu buru. Patih kelana dengan malas malasan duduk mengamati kekasihnya memakai baju. Pertarungan semalam membuat ia merasa sangat letih. Lima kali panglima dewangga menghajarnya hingga ia nyaris kehabisan tenaga. Namun ia sangat menyukainya. Panglima dewangga memang sangat perkasa. Itu membuat patih kelana semakin hari semakin menyayanginya dan tak ingin lepas dari panglima dewangga.
“aku mau menemanimu!”
Patih kelana membandel.
“aku sudah katakan ini adalah tugas rahasia dan tak seorangpun boleh tahu!”
Panglima dewangga bersikeras agak kesal.
“aku tak bisa lama lama berpisah denganmu!”
“aku tak akan lama, mungkin minggu depan aku sudah pulang!”
“apaaa? Minggu depan, aku bisa mati menunggu selama itu”
Patih kelana merajuk manja.
“terserah, kalau kamu mati aku cari baru”
Panglima dewangga mengatakannya dengan cuek.
“aku akan bangkit dari kuburan lalu aku cari pacar barumu dan kucekik sampai mampus!”
Patih kelana cemberut.
“kamu jangan mengikuti aku lagi… pokoknya kamu tunggu aku kembali dengan tenang dirumah, kalaiu kamu melanggarnya aku janji tak akan kasih jatah tiga bulan!”
“jahatnya…!”
“biarin!”
“huh!”
“sudahlah aku mau berangkat dulu, kamu kembalilah sekarang. Pokoknya awas kalau kamu membuntutiku lagi aku tak main main dengan ancamanku!”
“iya, iya!!”
Patih kelana sebal.
Panglima dewangga meneruskan perjalanannya dengan diiringi tatapan sedih patih kelana yang kecewa karena tak diajak.
PESTA
Cerita sebelumnya.
Saat panglima dewangga melakukan perjalanan ke hutan meranting langir tanpa terduga kekasihnya patih kelana mengikutinya, dan bersikeras ingin mengiringi panglima dewangga melakukan perjalanan bersama sama tetapi panglima dewangga menolaknya. Sedangkan surya nala kebingungan menghadapi kinginan orangtuanya untuk segera menikah.
Pagi telah tiba dan matahari memancarkan cahayanya yang lembut, kicauan burung bersahut sahutan merdu menyambut hari yang cerah. Ayam ayam mengais dan mematuk tanah. Suasana dirumah bupati parana dewa seperti biasa dihiasi kesibukan para abdi dan pelayan. Beberapa pelayan mengeluarkan kuda dari istal dan memandikannya. Sementara yang perempuan menampi beras, memetik sayuran dan mencuci perkakas tembaga serta gerabah.
Bupati parana dewa bersama nyimas hanum duduk di teras sambil ngopi. Sementara itu surya nala sedang bersiap siap untuk berburu kehutan meranting langir lagi. Ia menyiapkan parangnya dan busur panah.
“kanda parana, anak kita surya entah sampai kapan ia akan terus seperti itu, padahal dinda sudah sangat ingin sekali merasakan menimang cucu dan punya menantu. Andaikan dia bisa mengerti dengan keinginan dinda ini alangkah bahagia rasanya”
Ujar nyimas hanum sambil menghela nafas. Bupati parana mengangguk menyetujui.
“mungkin kita harus mengenalkan dia dengan beberapa orang gadis”
“dinda mau menantu kita nanti gadis yang rajin dari keluarga bangsawan, kita jangan sembarangan dalam memilih, silsilah keluarganya harus kita tahu. Dan terutama juga ia harus cantik, apa nantinya kata orang kalau anak kita yang tampan mendapatkan isteri yang biasa biasa saja!”
Nyimas hanum memang agak cerewet dalam masalah keturunan dan martabat keluarga. Baginya gengsi adalah diatas segalanya.
Kalau begitu kanda ada akal, bagaimana kalau kita mengadakan perjamuan. Dan kita undang semua keluarga bangsawan serta kerajaan yang mempunyai puteri untuk datang. Nah kalau semuanya sudah hadir nantinya surya bisa melihat betapa cantiknya gadis gadis yang ada di negeri ini… kanda yakin nantinya akan ada yang membuat anak kita jatuh hati!”
“entahlah kanda aku juga kurang yakin hal itu, tapi tak ada salahnya kita coba… sekarang kita harus menyusun rencana kapan pesta itu akan diselenggarakan. Kita akan membuat undangannya dan menulis pada para gadis untuk berdandan secantik cantiknya”
Nyimas hanum menimpali.
“kita lihat saja nanti, minggu depan kita akan adakan pesta besar dan kita undang seluruh bangsawan serta raja raja beserta para puteri mereka..”
Bupati parana tersenyum simpul. Sebagai seorang lelaki ia tahu sekali kelemahan seorang lelaki yaitu melihat perempuan cantik. Baginya kalau anaknya tak bisa tertarik dengan salah satu dari para gadis yang datang dipesta nanti itu adalah sesuatu yang tak masuk akal.
“oh ya kandaku, aku dengar dari isteri punggawa basir kalau dinegeri seberang ada seorang ratu yang memerintah negeri itu, katanya ratu itu masih sangat muda dan cantik jelita, kita harus memasukkan ratu itu dalam daftar undangan kita kanda!”
Bupati parana mengusap usap jenggotnya yang hitam dan rapi sambil mengangguk angguk.
“aku juga pernah mendengarnya dinda… tapi aku belum melihatnya sendiri.. aku setuju sekali dengan usulmu, siapa yang bisa menduga kalau dewata sudah berkehendak sang ratu jatuh cinta pada putera kita dan demikian juuga sebaliknya. Itu akan jadi kebanggan kita mempunyai menantu seorang ratu..”
“aku bisa bayangkan bagaimana reaksi isteri adipati satya bila melihat ratu datang ke pesta kita pastilah sanggulnya akan copot saking irinya.. he..he.., kanda ingat kan waktu dua pekan lalu saat kita ke pesta centeng cakri ia menatap dinda dengan sirik karena gaun yang dinda pakai begitu indah…sedangkan ia tubuhnya yang gembrot seperti bebek serati itu sudah seperti hiasan gantung berkelap kelip dengan bajunya yang norak, ia juga iri karena dinda masih awet muda sedangkan dia rambutnya saja dipenuhi kembang jambu!”
Bupati parana diam saja sambil mangut mangut tak mengatakan apa apa karena kalau ia menimpali bisa bisa akan berubah jadi gosip yang tak selesai selesai. Ia tahu kalau dari dulu isterinya dan isteri sahabatnya itu sudah bersaing.
“kita akana segera mengatur pestanya dan mencatat siapa saja yang akan diundang, kanda akan pastikan ini kaan jadi pesta yang sangat meriah, ini juga akan jadi kejutan untuk surya nala!”
Ujar bupati parana. Isterinya tersenyum sumringah.
Ratu nirmala duduk di singgasanananya, namun wajahnya terlihat agak keruh. Para menteri dan patih yang sedang melaporkan masalah kerajaan tak menyadari kalau ratu nirmala sedikitpun tak ada konsentrasi mendengarkan laporan mereka.
Pikiran ratu nirmala sedang berada jauh di hutan meranting langir, rasanya ia ingin terbang ke meranting dan bertemu lagi dengan pemuda yang sudah membuat tidurnya tak nyenyak itu. Hatinya terasa gundah gulana. Kasmaran membuat ia merasa tak tenang karena perasaan ini baru sekali ini ia rasakan.
Ia sudah tak sabar lagi ingin mengakhiri pertemuan dengan para pejabat istana. Ia ingin berjalan jalan ke taman istana dan menunggu kabar dari panglima dewangga. Untung saja perdana menteri menyadari kalau ratu nirmala sedang tak konsen jadi ia mempersilahkan ratu nirmala meninggalkan balairung untuk beristirahat. Ratu nirmala meninggalkan perdana menteri untuk menyelesaikan rapat lalu ia pergi ke kamarnya. Ratu nirmala mengambil sebuah piala tembaga dan membuka tutupnya. Didalamnya ada air yang sangat bening sehingga sekilas seperti tak ada apa apa didalam piala itu. Mulutnya komat kamit merapal mantera dan tak lama kemudian air dalam piala itu mulai bergetar dan beriak. Lalu keluar selarik asap tipis keunguan membumbung hingga setinggi kepalanya. Dari dalam asap secara perlahan terbentuk bayangan yang samar semakin lama semakin jelas membentuk kepala seorang perempuan yang sangat cantik jelita bahkan lebih cantik dari ratu nirmala. Itu adalah permaisuri. ibunda ratu nirmala.
“ada apa gerangan ananda memanggil bunda, apakah ada sesuatu yang membuatmu resah?”
Terdengar suara yang lembut namun bergema seolah mengisi seluruh kamar.
“bunda… bagaimana kabar bunda sekarang, apakah hutan meranting dalam keadaan tenang?”
Tanya ratu nirmala hati hati, ia tak mau sampai ibunya tahu kalau ia menanyakan hutan karena pria yang ia impikan kemungkinan sedang berada disana.
“hutan meranting dalam keadaan tenang anakku tapi kenapa kamu menanyakannya bukannya kemarin kamu sudah datang menemui bunda… apakah itu karena seorang pemuda yang sering berburu dihutan ini?”
Tanya ratu peri langsung ke intinya. Hal itu membuat ratu nirmala jadi tersipu malu, ia sadar tak ada yang bisa ia sembunyikan dari bundanya.
“bunda.. aku… sebenarnya aku mau mengatakan pada bunda tapi aku merasa malu, aku hanya ingin mengetahui tentang pemuda itu tapi aku tak tahu harus bagaimana karena terus terang aku baru mengalami hal ini sekali ini.. mohon bunda berikan aku petunjuk apa yang harus aku lakukan.”
“puteriku, bunda tak tahu harus mengatakan apa tapi hal ini akan jadi sulit bagimu jika kamu mau dengan pemuda itu nak, bunda tak bisa melakukan banyak hal tapi bunda katakan padamu asalkan kamu mau bersabar kamu aakan mendapatkan apapun yang kamu mau”
Ratu peri tersenyum kepada anaknya dengan kasih.
“kenapa alasannya bunda sampai aku akan sulit mendapatkan pemuda itu apakah pemuda itu sudah ada tunangan?”
“bukan itu masalahnya nak, tapi pemuda itu memang sangat sulit untuk mencintai seorang wanita… ia lebih senang berburu di hutan dan ia juga belum mau ada keterikatan dengan siapapun!”
Ratu peri menatap puterinya dengan tatapan teduh seorang ibu yang sangat menyayangi puteri yang ia cintai. Namun dari sinar matanya juga terlihat ada tatapan iba.
“aku hanya ingin meminta bunda katakan kepada seluruh penghuni hutan agar jangan ada yang berani mengganggu pemuda itu, binatang buas dan para jin itu jangan ada satupun yang berani menyentuh pemuda itu bunda, kalau tidak aku tak akan pernah memaafkan mereka sampai kapanpun!”
“kamu jangan kuatir ananda, tak akan ada satupun yang berani, bunda pastikan itu! Sekarang kamu harus bersiap siap mengahadapi sesuatu yang nantinya tak terduga dan mungkin akan merubah pandangan hidupmu, hanya satu nasehat bunda.. apapun yang terhjadi andalkan hatimu jangan hanya nafsu semata, bunda sangat menyayangimu dan tak ingin ada hal buruk sekecil apapun yang menimpamu. Namun ada satu hal yang manusia tak bisa duga adalah kedalaman hati. Hanya keikhlasan dan niat baik lah yang akan menang melawan apapun yang ada di dunia ini!”
Ratu peri menasehati puterinya.
“aku tak mengert maksud bunda tapi aku akan mengingat nasehat bunda..”
Ratu nirmala mengangguk pada ibundanya. Ratu peri mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi ratu nirmala meskipun tak sepenuhnya menyentuh karena tangan ratu peri hanya sebuah bayangan transparan yang selembut angin.
“dalam beberapa minggu ini bunda akan pergi anakku, ritual tahunan antara para peri dari penjuru negeri dan kebetulan kali ini pertemuannya diadakan di puncak himalaya, jadi kita tak bisa berkomunikasi untuk sementara waktu, kamu jaga diri baik baik anakku, bunda sangat menghawatirkan kamu!”
Ratu nirmala termenung mendengarnya namun ia segera tersenyum walaupun kaget.
“jangan kuatir bunda, aku bisa jaga diri, Cuma jangan terlalu lama perginya karena aku selalu butuh nasehat bunda, dan jangan lupa unuk berhati hati diperjalanan”
Ratu peri mengangguk dan tersenyum. Tak berapa lama asap keunguan yang menyelimutinya sirna dan bayangan sang ratu peri menghilang. Ratu nirmala menutup kembali piala itu dan meletakkannya dalam lemari lalu menguncinya.
Panglima dewangga memacu kudanya kencang kencang hingga bayangannya bagaikan panah menembus hutan. Sebentar lagi ia akan memasuki kawasan hutan meranting langir, kalau tak ada hambatan mungkin tengah hari ia sudah sampai, panglima dewangga sangat bersukur karena tak ada yang merintanginya sepanjang perjalanan yang membuat lelah itu kecuali kekasihnya yang sempat membuntutinya diawal perjalanan.
Ia sangat penasaran siapa yang membuat sang ratu jadi sedemikian penasaran. Panglima dewangga yakin yang akan ia selidiki bukanlah pria kebanyakan. Kalau hanya pria biasa biasa manalah mungkin sampai ratu nirmala jatuh hati. Cuma panglima mengingatkan pada dirinya sendiri apapun yang terjadi ia tak boleh samapai menaruh minat pada pria yang disukai ratu bagaimanappun besarnya godaan nanti yang akan ditimbulkan pria itu terhadap dirinya. Panglima dewangga sadar yang ia hadapi adalah seorang ratu sakti yang bisa melakukan apa saja. Ia telah lama mengenal ratu nirmala, selama ini sang ratu memang pendiam dan tak banyak bicara namun apapun titahnya tak ada seorangpun yang berani untuk membantahnya. Ia tahu kalau ratu nirmala adalah keturunan peri jadi bisa dipastikan kesaktian yang dimiliki ratu nirmala tak sembarangan. Ia menguasai makhluk halus dan ilmu kanuragan setingkat dewi dewi langit. Panglima dewangga pernah melihat sang ratu hanya dengan menjentikan tangannya mampu memecahkan sebuah batu karang kokoh ditepi lautan saat batu karang itu menghalangi pandangannya untuk melihat seekor lumba lumba yang berenang terlalu tepi.
Hari sudah semakin siang dan matahari bersinar sangat terik seolah ingin menghanguskan apa saja benda yang ia sinari. Panglima dewangga merasa haus. Namun ia tak melihat ada sungai disekitar jalan yang ia lalui. Panglima dewangga menghentikan kudanya lalu turun. Ia mengitari pandangan ke sekeliling dan menemukan sebatang pohon kelapa yang jaraknya sekitar seratus meter dari tempat ia berdiri. Panglima dewangga mengambil ancang ancang lalu dengan tak terduga tubuhnya melesat seperti kilat menuju ke pohon kelapa, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya kembali lagi di posisi dia berdiri tadi namun ditangannya telah memegang sebutir kelapa muda yang lumayan besar. Panglima dewangga tersenyum senang dan melubangi kelapa itu dengan jari telunjuknya seolah hanya melubangi adonan donat. Ia meminum air kelapa yang segar itu hingga hausnya hilang seketika. Setelah habis panglima dewangga melemparkan kelapa itu jauh jauh.
Panglima dewangga mencari pohon yang rindang dan duduk dibawahnya. Ia berkipas dengan stanjak yang ia lepaskan dari kepalanya. Angin semilir membuatnya mengantuk. Panglima dewangga berbaring diatas rumput dibawah pohon. Ia menunjuk ke arah pohon yang meneduhinya, dari tangan panglima dewangga keluar selarik sinar kuning dan pohon yang terkena sinar itu langsung merunduk, dahannya menjulur ke bawah dan menutupi panglima dewangga seolah sebuah dinding dari dedaunan hingga kalau orang yang lewat dijalan itu tak akan terlihat ada yang sedang tidur dibawahnya.
Setelah didalam hutan surya nala menambatkan kudanya dipohon. Ia berjalan mengendap endap sambil menyiapkan busurnya. Suasana begitu sunyi, padahal belum masuk tengah hari. Suasana yang gelap tak menyurutkan langkah surya nala. Matanya yang tajam telah terbiasa melihat dalam kegelapan karena terlatih.
Ia berjalan dengan perlahan masuk makin dalam ke hutan. Kicauan burung serta lengkingan kera yang bergantungan dari pohon ke pohon yang menemaninya. Suara serangga hutan berderik diantara akar akar pepohonan. Beberapa kali ia melihat ular merayap dari sela sela dahan karena terkejut melihatnya. Dalam hutan meranting konon katanya ada ular yang usianya sudah ribuan tahun dan berukurran raksasa. Ada yang bilang besar ular itu melebihi besarnya pohon kelapa. Ular itu juga sangat panjang dan buas. Setiap tahun ada saja orang yang hilang karena dimakan ular itu. Makanya para orang tua sangat melarang para anaknya dekat dekat hutan meranting karena mereka tak mau sesuatu terjadi pada anaknya.
Samar samar telinga surya nala yang peka mendengar suara ranting kering terinjak, ia berhenti dan bersembunyi di balik batu untuk mengintai. Nalurinya mengatakan itu adalah seekor kijang. Benar saja ternyata memang seekor kijang yang sedang berjalan. Ia mengikuti kijang itu dengan perlahan agar tak menimbulkan suara yang membuat kijang itu kabur. Setelah kijang itu berhenti ditepi sungai untuk minum. Surya nala menyiapkan busurnya dan menarik anak panah lalu mengarahkan tepat ke leher kijang itu. Belum sempat surya nala menarik busur tiba tiba seekor babi hutan datang dari arah sampingnya dan menabrak surya nala. Ia yang tak siap langsung terguling dan anak panahnya terlepas keatas menancap di pohon. Kijang yang sedang minum terkejut dan berlari masuk ke dalam hutan. Surya nala mengumpat dengan kesal. Ia mengeluarkan parangnya hingga suasana yang gelap mendadak berubah jadi agak terang disekelilingnya akibat dari cahaya yang memancar dari parangnya yang sakti.
Babi hutan yang tadi menyeruduknya mengambil ancang ancang untuk menyerang lagi namun kali ini surya nala telah bersiap menerima serangan itu. Tanpa dikomando babi itu berlari kencang kearah surya nala. Namun belum sampai kepalanya menyentuh surya nala kibasan parang ditangan surya nala yang terlatih telah terlebih dahulu membelah kepalanya hingga terbagi dua. Darah membersit kemana mana dan tubuh babi yang terbelah dua itu terpelanting ke dua penjuru lalu jatuh berdebum diantara dahan dan ranting kering ditanah. surya nala berdecak mengagumi kehebatan parang itu. Ternyata memang tak main main dengan sekali kibasan ringan saja tubuh babi yang bertulang keras itu terbelah dengan sangat mudah. Surya nala mengusap parangnya yang berlumuran darah babi dengan sehelai daun talas hingga bersih. Lalu ia meninggalkan tempat itu untuk mencari lagi kijang atau pelanduk di dalam hutan.
Tanpa ia sadari ia telah terlalu jauh masuk ke dalam hutan meranting di bagian yang paling gelap dan menyeramkan yang jarang sekali ada orang yang masuk ke dalamnya. Karena didera oleh rasa penasaran untuk mendapatkan kijang, surya nala tak menghiraukan lagi akan keadaan disekelilingnya. Hampir satu jam ia mencari namun tak juga ia menemukan kijang. Surya nala tak menyerah. Ia merasa yakin kalau ia akan mendapatkan hewan yang ia inginkan dan ia yakin pasti akan membawa pulang paling sedikit dua ekor binatang buruan. Ia tak akan mau pulang kalau belum mendapatkan apapun. Sebenarnya ia banyak melihat babi hutan dihutan ini namun karena hari ini tujuannya ingin berburu kijang maka ia tak menghiraukan babi itu.
Surya nala kehausan, ia mencari sumber mata air yang bisa diminum airnya, tak sulit untuk mencari air bersih didalam hutan yang lebat seperti meranting langir. Tak sampai lima menit ia sudah menemukan sebuah mata air yang cukup deras dan berair jernih mengalir tak henti hentinya. Ia meraup air dengan kedua tangannya lalu meminumnya. Dari bayangan mata air ia melihat sesuatu yang berkelebat di belakangnya. Surya nala pura pura tak tahu namun ia langsung waspada. Ia tak bisa memastikan itu binatang atau makhluk yang lain. Dengan gerakan yang tenang surya nala berbalik dengan tangan siaga untuk untuk mencabut pedang bila sewaktu waktu ada serangan mendadak.
Surya nala mengawasi keadaan sekitar dengan hati hati. Namun sepertinya sesuatu yang tadi ia lihat dari bayangan yang memantul dari mata air sedang bersembunyi. Ia bisa melihat itu adalah benda yang sangat besar dan berbahaya. Surya nala berjalan seakan tak terjadi apa apa namun baru beberapa langkah ia berjalan tiba tiba dari balik batu besar ada bayangan berkelebat kearahnya. Surya nala yang sudah menduga langsung berbalik dan meloncat tinggi menghindari serangan makhluk itu yang ternyata adalah seekor ular raksasa yang menyeramkan. Ular itu meliuk menyerang surya nala dengan kecepatan yang tak terduga, mulutnya terbuka lebar dan lidahnya terjulur mengeluarkan desisan yang mendirikan bulu roma. Surya nala hampir tak bisa berhenti bergerak untuk menghindar karena gerakan ular yang begitu lincah. Ekornya menghantam batu hingga menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Batu itu hancur berkeping keping dan debunya melayang kemana mana hingga nyaris menutup pandangan surya nala.
Ternyata melawan ular itu cukup menguras keringat surya nala. Ia mengayunkan parangnya ke udara untuk membalas serangan ular itu, suara berdesing setiap kali parang diayunkan serta kilat memenuhi udara seakan akan sebuah kaca yang memantulkan cahaya matahari. Ular itu nampaknya menyadari kalau parang yang dipegang surya nala bukanlah parang biasa. Setiap kali parang itu menghampiri tubuhnya maka ia akan meliuk menjauh seakan sedang menari. Keringat membanjiri tubuh surya nala. Ia merasakan tubuhnya sangat letih, belum pernah ia menghadapi lawan yang tangguh seperti ular itu. Namun ia tetap berusaha menyerang kalau ia masih mau hidup. Ular itu benar benar ganas.
Seorang abdi datang ke istana merak kemukus untuk megantarkan surat undangan dari bupati parana dewa. Setelah menyerahkan surat itu pada pengawal penjaga pintu gerbang abdi itu langsung pulang.
Ratu nirmala yang sedang duduk ditaman untuk beristirahat menerima surat itu dari dayang inggit. Tanpa menunggu lagi ratu nirmala membuka dan membacanya. Surat itu terbuat dari kulit kayu dan ditulis dengan serbuk emas. Ratu nirmala membacanya sambil mangut mangut. Ia tak mengenali orang yang mengundangnya. Setelah membaca surat itu ia langsung melemparkannya ke rumpun bunga mawar. Lalu ratu nirmala masuk ke dalam istana.
Dayang inggit mengambil surat itu dari semak semak dan menggulungnya lagi. Ia menggelengkan kepala melihat ratu nirmala. Lalu dayang inggit masuk ke dalam menyusul ratu nirmala.
Surya nala menghentakkan kakinya ke tanah hingga menimbulkan alur retak yang bergerak dengan cepat menuju kearah ular raksasa berwarna merah tua itu dan retakan itu tepat membuka dibagian tubuh ular itu hingga tercemplung ke dalamnya. Karena tak menduga ular itu tak bisa menghindar. Tubuhnya masuk ketanah sekitar dua meter. Surya nala menginjak kembali tanah dengan hentakan keras lalu retakan itu menutup hingga tubuh sang ular terjepit. Dalam keadaan seperti itu surya nala tak membuang waktu lagi. Ia melompat tinggi sambil menghujamkan parang kearah kepala ular dan…
Craaasshh…
Kepala ular itu putus terpisah dari badannya. Setelah bergerak gerak selama beberapa saat tubuh dan kepala ular itu akhirnya diam membeku. Darah mengalir dari kedua bagian tubuh yang terpisah dengan derasnya.
Surya nala menendang kepala ular itu dengan puas. Biarlah hari ini ia tak dapat kijang maupun pelanduk. Ia telah membunuh ular ganas yang sangat berbahaya. Surya nala menyeka parangnya ke tanah hingga darah tak lagi mengotori parangya itu. Ia meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju ke sungai tempat ia biasa mandi. Ia membersihkan noda darah pada bajunya dan mencuci parangnya disungai. Ia puas sekali dengan parangnya itu. Andaikan parang biasa tak akan bisa menebas ular yang mempunyai kulit yang begitu alot dan tebal. Surya nala membuka pakaiannya dan mandi sepuas puasnya disungai.
Panglima dewangga masuk ke dalam hutan meranting langir dengan bersiaga. Begitu kakinya melangkah masuk ke dalam hutan, aroma yang menyeramkan langsung terasa. Namun sebagai seorang panglima yang telah terdidik serta terlatih baginya hal itu belum seberapa. Ia memiliki kesaktian yang bisa ia andalkan untuk mengantisipasi apabila ada serangan.
Ia berjalan mencari surya nala dengan tak yakin. Rasanya tak mungkin ada pemuda yang mau berburu dihutan yang sangat menyeramkan seperti meranting langir, bisa jadi ratu nirmala melihat sebangsa jin yang sedang menyamar. Namun itu juga ia tak yakin karena ia tahu ratu nirmala akan segera bisa mengenali jin yang menyamar.
Ketika ia masuk lebih jauh ke dalam ia mendengar suara yang gaduh. Panglima dewangga bergegas lari untuk melihat darimana asal suara yang gaduh itu. Ia tertegun saat melihat seorang pemuda tampan sedang menebas ular hingga menjadi dua bagian. Panglima dewangga nyaris tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia terdiam ditempatnya berdiri. Kakinya terasa kaku. Ia hanya mengawasi saja ketika pemuda itu menendang kepala ular hingga masuk ke dalam lubang. Karena penasaran bupati dewangga mengikuti surya nala diam diam sambil terus menjaga jarak dan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya agar langkah kakinya tak terdengar oleh surya nala.
Begitu melihat surya nala mandi tanpa mengenakan secarik pun kain untuk menutupi tubuhnya, bupati dewangga terbengong dan hanya bisa menelan ludah, sungguh ia baru sekali itu melihat ada seorang lelaki yang sangat tampan sekali. hingga nyaris tak ada kekurangannya. Tubuhnya sangat mulus dan kekar. Rambutnya yang bergelombang hingga pangkal leher begitu legam dan indah. Wajah yang bagaikan seorang mahadewa. Panglima dewangga merayap pelan pelan untuk lebih dekat melihat surya nala. tanpa ia sadari ia tersandung oleh perdu yang tumbuh menjalar hingga nyaris terjatuh. Namun suara yang ia timbulkan cukup gaduh hingga surya nala yang sedang mandi langsung terkesiap kaget dan berenang menepi. Surya nala keluar dari sungai lalu menghampiri panglima dewangga yang mencoba bersembunyi.
Ia terpaksa keluar ketika sebilah parang menempel di lehernya disertai tatapan tajam surya nala.
“siapa kamu, apa yang kamu lakukan disini?”
Bentak surya nala sambil terus menempelkan parang dileher panglima dewangga. Nampaknya ia lupa kalau ia sedang telanjang berdiri mengangkang didepan panglima dewangga. Dengan perlahan panglima dewangga berdiri agar parang itu tak menggores lehernya.
“maafkan saya, sebenarnya saya tak ada maksud jahat… saat saya masuk ke hutan ini saya mendengar ada suara berisik dan saya mencari tahu ternyata kau sedang bertarung melawan seekor ular raksasa..!”
Panglima dewangga menjelaskan apa adanya. Namun surya nala nampaknya tak langsung percaya begitu saja. Baginya bertemu dengan manusia dalam hutan ini adalah hal yang sangat tak mungkin. Surya nala menduga panglima dewangga adalah jelmaan setan atau penghuni hutan yang ingin mencelakainya.
“kamu jangan bohong, kalau kamu melihat saya bertarung lalu kenapa kamu masih saja membuntuti saya ketika saya mandi?”
“terus terang saja saya penasaran, oh ya perkenalkan saya panglima dewangga dari kerajaan merak kemukus!”
Panglima dewangga menjawab dengan santai seolah tak menghiraukan parang yang masih menempel dengan betah di lehernya.
“itu tempat yang sangat jauh! Dengan tujuan apa kamu masuk dalam hutan ini?”
Surya nala mulai merendahkan suaranya. Karena ia lihat tatapan mata panglima dewangga menandakan ia tak mempunyai maksud yang jahat.
“aku bisa jelaskan tapi tolong singkirkan dulu parang ini dari leherku. Rasanya tak enak bicara dengan parang yang terhunus di leher… jangan takut aku tak ada niat jahat sedikitpun!”
Surya nala ragu sesaat namun panglima dewangga tersenyum dengan ramah padanya. Mata panglima dewangga berhenti pada selangkangan surya nala. Nampaknya surya nala menyadarinya dan ia langsung menurunkan parangnya dan menutupi bagian terlarang dari tubuhnya itu.
“sebaiknya kamu pakai baju dulu lalu kita berbincang bincang.. oh ya aku belum tahu siapa namamu?”
Panglima dewangga mengulurkan tangannya. Surya nala menatap panglima dewangga lalu ia mengangkat tangannya membalas jabatan panglima dewangga.
“surya nala!”
Jawabnya singkat lalu buru buru melepaskan jabatan tangannya dan kembali menutupi daerah terlarangnya.
Nampaknya sungai itu airnya segar ya, aku juga gerah sehabis melakukan perjalanan jauh, jadi ingin mandi”
Ujar panglima dewangga dengan cuek. Lalu tanpa dikomando ia membuka pakaiannya hingga telanjang. Lalu ia berjalan kearah sungai dan terjun tanpa ragu. Surya nala hanya memandangi panglima dewangga dengan bengong.
“ayo lanjut lagi mandinya surya! Airnya memang sejuk dan segar… wah nampaknya aku harus sering sering datang kesini!”
Teriak panglima dewangga dari sungai. Surya nala tersenyum lalu menyusul panglima dewangga dan ikut terjun ke sungai. Surya nala tak mengerti kenapa ia merasa seperti akrab denga panglima dewangga. Wajahnya yang tegas namun memancarkan kesan yang ramah seakan sepanjang hidupnya hanya diisi dengan tersenyum dan bergembira. Akalnya menyuruh ia untuk waspada namun hatinya mengatakan kalau panglima dewangga adalah orang yang baik dan bisa dipercaya.
Sedangkan panglima dewangga nyaris tak bisa menyembunyikan gemuruh dalam hatinya yang langsung kasmaran melihat surya nala. Membayangkan ia mengecup bibir surya nala yang merah dan segar itu membuat darahnya terasa panas dan ada yang bergerak di tubuhnya hingga ia harus menutupinya takut surya nala melihatnya. Namun ternyata surya nala sempat melihat kebawah dan ia nyaris terbelalak melihat benda yang menjuntai di bawah perut panglima dewangga dengan ukuran yang luar biasa. Wajah surya nala menjadi panas. Ia sendiri heran kenapa jantungnya tiba tiba berdegup sangat kencang.
“kamu sering datang kemari ya?”
Tanya panglima dewangga hanya sekedar untuk menutupi rasa gugup dihatinya.
“sering juga hampir setiap hari untuk berburu, oh ya kenapa kamu bisa berada di hutan ini bukannya hutan ini sangat terkenal angker, jangan bilang kalau kamu juga mau berburu!”
Surya nala menjawab pertanyaan panglima dewangga dan bertanya lagi.
“aku mencari ramuan rahasia yang katanya hanya tumbuh di hutan ini, aku juga tak menyangka kalau akan bertemu kamu disini, tapi senang juga karna jadi ada teman”
Jawab panglima dewangga berbohong. Tentu saja ia tak mengatakan yang sebenarnya kalau kedatangannya di hutan adalah untuk menemui surya nala atas perintah ratu nirmala. Ia juga tak yakin lagi akan mengikhlaskan surya nala untuk sang ratu. Seumur hidupnya belum pernah ia merasakan satu perasaan yang sangat kuat terhadap seorang lelaki. Perasaan ingin memiliki dan menjadikan lelaki itu sebagai miliknya.
“kalau itu aku juga kurang tahu tapi aku cukup mengenali keadaan di hutan ini, aku bisa menemanimu untuk mencarinya!”
Surya nala tak habis mengerti bagaimana ia sampai bisa menawarkan diri untuk membantu orang yang baru beberapa saat ia kenal. Namun ada satu perasaan dalam hatinya yang membuat ia merasa ingin selalu dekat dengan panglima dewangga yang ia sendiri tak mengerti perasaan apa itu.
Panglima dewangga nyaris meloncat dan bersorak mendengar jawaban dari surya nala. Lelaki yang baru ia kenal itu ternyata sangat baik hati dan simpatik. Itu membuat perasaan kagum panglima dewangga semakin bertambah terhadap surya nala.
Mereka mandi bersama sambil berbincang mengakrabkan diri hingga tak terasa hari sudah mulai gelap. Surya nala mengajak panglima dewangga untuk menginap dirumahnya. Sebenarnya panglima dewangga beralasan mau mencari penginapan saja namun surya nala melarangnya. Panglima dewangga pura pura keberatan karena tak mau merepotkan surya nala namun dalam hatinya kembali bersorak senang saat surya nala memaksanya untuk menginap dirumahnya.
Sudah satu minggu lebih sejak kepergian panglima dewangga. Itu membuat ratu nirmala menjadi sangat gundah. Ia sudah tak sabar lagi untuk mendengar kabar dari panglima yang paling ia percayai itu. Seharusnya panglima dewangga sudah kembali sejak kemarin. Namun ini tak ada sedikitpun kabar darinya. Ratu nirmala kuatir terjadi apa apa pada sang panglima di perjalanan. Tapi apakah mungkin seorang panglima yang gagah berani dan sakti itu bisa terbunuh di hutan meranting langir sedangkan pemuda yang ia lihat tempo hari di hutan itu saja tak mengalami apa apa.
Ratu nirmala mondar mandir di kamarnya. Dayang ipu dan dayang inggit yang ikut ikutan kuatir tanpa tahu apa sebabnya ikut ikutan mondar mandir di belakan g sang ratu.
“apakah aku harus menyusul sendiri ke hutan sana untuk memastikan sendiri apa yang terjadi!”
Ujar ratu nirmala tiba tiba sambil berhenti hingga dayang inggit dan dayang ipu yang asik mondar mandir di belakangnya menabrak sang ratu karena tak menyangka ratu nirmala berhenti mendadak.
“apa apaan kalian ini!”
Teriak ratu nirmala dengan kesal.
“maaf.. maafkan hamba yang mulia ratu..!”
Ujar dayang ipu terbata bata sedangkan dayang inggit berlari menjauh dari ratu dan sok sibuk memeriksa jendela jendela dengan membuat gerakan teatrikal yang makin membuat ratu nirmala senewen.
“arrrghhh sudah lah! Kalian berdua jangan membuat aku makin pusing! Sekaraang cepat persiapkan air untukku mandi dan pakaian ku juga..!”
Perintah ratu nirmala agak sengit, biasanya ratu nirmala tak pernah bersikap seperti itu. Namun perasaan kuatir dan panasaran menunggu panglima dewangga membawa kabar tantang pemuda yang ia sukai membuat ia cepat naik darah.
“maaf paduka ratu, bukannya hari ini ratu ada undangan yang harus dihadiri dari bupati di batur marao, hamba dengar putera sang bupati itu sangat tampan dan sering berburu di hutan meranting langir!”
Dayang inggit mengingatkan sang ratu. Entah disengaja atau tidak dayang inggit mengatakan tentang anak bupati parana seakan ia tahu apa yang menyebabkan ratu nirmala gundah.
“apa katamu? Puteranya suka berburu dihutan meranting???”
“iya yang mulia.. hamba mendengarnya dari dayang puri yang pernah bekerja dikediaman bupati parana. Saat hamba menunjukkan surat undangan dari bupati parana itu hampir tak henti hentinya ia menceritakan ketampanan sang putera bupati juga keperkasaannya… hampir tiap hari hanya itu yang ia bahas paduka ratu!”
Mendengar penjelasan sang dayang, ratu nirmala merasakan jantungnya berdebar dan darahnya berdesir namun ia tak mau menunjukan itu di depan dayang inggit dan dayang ipu. Ratu nirmala menghela nafas dan bersikap sok acuh.
“persiapkan tujuh rupa bunga dan rempah di bak mandiku, jangan lupa airnya jangan terlalu panas seperti kemarin sore, apa kalian pikir aku ini udang yang mau direbus!”
Suara ratu nirmala tinggi untuk menutupi perasaan gugupnya. Ia mau pergi ke pesta bupati parana dan tak mau terlambat.
“baik yang mulia!”
Dayang ipu memberi hormat dan bergegas melaksanakan titah sang ratu.
“kamu dayang inggit, persiapkan gaunku yang paling mewah… aku akan ke pesta mengenakan gaun itu..! awas hati hati jangan sampai ada satu saja manik manik yang lepas!”
Dayang inggit tersenyum penuh arti dan mengangguk lalu bersiap berbalik untuk mengerjakan perintah sang ratu.
“kenapa kamu senyum senyum!!!”
Bentak ratu nirmala kesal. Dayang inggit langsung tersentak karena kaget. Karena latah tanpa sengaja dayang inggit langsung terbirit birit meninggalkan sang ratu.
“ingiiii….t!!!! itu kamar mandi, kamar gaunku ada di sebelah sana!!”
Teriak ratu nirmala kesal.
Dayang inggit keluar lagi dari kamar mandi ratu dan tergopoh gopoh lalu sambil menunduk ia berlari menuju ke kamar penyimpanan gaun dan perhiasan ratu nirmala sambil mulutnya menceracau tak jelas. Ratu nirmala menggeleng gelengkan kepala melihat tingkah dayang nya itu.
Panglima dewangga membantu para abdi dan pelayan dikediaman surya nala menyusun meja dan kursi tamu serta dekorasi ruangan. Pendopo yang biasanya lengang sekarang nampak sangat meriah denga hiasan hiasan serta ornamen yang dipasang.
Dikamarnya surya nala sedang didandani oleh pengawal pribadinya. Ia mengenakan pakaian yang sangat indah. Baju bersulamkan emas serta kain cual halus berwarna hijau daun serasi dengan stanjak diatas kepalanya. Rambutnya yang bergelombang diikat rapi kebelakang. Pakaian itu membuat surya nala makin tampan. Para pelayan hampir tak bisa menahan perasaan kagumnya melihat sang majikan yang begitu memesona.
Tak lama lagi para tamu akan berdatangan. Nyimas hanum sudah dari pagi merias diri dikamarnya dengan di bantu para ahli rias kenamaan di batur marao. Ia ingin menunjukkan pada para tamu kalau ia masih menawan diusianya yang masuk setengah abad. Memang tak dapat dipungkiri nyimas hanum masih cantik bahkan kalau orang belum mengenalnya pastilah akan menduga kalau usianya baru tigapuluhan. Rambutnya yang masih hitam digelung keatas dengan tatanan yang rumit, untaian kelabang terbuat dari emas bertahtakan berlian melingkari gelungan rambutnya. Sepasang giwang zamrud oval menghiasi telinganya. Kalung yang senada dengan giwang melingkari lehernya yang jenjang dan mulus begitu serasi. Baju sutera hijau dengan ikat pinggang emas membuat tubuhnya yang sintal jadi menonjol. Kain cual sulam emas melapisi bagian bawah tubuhnya dengan aksen lipatan dan kerut pada bagian depannya membuat ia terlihat begitu anggun bagaikan seorang maharani.
Nyimas hanum berjalan di kooridor kaputerennya untuk melihat persiapan sang putera. Saat melihat surya nala ia mengangguk puas. Namun ia terbelalak saat melihat suaminya masih asik duduk sambil merokok dan ngobrol dengan adiknya di depan pendopo masih mengenakan baju rumah dan belum bersiap siap.
Ia menghampiri suaminya dengan kesal dan menariknya masuk ke dalam. Bagai kerbau dicucuk hidung bupati parana mengikuti sang isteri ke kamar dan berganti baju dibawah pelototan mata isterinya.
Tepat jam tiga para tamu mulai berdatangan, pendopo jadi sesak dipadati para tamu. Hampir setiap sudut terisi para undangan. Para pelayan mondar mandir membawa sajian serta penganan yang enak enak untuk menjamu para tamu. Suara riuh rendah tertawa dan obrolan membuat suasana pendopo berubah seperti pasar sayur, semua tamu yang diundang hadir. Kebanyakan para wanita. Mereka berdandan meriah. Gaun gaun berwarna warni membuat pendopo jadi semarak. Sepertinya masing masing tamu berlomba lomba untuk tampil secantik mengkin untuk membuat sang putera bupati yang terkenal itu kesengsem. Nyimas hanum mondar mandir memeriksa meja saji takut makanan dan minuman kurang. Berkali kali ia memanggil para pelayan untuk menambah lagi makanan yang ada di beberapa meja yang sengaja diletakkan di temmpat yang strategis agar para tamu tak kesulitan untuk mengambilnya.
Mata nyimas hanum sebentar sebentar melirik ke halaman rumahnya. Ia berharap dengan cemas sang ratu datang pada pestanya yang nyaris menghabiskan seperdelapan tabungannya itu. Sejam setelah para tamu datang barulah ratu nirmala tiba. Dengan mengendarai kereta kendcana kerajaan yang berbentuk seperti burung merak berwarna emas ditarik oleh delapan kuda hitam berkilat dan gagah membuat mata para tamu tak berkedip. Mereka penasaran dengan undangan yang datang memakai kereta mewah itu pastilah bukan orang yang sembarangan.
Panglima dewangga nyaris keselek kue nagasari ketika melihat kereta yang sangat ia kenal berhenti tepat di depan halaman kaputeren. Tanpa pamit pada seorang putera centeng yang sedang ia ajak bicara, panglima dewangga lari bersembunyi sebelum sang ratu sempat melihatnya. Putera centeng yang sedang asik ngobrol dengan panglima dewangga sampai bengong karena ditinggalkan begitu saja. Nampaknya ia baru saja dirayu panglima dewangga dan ia terkesan dengan panglima gagah itu. Putera centeng cakri yang nomor dua memang ada bakat sakit juga. Makanya diusianya yang menginjak duapuluh tujuh tahun ia belum juga menikah.
Pintu kereta kencana terbuka, sepasang kaki jenjang dan mulus keluar dan menjejak tanah di balut sepatu kristal merah delima berkilauan. Mata para undangan terbelalak ketika ratu nirmala keluar dari kereta mengenakan baju beluderu ungu dengan aksen selendang sutera serta teratai bersulam benang emas di hiasi rumbai emas padi di bagian dadanya. Bagaikan seorang bidadari yang turun dari langit sang ratu berjalan dengan anggun menuju ke pendopo dengan diiringi kedua dayangnya mengangkat bagian belakan gaun sang ratu agar tak terkena tanah. Kecantikan sang ratu memancar bagaikan sinar matahari difajar pagi. Rambutnya ikal mayang dihiasi mutiara bagaikan kalung memenuhi kepalanya begitu kontras dengan rambutnya yang legam. Suasana yang gemuruh langsung senyap dan semua langsung menunduk memberi hormat pada sang ratu. Nyimas hanum nyaris meledak dadanya menahan bangga.
Setelah sang ratu bergabung didalam, dengan ramah nyimas hanum sanggrani menuntun sang ratu untuk duduk ditempat yang sudah ia persiapkan khusus buat sang ratu. Tempat yang agak tinggi diantara para tamu dan sederetan dengan tempaat duduk tuan rumah. Para pelayan yang sudah dilatih segera mengeluarkan hidangan lezat khusus untuk sang ratu. Hidangan kerajaan yang dimasak oleh koki koki pilihan yang tiada duanya di negeri itu. Ratu nirmala terdenyum ramah pada nyimas hanum. Dalam hatinya penasaran menunggu putera sang bupati apakah memang itu adalah orang yang ia cari.
Disaat para tamu sedang menikmati hidangan, nyimas hanum berpidato. Semua tamu memndang nyimas untuk mendengarkan isi pidato dari tuan rumah.
“terimakasih para undangan yang telah memenuhi undangan saya dan mau datang… saya sangat hargai, adapun pesta ini ditujukan untuk syukuran putera tunggal yang sangat saya kasihi dan banggakan. Sekarang saya akan panggil putera saya untuk saya perkenalkan pada para u ndangan yang terhormat, surya nala anakku silahkan bergabung kemari anakku!”
Nyimas hanum memberi kata sambutan dan memanggil puteranya.
Dengan dikawal oleh dua orang pengawalnya surya nala keluar dari balik tirai yang memisahkan antara pendopo dan kamar tamu. Surya nala berjalan dengan gagahnya ketempat duduk yang sudh dipersiapkan ibunya. Mata para tamu yang sebagian adalah perempuan itu nyaris tak berkedip untuk kedua kalinya saat melihat surya nala. Terdengar suara gelas berjatuhan dari tangan tangan para perempuan yang seakan kehilangan akalnya saat melihat ketampanan surya nala. Sedangkan ratu nirmala hanya bisa terngaga karena pemuda yang ia lihat dihutan seminggu yang lalu sekarang berdiri dengan gagah didepannya.
Janji Dibawah Bayang Bulan
Surya nala duduk dengan gelisah diawasi ratusan pasang mata yang menatapnya dengan minat seakan melihat seonggok paha ayam diopor. Dari awal ia tak setuju dengan pesta ini namun kedua orangtuanya bersikeras. Surya nala tak bisa membantah lagi. Ia memang jarang menentang kedua orangtuanya apalagi alasan kedua orangtuanya kali ini cukup jelas yaitu untuk kebaikannya sendiri.
Ratu nirmala sembunyi sembunyi melihat ke arah surya nala namun yang dilihat itu seolah tak menyadari kalau ia sedang diawasi. Hatinya sangat gelisah sementara para perempuan heboh ingin menarik perhatiannya, surya nala malah sibuk mencari cari panglima dewangga yang tak nampak dipesta. Surya nala heran karena setahunya dari tadi panglima dewangga berada disitu. Ia tak mengerti kenapa sejak mengenal panglima dewangga ia merasa mendapatkan seorang sahabat baru yang cocok dalam hal apapun.
Walaupun dihutan meranting ia tak dapat hasil buruan namun ia senang bisa bertemu panglima dewangga. Selama empat hari panglima dewangga menginap dirumahnya mereka berdua saling bercanda, bertukar pikiran bahkan berburu dihutan meranting langir bersama sama.
Nyimas hanum sanggrani berbaur dengan para tamu dan kerabatnya yang ikut diundang. Isteri para pembesar kerajaan serta pejabat memuji nyimas hanum. Mereka terkesan dengan pestanya yang meriah serta sajian yang di hidangkan. Tak lupa juga mereka memuji gaun yang dikenakan nyimas hanum entah itu tulus atau tidaknya biasalah mulut para nyonya nyonya yang manis bagaikan jambu namun belum tentu dengan hatinya.
Irama rampak gendang dan dambus berdenting berdecak mengiringi kemeriahan pesta. Para penari dengan lincah mengikuti alunan lagu rampak melayu. Protokoler pesta menginstruksikan pada para tamu perempuan yang masih perawan untuk berbaris di tengah pendopo dan yang lainnya disuruh untuk berdiri di pinggir membentuk lingkaran. Nyimas hanum berdiri dari duduknya sambil menuntun puteranya untuk berjalan ditengah pendopo. Para gadis menunggu dengan hati berdebar berharap akan dipilih surya nala menari bersama. Ratu nirmala ikut berdiri di pendopo bersama para gadis bangsawan. Para gadis itu menatap ratu nirmala dengan iri. Rasanya dengan kecantikan ratu nirmala yang bersinar itu mustahil bagi mereka untuk mendapatkan cinta surya nala.
Dengan penuh percaya diri ratu nirmala berdiri pada barisan paling tengah. Gaunnya yang menyapu lantai itu beberapa kali terinjak injak para gadis. Ia tetap berjalan dengan anggun padahal dalam hatinya mangkel. Kalau saja tak menjaga wibawa sudah ia jambak gadis berbibir dower yang dari tadi sepertinya sengaja menginjak ujung gaunnya.
Surya nala berjalan ditengah tengah para gadis dengan kikuk. Terus terang ia bingung dihadapkan dengan situasi seperti ini. Ia tak tahu kenapa harus melakukan sesuatu yang tak ia sukai. Tapi ibunya bersikeras agar ia memilih salah satu diantara para gadis itu untuk menari. Bagi surya nala semua gadis itu sama saja semuanya membosankan. Saat berjalan didepan ratu nirmala bahkan surya nala bagaikan acuh tak acuh membuat ratu nirmala menelan ludah menahan dongkol. Nyimas hanum nyaris pingsan ditempat melihat reaksi anaknya terhadaap ratu nirmala padahal tadi ia sempat sumringah karena yakin puteranya pasti akan memilih sang ratu sebagai pasangan menarinya.
Secara acak surya nala meraih tangan seorang gadis yang berwajah biasa saja, gadis itu seperti kena serangan jantung mendadak. Ia sempat bengong seakan tak percaya kalau surya nala akan memilihnya sebagai pasangannya menari. Surya nala yang bete menarik gadis itu dengan tak sabar hingga gadis itu nyaris terjerangkang ke depan. Gadis itu maju diiringi tatapan sinis para gadis yang lain seakan mereka tak percaya kalau gadis seperti itu yang akan di pilih surya nala sebagai pasangannya dipesta.
Irama rampak gendang berkumandang dan surya nala menarikan rampak melayu diiringi sang gadis yang kelihatannya sangat mengusai tarian itu hingga gerakan antara keduanya sangat harmonis. Ketukan gendang dan petikan dawai dambus seirama dengan hentakan kaki mereka berdua di lantai. Saputangan dipegang surya nala disambut gadis itu dengan telapak tangan diatas menempel pada telapak tangan surya nala. Gadis itu melingkarkan selendangnya ke pinggang surya nala. Mereka berputar sambil melangkah di lantai pendopo. Tepuk tangan serempak membahana mengikuti irama tarian dan musik menambah semarak tarian itu. Senyum lebar tak henti hentinya tersungging dari bibir sang gadis. Ia sangat bahagia sekali mendapatkan kesempatan menari bersama pria paling di gandrungi di batur marao.
Ratu nirmala memandang surya nala dan gadis itu dengan tatapan kesal seakan ingin menendang sang gadis sampai terpelanting dari lantai pendopo. Jauh jauh ia datang ke batur marao hanya untuk melihat lelaki yang ia sukai menari bersama perempuan lain. Kalau menuruti kata hati mungkin ratu nirmala sudah mencak mencak meninggalkan kediaman bupati parana namun lagi lagi karena alasan jaga wibawa semuanya ia tahan dengan hati mangkel. Limabelas menit berlalu akhirnya tarian itu selesai juga. Tepuk tangan membahana tentu saja ditujukan bukan untuk gadis itu tapi untuk surya nala. Lagi lagi nyimas hanum hampir sesak nafas karena bangga puteranya begitu digandrungi.
“apa aku tak salah putera kita memilih gadis itu sebagai pasangannya di pesta ini?”
Bisik bupati parana ditelinga isterinya sambil tetap memasang senyum pada para tamu.
“aku juga tak mengerti apa sebenarnya mau surya, tadi aku berharap ia akan mengajak ratu merak kemukus sebagai pasangannya, sepertinya anakmu itu kanda tak memiliki selera yang bagus seperti ayahnya”
Bupati parana terbatuk batuk mendengar tanggapan isterinya.
“mungkin putera kita bukan tak naksir sama ratu merak kemukus isteriku, tapi dia masih malu malu... bukannya gampang bagi pria untuk mendekati seorang wanita yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari dia. Mungkin putera kita takut mendapat penolakan”
Bupati parana kembali berbisik.
“apa kanda tak bisa melihat bagaqimana ratu itu menatap putera kita? Sebagai sesama wanita aku sangat paham sekali bagaimana reaksi seorang wanita kalau sedang m enyukai seseorang, aku berani mempertaruhkan leherku kalau saja ratu itu tak menyukai putera kita!”
Nyimas hanum sampai lupa memelankan suaranya saking ia bersemangat. Ratu nirmala yang duduk tak jauh dari mereka hanya dipisahkan dua kursi langsung melongo kaget melihat nyimas hanum dengan pipi bersemu merah. Bupati parana mencubit paha isterinya dengan sebal. Sungguh sangat memalukan baik bagi bupati dan isterinya maupun bagi ratu nirmala karena nampaknya beberapa undanganpun mendengar apa yang tadi barusan nyimas hanum katakan. Dari reaakasi mereka yang menatap bupati parana dan isterinya sambil mengerenyitkan keningnya. Ia kembali melihat ke depan seolah tak mendengar apa apa.
Nyimas hanum beranjak dari tempatnya duduk lalu menghampiri puteranya dan menariknya pergi. Ia membawa puteranya ke dalam ruangan yang berada disamping pendopo.
“surya, apa yang kamu lakukan...! ibunda sangat berharap tadi kamu mau menari dengan sang ratu dari merak kemukus, kamu itu apa sudah buta? Dimana menariknya gadis yang kamu ajak menari tadi, bikin malu saja!”
Ujar nyimas hanum dengan gemas. Dengan hormat surya nala mengangguk.
“maaf bunda bukannya surya tak menghormati sang ratu namun surya merasa malu kalau harus mendekati sang ratu, iya kalau ia tak menolak. Kalau ia menolak surya ajak menari tentu saja surya akan mendapat malu besar bunda!” surya nala menjawab. Mendengar jawaban puteranya nyimas hanum bukannya senang malah bertambah gemas.
“dasar kaum pria memang kurang peka! Apa harus menunggu wanita datang sambil merangkak dan mengucapkan cinta baru bisa sadar kalau wanita itu menyukainya... sudah jelas jelas kalau ratu nirmala sangat menyukai kamu!” ujar nyimas hanum tak sabar.
“darimana bunda tahu kalau ratu nirmala menaruh perhatian padaku?” surya nala masih saja tak mengerti.
“anakku, jangan terlalu polos ya! Kalau kata bunda ratu nirmala menaruh perhatian padamu itu artinya memang ia menaruh perhatian padamu!” sanggul nyimas hanum sampai bergetar saking ia kesal pada puteranya yang tak mengerti sama sekali keinginannya. Tentu saja ia merasa sewot karena untuk membuat pesta ini ia banyak menghabiskan uang dan itu bukannya tanpa tujuan. Kalau surya nala tak juga mendapatkan gadis dipesta ini tentu saja semuanya menjadi mubazir. Ia bisa membeli ratusan gaun indah dengan uang yang habis untuk pesta. Dan ia mau pengorbanannya itu sepadan.
“kalau begitu ijinkan ananda kembali ke pesta, ananda akan coba mengajak ratu nirmala menari. Itupun kalau bunda tak keliru” surya nala tahu kalau bundanya gusar, sebagai anak yang patuh ia tak mau membuat ibunda yang ia sayangi itu kecewa. Walau sebenarnya ia berat sekali melakukan hal yang diinginkan sang bunda. Mendengar kata kata anaknya itu wajah nyimas langsung berbinar. Ia mengangguk dan tersenyum sumringah penuh semangat.
“ayo buruan...! jangan buang waktu lagi, bunda tahu pasti apa yang perempuan itu inginkan... dari tadi matanya tak lepas lepas mengamati kamu. Jangan sampai ia menunggu terlalu lama!” desak nyimas hanum sambil menarik puteranya dengan bersemangat kembali ke pesta.
tapi nih bang... sedikit saran nih, untuk huruf besar kecilnya tolong dierhatikan juga yaa... overall, it's wonderful.
Ditunggu lanjutannya