hey.. masih ingat sama sinopsis ini:
http://boyzforum.com/discussion/16736360/romeo-black-vow-cinta-terlarang-dua-adam-sinopsis-novel-1/p1
hahaha... untuk mengingat kembali: q kasih dulu sinopsisnya sebelum kecerita ya.... ok
*****
~Romeo, bukankah dia gambaran dari sosok indah bernama `laki-laki`?...~
Alif dan Antoni, dua sosok pria yang menjadi kesempurnaan dan kekaguman bagi kaum hawa. Alif, seorang yang berparas melayu, pendiam dan wajah indah bagaikan Apollo, yang ternyata merindukan sosok seorang ayah yang membawanya pada Antoni: pria yang memiliki pahatan tubuh seindah patung yunani dan kedewasaan seorang kaisar romawi. tapi siapa yang menyangka, dibalik tubuh Atletisnya, ia meridukan sosok kakak laki-lakinya yang telah meninggal...
takdir membawa mereka terjerat kedalam dunia kaum Luth: homoseksual. Alif yang depresi dengan perlakuan `dingin` ayahnya, serta Antoni yang menginginkan belaian manja kakaknya, menemukan cinta di diri masing-masing hingga mereka memutuskan untuk saling mencintai layaknya kekasih.
namun perjalanan cinta bukan hanya tentang hati dan nafsu. harus banyak yang dikecewakan oleh cinta terlarang mereka, mulai dari keluarga, sahabat, bahkan Rani: sosok wanita cantik yang memuja Antoni namun harus sakit hati karena Antoni sudah menjadi milik orang lain.
cintapun mulai berkata saat mereka harus berpisah karena pertentangan ayah Alif yang tak merestui hubungan itu. ditambah lagi dengan kematian Antoni yang diduga kuat adalah modus pembunuhan dalam kasus tabrak-lari. Alif yang sangat kehilangan `romeo` hatinya itu sangat terpukul hingga mulai depresi dan mulai mabuk-mabukkan serta mulai menyalahkan Tuhan atas tragedi yang menimpanya.
dilain pihak, kartika, seorang polisi muda, cantik, dan tegas yang menangani kasus pembunuhan Antoni, pun mulai tertarik dalam kehidupan Alif dan sejarah cintanya dengan Antoni dulu. ditambah lagi dengan kehadiran Elia; seorang gadis muslim misterius yang dibesarkan dilingkungan biara gereja. mata sendu wanita itu telah mengingatkan Alif pada Antoni...
lalu, apa yang terjadi berikutnya pada kehidupan Alif yang mulai kehilangan Tuhannya? siapakan dalang dibalik pembunuhan Antoni, sang Hyachinthos?, siapakah gadis muslim gereja bernama Elia itu?, mampukah kartika membuka kedok pembunuhan dibalik cinta terlarang dua adam?, dan bagaimana kisah orang-orang dibelakang mereka yang mereka kecewakan?
~saat cinta jatuh pada hati dua orang adam, cinta menjadi tragedi terlarang. layaknya kisah Apollo dan Hyakintos, sesuatu yang terlarang maka harus ada pengorbanan. meskipun... lewat jalan kematian.~
******
so, lets go to the story.....
Comments
~Sosok indah itu begitu menakjubkan. Seluruh bagian tubuhnya seperti dipahat oleh malaikat dan sinar matanya seperti diciptakan dari berlian. Namun siapakah yang dapat menyangka, jika didalam bahtera sempurna itu, jiwanya sedang menjerit kesakitan akibat rindu yang berkepanjangan…~
Semua mata memandangnya. Ia adalah kesempurnaan yang dimiliki seorang makhluk Adam dibumi. Tubuh indah bak pahatan patung Yunani dan kulit seksi ala para pria dibumi tropis. Saat ia lewat, semua menatap lekat padanya, seolah tak rela keindahan itu lewat begitu saja. Semua memandangnya dalam dan seolah terhipnotis dan tergiur pada setiap senti tubuhnya.
Antoni, seorang pria yang begitu memikat mata para kaum hawa. Saat itu, disebuah gymnasium di daerah Atrium, ia berjalan dengan menggunakan kaos ketat dan celana jeans yang seolah memamerkan lekak-lekuk tubuhnya. Begitu kuat tarikan kharismanya sehingga nyaris semua wanita disana menoleh padanya.
Namun yang namanya seorang Antoni adalah pria yang cuek dan masa bodoh dengan sekelilingnya. Ia tak tahu dan tak mau tahu pada orang yang mati-matian memujanya. Para Adam memandangnya iri sementara para Hawa memandangnya kagum. Tapi Antoni bahkan tidak membalas setiap tatapan kagum yang dilemparkan padanya itu. Ia hanya berjalan dan terus berjalan menuju sebuah kursi di dekat dinding.
Ia menyandarkan dirinya di kursi panjang sembari menghapus peluhnya selepas berolahraga mengangkat barbell. Sebuah gerakan yang bisa saja begitu kuatnya terekam di memori orang-orang yang mengaguminya.
“dasar tukang pamer.” Gumam Pratama, seorang pemuda yang sedang duduk disebelahnya yang juga sedang mengelap keringat selepas melakukan autopad. Ia menengguk air mineral yang sudah di disediakannya sebelum tiba di gymnasium. Pratama adalah sahabat baik Antoni di SMA 18. Itu sebabnya, kemana-mana ia selalu bersama Antoni. Antoni duduk disebelah pemuda itu.
“hei, bukan salahku jika mereka menoleh padaku.” Kata Antoni membela diri. Antoni memang sudah biasa menjadi pusat kekaguman semua orang. Jadi ia merasa biasa saja saat Pratama merutuk kesal padanya. Antoni memang sudah sering main di gymnasium itu sekedar untuk berolahraga atau semacamnya. Dan baru kali ini ia mengajak Pratama untuk ikut olahraga di gymnasium bersamanya.
Pratama sendiri juga terkadang iri dengan kesempurnaan yang tuhan berikan pada tubuh Antoni. Namun ia tidak menyukai sifat Antoni yang selalu eksibisi itu. Antoni sendiri memiliki postur tubuh yang indah ditambah dengan warna kulit cokelat tropisnya yang seksi. Serta wajahnya yang memang memiliki darah keturunan arab-melayu. Namun wajahnya cukup tegas dan kerasan dengan rambut cepak yang dijambul.
Satu lagi keunikan dari Antoni; dia adalah anak OSIS namun paling malas berorganisasi. Itu sebabnya ia sering bolos jika ada rapat OSIS. Namun meski begitu, kecerdasan otaknya masih bisa dipertimbangkan di organisasi tersebut. Sejak kecil Antoni hidup dari keluarga yang bisa dibilang kacau.
Ayah ibunya bercerai saat Antoni berusia lima tahun karena suatu hal yang tidak bisa diketahui Antoni. Namun satu yang sangat dirindukan oleh Antoni dari keluarganya; Aditya, yang tak lain adalah adik Antoni sendiri. Aditya dan Antoni terpisah karena perceraian kedua orangtua mereka. Aditya ikut ayahnya sementara Antoni ikut ibunya di Jakarta. Hingga kini, Antoni tak tahu dimana keberadaan Aditya. Mungkin itu sebabnya Antoni menjadi orang yang haus kasih sayang karena menrindukan sosok adiknya.
“Mau pulang sekarang?” tawar Pratama. Antoni menghela nafas.
“boleh.” Kata Antoni mengiyakan ajakan itu. Pratama langsung bangkit dan membereskan peralatan gymnya. Dalam hati ia bersumpah tidak akan ke gym lagi. Pratama adalah tipe pria yang terlalu polos dan tidak menyukai olahraga. ia adalah seorang kordinator ekskul band yang mahir dalam memainkan gitar, bass, drum dan vocal serta alat musik lainnya. Pratama lebih menyukai musik yang bergenre rock seperti Avanged sevenfold dan slipknot. Judul yang paling disukai oleh Antoni dari lagu yang pernah dinyanyikan Pratama adalah `Dear God` dan `seize the day` milik A7X .
Mereka berjalan keluar setelah sebelumnya berganti baju dan menuju pelataran parkiran. Pratama menstarter motornya. Tak berapa lama mereka sudah berangkat dari gymnasium itu.
*****
Ahh… Jakarta. Bukankah dikala senja dia sangat indah dan menawan?. Itulah yang dideskripsikan Antoni saat ia menatap langit senja Jakarta saat itu. Ia menyukai saat senja dan mengagumi siluet oranyenya. Dengan menatap langit itu, seolah Antoni dapat melupakan sejenak semua masalah hidupnya. Ditambah lagi terpaan angin yang begitu menyegarkan dan menampar wajahnya. Rambutnya yang lurus tertiup angin saat itu.
“Bagaimana kabar OSIS?” Tanya Pratama disela-sela aktifitasnya mengendarai motor. Antoni tampak tak acuh dengan pertanyaan itu. Ia lebih suka merasakan kesegaran angin Jakarta.
“baik.” Kata Antoni cuek.
“Katanya bakal ada acara classmeeting lagi?” Tanya Pratama.
“Masih dua bulan lagi.”
“Oiya? Selamat bersibuk ria ya.” Kata Pratama terkekeh. Antoni terdiam. Pratama, dimata Antoni adalah orang yan lumayan tampan, dengan kulit putih dan alis tebal seperti oriental Korea-Madura, wanita mana yang tidak tergila-gila padanya.
Ia juga cukup bisa diandalkan dalam hal berpola pikir. Ia tidak memikirkan masalah dengan cara yang cerdas, melainkan memecahkan masalah dengan cara yang kreatif. Ide-idenya memang gila dan jujur tidak pernah disangka-sangka. Namun ide-ide kreatifnya itu terkadang menemukan jalan keluar yang lebih mudah dari biasanya. Jujur saja, terkadang Antoni menyayangkan kemampuan Pratama yang lumayan intelek dan dapat memberikan solusi serta ide-ide cemerlang. Tapi kelebihannya itu tidak ia gunakan ditempat yang semestinya, orang-orang sepertinyalah yang harusnya dapat memimpin organisasi OSIS. Bukan menabuh drummer ataupun bernyanyi lagu-lagu rock.
“pratama, boleh ngomong sesuatu?” Tanya Antoni hati-hati takut membuyarkan konsentrasi Pratama dijalan.
“apa?” katanya santai.
“koq kamu gak ikut organisasi aja sih? Menurutku, ide-ide kamu cukup cemerlang lho. Saat pelajaran PKN, kamu bisa ngasih solusi dan motivasi disaat yang bersamaan waktu pelajaran debat”. Kata Antoni jujur.
“terimakasih atas pujiannya, tapi, aku malas..” katanya masih nyantai.
“malas kenapa?” kata Antoni mendekatkan telinganya karena desau angin membuat pendengarannya terganggu.
“malas saja berorganisasi” kata Pratama menjelaskan kata-katanya.
“tapi…” kata Antoni ingin melanjutkan omongan.
“sudahlah Ton, gak usah bawa-bawa organisasi disini. Aku lagi malas…” katanya memotong ucapan Antoni. Selanjutnya Antoni hanya terdiam. Sambil menerawang dan berharap dalam pikiran semoga saja Pratama dapat berguna di organisasi. Kelak.
Pratama mengendarai motornya melewati jalanan yang ditimpali cahaya senja yang mulai temaram. Antoni hanya menikmati hembusan angin Jakarta yang amat menyejukkan di sore hari.
Pratama memarkir motornya didepan rumah Antoni yang sederhana dan tidak mewah, namun jika sore-sore begini udaranya cukup sejuk. Rumah itu bernuansa sederhana namun elegan dan terlihat menawan dan ramah. Dirumah itulah Antoni tinggal berdua dengan ibunya.
“Kau mau masuk dulu?” tawar Antoni ramah pada sahabatnya.
“tidak terimakasih. Aku harus buru-buru karena tugasku masih menumpuk.” Kata Pratama menolak ajakan Antoni. Antoni tampak maklum.
“baiklah kalau begitu. Terima kasih karena sudah mengantarku.” Kata Antoni. Pratama tersenyum.
“lain kali aku takkan mau diajak lagi ke gym. Itu bukan tempat kesukaanku.” Kata Pratama. Antoni tersenyum. Pratama langsung menstarter motornya dan pergi meninggalkan Antoni. Antoni menghela nafas dan menggamit tas sangkilnya yang berisi peralatan gym. Ia berbalik dan hendak masuk kedalam rumahnya. Untuk sesaat ia menatap lama kearah persinggahannya. Kembali ke kehidupan, gumamnya.
Antoni adalah salah satu murid di SMA 18, yakni salah satu sekolah di bilangan Jakarta. Sekolah itu tidak terlalu buruk tapi juga tidak begitu baik. Dengan fasilitas yang dilengkapi dengan ruangan-ruangan serba ada seperti aula dan ruang loker menambah nilai plus bagi Antoni.
Antoni sendiri adalah seorang pria yang cuek namun bisa berpikir kritis dan selalu mencoba untuk menghentikan masalah, bukan menghindarinya. Ia menjadi sosok gagah dan dewasa namun terkadang memiliki tempramen tinggi. Rasa depresinya pada keluarganya sendiri membuatnya melampiaskannya pada gymnasium sehingga ia sudah terbiasa mondar-mandir di gymnasium untuk merileksasikan kesehariannya. Namun satu hal lagi yang paling disukai oleh Antoni; Senja. Ya, dikala senja di Jakarta tiba, ia merasa bebas dan hidup. Seolah satu-satunya pemandangan Jakarta yang masih alami dan bebas polusi adalah dikala senja dan matahari tenggelam ke peraduan.
Yah, setidaknya itulah pandangan Antoni tentang hidupnya yang selalu merindukan sosok seseorang yang kelak akan membawanya pada sebuah lembaran hitam gelap.
*****
“Kuberi kau nama Alif Rahman agar kau menjadi orang pertama yang menuai kasih sayang dikehidupan ini…” itulah kata-kata yang diingat Alif dari bibir ayahnya yang menyunggingkan senyum padanya saat ia masih berusia enam tahun. Dari sana Alif tahu bahwa ayahnya sangat bergantung dan memberikan segala harapannya pada anak semata wayangnya itu.
Namun kini, yang diingat Alif dari wajah ayahnya hanyalah kebekuan. Saat ia mulai beranjak remaja, kemanjaan yang ia rasakan sejak kecil dari ayahnya pun mulai memudar. Tak ada lagi bisikan kasih sayang, tak ada lagi belai lembut itu. Alif tak pernah lagi merasakan kasih sayang dari ayahnya, bahkan hanya siksaan dan makian yang ia dapat saat ia tak sengaja melakukan secuil kesalahan yang tidak seberapa.
“Setipa orang tua pasti medidik anaknya dengan cara berbeda. Begitu juga dengan ayahmu, meski dia keras, tapi dalam dirinya dia sangat menyayangimu.” Kata ibunya saat Alif bertanya tentang sifat ayahnya yang keras dan terkesan dingin dengan anaknya sendiri.
Tapi kenapa?, kenapa ayah begitu dingin dank eras seolah membenciku? Apa yang salah? Bukankah dulu ayah sangat perhatian dan menaruh harapannya dipundakku?, pikir Alif. Hal ini membuat pribadi Alif berubah. Ia menjadi remaja yang introvert alias tertutup. Ia jarang bersosialisasi apalagi berorganisasi. Ia selalu merindukan sosok ayahnya yang dulu memanjakan dan memedulikannya.
Tak ayal, Alif sering menganggap ayahnya sudah lama mati hingga yang tersisa hanyalah seonggok daging yang berjalan dingin dan tanpa jiwa. Ayah, dimana kau?
“Hei, honey.” Seorang wanita centil dengan suara cempreng membuyarkan lamunan Alif saat ia berada diruang loker. Alif hanya melempar senyum simpul pada gadis mungil bersuara cempreng itu.
“Sendirian aja nih.” Kata gadis itu lagi dengan nada yang sok ramah. Alif sedang membereskan surat-surat cinta yang dikirim oleh penggemarnya. Alif adalah sosok yang digandrungi oleh banyak kaum Hawa. Mulai dari adik kelas, sampai kakak kelas pasti ada saja yang naksir padanya.
Secara Alif memiliki tubuh tinggi menjulang sekitar 176 cm. langsing tapi tidak kurus dan tidak atletis. Memiliki wajah manis dan tampan serta kulit putih dan rambut ikal, mungkin karena Alif adalah keturunan asli Melayu-Minangkabau. Meski terkesan cool dan tertutup, Alif punya banyak penggemar karena ia dikenal supel dalam bergaul.
“Banyak banget suratnya. Mau kamu apain?” tanya Riska melihat surat yang sedang Alif kumpulkan.
“Dibuang.” Kata Alif singkat.
“kenapa?”
“nggak minat baca.” Kata Alif ketus.
“iih…, gitu banget sih jawabnya.” Kata Riska lenjeh. Alif terdiam, ia menjadi jijik saat Riska sudah mulai lenjeh dengannya. Ia tahu Riska sudah mengejar-ngejarnya semenjak kelas satu. Namun Alif selalu berusaha untuk menghindari Riska karena ia sama sekali tidak menyukainya. Bukan hanya dengan Riska, tapi juga dengan semua penggemarnya, tak ada satupun yang ia minati. Itu sebabnya sampai sekarang Alif tak punya pacar sampai sekarang. Padahal ia adalah sosok kekasih yang sangat sempurna. Selain bermodal ketampanan, kekayaannya pun bisa diandalkan. Ayahnya adalah seorang pemilik saham terbesar di Jakarta. Menjadikannya terkenal sebagai anak tajir di sekolahnya.
Alif menutup lokernya dan membawa segenggam surat itu menuju tempat sampah. Riska mengejar langkahnya dari belakang.
“Hei, hari ini kau ada kegiatan, tidak?” tanya Riska.
“tidak.” Kata Alif tanpa menoleh dan tanpa menghentikan langkahnya.
“Ada rencana untuk pergi?”
“Tidak.”
“Jadi kau akan tetap berada dirumah?”
“Ya!.” Alif mulai jengkel.
“Bagus, temani aku jalan-jalan ke mall, yuk!.” Kara Riska antusias. Alif menghentikan langkah kakinya dan menoleh pada Riska yang sedang menyeringai menunggu jawabannya.
“Dengar, bisakah kau untuk satu hari ini saja tidak menggangguku. Memangnya kau tidak punya kegiatan lain selain menguntitku terus !?”. Kata Alif ketus. Senyum Riska memudar seiring dengan kata-kata Alif yang terasa menohok hatinya. Riska terdiam.
“Baiklah, jika tak ada yang perlu kau bicarakan lagi, maka biarkan aku pergi.” Kata Alif. Alif langsung berbalik dan meninggalkan Riska dalam kebisuan.
“Brengsek!!”. Rutuk Riska gemas setelah Alif pergi. Baru kali ini ia dicampakkan oleh makhluk bernama cowok. Padahal ia adalah gadis popular yang terkenal sebagai penakluk lelaki yang paling handal. Ia tak habis pikir apa sebenarnya yang diinginkan Alif. Lelaki yang satu itu sangat sulit untuk ditaklukan.
Namun Riska takkan menyerah sampai disitu. Ia akan tetap berusaha untuk membuat pria flamboyant itu bertekuk lutut padanya.
Dikoridor, saat Alif sudah membuang semua surat cinta itu, ia berjalan menuju lobi utama. Suasana sekolah saat itu sedang sepi karena seluruh murid sudah pulang beberapa jam yang lalu. Alif memang seringkali pulang sore dari waktu pulang yang ditentukan sekolah. Karena ia menyukai pemandangan Jakarta saat sore hari. Apalagi dimusim hujan seperti ini, udara senja terasa segar menusuk setiap sendi dan senti tubuhnya. Biasanya Alif akan berjalan-jalan santai atau mampir disebuah gedung tua dimana dibelakang gedung itu terdapat sebuah savannah ilalang dengan pohon saga ditengah-tengahnya. Pemandangan ilalang yang tertiup angin sore adalah pemandangan yang sangat memukau bagi Alif yang sangat mencintai ketenangan.
Alif tak sabar ingin segera pergi ke tempat `tongkrongannya` itu. Ia berlari-lari kecil untuk bisa segera sampai ke savannah itu sebelum senja menghilang.
Saat ia berada di tikungan koridor, tanpa sengaja ia menubruk sosok tubuh atletis yang datang dari arah berlawanan dengan tergopoh-gopoh. BUGG!!!, keduanya terjatuh dan saling mengaduh karena kepala mereka bertubrukan. Ditambah lagi, tumpukan paper yang dibawa oleh sosok atletis itu berserakan kemana-mana.
“Aduh!! Maaf ya…” kata Alif sembari mengumpulkan paper yang berserakan itu sambil menahan sakit dikepalanya akibat tubrukan tadi.
“Nggak apa-apa, justru aku yang harusnya minta maaf.” Kata sosok atletis itu yang juga sedang mengumpulkan paper.
Kejadian itu berlangsung beberapa menit hingga paper bisa terkumpul kesemuanya.
“Ini…” Kata Alif sambil menyerahkan paper yang berhasil ia kumpulkan kepada yang punya. Dan saat itu, Alif dapat melihat wajah dari sosok atletis itu. Kulit tropis khas khatulistiwa dengan rahang kokoh dan wajah yang agak tegas namun kesan itu terhapus saat seulas senyum tersirat diwajahnya.
“Makasih ya, sekali lagi aku minta maaf.” Kata pria atletis itu sambil menerima paper dari Alif. Alif berdesir, sebuah tatapan aneh tersirat diwajahnya dan tertangkap oleh Alif. Alif menganggap tatapan itu biasa saja, tidak ada yang spesial. Tapi… aneh…
“Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf.” Kata Alif.
“Kalau begitu permisi, aku harus segera pergi karena sedang terburu-buru.” Kata pria itu lagi. Ia segera berlalu mengambil langkah seribu hingga bayangannya hilang dari pelupuk mata Alif.
Alif hanya terdiam saat pria itu berlalu meninggalkannya. Ia menghela nafas panjang dan berat. Sebuah tatapan… sebuah senyuman…, baru kali ini ada seorang pria yang tersenyum padanya dengan tatapan matanya yang menyiratkan sesuatu. Seperti…kasih sayang.
Sesaat Alif tersenyum dan menggeleng pelan. Mungkin ini akibat ia terlalu rindu pada sosok ayahnya, sehingga saat ia menerima senyuman dan tatapan itu, seakan ia melihat sosok ayahnya pada diri pria itu. Namun satu pertanyaannya, siapakah pria itu yang berhasil membuat darahnya berdesir untuk pertama kalinya?
Dilain tempat, Antoni sedang tergopoh-gopoh membawa tumpukan paper yang harus dibawanya untuk laporan OSIS. Ia merutuk dalam hati karena tugas-tugas OSIS yang selalu membuatnya terkekang dan ribet. Tapi saat pertemuannya dengan seorang pria Melayu di koridor tadi membuatnya merasa penasaran dengannya. Siapakah pria itu? Tatapan yang begitu sendu seolah menyimpan kesedihan dalam jiwanya.
Untuk sesaat ia teringat dengan sosok Aditya dalam diri pria itu. Kenapa mirip sekali dengan Aditya? Matanya, hidungya, bahkan senyumnya. Ah, Antoni menjadi terngiang-ngiang wajah pria itu. Memangnya siapa dan apa hubungannya dengan dirinya. Baru kali ini ia memikirkan secara serius orang yang tak sengaja ditemuinya. Padahal Pratama, sahabatnya sendirinya saja tidak terlalu ia fikirkan seperti halnya pria asing tersebut.
Antoni menghentikan pikirannya tentang pertemuan itu saat Yusuf, si ketua OSIS sedang berdiri didepan pintu ruang OSIS.
~Haruskah ku ingat kembali…
Tatapan dan senyuman penuh misteri…
Yang bahkan tak sengaja kucuri…~
*****
apanya yg 'dimana'?
Apanya?, apanya?, apanya? -_-
update cerita-Nya donk @holicmerahputih...
update cerita-Nya donk @holicmerahputih...
sabar dong.... :P
tunggu sebentar ya...
bagi yang cuma pengen baca bagian Alif dan Antoni, di part 2 ini dua tokoh utamanya hanya sedikit kebagian scene. tapi darisinilah yang menjadi pokok permasalahan ceritanya yang akan diungkap untuk kedepannya....
lets go to the story...
Malam hari.
Disebuah biara yang terletak di pinggiran Jakarta, didekat sebuah gereja bergaya kastil Roma. Sebuah gereja yang terbuat dari batu-batu marmer yang ditumpuk rapi dengan tangga-tangga tegel yang dibuat se-artistik mungkin. Di dalamnya terdapat lukisan-lukisan mahakarya yang gaya lukisnya nyaris mirip dengan gaya lukisan Leonardo da vinci atau Van Ghok. Seperti lukisan keputusan Solomon, perjamuan terakhir dan kisah penyaliban.
Di salah satu kamar yang ruangannya cukup luas, dengan warna krem dan bergaya klasik, berkesan netral dan nyaman. Sebagian peralatan besar seperti ranjang dan lemari dicat dengan warna merah marun. Terdapat empat sosok remaja yang sedang melaksanakan aktifitasnya masing-masing di dalam satu kamar.
Seorang laki-laki sedang asyik mengetik diatas laptopnya sementara pria yang lainnya sedang asyik main game di telepon seluler. Lalu satu wanita lainnya sedang membaca komik dan yang lainnya sedang asyik duduk diranjang memandang keluar jendela.
Salah satu wanita yang sedang membaca komik dan berambut panjang nan anggun menguap sejenak dan melempar komiknya ke sembarang arah. Sepertinya ia sudah mulai malas menggeluti aktifitasnya. Ia tampak dengan enggan memperhatikan saudara-saudarinya satu persatu.
“Akh, aku bosan.” Keluhnya.
“lalu aku harus peduli?” ujar salah satu pria berambut cokelat yang sedang menekan-nekan tuts tombol handphone dengan santainya. Wanita berambut panjang itu melengos.
“Setidaknya aku tak butuh komenanmu, Fabian.” Kata wanita itu.
“dan aku tak butuh jawaban darimu, Janetta.” Kata Fabian tidak peduli dan tanpa membuang muka dari game-nya. Janetta tampak kesal dengan saudaranya itu. Ia beralih kepada salah seorang wanita mungil dan berambut pendek yang nyaris mirip seperti laki-laki dan sedang menatap keluar jendela.
“Elise, kau mau menemaniku untuk berjalan-jalan keluar sebentar? kumohon, untuk menghilangkan jenuhku.” Kata Janetta sambil memohon pada wanita mungil yang dipanggil Elise itu. Elise tak bergeming.
“Elise?” panggil Janetta lagi.
“Ogah ah.” Kata Elise enteng sambil menerawang keluar jendela tanpa menoleh pada Janetta.
“Kenapa?” tanya Janetta.
“Akan terjadi hujan.” Kata Elise dengan gaya cenayang dan menatap ke langit malam diluar sana.
“Tapi malam ini purnama bersinar cerah. Mana mungkin akan turun hujan.” Kata Janetta jengkel melihat sikap Elise yang sok cenayang itu. Adik angkatnya yang paling mungil ini memang memiliki kemampuan untuk meramal. Tapi sayang, sangat sedikit yang percaya padanya.
“Aku melihatnya Janetta. Jam sepuluh nanti akan turun hujan deras.” Kata Elise. Janetta melengos kesal. Kini ia beralih pada pria yang sedang duduk sambil memainkan laptopnya.
Dengan muka memelas berharap ada yang mau menemaninya keluar untuk jalan-jalan sebentar menghilangkan kebosanan.
“Valent…” rujuk Janetta pada pria yang tampak dewasa itu. Sebelum Janetta melanjutkan kata-katanya, Valent memotongnya.
“Aku sedang sibuk, Janetta. Maaf.” Kata Valent tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Janetta lagi-lagi melengos kesal.
“Emang kamu lagi sibuk apa, sih?” tanya Janetta.
“Nulis skripsi. Dan dua bulan lagi sidang.” Kata Valent.
Valent adalah salah satu mahasiswa di Universitas Kristen Indonesia fakultas sosiologi. Tak heran jika ia sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan presentasi untuk sidang nanti. Janetta yang tampak bingung menghilangkan kebosanannya kini menghampiri Valent untuk melihat makalah yang dibuat.
“Emangnya kamu nulis skripsi tentang apa?” tanya Janetta.
“Kebudayaan masyarakat Badui. Salah satunya ijab hideung.” Kata Valent tanpa berpaling dari laptopnya. Janetta mengernyitkan dahi.
“Ijab hideung?” tanya Janetta bingung.
“Sejenis sumpah hitam. Orang yang mengucapkan sumpah ini katanya bisa hidup sekali lagi. Sejenis inkarnasi atau kelahiran kembali.” Kata Valent.
“Benarkah!? Keren.” Kata Janetta.
“Tapi ini masih mitologi. Kepercayaan yang perlu ditimbangkan.” Kata Valent.
“Kenapa harus membuat tema skripsi yang belum tentu benar adanya?”
“Entahlah. Aku hanya tertarik dengan mitos dan kepercayaan yang masih berlaku di masyarakat. Terutama di Banten.” Kata Valent.
“Aku juga sedang menulis tugas semester duaku.” Kata Fabian yang kini ikut nimbrung dengan obrolan Janetta dan Valent. Janetta menoleh dengan cibiran.
“Aku tidak tanya.” Kata Janetta balas dendam pada ucapan Fabian beberapa saat yang lalu.
“Dan aku tidak peduli.” Kata Fabian sambil memeletkan lidahnya. “aku hanya bicara dengan Valent.” Kata Fabian.
Valent hanya tersenyum melihat tingkah dua adiknya.
“Memangnya kau punya tugas apa?” tanya Valent pada Fabian untuk mencairkan suasana.
“Seksologi. Aku mengangkat tema Homoseksual.” Kata Fabian.
“Kenapa kau mengangkat tema makalah tentang dirimu sendiri?” tanya Janetta jahil yang disambut oleh pukulan bantal Fabian.
“Aku hanya tertarik dengan pembelotan seksual itu. Lagipula itu adalah penelitian yang sering dialami oleh masyarakat Jakarta disini.” Kata Fabian.
“Kau punya resensi atau narasumbernya?” tanya Valent.
“Aku sudah mengontak salah satu kenalanku yang bekerja di kepolisian. Katanya dia yang paling sering menyelidiki tentang penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Ditambah lagi dia punya kenalan-kenalan ahli psikologi untuk membantu menyusun tugasku.” Kata Fabian.
“Bagus, jadi siapa nama temanmu itu?”
“Kartika. Dia seorang polwan yang ahli dalam bidang penyelidikan.” Kata Fabian.
“Jadi, kau sudah mendapatkan semua rangkuman referensimu dari polwan itu?” tanya Janetta.
“Belum.”
“Lho?”
“Karena akhir-akhir ini ia sedang tidak mengamati persimpangan masyarakat di kota besar.”
“Lalu makalahmu?”
“Tenang saja, itu dikumpulkan akhir semester.”
“enteng sekali kau bicara.” Cibir Janetta. Fabian hanya mesam-mesem. Janetta kembali memperhatikan Valent yang sedang mengetik.
“Kau tahu, aku punya firasat kalau biara ini akan kedatangan satu orang lagi.” Celetuk Elise pada ketiga saudara angkatnya tanpa memalingkan wajahnya dari jendela. Fabian dan Janetta menoleh pada saudara mereka yang paling bungsu itu.
“Maksudmu? Agustinus akan memungut anak lagi?” tanya Janetta. Agustinus adalah pastur yang mengadopsi mereka.
Valent, Fabian, Elise dan Janetta adalah empat orang yang diasuh oleh seorang pastur yang tinggal di biara gereja katedral Santa Louis. Mereka sebelumnya adalah anak-anak yang kurang beruntung yang beberapa diantaranya dipungut dari jalanan.
Pastur Agustinus. Atau biasa disebut Agustinus. Ia adalah seorang pastur tua yang telah puluhan tahun menjaga gereja St.Louis. Ia adalah penganut katolik yang begitu taat pada keimanannya. Namun ia terbuka dengan agama manapun. Karena dalam agamanya seorang pastur diharamkan menikah, ia memilih untuk mengadopsi anak-anak terlantar untuk dijadikannya anak asuhannya. Dan kini ia menjadi `ayah` bagi keempat anak-anak biara itu.
Valentino Adrian, seorang pemuda berambut cepak dan jangkung. Meski agak kurus namun bentuk tubuhnya lumayan proposional. Dia dirawat oleh Agustinus saat usianya lima belas tahun. Sebelum dirawat Agustinus, kehidupannya sangat keras. Ia adalah seorang anak jalanan dan memiliki seorang adik perempuan yang sakit leukemia . Ayah ibunya telah lama mati. Ia harus bertahan untuk hidupnya dan adiknya. Hingga akhirnya, adik perempuannya harus menghebuskan nafas terakhirnya saat Valent harus bekerja keras untuk menyembuhkannya. Kini Valent berusia 20 tahun dan kuliah di salah satu universitas swasta yang cukup terkenal. Selain itu ia juga bekerja di salah satu cabang produk percetakan di Jakarta sebagai modal dan tanggung jawabnya menjadi kakak tertua.
Selain itu ada juga Janetta yang satu tahun lebih muda dari Valent. Ia adalah seorang gadis cantik yang menjadi seorang sekretaris bank di Jakarta. Janetta selalu mengingatkan saudara-saudaranya untuk beribadah. Janetta adalah anak dari sahabat Agustinus. Sahabat Agustinus adalah seorang janda yang memiliki penyakit mematikan. Janda itu menitipkan Janetta kepada Agustinus jika seandainya ia meninggal. Kini Janetta telah menjadi seorang kristian yang modis dan cantik. Terkadang ia menjadi kakak yang cerewet dan bawel dan terkadang suka cari perhatian.
Elise, seorang kristian yang sangat polos. Sifatnya lembut dan baik pada siapa saja. Itu sebabnya dia menjadi sangat supel dalam pergaulan. Namanya diambil dari salah satu lagu milik Beethoven; fur Elise. Itu sebabnya Elise sangat mengagumi sosok Beethoven meskipun ia lebih menyukai karya-karya Mozart. Ia bertubuh mungil dan berambut pendek mirip Emma Watson. Ia adalah yang paling muda diantara keempatnya. Sebelumnya ia adalah seorang penghuni panti asuhan sebelum akhirnya diadopsi oleh Agustinus. Banyak yang tak percaya jika Elise pandai meramal dan ramalannya sebagian besar terbukti benar. Tapi juga kadang salah hingga saudaranya mengambil kesimpulan bahwa persepsi Elise tentang ramalannya hanyalah sebuah kebetulan belaka.
Fabian, pria flamboyan yang umurnya sama dengan Janetta. Ia adalah seorang Casanova tapi sayangnya terlalu percaya diri. Ia paling sering bertengkar lidah dengan saudarinya Janetta. Ia adalah salah satu mahasiswa di universitas Indonesia fakultas psikologi. Sebelumnya, Fabian adalah seorang anak pelacur. Dimana saat ia kecil, ia dititipkan oleh ibunya kepada pastur karena pelacur itu tak mau menanggung malu dan kehilangan pekerjaannya jika terhambat oleh kelahiran bayi laki-lakinya.
“Tidak, dia akan datang sendiri.” Kata Elise menjawab pertanyaan Janetta. Janetta mengernyitkan dahi.
“memangnya kenapa dia bisa datang kemari?”
“Entahlah. tapi kulihat dia datang dengan luka ditubuhnya.”
“Siapa namanya?” kali ini Fabian yang bertanya. Elise tampak menerawang.
“Kalau tidak salah, namanya antara Elisha atau Elijah.” Kata Elise sok cenayang.
“Bagus, jadi dia wanita?”
“Mmm, bukan.”
“jadi dia seorang pria?”
“mmm, bisa dibilang begitu.”
“Hei, kau menjawab seolah tak yakin dengan jawabanmu.” Kali ini Janetta mulai dongkol dengan ramalan adiknya yang tampak tak serius. Ia memang tak sepenuhnya percaya dengan yang namanya ramalan. Elise terdiam.
“Sesuatu terkadang bisa berubah dan menjadi tak pasti.” Gumam Elise.
“Ya ya, tetaplah pada ramalan bodohmu itu.” Cibir Janetta pedas. “Lagipula kurasa ramalanmu tidak terbukti kebenarannya. Lihat saja, kau bilang malam ini akan terjadi hujan. Tapi purnama masih terlihat jelas diluar sana.”
“terserah apa katamu Janetta.” Kata Elise. Ia langsung bangkit berdiri dari duduknya. “yang jelas akan datang seseorang di biara ini, tunggu saja.” Kata Elise sambil berlalu meninggalkan ketiga saudaranya.
“Kau mau kemana?” tanya Valent.
“Ke dapur. Sepertinya Ana butuh bantuan.” Kata Elise. Ia lalu pergi keluar dan menutup pintu perlahan. Sesaat semuanya terdiam.
“Kau tahu Janetta, terkadang kau terlalu berlebihan.” Komen Fabian.
“Maksudmu?”
“Iya, omonganmu itu terlalu menusuk perasaan Elise. Meskipun tak semuanya ramalan itu benar, tapi setidaknya kau hargailah dia.” kata Fabian.
“Aku hanya ingin menyadarkannya jika ramalan itu tidak ada benarnya. Buktinya, malam ini tidak terjadi hujan seperti yang diramalkannya, kan?” kata Janetta.
Lalu tiba-tiba suara gemuruh terdengar di cakrawala. Untuk sesaat purnama tertutup oleh awan hitam dan diganti dengan lagit yang begitu gelap mencekam. Angin dingin bertiup membuat bulu kuduk berdiri. Tak sampai beberapa menit, air langit mulai turun dari cakrawala. Perlahan tapi pasti mulai deras. Hujan.
Janetta terperangah. Dan untuk sesaat ia menatap valent dan Fabian. Mereka bertiga saling berpandangan.
*****
“Berusahalah untuk hidup, jangan hidup untuk berusaha.” Kata-kata itulah yang masih terngiang di telinga Antoni dari kakak angkatnya; Rifay. Ia masih teringat jelas dengan senyuman serta motivasi yang Rifay berikan sebelum wafat.
Rifay adalah kakak angkat Antoni dari pernikahan kedua ibunya dengan seorang duda. Saat itu terjadi, Antoni masih berusia delapan tahun setelah perceraian ibunya dari ayah kandungnya di Sukabumi. Ia kini tinggal di Jakarta kurang lebih sudah Sembilan tahun.
Namun peristiwa memilukan yang didera keluarganya tidak hanya sampai perceraian ibunya dengan ayah kandungnya. Ayah tirinya dan kak Rifay, meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan pesawat ketika mereka hendak pergi ke Singapura.
Antoni merasa terpukul kehilangan kakak yang sangat ia cintai dan ia banggakan. Ibunya pun mesti banting tulang untuk membesarkan Antoni sendirian. Ibunya tak mungkin meminta suami pertamanya untuk membantu kehidupannya dengan Antoni.
Antoni juga teringat dengan adik kandungnya yang beda satu tahun darinya. Saat ia berpisah, usia adiknya, Aditya masih bekisar antara enam atau lima tahun. Kini ia tak tahu bagaimana wajah adiknya kini. Ia merindukan Adiknya dan juga kakaknya. Ia merasa sepi dan haus akan kasih dari kedua saudara laki-lakinya.
Namun pertemuan singkat Antoni dengan seorang pemuda melayu tempo hari di koridor membuatnya teringat pada Rifay dan Aditya. Ia menjadi penasaran pada pria yang tanpa sengaja ditabraknya. Siapa dia? kenapa ia baru melihatnya? Apakah dia anak baru?, dan kenapa pula ia terus memikirkan pria itu?
Antoni menjadi bingung dengan pikirannya. Ia menyandarkan kepalanya diatas bantal denga bertumpu pada kedua tangannya. Saat itu, Antoni hanya sedang melamun sambil menatap langit-langit kamarnya.
*****
Senyuman itu…tatapan itu…, Alif masih saja membayangkan wajah tegas pria berkulit tropis itu. Siapakah gerangan? Kenapa ia baru melihatnya?. Alif tak henti-hentinya membayangkan wajah seindah Romeo itu. Baru kali ini ia teringat dalam pikirannya sosok seorang pria. Padahal sebelumnya ia tak pernah membayangkan seorang pria sampai seperti itu.
Untuk sesaat Alif menenggak sekaleng coca-cola diberanda rumahnya sambil menatap hujan yang turun malam itu. Ia cukup nekad saat meminum air dingin dikala hujan. Namun itulah yang ia lakukan saat menghilangkan depresinya.
*****