BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Saya dalam hidup saya sebagai seorang gay

13»

Comments

  • edited May 2012
    Lanjutan.... Di bagian ini, mungkin konflik yang saya hadapi tidak seberat apa yang terjadi di masa sma saya, namun di sini saya menceritakan sekilas bagaimana saya bisa kembali menaruh kepercayaan terhadap orang lain sekaligus berbagi pengalamn selama kuliah yang mungkin tidak terlalu berhubungan dengan dunia gay. Selain itu, saya cukup terinspirasi juga dari @vire_alert untuk berbicara mengenai pertemanan gay dan straight. Vire kalau kira2 ada pendapat, monggoooo dengan senang hati ya. Mungkin di sini saya akan sedikit bermain dengan pandangan falsafah saya, karena pada masa2 ini lah saya banyak belajar akan hal itu. Semoga bisa diterima oleh teman-teman, dan bagi teman-teman yang mau ikutan memberikan pandangannya, boleh banget, mari kita bertukar pikiran secara sehat.

    Seusai masa sma, rasanya dalam hati saya legaaaaaa sekali bisa lepas dari masa-masa yang tidak enak itu. Beruntung saya tidak kesulitan dalam menentukan kuliah yang akan saya jalani. Tapi, saya belum bisa benar-benar menerima orang lain secara sepenuhnya. Buat saya berteman rasanya sulit, karena 'teman-teman' yang dulu pernah akrab, pada akhirnya mengkhianati kepercayaan saya. Bukannya saya tidak mau punya teman, tetapi setiap saya akan memulai pertemanan dengan orang lain, muncul rasa ragu dan pertanyaan dalam benak saya: "jika teman saya ini tahu, apakah dia akan tetap memperlakukan saya selayaknya teman atau malah membenci saya seperti dulu?"

    Pada awal2 kuliah, saya berpikir saya engga butuh yang namanya seorang teman. Mungkin kalau saya terus seperti itu, sampai sekarang saya akan tetap introvert. Satu hal yang membuat saya berubah, adalah sesuatu yang disebut sebagai OSPEK! Bagi mereka2 yang kuliahnya sebelum akhir 2000an, pasti ngerti banget kejamnya ospek. Diomel2in, dibentak2, dipukulin, dikerjain, wah pokoknya banyak deh... Bagi sebagian orang, ospek mungkin sebuah hal negatif yang seharusnya engga ada. Tapi terus terang, saya jadi bisa berteman justru karena adanya ospek. Di balik semua tindakan negatif pada saat ospek, justru jadi ada keakraban antara saya dan teman2 saya, mungkin karena ada perasaan senasib sepenanggungan.

    Yang benar-benar membuat saya mulai bisa menaruh kepercayaan lagi adalah kejadian di mana pada saat itu saya dipalak oleh preman-preman saat saya sedang menunggu angkot dekat kampus. Saya sempat dipukul karena menolak untuk memberikan barang2 saya. Mungkin pada umumnya teman yang baru kenal 1-2 bulan hanya akan mencoba menghibur, tetapi yang saya alami adalah mereka bahkan sampai membantu mencari preman tersebut dan meminta kembali barang saya, sampai-sampai terjadi perkelahian. Hal seperti ini pada saat itu adalah hal yang benar-benar asing buat saya, saya merasa seolah2 baru pertama kali memiliki apa yang disebut teman. Dari situ, saya mulai membuang jauh-jauh mindset saya yang mengatakan bahwa saya tidak butuh teman. Pada saat itu saya berpikir, saya tidak peduli lagi apakah mereka nantinya akan menjauhi saya apabila mereka tahu bahwa saya adalah gay. Saya merasa bisa mempercayai mereka sebagai teman, kenyataan bahwa saya gay sudah tidak penting lagi. Bagi saya, dan saya pikir bagi semua orang, untuk berubah adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi sekejap dan tanpa dorongan sama sekali. Tergantung masing2 individu, apakah dorongan yang ada diartikan sebagai sesuatu yang positif atau negatif. Mulai dari situ, saya mulai bisa untuk berpikir positif terhadap hal2 yang terjadi pada saya. Saya pun memulai berusaha untuk menjadi seorang teman yang baik bagi mereka, dan perlahan hal2 yang terjadi selama masa sma saya dan perasaan yang masih tertahan kepada Andreas menjadi kejadian yang lucu bila diingat sampai sekarang. Meskipun setiap hari saya dikerjain, dipukulin, diospekin, saya tidak pernah merasa malas dan takut untuk datang ke kampus, karena saya merasa ada teman-teman yang ada di samping saya.

    Sedikit pandangan mengenai pertemanan gay dan straight, saya pikir sebenarnya tidak tergantung apakah seseorang itu "gay" atau "straight", tetapi kembali kepada individu masing-masing. Seperti yang teman-teman tahu, dulu saya selalu takut berteman karena takut dijauhi kalau ketahuan saya gay. Pada akhirnya, saya berhasil melewati batas yang sebenarnya saya buat sendiri. Mungkin, apabila saat sma saya tidak terlalu terfokus pada perlakuan yang saya alami, bisa-bisa saja saya mendapat teman seperti yang saya temui pada saat kuliah. Setelah itu saya sempat berpikir, "kalau memang seorang teman, mereka akan menerima walaupun temannya seorang gay". Dari apa yang saya amati selama ini, sepertinya banyak orang yang juga berpendapat seperti ini, bukan hanya dalam hal yang berhubungan dengan gay tapi juga hal2 lannya. Tetapi apabila saya berpikir sebaliknya, maka kalau tidak bisa menerima bahwa temannya adalah gay, berarti mereka bukan teman yang baik? Menurut saya, belum tentu. Seperti yang saya katakan, itu tergantung individu masing2. Secara pribadi saya tidak suka menilai orang lain berdasar labelnya, misalnya ras agama atau sebagainya, begitu pula dengan saya tidak mau dinilai "buruk" karena label saya "gay". Nah pada kasus ini, saya tidak mau menilai orang yang "tidak menerima gay" sebagai "bukan teman". Yang namanya teman ataupun mungkin kekasih yang baik, bukan berarti bisa selalu "menerima apa adanya". Saya yakin, setiap orang punya batasan masing-masing yang tidak bisa ditolerir, begitu juga dengan seorang straight yang adalah seorang homophobe. Apakah bisa disalahkan karena mereka homophobe dan tidak bisa menerima seorang teman yang kebetulan gay? Tentu tidak. Pertanyaan ini bisa dianalogikan dengan pertanyaan "apakah seseorang bisa disalahkan bila ia gay?". Lalu, apakah berarti saya akan pasrah saja dan selalu siap bila ada teman yang lagi2 menjauh karena saya gay? Apakah saya sekarang selalu menjalani hubungan pertemanan tanpa peduli nantinya akan dijauhi? Lagi-lagi tidak untuk keduanya. Rasanya tidak ada orang yang selalu siap untuk kehilangan teman. Saya tentunya peduli dan tidak mau dijauhi lagi, untuk itu selama hubungan pertemanan itu masih berlangsung, adalah salah satu peran dan juga sesuatu yang ingin dan harus saya lakukan untuk membuktikan bahwa di luar label "gay" pada diri saya, saya juga memiliki kelebihan lain dan bisa menjadi seorang teman yang baik untuk mereka dan ke-gay-an pada diri saya tidak akan berpengaruh pada hubungan pertemanan saya. Jadi, tentunya saya sendiri memiliki andil apakah nantinya saya akan dijauhi atau tidak.

    Maaf kalo lagi2 kepanjangan, setop sampai di sini dulu supaya enggak pada kabur hehehe... Dan supaya ada ruang untuk diskusi juga, karena kalau saya terusin dengan topik berikutnya nanti jadi serabutan.
  • kak @mikeymac q mo nnya nasib si penipu tu ckrang gmna??
  • kisah hidup yang luar biasa.. semangat ya u musti nunjukkin ke temen2 lo yang dulu ngebully lo klo lo bsa jadi lebih hebat dr mereka.. keep your spirit n motivation..
  • ga bisa komentar...
  • percaya lah.....masih banyak str8 yang sangat2 open mind untuk nerima kamu as their friends...
  • vire_alert wrote: »
    percaya lah.....masih banyak str8 yang sangat2 open mind untuk nerima kamu as their friends...

    iya, contohnya aku
  • pasti donk jeng @vendi74 kita kan pecinta binan sejati..... hohoho....
  • @h03d_fl3d setau saya tadinya dia mau kuliah di luar negri, tapi engga jadi gara-gara orang tuanya marah besar krn kasus sama saya itu. entahlah sekarang.

    @Fei thank you, will always do.

    @vire percaya kok, untungnya teman2 saya saat ini banyak yang open mind

    @vendi @vire awas ketularan hahaha
  • @mikexmac mngkin tu adlah pmblasan dri tuhan bwt si brengsek itu!!
    *emosi tingkat tinggi*
  • @h0ed_fl3d hahahahah masih ada yang lebih brengsek lageeee tp itu buat episode2 berikutnya aja lah
  • untungnya gw ga ngalamin kayak gitu

    Ps. gw ga baca ceritanya lho, swear. hahahaha. numpang nyampah aja
  • Hmm.. Hebat sir, anda bisa survive.
    Baguslah ga sampe jadi pembenci manusia :)
  • Wew, ceritanya @mikeymac menarik & inspiratif :)

    Sekedar share aja ya. Sy bc tulisan ini ikut merasa:
    1. Bersyukur, krn ts & byk tmn2 lain yg sdh berhasil melalui hambatan hidupnya sbg seorg gay dgn baik. No such perfect stories emg, tp yg paling indah adlh saat kita memetik hikmah dbalik itu. Sy akui ini amat tdklah mudah, butuh wkt, butuh pembelajaran, tidak ada sekolahnya, dn tidak ada mata kuliahnya. Bahkan tidak ada buku dan gurunya! Klo ilmu matematika jelas ada mt pljrn nya, bahkan ilmu tata krama msh ada gurunya. Tp klo ilmu menjadi seorg gay, guru yg terbaik adalah pengalaman sendiri. Bahkan utk share kpd orang tua, yg scr alamiah sejak kecil kta brtanya apa saja yg tdk kta tahu kpd mereka, pun itu tak sembarang bs kta lakukan.
    2. Bangga, krn ts sdh membuktikan bhw seorang gay jg bs mengambil tempat yg layak dlm masyarakat. Bs menjalani kehidupan sosial dn memenuhi kebutuhannya dgn baik. Sbgm org pada umumnya. Tentu saja dgn pandai2 menjaga privasi, dn bersikap open pd tempatnya. Tdk selalu org spt kita harus mdpt stigma. Justru byk sekali potensi keunggulan seorg gay yg mnurut sy lebih dr org lain pd umumnya, spt rasa estetika, toleransi, setia kawan, kemampuan mendgr, merasakan, kesetiaan, dan menjaga kepercayaan. Selain itu, seorg gay jg mnurut sy lebih tegar dgn adanya ia tlh melalui serangkaian pengalaman pahit dan perjuangan keras melawan emosi, nafsu, dn stigma.

    So, thanks bwt ts yg sdh membagi ceritanya :) Sukses selalu n smg bs jd motivasi bwt semua.

    Cheers!
Sign In or Register to comment.