It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
yaaaa k posting lagi coment w....
sorry ya sorry....
weeww.... andai bisa di semua tempat, wkwkwkwkwk.....
(bener loh, ada satu waiter yang manis banget, amat sangat gud luking sekali, umur 20 orang Brebes, inisialnya AN, dan ngomongnya yang agak ngebas dan aksentuatif bikin dia keliatan makin ehm ehm. haha. Cekidot aja ke tkp)
ehemm..ehemm..
seandainya ada sudut pandang ibu karima atawa pak jamal mungkin bisa sedikit menggugah kenangan bang rafi tuh kang..
btw laik dis at all dah..
Btw a̲̅k̲̅u̲̅ ketinggalan di mention
urg meni teu di mensen ieh...
kanjut ah...eh lanjut,,,
mau komentar dulu nie. Ehh... Cerita mengejutkan, pdhl aku yakin bgt klo azam tuh rasanya sama eza, ehh tau2nya ke bayu,hee... Nah yg ditakutin ini perasaan eza ke bayu nya jangan2 bener tuh cma sbagai sodara....ohhh tidakkk...bakalan nangiss bombay dehh si bayu...
Ditugguu lanjutannya... Waiting...
urg meni teu di mensen ieh...
kanjut ah...eh lanjut,,,
@igoigo, @Boyorg, @halaah, @firmanE, @jaydodi, @blueguy86, @mahardhyka, @ajied84, @urth, @tobleron, @dewo_dawamah, @dityadrew2, @yoedi16, @adinu, @redbox, @joe_senja, @alfaharu, @kiki_h_n, @jockoni, @habibi, @pria_apa_adanya, @zimad, @adam08, @dhie_adram, @boljug, @4ndh0, @aDvanTage, @autoredoks, @dollysipelly, @sly_mawt, @trinity93, @pokemon, @fansnyaAdele, @05nov1991, @the_jack19, @co_ca_co, @iamyogi96 @chocolate010185 @adacerita @prahara_sweet @rainbow_bdg @admmx01.@justnewbie @excargotenak @nazruddin_oth@Daramdhan_3OH3@ularuskasurius@danielsastrawidjaya @rubysuryo@budhayutzzz,@difer,@gu2ntea, @ZaenalArdana.
“Dengerin penjelasan aku dulu Bay.”
Dia masih mengetuk-ngetuk kaca mobil tapi tidak kuhiraukan.
“aku tulus sayang sama kamu. Aku gak mau kamu ninggalin aku. Maafin aku Bay.” katanya memelas tapi aku tak mau mendengar ocehan sintingnya.
“Bang, jalan” kataku ke supir taksi.
Supir taksi itu bingung, lalu mulai menjalankan mobilnya. Taksi yang kutumpangi melaju, tapi kulihat Azam berusaha mengejarku, lalu kuminta supir taksi itu semakin mempercepat lajunya.
****
Sepanjang perjalanan kepalaku semakin pening. Azam bilang dia sayang sama aku? Gila. Dia benar-benar gila. Bagaimana mungkin dia bisa sayang sama aku? Bukankah dia sukanya sama Eza, makanya dia begitu membenciku. Aku bingung sekarang, aku harus bilang ke siapa? Apa aku harus bilang ke Isal? Kucoba telpon, hapenya gak aktif. Uh, dia pasti sedang galaw lagi.
Ah, aku ingat seseorang, seseorang yang sebenarnya sudah sebulan ini jadi teman dunia mayaku, tapi baru minggu-minggu kemarin kita dekat, maksudnya kita sering inbox-an. Lalu kubuka hapeku, dan ternyata Mita sedang On line.
“Mit, tumben jam segini OL?”
Beberapa detik kemudian layar hapeku terisi pesan balasannya.
Mita:“Iya nih. Jadi resign?”
Bayu: “jadilah. Tp w bingung”
Mita : “pegangan donk. He...
Bingung napa?”
Bayu: “lo pst g bkl percya.”
Mita:”Pabrik tutp gr2 lo resign?”
Bayu:”onyon, bkan. Td wkt w mw balik, Azam ngejar w..”
Mita :”ngpain?mnt maf?”
Bayu:”lebih dr tu”
Mita:”?????”
Bayu:”dia bilang dia syang sm w”
Mita:”maksud?”
Bayu;”DIA BILANG DIA SYG MA W.DY CINTA MA W”
Sepuluh detik, satu menit, dia masih OL tapi kenapa gak bales? Lalu tiba-tiba dia Off Line. Huh, gak asik ah. Aku lagi butuh saran, dia malah off line. Menyebalkan. Langsung saja kumasukan hapeku dengan kesal.
Dan ternyata taksi yang kutumpangi sudah sampai kostanku. Aku langsung turun dan membayar ongkosnya. Kulangkahkan kaki dengan gontai, lalu masuk kamar kostku.
Berantakan, berantakan sekali. Sudah berhari-hari tidak kurapikan kamar kostku. Kuleparkan tasku lalu menjatuhkan diri ke kasur. Aku ingin tidur, dan berharap waktu bangun, kejadian hari ini cuma mimpi. Ku matikan hp-ku. Aku benar-benar tak mau diganggu hari ini. Aku pejamkan mata, tapi kata-kata Azam masih terus memenuhi kepalaku. “Aku sayang sama kamu”. Arggght..
Kumainkan lagu-lagu Norah Jones, penyanyi Country-Jazz itu biasanya selalu berhasil membuat hati tenang dan membuat aku mengantuk. Tapi sudah tujuh lagu berkoar-koar, mata ini gak mau terpejam. Mungkin aku memang harus meninggalkan kota ini beberapa hari, pikirku. Tanpa pikir lagi aku kemasi barang-barang, hanya dua lembar kaos, jacket, celana panjang dan laptop, aku langsung keluar dari kamar kost Hijau Muda. Aku masih belum tahu akan kemana, tapi yang pasti aku harus meninggalkan kota ini. Sehari lagi saja aku disini, aku bisa gila.
Aku kemana ya? Jogja, terlalu lama. Pasti pegal sekali. Cirebon? Aku belum pernah kesana. Lalu tiba-tiba aku ingat bahwa di JB Plasa ada bus yang langsung mengantarkan ke Bandung.
Aku langsung bergegas menuju ke pangkalan ojeg dan meminta diantarkan ke JB Plasa. Bandung, ya Bandung. Aku akan ke Bandung. Banyak hal yang bisa kunikmati di Bandung. Pemandangn alam, mode terbaru, hingga kuliner. Aha, kuliner. Aku akan berburu kuliner sambil mencari inspirasi untuk resto-ku nanti.
Setelah sampai di halte dan melihat bus Primajasa, aku langsung bergegas masuk, berjejalan dengan penumpang lain. Aku masuk dan mencari kursi kosong. Ah, sukurlah, ternyata kosong. Aku langsung mengambil laptop lalu menyimpan tasku. Tiba-tiba seorang bapak paruh baya duduk di kursi sebelahku. Dia tersenyum padaku, kubalas senyumannya. Kulihat dia menyimpan tasnya alu memposisikan posisi duduk yang nyaman.
“Liburan A?” tanyanya membuka percakapan.
Aku mengangguk. Menghilangkan stres lebih tepatnya, pikirku.
Dia melanjutkan,“Cikarang sekarang yah, panasna teh minta ampun, apalagi macetnya. Ih, parah pisan. Bandung ge macet, tapi da gak separah disini.” Kata beliau sambil melap dahinya dengan handuk kecil.
Aku hanya tersenyum. Bapak ini kayaknya senang ngobrol.
“Mau kemana A?” tanyanya.
“ Ke Bandung Pak.” Jawabku singkat.
Bapak itu lalu tertawa lepas.
“hahaha. Ya iya atuh A,ke Bandung. Masa mau ke Jawa naek bus ini? Maksud Bapak teh Aa ke Bandungnya teh kemana?”.
Iya ya, orang naik bus jurusn Bandung ya pasti mau ke Bandung. Haduh, dodol juga aku ini ternyata. Jadi malu sama si bapak. Dan sekarang, aku bingung mau jawab apa, orang rencana ke Bandung aja lima menit yang lalu. Mungkin Bapak itu membaca pikiranku.
”Aa tuh mau lihat pemandangn indah, bisa ke Ciwidey, Tangkuban Parahu, Lembang. Atau mau belanja, bisa ke Dago, Cihampelas, mau nyobain makanan enak ke Gasibu..” kulihat dia masih mau memberikan informasi gratisnya, tapi langsung kupotong.
” Saya mau makanan enak, dimana Pak?”.
Dia sepertinya semakin antusias.
“Banyak atuh A. Tapi sekedar promosi nih ya, Bapak teh sebenernya buka warung kecil-kecilan. Ya iseng-iseng jualan makanan lah.”
Warung kecil-kecilan? Wah,boleh juga tuh. Kedengerannya menarik.
“Wah, makanan apa tuh Pak?” tanyaku penasaran.
“Es Pisang Ijo, Es Krim goreng, sama Surabi Ijo..” katanya menjelskan.
Wah, Es pisang ijo kayaknya pernah denger. Kalo surabi ijo emang pernah nyobain di Rengasdengklok karawang yang dikenal dengan Surabi Ijo kuntilanak, karena lokasi jualannya di dekat makam. Kalau es krim goreng? Hhmm..langsung ngiler...
“Wah, kayaknya mantap tuh Pak.”
Dia menjawab dengan bangga.
” Iya atuh, di Cikarang mah belum ada kayaknya. Lumayanlah sehari bisa jual tiga ratus porsi...”
Tigaratus porsi? Busyet, bukan lumayan lagi itu mah.
Sepanjang perjalanan kami ngobrol tiada henti. Mulai dari asal-usul keluarga hingga keinginanku membuka restoran. Dan ternyata dia sangat welcome, dan dengan senang hati mau berbagi resep makanannya. Dan dia mengajakku mampir dan belajar di rumahnya. Ah..tuhan memang adil. Aku jadi ingat kata Bang Andrea Hirata,penilis novel kesukaanku ‘jangan pernah takut untuk bermimpi, karena tuhan akan memeluk mimpi-mimpi kita.’
****
Sesampainya di rumah beliau, aku tercengang melihat apa yang dia sebut warung. Gila, ini adalah kafe bernuansa Sunda yang sangat ramai. Kubaca plangnya, Saung Kang Uca. Tempatnya sangat nyaman, apalagi ditambah suara suling bambu yang sangat merdu. Terasa sekali nuansa Pasundan yang terkenal asri dan nyaman itu.Ada sekitar dua puluhan meja, sepuluh saung di atas kolam ikan dan para pelanggan berjejer rapi mengantri untuk memesan makanan. Padahal ini masih jauh dari jam bedug. Mungkin mereka takut kehabisan kali.
Akupun dipersilahkan duduk di saung. Tapi ternyata memang kondisinya sedang banyak sekali pelanggan, maka pak Uca pamit untuk membantu karyawannya dan menyuruhku jalan-jalan saja di sekitar saung.
Aku lantas berjalan-jalan mengitari tempat ini, lebih tepatnya menikmati keasrian dan keindahan tempat ini. dekorasinya, nuansa alamnya, panorama alamnya..ah..lantas kuambil bukuku dan kubuat oret-oretan untuk dekorasi resto-ku nanti.
Saking asiknya aku membuat sketsa dekorasi restoku, aku tak menyadari ketika pak Uca datang dan memanggil pelayannya dan memesan beberapa makanan. Aku melihat sekeliling, orang-orang begitu sabar, kulihat juga beberapa orang menelan ludah ketika melihat yang lain sedang menyantap makanan dengan lahapnya. Tak berapa lama, datang pelayang membawa makanan dan minuman. Dan dalam waktu bersamaan, terdengar suara adzan maghrib.
Tiba-tiba terdengar suara adzan, merdu sekali. Aku tertegun. Setelah minum teh manis hangat, Pak Ucha mengajakku sholat, beliau masih saja tersenyum. Aku melihat orang-orang yang ngantri menuliskan makanan pesanan mereka beserta nama mereka lalu menancapkannya pada paku yang tersedia, lalu berbondong-bondong ke mushola yang memang sengaja di bangun untuk para pelanggan. Indah sekali, indah bukan buatan.
Kurang lebih lima menit sholat itu baru selesai, dan mereka pun kembali berbondong-bondong ke tempat pemesanan, beberapa tinggal ambil dan bayar, dan sebagian lagi masih harus mengantri. Dan menurut Pak Uca, antrian itu bisa sampai jam 2 malam. Bahkan kalau malam sabtu-mingu atau hari libur bisa sampai shubuh. Gila bener...
“Alhamdulillah..Nah, ayo Dek, dicicip. Yang ini teh namanya Es Pisang Ijo, yang ini Es Krim Goreng, yang ini Cireng Isi, kalo yang ini Surabi Ijo. Minumnya Es Pelangi aja ya.” Katanya.
Tak hentinya-hentinya beliau tersenyum, khas orang Sunda yang terkenal ramah.
Aku sudah tak sabar ingin mencicipi semuanya. Pertama kuambil sendok dan ku buka eskrim gorengku. Masih panas, tapi pas dibuka, eskrim meleleh .Ku cicipi, mmmmm...aku tak mampu berkata-kata, sampai-sampai mataku terpejam menikmatinya. Huah..tak disangka cita rasa orang Bandung memang wahid, imajinasi dan inovasi mereka, bahkan sampai terpikir untuk menggoreng es krim amat sangat menakjubkan. Rotinya hangat, tapi waktu es krimnya menyentuh lidah, mmmm...ku buka mataku, Pak Uca tertawa melihat tingkahku. Aku jadi malu dibuatnya, tapi demi merasakan makanan seistimewa ini, tak apalah.
Tak lama ku habiskan es krim gorengku, karena aku adalah pecinta es krim kelas wahid. Lalu Pak Uca menyuruhku mencicipi yang lain. Sebenarnya, tanpa disuruh pun aku akan cicipi, bahkan aku mau habiskan semua makanan di warung ini. Kucicipi sedikit Surabi Ijonya, dan...lagi-lagi aku merasa sangat exited. Ada rasa berbeda di tiap kunyahan. Sebenarnya rasanya aneh, maksudku unik. Dari gigitan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya terasa berbeda di lidah, semakin dikunyah semakin beda. Dan satu sensasi yang kurasakan, rasa penasaran yang begitu besar ingin mencicipi, atau lebih tepatnya merasakan sensasi rasa berbeda. Tak terasa telah tiga buah Surabi Ijo telah masuk ke lambungku dengan sukses. Kulihat raut muka bahagia terpampang di wajah Pak Uca.
Lalu tanpa ba-bi-bu aku langsung melahap Cireng isi. Wah...suasana dingin Bandung makan Cireng Isi yang masih anget sungguh nikmat. Rasa pertama rasa ayam, lalu sapi, baso, jamur, oncom pedas, dan masih banyak lagi. Tak terasa aku telah menghabiskan enam buah cireng isi. Aku memang sudah kenyang, tapi masih sangat penasaran. Biasanya waktu kita sudah kenyang, makanan enakpun jadi tidak enak. Tapi teori itu gak berlaku disini. Sudah kenyang aja enak, apalagi waktu laper, pikirku. Pantas saja orang rela antri buat beli. Mungkin aku juga rela antri sampai satu kilometer buat belinya. Kuhabiskan es pisang ijo dalam sekejap, dan masih saja es pelangi menggodaku untuk kucicicpi.
Inilah sambutan Kota Kembang, kuliner yang ajip dengan keramahan warganya. Tak salah orang berbondong-bondong ke Bandung hanya untuk wisata kuliner. Orang Bandung memang memiliki jangkauan imajinasi dan memiliki cita rasa yang sangat tinggi.
(jadi laper beneran...makanya w gak berani posting pas bulan puasa, ntar w disalahin kalo banyak pembaca yang tergoda imannya, huhuhu)
*****
Sekitar jam sembilan malam Pak Uca mengajakku ke dapur untuk melihat-lihat bagaimana proses pembuatan semua menu di sini. Sesampainya di dapur, Pak Uca bukannya langsung mendemonstrasikan cara membuatnya, tapi malah menelpon seseorang. Tak berselang lama munculah seorang gadis.
“Agnia, sini sakedap Geulis.” katanya lembut.
Gadis yang kutaksir umurnya masih 22 tahunan ini menghampiri kami sambil tersenyum. Rambutnya hitam lebat dan lurus sebahu, kulitnya putih, manis sekali, khas gadis Sunda.
“Ada apa Abah?” tanya gadis itu sambil tersenyum.
“Ini ada tamu dari Jakarta. Namanya teh Bayu. Dia teh rencananya mau buka kafe dan sengaja datang kesini mau belajar bikin Es Pisang Ijo sama menu yang lain. Tolong diajarin yah.” Pinta beliau halus.
Memang kebanyakan orang daerah, menyebut orang ‘kota’ itu orang Jakarta. Padahal bisa saja orang Cikarang, Tangerang atau Bekasi. Aku jadi malu dengan perlakuannya. Gadis itu tersenyum riang, senyumnya manis sekali. Lalu Pak Uca pamit meninggalkan kami berdua.
Aku merasa kikuk ditinggal berdua dengan gadis ini. Aku coba lirik dia, dia tersipu malu.
“Ayo Kang, saya tunjukin bahan-bahannya.” katanya.
Lalu dia mengajakku ke meja yang disitu terdapat banyak sekali bahan makanan. Dia lalu mulai menyiapkan bahan-bahan untuk membuat Es Pisang Ijo
“sebentar ya Kang, saya siapin dulu bahan-bahannya.”
“kita bikin apa dulu nih?”
“es pisang ijo aja dulu ya”
“wokeh. Kalo bikin es pisang ijo, pake pisang apa?”
“pisang raja aja kang, enem buah, tapi harus matang pisangnya. Tapi juga jangan terlalu lembek. Terus 100 ml air daun suji , bisa diganti setengah tetes pewarna hijau, 50 g tepung sagu,175 gram tepung beras, setengah sendok teh garam, dan jangan lupa 300 ml air kang.” Teranganya sambil tangannya menyiapkan bahan-bahannya.
Lalu kulihat dia menyampurkan tepung beras, garam, air, air daun suji, dan pewarna hijau, kemudian diaduk rata. Lantas dia menjerang di atas api kecil hingga mendidih sambil aduk-aduk agar adonan tidak berbutir. Kemudian angkat.
Setelah itu dia masukkan tepung sagu sedikit demi sedikit sambil aduk-aduk hingga kalis. Dan dia begitu cekatan membagi adonan menjadi 6 bagian. Kemudian di bentuk bulatan dan tipiskan hingga setengan sentimeter.
Kemudian dia balut setiap pisang dengan adonan tepung beras hingga semua bagian tertutup rata.lantas dia masukkan pisang dalam air mendidih hingga mengapung dan adonan matang. Kemudian dia angkat, tiriskan, dan sisihkan.
“Terus buat buburnya apa aja teh bahannya?”
“gak terlalu ribet kok, Cuma 800 ml santan dari 1 butir kelapa parut, 50 g tepung beras, 75 g gula pasir, 1 lembar daun pandan, dan sejumput garam”
“oh..aku yang bikin buburnya ya..”
Lantas dia menyuruhku menyampurkan santan, tepung terigu, gula pasir, daun pandan dan garam, lantas kuaduk rata. Kusiapkan panci kecil lalu kujerang di atas api sedang sambil aduk-aduk hingga kental. Angkat deh.
“oke, sekarang kita tinggal buat pelengkapnya. Kalau buat bahan pelengkapnya, kita tambahin es serut, 100 ml sirop cocopandan, sama100 ml susu kental manis”
Setelah itu dia menyipakan mangkok, kemudian dia potong-potong pisang ijo. Letakkan di atas piring saji. Tuangkan bubur. Tambahkan es serut, sirop, dan susu kental manis.
“selesai..” katanya sambil mengangkat mangkok berisi es Pisang Ijo.
“wah...jadi laper lagi. padahal tadi udah makan es pisang ijo, es krim goreng, cireng isi, liat makanan ini, jadi laper lagi.”
“hehe. Itu mah akangnya aja yang cacingan. Yadah, sekalian belajar bikin Cireng isi aja ya kang” tawarku.
Aku mengangguk cepat sakit antusiasnya.
“bahan dan cara bikinnya simple banget kok kang, cuma 300 gr tepung sagu, 50 gr tepung terigu, 250 ml air sama setengah sendok teh garam”
“terus buat isinya?”
“isinya sih tergantung kita mau isi apa, kalau mau isi ayam, dua sendok makan minyak goreng, 250 gram fillet ayam, potong dadu kecil, sama tiga sendok makan kecap manis”
“oh..”
“terus buat bumbu halusnya, satu sendok teh ketumbar, tiga butir kemiri, lima buah cabai merah besar, lima butir bawang merah sama dua siung bawang putih”
Lantas dia mulai memanaskan minyak, menumis bumbu halus hingga harum. Kemudian kulihat dia memasukkan ayam, dan dimasak hingga berubah warna. Tambahkan kecap, garam, dan gula pasir, masak hingga matang, dia angkat dan sisihkan.
“akang yang buat kulitnya ya. Gampang kok, campur semua bahan, aduk hingga adonan kalis. Ambil sedikit adonan, bulatkan dan pipihkan. Lakukan hingga semua adonan habis.”
Aku lantas melakukan apa yang dia intruksikan. Dan ternyata kita memang kompak banget. jadi bikin kulit dan isinya tak terlalu lama.
Kemudian dia ambil kulit, isi dengan bahan isian lalu lipat, dia tekan-tekan bagian pinggirnya. Lantas dia goreng dalam minyak panas sedang hingga matang, dia angkat dan tiriskan.
“Ternyata cara bikinnya susuah-susah gampang ya?” kataku. “Teh, yang bikin resep ini tuh Abah?” tanyaku membuka topik ringan.
“Sebenernya sih aku. Abah dulu buka warung surabi sama es kelapa ijo.” Jawabnya sambil menyajikan cireng isinya di atas piring lalu menuangkan sambel tomat dan sambel cabe.
Berarti menu tadi kebanyakan kreasi Agnia? Hebat juga.
“ Berarti menu-menu yang lain itu hasil kreasi Teteh?” tanyaku memastikan dan dijawabnya dengan senyuman.
“Emang belajar dimana?” lanjutku penasaran.
Wah hebat juga. Mungkin dia belajar dari koki terkenal, sampe bisa bikin makanan seenak ini, akupun mau belajar dari koki itu.
“Iseng-iseng aja. Awalnya coba-coba waktu masih sekolah di SMKK. Coba dijual ke pelanggan Abah, alhamdulillah ternyata pada suka.” jawabnya dengan ramah.
“dan yang penting, kita harus menyajikan dengan bahan-bahan yang fresh. Dan tentunya kita mesti pinter milih bahan-bahan. Misal, buat nentuin buah melon yang manis ato enggak, kita bisa liat di kulitnya. Makin jarang kulitnya, makin manis. Apalagi zaman sekarang, kita mesti waspada karena banyak yang disuntik. Kalo di jalan-jalan kita suka beli buah-buahan, rasanya manis, pas di rumah, rasanya kecut. Itu karena mereka menambahkan pemanis pada pisaunya..”
Oh..pantesan. temanku sering ngeluh kalau beli buah-buahan di pasar. Mereka sering merasa tertipu. Kalau beli di supermarket, harganya selangit.
“terus, kalau buat minuman, kadang santan itu cepet basi kan? sehari aja bisa langsung basi. Kalau pake santan instan biaya produksinya tinggi. Biar awet, santan itu bukan di masukin ke kulkas. Cukup taro di dalam plastik, rendem pake air es ajah di dalam termos. Insya alloh lebih awet kang” sarannya.
Senyumnya itu, aduh... lesung pipitnya, mata bulatnya, dan wajahnya good looking banget.udah cantik, pinter masak lagi. Tapi masih kalah sama senyumnya Eza lah, apalagi kalau mulutnya Eza udah kayak ikan mas koki. Haduh..
“Kang, tadi Abah ngomong apa aja?” tanyanya.
Pak Uca emang ngomong apa aja? perasaan gak ngomong macem-macem, Cuma obrolan biasa aja. Aku bingung.
Dia agak malu, tapi akhirnya jujur juga.
”Jujur nih Kang ya, aku teh bingung “ katanya sambil membereskan wadah-wadah kotor bekas tadi.
“bingung kenapa? Abah nyuruh nikah?” tanyaku asal sambil membantunya membereskan wadah-wadah kotor lalu menaruhnya ke pencucian.
Dia mengangguk sambil tersenyum.
”Terus? kamu itu cantik, masa belum punya calon? Pasti udah banyak yang udah ngelamar kamu. Dari yang anak lurah sampai calon dokter.” tanyaku heran.
Dia cemberut,”lagian aku belum mau mikirin itu. Lagipula aku mah masih belum siap atuh, orang baru ge dua puluh satu taun. Masih pengen belajar masak. Aku tuh pengen pisan ke Paris atau Itali, belajar dari koki sana. Kalo udah nikah mah pasti gak bisa kan?’ katanya panjang lebar.
Aku salut juga sama dia. Dia punya mimpi, mimpi yang tak tanggung-tanggung, ke Paris hanya untuk belajar masak.
“Kalo Akang sendiri, calonnya orang mana?” tanyanya membuyarkan pikiranku.
Aku kaget dan bingung harus jawab apa. Calon? Aku gelagapan, “e..e..” dan dia langsung memotong.
“Masih suka cewek kan?” tanyanya dengan nada bercanda.
Aku makin gelagapan dan dia tertawa melihat tingkahku.
“Tenang aja Kang, temenku banyak kok gay. Lagian juga sudah bukan hal tabu lagi sekarang mah.”katanya santai.
Aku gelagapan,”apaan? Ya masih suka cewek lah. Tapi emang masih belum kepikiran punya cewek aja.”kataku berusaha membela diri, tapi wajahku masih merah.
“Biar kutebak, sekarang Akang lagi dilema ya?” selidiknya, sembari matanya menatap tajam mataku. Aku makin gelagapan.
“Dilema kenapa? Sok tahu ah.” kataku sambil membuang muka ke arah lain.
Apa mataku tak pernah bisa menyimpan isi hatiku, sampai-sampai semua orang tahu apa yang kurasakan.
“Hidup itu pilihan Kang. Jangan sampai Akang nyesel di kemudian hari. Kalo aku gak salah nebak, akang teh sebenernya mau jujur, tapi masih takut.” katanya masih dengan tatapan menyelidik.
Hah, dia dukun, atau memang punya cenayang? Masa dia tau apa yang sedang aku rasain sekarang? ah, paling asal nebak aja. Tapi, bagaimana dia tahu kalau aku masih bimbang mau jujur sama Eza, tapi takut kalau jujur dia akan berubah sikapnya, atau mungkin menjauhiku, dan aku gak sanggup kalau dia menjauhiku. Sampai sejauh ini dia lah yang selalu mendorongku untuk kuat.
“Kang, aku tuh berteman sama teman-temanku yang ‘disoriented’,”katanya sambil membuat tanda petik dengan jarinya.”jadi aku dah paham raut muka, cara bicara, gesture mereka . ya walaupun baru sebulan ini sih”lanjutnya.
Hah, apa sikapku mencolok? Kurasa cara bicara, gestureku dan penampilanku biasa aja, lalu dari apa dia berani menjudgeku seorang gay?.
“Apa yang bikin teteh ngira kalo saya gay?” kataku penasaran.
Dia tersenyum simpul lalu menggiringku ke depan cermin.
“Coba perhatikan wajah Akang di cermin.” Perintahnya.
Aku lantas berjalan ke arah cermin dan mulai memerhatikan wajahku sendiri di yang terpantul di cermin. Kuperhatikan dengan seksama, apa yang aneh? Mataku biasa aja. Wajahku emang putih bersih, tapi zaman sekarang kan wajar. Rambutku juga lagi trend di Jakarta. Aku masih bingung dan hampir nyerah. Aku geleng-geleng kepala tanda gak ngerti.
“Nyerah ah..” kataku.
Dia tertawa melihatku.
“Perhatiin baik-baik atuh Kang..” katanya.
Aku kembali memerhatikan wajahku tapi masih belum menemukan kejanggalan.
“gatau..Nyerah ah,” kataku.
“coba deh Akang senyum..” pintanya.
Aku coba memaksakan tersenyum. Tapi apanya yang aneh. Aku sampai memiring-miringkan wajahku mengamati wajahku yang mencoba semua jenis senyum yang aku bisa, tetep gak ada yang aneh. Lalu dia tertawa keras,
”hahaha, tuh kan kayak orang gila senyum-senyum sendiri..” katanya sambil berlari kecil.
Aku melongo dan baru sadar bahwa aku dikerjain. Sialan, pikirku. Lalu ku kejar dia yang berkelit diantara meja-meja.
“Awas ya..” kataku sambil tertawa mengejarnya.
Ketika kami sedang kejar-kejaran, Pak Uca datang dan hanya melongo melihat kami berkejaran dan berkelit diantara meja, lalu tersenyum. Kami berdua menghentikan tawa kami, aku malu sekali. Aku kikuk. Pak Uca hanya geleng-geleng kepala lalu berlalu pergi. Aku lalu menghampiri Agnia.
“Kamu sih, aku kan jadi malu.”kataku.
Dia masih saja tertawa.
“lagian mau aja diboongin. Ternyata orang Jakarta juga banyak yang onyon. Hahaha” katanya tertawa lepas.
Aku hanya manyun. Huh dasar. Lalu dia menghentikan tawanya, lalu berkata,
” tapi bener kan?” kali ini nadanya serius.
Ah, paling masih becanda, pikirku.
“Akang mungkin bisa nyangkal, termasuk sama diri Akang sendiri, tapi senyum malu-malu akang gak bisa boong. “katanya dramatis.
Apa iya?
“seorang gay bisa diliat dari cara dia memegang gelas, cara dia tersenyum, cara dia menatap..dan senyum Akang mirip Kang Egi..” lanjutnya sambil berlalu pergi.
Egi, siapa lagi itu? Pacarnya kah? Mantan pacarnya atau siapanya dia? Kenapa aku selalu dimirip-miripin orang sih? Baru kemarin-kemarin dibilang mirip Rafi, sekarang mirip siapa lagi. besok pasti dibilang mirip Kim Bun. Huh,apa mukaku ini emang muka pasaran? Ah, benci sekali. Lalu aku mengejarnya. Tapi ternyata jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan aku disuruh tidur sama pak Uca.
****
Jam sebelas malam aku dipersilahkan untuk tidur, padahal orang-orang masih ngantri di warung. Tapi aku masih belum ngantuk. Lalu kuputuskan pergi ke saung. Aku menyalakan hapeku yang seharian kumatikan. Saking asiknya disini, aku sampai tidak pernah menyentuh hape dan laptopku. Aku kaget karena waktu hapeku nyala, ada puluhan sms dan panggilan tak terjawab. Kubuka satu-satu. Dani 2 sms, sisanya Azam dan Eza. Kubuka satu persatu smsnya.
Azam,”Bay, aku turutin permintaan km. Kita pake w elo. mafin w please...w syg bgt ma lo.”
“Bay, kok lo gk bls sms w? Lo msh marh ma w y?”
“Bay, please, jangan diemin w. W gak tahan kl kyk gni trs.”
“Bay, please...w k kost lo, kkunci. Lo sbnry kmn?”
Dan masih banyak lagi sms yang isinya hampir sama. Lalu kubuka SMS Eza.
Eza,”Bay, lo kmn? W 3x k kost lo gda.”
“Bay, lo kmn sh?”
“jgn sk bkn org khwtir donk!!!!!”
“Bay...lo dmn oonnn...w khwtir tw....”
“2jam lo gk bls sms w, w lpor polsi.”
Aku melongo. Eza lebay juga, masa iya dia mau lapor polisi, ada-ada aja tuh orang. Tapi..maafin aku, aku masih ingin sendiri dulu. Tapi daripada Eza lapor polisi,dan aku juga rasanya gak bisa nahan kangen, langsung kuSMS dia.
“w fine ja.gsah khwtir”.
Segitu aja. Ntar dia kegeeran kalo aku sms panjang-panjang. Dan langsung ku kirim. Lalu hapeku berdering, Eza langsung menelponku. Aku ragu mau mengangkatnya.
“Angkat dong..” suara Agnia mengagetkanku. “Eza, pacar kamu ya? Dia pasti khwatir banget tau.”
Aku bingung, bahkan tak terpikir olehku untuk menggelengkan kepala. Lalu kuputuskan mengangkat teleponnya. Baru kuangkat, suara Eza langsung teriak-teriak.
“Lo dimana Oon...? seharian gak ada kabar. udah, balik sekarang. lo tinggal bilang lo dimana, ntar gua jemput. Dimana lo?”
Aku gelagapan, Agnia masih memandangku.
“biasa aja kali Za, gak usah pake tereak-tereak..gua kan gak budi (budeg dikit). Gua fine-fine aja. Lo gak usah khawatir.” Kataku merengut, tapi jujur aku senang diomelin seperti itu. Itu berarti dia benar-benar mengkhawatirkan aku.
“Iya, tapi dimana? Gua takut lo bunuh diri aja nyemplung ke kali, ato lompat dari jalan layang, gantung diri..”katanya.
Aku bales nyembur dia,”HEY, GUA MASIH BETAH IDUP ONYON...udah ah, yang pasti gua baik-baik aja. Klik” kututup teleponnya.
Agnia tersenyum, aku kecut. Lalu hapeku berteriak-teriak lagi. Ku reject saja daripada dia ngomel-ngomel kayak tadi lagi. Kulihat Agnia hanya tertawa,
”Pacar kamu ya? Kayaknya dia khwatir banget..kasian tau..” katanya menggodaku.
Aku bersungut-sungut.
“Bukan tau, dia tuh temenku..” kataku.
“Temen biasa? Kok perhatian banget, sampai mau jemput segala...” katanya makin menggodaku.
Aku diam saja. Aku memang sayang sama dia, tapi sampai sejauh ini aku belum bisa pastikan dia punya rasa yang sama sepertiku juga ato enggak. Tapi kalau ngeliat perhatiannya, cara dia menatapku...ahh..tapi bisa aja kan karena dia nganggapa aku sebatas sahabat aja, atau karena aku mirip Kak Rafi..
“Kenapa belom tidur?”tanyaku mengalihkan topik.
”belum bisa tidur.” Katanya sambil menggoyang-goyangkan kakinya ke kolam ikan yang dingin.
Dia berubah jadi murung sekarang. pasti ada sesuatu yang dia pikirkan.
“Lagi mikirin Egi ya?”
Dia malah menunduk memandang kakinya yang basah, lalu tersenyum sambil menatapku. Dasar cewek aneh, untung aja cakep.coba kalo jelek, udah jelek, aneh, idup lagi. hadeuh.
“Egi tuh pacar kamu ya?” tanyaku penasaran.
“Dulu,”katanya singkat.
“Oh..mantan..kok putus?” tanyaku mencoba ingin tahu.
“Menurut Akang?” dia malah balik nanya.
“Meneketehe...” jawabku, lagian aku kan bukan peramal.
Dia masih tersenyum, tapi kulihat ada gurat kesedihan di wajahnya.
“Kira-kira kenapa. Tebak atuh..” katanya masih menggoyang-goyangkan kakinya.
Aku mencoba berpikir. Hmm..biasanya orang putus itu sih karena perbedaan prinsip, salah satunya selingkuh, tidak direstui oleh orang tua, dijodohkan oleh orang tuanya dengan Tuan Takur sang tuan tanah, dan..eh, kok malah jadi kayak film india?
“Udah gak cocok?”
Dia geleng-geleng.
“Selingkuh?”
Dia masih geleng-geleng.
“Gak jujur?” Kataku.
Dia tersenyum.
“Terlalu jujur malah” katanya singkat.
Maksudnya? Aku mengerutkan alis. Bukankah jujur itu harus?
“Bagus kan, punya cowok jujur? ” kataku retoris.
Dia merengut,
“tapi jangan jujur-jujur amat kali, si Amat aja gak jujur. Masak bilang ke aku dia udah gak bisa lagi sayang sama aku?” katanya.
“hmm..katanya sih cewek itu mahluk yang merasa lebih baik diboongin kan..”
“digombalin iya, bukan diboongin...”
“iya iya. Dia Selingkuh?” tanayaku penasaran.
Dia mikir sebentar,”gak juga. Dia bilang udah gak ada rasa ma aku, sama cewek pada umumnya. Dia...gay.”
DEGG
Aku kaget. Jadi, dia menganggapa ku gay karena senyumku mirip mantan pacarnya? Gak adil banget.
“dia..gay? Trus, sekarang?” tanyaku ingin tahu kelanjutannya.
Dia menggeleng kepalanya.
“Sakit banget tau Kang. Tapi ya mau gimana lagi, da cinta mah gak bisa dipaksain. Biarin lah dia milih jalan hidupnya sendiri. Aku gak nyalahin dia kok. Aku juga gak benci dia karena dia gay. Tapi ya jujur aja, aku masih sayang ma dia.” Dia agak berkaca-kaca.
“hmm...Kapan dia ngaku kalo dia..” tidak kulanjutkan.
“gay..?” lanjutnya. “bulan lalu waktu dia kesini. Dia bilang kalo dia udah lama jadi gay. Dan aku tuh ternyata Cuma buat status doang. Sakit banget tau kang denger dia bilang kayak gitu.” Katanya.
Aku bingung harus komentar apa. Aku juga punya rasa sama Eza. Tapi untungnya aku gak pernah bohongin seorang gadis. Waktu aku pacaran sama Azka kan aku belum punya rasa sama Eza.
“Kang, aku minta sama akang yah, jangan jadiin cewek tuh mainan, atau cuman buat status aja. Sakit kang digituin tuh, apalagi Abah udah berharap banyak sama dia...” lanjutnya.
Apa mungkin pak Uca begitu welcome karena dia mengharapkan aku bisa menggantikan Egi? Ah, ngawur. Lagian aku juga belum tau siapa Egi itu.
“Tapi jujur ya Kang, tadi abah bilang, abah tuh pengen Akang jadi mantunya. Tapi aku tahu kalo Akang tuh...” katanya tak dilanjutkan.
Gay, kataku dalam hati.
“boleh aku cerita sedikit kan?”
“boleh aja. tapi bayar dulu ya”
“si akang mah. Aku pacaran sama kang Egi itu udah cukup lama, dan dia juga beberapa kali main kesini. Abah klop banget sama dia. Mereka sama-sama berjiwa dagang. Apalagi Kang Egi itu orangnya agamis. Sholatnya rajin, dan pernah dia disuruh abah jadi imam, aku merinding denger dia baca surat-surat pendek. Dan..abah udah berharap sama dia, bahkan abah selalu bangga-banggain Kang Egi ke semua tetangga dan sodara semua. Abah bilang akan buat pesta pernikahan yang besar-besaran kalao aku nikah”
Aku hanya diam mendengarkan. Aku yakin pasti Agnia merasa sedih. Sedih karena ditinggalkan orang yang bernama Egi itu, dan juga sedih karena ayahnya merasa kecewa.
“dan rencananya, aku sama Kang Egi akan menikah dua bulan lagi, selepas bulan syawal. Tapi ternyata Kang Egi...”
Aku kembali diam. Aku memang tak mungkin merasakan apa yang Agnia rasakan. Tapi aku yakin, ditinggal kawin itu double rasa sakitnya. Sakit karena kita ditinggalkan orang yang kita harapkan, dan rasa malu yang ditanggung karena digunjingkan oleh tetangga yang selalu sibuk memikirkan urusan orang lain.
Dan aku dikagetkan oleh dering dari hapeku. Kulihat di layar hapeku, Azam. Lalu secepat kilat Agnia mengambil hapeku dan mengangkat teleponnya tanpa bicara.
“Halo, Bay. Please, maafin gua Bay. Lo dimana sekarang?”
Kulihat Agnia hanya diam saja, seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. Akupun hanya diam saja. Lalu ku dengar di belakang seorang pelanggan agak berteriak memesan Es Pisang Ijo sama cireng isi. Aku meraih hapeku lalu mematikannya.
“Apa-apaan sih..” kataku ketus.
Dia hanya terkekeh sebentar.
“Tuh kan. Pacar kamu khawatir banget. Bukannya ngusir ya, udah balik sana. Kasian tau.”
Aku hanya diam tak menjawab. Apa iya aku harus pulang sekarang? tapi..
“Eh udah malem. Tidur yuk. “ ajaknya.
Aku menoleh ke arahnya sebentar. Masih memikirkan apa yang tadi dibilang oleh Agnia. Lalu kami pun keembali ke kamar masing-masing.
*****