Aku berpaling sejenak. Melihat Farhan dan Farad asik mengobrol berdua tidak ada tanda-tanda bahwa mereka yang telah mengusikku. Aku kembali melanjutkan membaca. Dan entah tangan jahil milik siapa yg berani menyentuh kepalaku lagi bahkan menarik sehelai rambutku hingga putus. Aku mengaduh kesakitan mengusap kepalaku pelan dan lagi-lagi melihat situasi di belakangku, mencari tahu siapa pemilik tangan jahil itu. Farhan dan Farad sudah tidak ada. Sekarang malah Wira yg memasang tampang polos dengan hape di tangannya.
“What?”,tanyanya singkat merasakan tatapan kesal yg kulemparkan padanya.
“Farhan Farad mana?”
“Keluar tadi”jawab Wira sekenanya dan mulai kembali mengutak atik hapenya. Keadaan kelas semakin gaduh saja. Udah kayak pasar yang lagi kebakaran. Aku jadi tidak konsentrasi membaca, tangan jahil itu masih saja berkeliaran dan aku susah mengetahui pemiliknya dalam keadaan kelas gaduh seperti ini. Kalau aku main tuduh saja tanpa bukti bisa-bisa aku malah jadi malu sendiri, jadi aku putuskan utk kembali membaca. Tapi belum ada satu menit aku membaca aku kembali berhenti untuk menarik napas panjang ketika tangan jahil itu mencoba menggangguku dengan lemparan kertasnya, aku segera beranjak saat benar-benar yakin rasa nyamanku sedang dipermainkan. Aku harus memanggil Farhan dan Farad lagi menyuruh mereka kembali untuk menjadi bodyguardku menyelesaikan bacaan ini.
“Mau kemana, Fal?” Tanya Vania yg sedari tadi asik cuap-cuap dgn temen gosipnya.
“Ngadem Van di luar mau ikut?” tawarku ia tersenyum manis dan menggeleng pelan.
“Ngadem tuh di dalam Fal bukan di luar, yg ada di luar malah panas”ujarnya seolah memberi alasan penolakkannya.
“Hehe disini ribut bangetan Van, gak konsen gue baca nih buku”
“Oh yauda kalau ketemu Eris diluar tolong panggilin ya” pesannya yg kujawab dgn anggukan pelan. Aku segera bergegas keluar dan langsung menemukan Farhan dan Farad si kembar tapi tak sama itu.
“Pada kemana sih? Kok keluar gak bilang-bilang?”tanyaku kesal.
“Tadi kita dipanggil guru Fal. Napa? Kok kesal tingkat presiden turun jabatan gitu?”Tanya Farad khawatir. Aku mencibir.
“Bete gue di kelas. Nongkrong tempat lain yuu” ajakku merangkul pundak mereka berdua. Farhan menjauhkan tanganku dr pundaknya.
“Ahelah entar dulu kita mau balik ke kelas ngabarin anak-anak kalo bu Melda mau masuk kelas bentar lagi mau ngisi jam kosongnya bu Septy” jelas Farhan, aku memutar bola mataku dan menatap Farhan dgn bosan.
“Yauda…gue sama Farad ke TKP luan ntar kalo ditanya bu melda bilang aja kita ke perpus, lo nyusul aja ntar”usulku tanpa aba-aba menyeret Farad untuk mengikutiku, Farhanpun memilih jalurnya sendiri.
“Fal kita mau ke perpus? Yakin nih? Gak asik banget deh nongkrong disono bakalan bete gue liat pemandangan buku dimana-mana”keluh Farad mempertimbangkan langkahnya kembali.
“Bentar aja dah, ini buku juga udah mau tamat kok gue penasaran sama endingnya”
“Serah lo dah! Kayak gak ada tongkrongan yg lebih keren aja cupu ah!! maenannya sama buku huuuh” keluh Farad lagi langsung mendapatkan jitak indah dariku.ini anak ngeluh mulu dah.
“Ingat pribahasa woy buku itu jendela dunia”
“Ah apaan, kalo bukunya buku porno jendela dunia juga?”bantah Farad.
“Bawel lo!”umpatku kesal mempercepat langkahku memasuki perpus yang dalam keadaan seperti biasa tidak ramai tidak pula sepi. Aku langsung mencari tempat strategis untuk membaca. Tempat yang paling menjorok ke dalam ruang perpus. Tempat favoriteku.
“Fal Fal kepala gue udah mulai pusing nih ”adu Farad bertingkah seperti orang mabuk. Aku menatapnya bosan, memilih tak meresponnya dan duduk tenang untuk melahap isi buku yg kupegang. Farad mendekat.
“Fal Fal mata gue juga udah mulai kabur nih” keluhnya lagi meneruskan aktingnya. Farad memang tidak suka membaca buku dan phobianya bisa kumat kalau berhadapan dengan banyak buku. Ia pernah mengatakan ini berulang kali padaku, aku sampai sekarang tidak mempercayainya dan menganggap itu hanya bualan semata untuk menutupi kemalasannya membaca buku.
“Fal Fal gue pingsan nih…gue pingsan nih” ancam Farad masih memainkan acting phobia meski aku sudah menunjukkan reaksi tak mempercayainya.
“Faaaaaal” panggil Farad kali ini agak memelas. Aku menarik napas panjang.
“Yauda Farad buruan deh pergi sebelum phobia lo mendadak naik stadium empat”ujarku ogah-ogahan membuat Farad sumringah.
“Beneran nih Fal? Kagak apa-apa kan?”tanyanya meyakinkan, aku mengangguk pelan dan tetap focus dengan bacaanku.
“Oke mamen gue nenangin diri diluar dulu ya, udah lemes bin nyaris semaput gue. Ntar gue suruh Farhan nemenin lo disini. bye”ujarnya langsung berlari secepat kilat. Dasar Farad!! Aku berdecak kecil dan menggeleng kepala sejenak. Oke sekarang ayo focus ke bacaanmu Naufal,batinku. Aku membenarkan posisi dudukku mencari posisi yang lebih nyaman. PW lah. Posisi Wueeenak.
“Lo percaya pelet ngga Ken?”sebuah suara yg cukup cempreng mulai merusak fokusku. Tarik nafas. Hembuskan. Focus. Focus.
“Enggak”jawab si lawan bicara ketus. Suaranya gak asing dan namanya pun juga gak asing terdengar. Eh kok malah ngurusin suara orang sih? Focus. Focus.
“Katanya kalau kita suka sama seseorang kita cukup ambil sehelai rambut dia trus dibacain mantra Ken kayak gini nih “Lo suka gue. Lo cinta gue. Lo bahkan tergila-gila sama gue waktu lo liat gue” kayak memperintah tuh orang untuk takluk sama kita melalui rambut gitu”ujar si suara cempreng sangat meyakinkan. Yang bener aja hari gini masih percaya yg gituan. Siapa sih mereka ini? Apa bagusnya di cek aja biar tau siapa pemilik obrolan kuno ini. Ah malas banget!
“gue udah coba kampret! Dan gak terbukti sama sekali! Bullshit!”ujar si ketus dgn nada geram berbisik. Eh beneran deh aku tahu ni pemilik suara. Familiar banget.
“Lah? Katanya lo ngga percaya? pegimane sih ah”kesal si cempreng langsung membungkam lawan bicaranya.
“I..iya..itu tadi kata temen gue, iya temen gue yg nyoba”jawabnya sedikit tergagap.
“Tuhkan gue juga gak percaya lo mau praktek yg ginian. Ckck. Siapa temen lo itu? mungkin temen lo itu kurang mendalami materinya gue denger sih kudu disimpan seminggu dulu”jawab si cempreng. Oke stop. Ini pembicaraan benar-benar sinting. mana mereka cowok pula. Bisa menjatuhkan pamor cowok kalau sampai ada cewek yg denger pembicaraan mereka ini. Sekarang yg langka siapa? Cowokkan? Ni anak kok malah ngobrol seolah-olah cewek itu langka banget dan harus pake jalur begituan. Hiiii..
“Naufal!”sebuah suara memanggilku, kusingkirkan buku bacaanku yg cukup besar utk menutupi wajahku. Farhan sudah duduk manis di depanku.
“Udah selesai?”Tanya Farhan. aku terdiam. Farhan jadi ikutan terdiam. Aku dan Farhan terdiam. Kami terdiam. Kedua org yg sedari tadi asik ngobrol juga terdiam. Mereka terdiam. Readers terdiam. Kita terdiam. Dunia mendadak sunyi dan hanya terdengar suara jangkrik. Krik (ini jangkrik datang darimana? -_-)
“Naufaaaal”tegur Farhan membuatku tersentak. Tatapan sosok itu terlihat sinis dan kenyataan pahit yg tak terduga ternyata sosok itu lah yang sedari tadi terlibat pembicaraan kuno bin sinting dengan orang di sebelahnya. Dia Ken. Satu kelas denganku. Yang membuatku kaget tak percaya orang seperti dia, seperti mereka, kok bisa-bisanya membicarakan hal seperti itu? padahal wajah mereka kan diatas standart, popular dan digandrungi banyak cewek pula. Farhan memutar tubuhnya mengikuti arah tatapanku. Mereka mulai beranjak keluar perpustakaan. Farhan kembali menatapku.
“Heh, lo kesambet ya Fal?”Tanya Farhan sedikit mengguncang tubuhku. Aku menggeleng pelan. Masih shok. Mereka itu member geng yg cukup eksis di sekolah. Geng tanpa nama sih. Geng atau semacam perkumpulan yg cowoknya terkenal dingin, tajir, eksis dan cool. Tapi tadi mereka membicarakan sesuatu yg bahkan tidak layak utk mereka pikirkan. Kalau aku vania aku pasti langsung berlari secepat kilat ke madding, menebar gossip ini atau mengancam salah satu dr mereka –Ken- utk menjadi pacarku agar gossip ini aman. Tapi itu jika aku seorang vania yg sedang kecanduan Ftv dan mencoba memainkannya di dunia nyata. Ah sudahlah…kenapa aku harus repot-repot membayangkan jika aku Vania. Bodo’amat!
“Ke kelas yuu Han” ajakku beranjak bangkit.
“Loh? Udah kelar?”
“Gue lanjutin dirumah aja entar”jawabku sekenanya. Farhan mengangkat bahunya kemudian mengikuti langkahku. Beranjak pergi. Sedikit penjelasan tentang si kembar Farhan dan Farad, kalau dari wajah sih mereka mirip tapi gak mirip bangetan lah. Masih banyak bedanya. Kebetulan aja mereka lahirnya di hari yg sama cuma berbeda jam aja. Si farhan ini lebih tuaan dikit dia lebih dewasa, bijaksana dan paling baik kalau dimintain bantuan. Beda sama Farad yg orangnya ogah-ogahan, suka ngasal dan slengean. Secara tampang sih mereka biasa aja ya beda lah sama aku yang kata orang (ehem..) cakep haha serius loh banyak yg bilang gitu ada yg tulus ada yg cuma bercanda doang sih -_- balik lagi ke mereka, mereka tuh gak bisa di bilang cakep gak bisa di bilang jelek juga. Di tengah-tengahlah. Kalau soal otak si Farhan yang paling encer. Secara dia yg kaka-an nya jadi aku sama Farad tuh sering nyontek dan berguru sama dia. Gak Cuma Farhan doang yg dimanfaatin (takutnya si Farhan ngadu ke ka seto ntar haha) Farad jago dalam bidang olahraga yg jadi kelemahan Farhan, Farhan ini bego amit-amitan kalau soal olahraga, aku juga sih tapi masih lumayan diatas Farhan lah begonya. Nah kalau aku tuh jagonya sama yg bersangkutan dengan dunia sastra. Farhan juga lumayan pintar di bidang ini tapi yg jadi nilai plusnya si Farad bego tingkat dajjal kalau udah menyangkut ‘dunia perbukuan’ (baca: sastra bahasa). Kalau anak-anak pada seneng buat puisi indah apalagi kalau bertema cinta dia malah bikin puisi yg apa adanya. APA ADANYA BANGET.
“cinta. Cinta itu kata yg terdiri dari ce, i ,en, te, a. cinta itu kata-kata yg familiar. cinta itu sering disebut-sebut remaja-remaja, nenek-kakek, ibu-bapak, kaka-ade, janda-duda, anak2-orgtua…..” plis deh Farad ini puisi bukan kata sambutan. Parahnya tuh puisi pendek cuma itu doang isinya. Alhasil bu Lia jadi naik darah dan sejak itu pula Farad jadi mau berguru sama aku. Walau yang ada tetep aja ni anak males banget belajarnya. ckck Biarpun kembar tapi soal cewek mereka beda selera. Kalau si Farhan sukanya cewek anggun dan smart sesuai kepribadiannya, si Farad malah suka cewek seksi dan cerewet kayak emak-emak(?). Trus aku sendiri? Ini agak memalukan memang. Aku paling (ehem..) cakep diantara mereka tapi aku sendiri yg kalau jalan gandengan sama bayangan. Miris. Bukannya aku gak laku sih apalagi aku (ehem..) cakep jadi impossible banget kalau aku gak laku (maaaf kalau banyak kalimat narsis tapi ini kenyataan yg harus diungkap…wkwk). Aku juga gak pemilih banget orangnya. Kalau aku nyaman ya aku pacarin tapi kali ini aku belum nemuin yg klik di aku. Jadi aku putuskan untuk berstatus single dulu. No women no cry.
Sesampainya di kelas, aku dan Farhan tidak langsung masuk. Keadaan kelas agak mencurigakan. Tenang dan tertib. Aku melirik Farhan sejenak.
“Bu Melda?”tanyaku masih merasakan ada sosok guru di balik ketenangan dan ketertiban kelas ini.
“Bu Melda udah keluar bareng gue tadi” jawab Farhan berbisik, Ia mencoba mengintip isi kelas yg tertutup. Merasa usahanya sia-sia lantas ia menatapku. Kami saling tatap. Berpikir keras.
“Bu Ayu!!” pekik kami bersamaan menyebutkan salah satu nama guru yang mengajarkan pelajaran fisika di sekolah ini. Bu Ayu ini terkenal sebagai guru yg paling sensitive. PMS gak PMS kerjanya tetep marah-marah mulu. Dia juga suka ngomong asal ceplos dan nyelekit ke hati. Wah gawat nih! Mau pake alasan abis nongkrong dari perpus juga bakalan kena semprot.
“Naufal! Farhan! Darimana kalian?”Bu Ayu tiba-tiba udah keluar dari kelas dan menyambut kami dengan tatapan sinis.
“Abis dari perpus, Bu” jawabku sedikit takut. Farhan mengangguk mengiyakan. Bu Ayu tetap menatap kami sinis. Aku langsung cemas. Bad Feeling. Tuhan…lindungilah hambamu yang ganteng ini.
“Perpus? Kalian pikir saya tidak masuk untuk mengajar? Kamu lagi Farhan! Tadi saya lihat kamu berkeliaran di kantor guru seharusnya kalau sudah tau ini jam pelajaran saya, kamu masuk!....bla..bla..bla” panjang lebar Bu Ayu berceramah sampai-sampai telingaku panas karena memantulkan kembali ocehannya yg mencoba menerobos masuk ke telingaku. Tak berapa lama akhirnya kami di ijinkan masuk ke kelas.
“Kumpulkan tugas kalian, Naufal, Farhan!” perintah Bu Ayu ketika aku baru saja menyandarkan tubuh ke bangku. Aku menarik nafas panjang mengekspresikan kekesalanku. Rendy menatapku cuek kemudian tersenyum mengejek. Ia tau pasti apa yang kurasakan saat ini. Ia pernah mengalami hal yang sama bahkan lebih buruk dariku.
“ Apa?”tanyaku galak. Risih dengan tatapannya. Rendy temen semeja yang paling menyebalkan. Orangnya egois, cuek, dan hanya berteman baik jika ada perlunya saja. Ia juga pemalas, agak berandalan dan levelnya itu temenan sama kaka kelas yang tajir-tajir. Pokoknya ni anak gak ada bagus-bagusnya deh buat dijadiin temen. Makanya aku memilih untuk tidak terlalu akrab dengannya.
“Asik banget dah liat muka lo kayak gitu. Kusut! Haha” bisiknya tertawa pelan membuatku jengkel dan tak memperdulikannya. Ku rogoh tasku, mencari buku pr fisika ku. Untung saja pr nya sudah kuselesaikan bareng Farhan dan Farad kemarin. Ngomong-ngomong, Farad mana ya? Kok bangkunya kosong? Farhan maju ke depan, megumpulkan bukunya, begitu juga aku.
“Farad mana, Farhan?”Tanya Bu Ayu menyadari ketidakhadiran Farad. Tumben banget sih tuh anak bolos gak ngajak-ngajak. Apa karena mabok buku tadi? Yaeeelah.
“Gak tau, Bu” jawab Farhan ala kadarnya. Bu Ayu menggeleng pelan dan mulai duduk tenang untuk mulai memeriksa hasil pekerjaan kami. Aku kembali duduk dan melihat keadaan sekitar. Tenang dan tertib. Sebenarnya ini kejadian yg agak langka. Kelas ini jarang banget bisa setenang ini kalau bukan cuma di pelajarannya Bu Ayu. Jadi gak ada salahnya momen langka ini dinikmati. Toh aku ini pecinta ketenangan. Sekedar info saja, di kelas ini ada tiga tingkatan murid sesuai sifatnya: baik, agak baik dan nakal. Aku sendiri kayaknya masuk golongan yang kedua. Kadang baik, kadang nakal. Sedangkan si Rendy yg duduk disebelahku ini dan beberapa atau mungkin sebagian anak yg rata-rata duduk di belakang –di belakangku- masuk ke kategori ketiga. Nakal. Bu Melda sendiri selaku wali kelas kami yang menempatkan posisi duduk seperti ini (kayak anak TK aja -_-) Mereka yang terkenal ribut dan nakal di posisikan di belakang agar tidak terlihat mencolok kenakalan dan keributannya. Kata beliau ini demi kedamaian dan kenyamanan bersama. Tapi pada dasarnya aku memang tidak cukup beruntung untuk tidak ditempatkan di dekat mereka. Posisi dudukku di tengah-tengah. Di belakangku murid-murid nakal yang suka membuat keributan sedang di depanku murid yang otaknya diatas rata-rata dan penuh kedamaian. Aku gak suka berurusan dengan mereka, murid-murid nakal itu. Aku juga bukan bagian dari mereka. Mungkin hal itu yg menjadi penyebab mereka mengusikku dan merusak kenyamananku di kelas ini. Entahlah! Kulirik Rendy sejenak, ia tengah asik dengan salah satu jejaring social di hapenya. Facebook.
“Naufal!!”panggil Bu Ayu persis bentakan. Aku kaget. Feelingku udah berasa gak enak lagi. Apalagi ketika seisi ruangan kelas menatapku penasaran. Aku membalas tatapan mereka. Aku juga penasaran. Jadi buat apa melemparkan tatapan seperti itu padaku? Bego!
“Naufaaal”panggil Bu Ayu lagi terdengar tidak sabaran, beliau mengira aku tidak mendengarkan panggilannya. Aku langsung berdiri tanpa ragu. Menatap raut wajah Bu Ayu yang penuh kecurigaan. Ada apa ini, Tuhan? Aku benar-benar tidak siap untuk Kau beri cobaan sekarang. Jangan! Jangan di kelas ini! Jangan dengan Bu Ayu ini, batinku.
“Apa maksudnya ini?”Tanya Bu Ayu dengan wajah galaknya memperlihatkan lembaran dari buku tugasku. Kompak saja mata seisi ruangan kelas menatap buku tugasku dengan seksama. Tidak ada tulisan disana. Tugas yg kemarin ku kerjakan juga lenyap entah kemana digantikan dengan coretan-coretan. Tunggu! Itu bukan coretan-coretan. Itu sebuah gambar. Gambar yang biasa ditampilkan di komik-komik jepang. Gambar manga. Parahnya itu bukan sekedar gambar manga biasa. Gambar setengah badah. Gambar dua cowok berhadapan dan sangat dekat. Bukan Cuma berhadapan mereka bahkan berciuman mesra dan tanpa baju. TANPA BAJU! Gambar siapa itu? Siapa yang seenaknya menggambar itu di buku tugasku? Memalukan!
“Kesini kamu!” perintah Bu Ayu, aku menurut. Memasang wajah tenang dan santai padahal jantungku udah dag dig dug kencang.
“Kamu homo?”Tanya Bu Ayu pelan tapi masih bisa di dengar murid-murid lain yang haus akan gossip. Pertanyaan Bu Ayu malah terdengar seperti tuduhan yang langsung tepat mengenai jantungku. Jleb.
“huuuuuuuuuuuuu…”terdengar sorakan mengejek yang tak jelas dr penghuni ruangan kelas . Bu Ayu melotot tajam yang langsung membungkam murid-murid yg ada di depannya. Lantas ia kembali menatapku. Menunggu jawaban.
“Itu bukan gambar saya, Bu. Bukan saya yang menggambarnya” jawabku apa adanya. Ku beranikan diri menatap reaksi penghuni ruangan kelas ini. Ada yang menatapku heran, bingung, kaget, gak nyangka, kasihan, ngeri, jijik, mengejek, tersenyum bahkan ada yg tertawa kecil. Beragam memang dan agak memilukan. Tapi kenapa harus peduli dengan mereka? Toh aku juga udah jujur. Jangan bilang kalau fitnah kampungan dengan modal gambar homo-homoan ini bakalan bikin aku sengsara! Impossible. Pandanganku terhenti pada Farhan dengan alis kiri yang terangkat, dia jelas-jelas terlihat heran dan penasaran. Begitu juga Vania. Ia malah melongo dengan mulut sedikit terbuka, sebentar lagi mungkin akan keluar gossip baru tentangku dari mulutnya yang mungil itu. Aku menarik nafas panjang. Tidak siap untuk terkenal dengan kasus yang memalukan seperti ini.
“Baiklah, Naufal. Anggap saja saya tidak mempermasalahkan gambar ini maupun orientasi seksual kamu. Sekarang tunjukkan tugas kamu yang sudah kamu selesaikan!”ujar Bu Ayu blak-blakan. Aku ingin menyangkal kata-katanya tapi mata tajam Bu Ayu menyuruhku cepat-cepat memperlihatkan tugas yang sudah selesai ku kerjakan. Ku ambil bukuku dari tangan Bu Ayu. Langsung kuperiksa lembar demi lembar isinya dengan teliti. Gawat. Ini kabar buruk! Tugasku raib entah kemana. Lembarannya sudah dirobek dgn rapi dan digantikan dengar gambar sialan itu. Aku tidak putus asa. Aku terus membolak balik lembar demi lembar, berharap aku yg tidak teliti memeriksanya dan Tuhan langsung memberikan kejutan keajaiban dibuku ini. Aku gelisah. Siapapun yang telah melakukan hal sadis ini aku tidak akan segan-segan untuk membalasnya. Siapapun dia. Sebelumnya aku tidak pernah se-sial ini. Hari ini seperti hari terkutuk bagiku. Jadi, siapa kira-kira pelakunya? Entahlah. Tak muncul satu namapun di benakku. Blank.
“Mana Naufal?”bentak Bu Ayu tidak sabaran, ia memukul meja yang ada di depannya dgn cukup keras. Wajahnya memerah, emosinya meluap, ia merasa seperti seorang remaja yang tengah dipermainkan pacarnya (loh?). Tuhkan, sudah ku bilang, Tuhan. Jangan! Jangan dengan Bu Ayu ini. Si guru paling galak dan PMS terus-terusan ini. Hal sepele seperti ini saja bisa memancing emosi besarnya. Jika kasus ini Bu Melda yang menangani mungkin endingnya kami tertawa, menjadikan ini lelucon, aku dimaafkan dan kami melupakannya. Beres. Siapapun yg melakukan ini satu poin lagi untuknya, ia tahu bagaimana memainkan perasaan guru labil ini.
“Bu, saya berani bersumpah kalo saya sudah menyelesaikannya”jawabku mencoba meyakinkan Bu Ayu kembali. Seperti biasa jika ia sudah terlanjur kesal atau marah dengan seorang murid maka ia akan memojokkan murid tersebut terus menerus. Serem.
“Lantas? Kenapa tugas-tugas itu tidak ada di buku kamu?”tanyanya sinis. Aku terdiam. Memikirkan cara agar Bu Ayu percaya dan tidak memvonisku.
“Dia memang sudah menyelesaikannya, Bu. Saya yang membantunya mengerjakan”Suara Farhan nimbrung dengan tegas. Ia berdiri. Tatapannya menantang tatapan Bu Ayu dengan berani. Aku sedikit lega. Bagus Farhan! Otak lo emang cerdas banget, batinku. Salahnya Farhan tidak bergerak cepat keburu di’habisin’ Bu Ayu deh. Kesaksian dari murid paling jenius di kelas ini jelas membungkam Bu Ayu. Apalagi Farhan ini tipe murid yg jujur dan penurut dgn guru.
“Benar begitu, Naufal?”Tanya Bu Ayu yang sudah skakmat menatapku agak bersahabat.
“Daritadi saya juga bilang begitu, Bu”jawabku kesal lantas menatap farhan yg kembali duduk dgn tatap berjuta terima kasih. Ia tersenyum seraya mengangguk pelan.
“Jadi, siapa yg merobek kertas dari buku tugasmu?”
“Kalau saya tau juga udah saya bilang, Bu”
“Yasudah..lain kali periksa dulu buku kamu sebelum dikumpulkan, mengerti?”
“Iya bu”jawabku langsung membawa bukuku kembali ke tempat dudukku. Untuk sejenak aku merasa menjadi artis. Tiap langkah yang aku ciptakan menjadi perhatian oleh murid-murid penghuni kelas ini. Ada yang berbisik gak jelas, nyeletuk pelan bahkan besiul kecil. Aku benar-benar gak siap jadi objek tontonan dan pembicaraan seperti ini. Seseorang telah merusak kenyamananku di kelas ini. Si sialan dengan tangan yg lihai menggambar juga merobek kertas itu. Dia harus bertanggung jawab atas ini semua!
“Lo beneran homo Fal? Maho?” Tanya Rendy menatapku dengan ekspresi ngeri yg agak berlebihan. Baru saja aku akan duduk tenang dan menutup telingaku dr mereka, Rendy sudah keburu menanyakan hal yang membuatku kesal. Aku sama dengannya. Jika ia ngeri dengan homo aku jelas ngeri dengan hanya mendengar kata itu.
“Gue udah bilang tadi kalo itu bukan gambar gue! Bukan gue yang gambar!” bantahku dengan geram.
“Tapi tuh gambar ada dibuku lo..”ujar Rendy berbisik, takut menarik perhatian Bu Ayu. “…dan lo itu agak mencurigakan”jelasnya menekan kalimat akhirnya dengan jelas.
“What? Oh..wait..wait..jangan bilang karena gue kagak punya cewek trus kalian jadi……”kalimat itu tercekat begitu saja di tenggorokanku. Aku menelan ludah seolah menelan kata-kata terakhirku itu saking pahitnya. Rendy mengangkat bahunya dengan cuek, ia kembali mengutak atik hapenya. Sementara aku sibuk dengan pikiranku sendiri.
“Gila ya cowok kayak dia ternyata maho, malah imajinasi gambarnya udah sampe segitunya lagi iyuuuuuuh. Rina Armita. 6 menit yang lalu”tanpa ku suruh Rendy berinisiatif membacakan status Facebook Rina salah satu temen sekelas kami yang keliatan cukup kaget tadi. Aku melirik Rina sejenak, tempat ia duduk lumayan jauh dr tempatku. Ia menyadari tatapanku. Lantas ia membalasnya dengan senyuman kaku.
“Cowok tuh udah langka jangan pake acara homo-homoan segala deh” Rendy sibuk menatap layar hapenya tanpa menatapku. Aku menatapnya heran. Aku kira ia sedang membuka topic pembicaraan diantara kami.
“Status Dwita Anjani, baru saja” ujarnya enteng, menatapku sejenak dan kembali berkutat dengan handphonenya.
“Ngejatuhin harga diri cowok nih namanya, gambarnya sih bagus tapi serem. Hiiiiii..”Rendy bahkan menirukan gaya bicara pemilik status dan mengatur ekspresi wajahnya sesuai dgn status yg dibacanya. Aku mengerutkan dahi. “…Wira”tanpa kutanya ia menyebutkan nama si pemilik status juga tanpa berpaling dari hapenya. Sepertinya ia sangat menikmati momen ini. Momen dimana aku di bully secara tidak langsung. Aku mulai curiga kepadanya.
“Bakalan ada gossip seru banget nih….”kembali Rendy membaca. Aku cuek. Pura-pura tidak peduli. Konyol sekali memang pemikiran penghuni kelas ini. Apalagi si Rendy yang mulai kelihatan kekanak-kanakan. Aku mendadak kesal dengan tingkahnya. Apa coba maksudnya ngebacain satu per satu status-status temen-temen sekelas yang lagi pada heboh eksis di Facebook. Bikin moodku tambah ancur aja.
“Oke Rendy stop!!” tahanku begitu melihat mulut Rendy mulai terbuka, hendak membaca lagi status-status yang menyebalkan itu. Ia menatapku heran.
“Berhenti ngebacain status-status norak bin gak penting itu. Supaya apa coba lo ngebacainnya sampe ke telinga gue? Lo mau buat gue makin tertekan?”tanyaku kesal menatapnya geram. Sangat geram. Ia malah cengengesan gak jelas membuatku semakin kesal. Aku beranjak bangkit.
“Lo mau kemana, Fal?”Tanya Rendy membuatku mengerutkan alisku. Sejak kapan ia peduli denganku? Sejak kapan dia ingin tahu aku akan pergi kemana? Dihhh…..
“Toilet”jawabku singkat tanpa berpaling menatapnya aku langsung melangkahkan kakiku.
Comments
lanjut lagi dong @yudharitz
Dinantikan kelanjutannya
lanjut bro, menarik kok.
yuk dilanjut