Desiran ombak terlihat saling berkejaran, berlomba untuk memenangi perlombaan, seakan ingin menjadi yang tercepat menuju ke tepian pantai, angin juga tak mau kalah, saling bertarung menjadi yang terhebat, cahaya matahari yang membelai sayu membelai kulit Arwindra.
Seakan mati rasa Windra tak peduli dengan nyanyian ombak. Beberapa kali deburan ombak menyentuh kakinya, dia terdiam meratap ke depan, matanya tak menunjukan sinar yang biasanya, ada luka yang mendalam, ingatannya dengan liar membimbingnya menuju kenangan-kenangan yang terpatri dengan jelas di ingatannya.
Senyum itu terutas dari bibirnya, air mata yang turun tak sempat berevaporasi dan terlanjur tertarik gravitasi, perlahan tapi pasti air mata itu mengalir dari mata indahnya, terlalu sakit beban yang ia pikul saat ini.
“Ya, ini yang terbaik” yakinnya dalam hati, beberapa kali dia merasa ingin mengurungkan niatnya, beberapa kali juga bisikan itu datang, suara-suara terdengar berdengung di telinganya, tak ia dengar jelas, kali ini dia hanya ingin mengikuti kata hatinya.
Ombak yang beriak seakan memberi restu, semakin yakin hatinya, sudah mantap langkah yang ia tempuh,
“Tenang saja sayang, kamu tak akan lagi kesepian lagi, tunggu aku sebentar lagi” senyum itu kembali tergambar di wajahnya, melihat bayangnya di cerminan air membuat yakin kembali hati Windra.
***6 bulan yang lalu***
“Ahhh sudahlah, papa sama sekali tak pernah mengerti maksud Windra, papa tak pernah mau tau kan kalau Windra kesepian? papa hanya sibuk dengan kesibukan papa” bentak Windra kepada papanya, sudah habis rasa kesabarannya, sudah memuncak rasa muaknya tinggal di rumah ini.
“Windra, jaga mulut kamu, kami ini orang tua kamu” bentak papanya yang juga tak kalah emosi
“Orang tua papa bilang? Apa papa menjalankan tugas papa sebagai orang tua, hah?” tantang Windra pada papanya, tak ada ketakutan di mata Windra, memang dia sudah tak pernah lagi mengenal rasa takut, rasa takut bukan lagi bagian dari dirinya, bukan sekali dua kali dia menantang maut dengan balapan liar, sudah tak terhitung luka yang ada di tubuhnya karena pukulan karena ulahnyaa yang suka tawuran, sudah beberapa kali juga dia berurusan dengan polisi, mau tak mau papanya yang harus di repotkan atas ulahnya, tapi dia seakan tak takut dan juga tak peduli dengan papanya, ada rasa benci yang tertanam di hatinya.
“Plakkk” tamparan yang keras di pipi Windra seakan kembali mengoyak hatinya, memang bukan kali pertama dia mendapat hadiah tangan dari papanya, ini sudah kesekian kali, tapi kali ini dia sudah terlalu membenci papanya.
“sudah puas pa?” senyum Windra terlihat kecut, dia mengelus pipinya pelan, mamanya berusaha untuk merangkul Windra,
“Sudah tante, tante tak perlu pura-pura baik denganku, tante senangkan?” Windra menatap tajam ke arah tante Rina. Rina adalah ibu tiri Windra, dan dialah sumber penderitaan yang di pikul Windra selama ini.
“Windra, cukup! Mama kamu tak bersalah atas semua ini” bentak papa Windra.
“Tak tahu papa bilang?, karena siapa keluarga kita hancur? Karena siapa mama meninnggal? Semua karena perempuan jalang ini” teriak Windra, tante Rina terlihat shock dengan kata-kata Windra, air matanya terjun bebas dari matanya dan berlari menuju kamarnya.
“Dasar kamu anak kurang ajar” Bentak papa Windra dan kembali menampar anak satu-satunya,
“Puas pa? tampar lagi, silahkan tampar, ayo!” tantang Windra dengan kebencian yang terbakar,
“Kamu..!” tangan papa Windra sudah teracung, Windra juga sudah mendekatkan wajahnya, seakan menunjukan kepada papanya kalau dia sama sekali tak takut, akhirnya papa nya mengurungkan niatnya, dengan kesal dia masuk ke kamar untuk menenangkan hati istri mudanya, melihat suaminya datang, Rina berpura-pura sesunggukan sambil menangis, dia memang siluman rubah yang pandai berakting, dalam tangisnya terbesit kepuasan melihat kehancuran yang telah ia ciptakan.
“Maafkan Windra sayang, dulu dia tak pernah bersikap seperti itu” bujuk papa Windra
“Mas selalu membelanya, apa mas rela melihat aku terus di hina oleh dia?, aku sakit mas, aku sudah berusaha untuk mendekatinya, tapi dia selalu menganggap aku sebagai biang kematian kak Ira” tangis Rina semakin keras, malah terdengar sampai di ruang depan
“Maaf sayang, aku akan lebih keras sama Windra, anak itu sudah sangat keterlaluan, biar saja dia melakukan apa yang ingin dia lakukan, aku akan membekukan semua asset dia”
“Silahkan pa, aku juga tak ingin menggunakan uang papa” teriak Windra yang sudah ada di depan pintu, sepertinya rencana Rina berjalan dengan sangat lancar.
“Terserah kamu Windra, papa sudah menyerah mendidik kamu, biar lingkungan yang mendidik kamu, suatu saat kamu akan menyesal, dan akan datang berlutut pada papa” ancam papanya
“Aku tak pernah takut ancaman papa, lihat siapa yang akan menang dalam pertandingan ini” tantang Windra sambil menatap tajam ke papa dan juga Rina
“Dan kamu, aku bersumpah kamu akan menyesal sudah membuat keluargaku berantakan” ancam Windra sambil menunjuk geram ke arah Rina, Rina kembali menangis dan mendekap kepelukan papa Windra, tanpa sepengetahuan mereka, di balik itu Rina terseyum penuh kemenangan.
“Cukup Windra, jika kamu selalu merasa kamu yang terhebat, silahkan kamu pergi dari rumah ini, tunjukan pada papa kalau kamu memang hebat dan bukan hanya omong kosong, papa juga penasaran seberapa kuat anak manja sepertimu” tantang papanya membuat Windra semakin muak, ayah yang sangat di cintainya kini sudah berubah total saat Rina masuk kerumah ini.
Rina adalah sekretaris papa Windra di kantor, sejak awal kedatangannya di rumah ini karena peduli pada Windra yang sering kesulitan karena Ira yang tak lain ibu Windra sering sakit-sakitan. Tapi semua belangnya nampak saat kematian Ibu Windra, akhirnya papanya menikah dengan Rina, segala peduli dan respek itu hilang, Windra akhirnya tahu jika kedatangan Rina adalah bencana di rumah ini, apalagi semenjak dia tahu kalau salah satu penyebab kematian Ibunya adalah karena perselingkuhan papanya dengan Rina, itulah yang membuat kebencian tertanam di hati Windra,
“Ok, aku juga tak sudi lagi di rumah ini, aku akan membuktikan pada papa kalau papa sudah melakukan kesalahan besar, dan papa harus bertanggung jawab atas kematian mama, kalian akan membusuk di penjara” ancam Windra,
Windra masuk ke kamarnya untuk mengambil beberapa helai pakaiannya, serta foto mamanya,
“Maafkan Windra ma, mohon doa restu mama, Windra janji Windra akan membalaskan kematian mama” air mata Windra jatuh membasahi pipinya.
“Nggak lama lagi semua menjadi milikku” seutas senyum mengembang di bibir Rina melihat kepergian Windra, di hatinya bersorak melihat semua kejadian yang sudah di ciptakannya.
************
“Ton, gw nginap tempat loe ya malam ini” Windra menelpon Anton sahabatnya.
“Emang loe kenapa bro?” Tanya Anton di ujung telepon, terdengar alunan music disco, sepertinya dia sedang di diskotik
“Gw di usir dari rumah bro, sementara gw numpang tempat loe dulu ya” pinta Windra
“Di usir bro? kok bisa?” Tanya Anton
“Panjang ceritanya sob, loe bisakan tolongin gw?” Melas Windra
“Hmmmm,,, sorry bro, bukan gw nggak mau bantu, tapi di rumah lagi ada keluarga jauh nih datang, maaf ya”
‘klik’ Anton mematikan teleponnya, beberapa kali Windra mencoba menelponnya sudah tidak aktif no dia.
“Dasar keparat, lihat aja loe Ton, bakal gw balas!” ancam Windra penuh emosi, dia sudah banyak membantu Anton, setiap mereka dugem, makan, dan lain-lain semua di tanggung oleh Windra, tapi balasan yang di dapatnya adalah ini, perasaan marah dan kesal memuncakinya,
Beberapa kali dia mencoba menghubungi teman-teman yang lain, tak ada satupun yang mengangkat teleponnya, aneh padahal biasanya tak pernah sekalipun temannya menyuekinya seperti ini.
“Dasar sial kalian semua” maki Windra keras.
“Hei, maksudnya apa nih marah-marah, hah?” Windra tersadar saat melihat kedepannya sudah ada beberapa laki-laki berwajah sangar menghadapnya, seorang laki-laki dengan baju kaos hitam serta jeans yang robek di lututnya sedang mengepalkan kedua tangannya, tanda siap akan memukul, begitu juga dengan kedua temannya, sepertinya dari tampang mereka, mereka adalah preman.
“Maaf mas, tadi saya sedang emosi” ciut juga nyali Windra yang biasa membara, dia sudah beraba-aba jikalau dia akan di bantai sama preman-preman itu.
“Loe emosi kenapa marah sama kita-kita?” geram preman yang wjahnya sangar, sedikit mirip dengan preman iklan kartu axis.
“Satu,, dua,. tiga,” hitung Windra dalam hati dan lari terbirit-birit menjauhi preman-preman itu. Tak lagi di pedulinya anak kucing yang keluyuran di jalan cari pacar, langsung saja di tabraknya sampai kucing itu terpental seperti di lempar tornado 1000knot,,
“Ehhh dasar manusia sialan loe ya” mungkin seperti itulah kira-kira makian kucing itu kalau saja dia bisa ngomong.
“Huhhh, akhirnya selamat juga, untung gw nggak mati tadi” Lega Windra, biarpun sudah terbiasa bonyok-bonyokan, tapi sebenarnya nyali Windra tak segede apa yang di bayangkan, dia berani juga karena ada teman-temannya, dan alasan utamanya karena dia ingin mendapat perhatian dari papanya.
“Hmmm, mau kemana ya gw malam-malam begini?” Tanya Windra dalam hati, kebingungan tergambar jelas di wajahnya, dan sepertinya dia ada ide, pasti teman-temannya sedang berada di diskotik tempat mereka biasa ngumpul, pasti ada teman-temannya yang bisa membantunya.
“Ojek” panggilnya kepada tukaang ojek yang lewat
“Ke Planet Diskotik bang”
Setelah membayar Rp10.000 ke tukang ojek, Windra berjalan mendekati diskotik langganannya,
Di lihatnya beberapa teman-temannya keluar dari diskotik sambil menggandenng beberapa cewek, terlihat juga ada Anton, ada juga Ronny, Miko dan Hansen, pantas mereka semua tak ada yang mengangkat telpon Windra, tapi dia masih tak mau berburuk sangka dan mendekati teman-temannya
“Hei, bro” sapa Windra dengan gayanya yang cool seakan tak ada masalah sama sekali
“Ehh bro, kok loe disini? Bukannya loe dah miskin?” Sindir Anton ke Windra, rasanya seluruh darah sudah naik ke ubun-ubun, Anton yang sudah di anggap saudara oleh Windra ternyata hanya seorang parasit yang menjijikan
“Sial loe, bukkk” sebuah pukulan di daratkan Windra di wajah Anton,
“Ahhhh” teriak gadis-gadis yang di bawa mereka, seketika semua jadi ricuh, Anton membalas memukul Windra, begitu juga teman-temannya, mereka semua membela Anton, tambah sakit hati Windra melihatnya, ingin rasanya dia membunuh binatang-binatang itu.
Bonyok, itulah kata yang tepat buat Windra saat ini, biru-biru serta darah menghiasi wajahnya, teman-temannya sudah pergi setelah puas menghabisinya, meski sakit dia mencoba berdiri, terpincang-pincang dia berjalan, sekarang tujuannya Cuma satu, meski malu, tapi hanya itu pilihan terakhirnya untuk bisa bertahan,
**********
“Kamu, Arwindra?” Tanya seorang pria sekira berumur 50an,
“Iya om, ini saya Arwindra” senyum ketir Windra sunggingkan untuk omnya, dia adalah om Reno, pelatih diving di Gili Meno, salah satu tempat diving terfavorite di Lombok, dari Gili Meno, kita juga bisa melihat gunung Rinjani dengan sangat jelas, keindahan alam tampak sangat jelas disini, semua masih sangat asri, Windra dulu aktif belajar disini sebagai muridnya, Windra adalah salah satu murid kesayangan om Reno, rasa cintanya pada terumbu karang dan juga laut pertama kali dirasakan saat dia di ajak orang tuanya kesini saat dia berumur 10 tahun, dari saat itu Windra memutuskan untuk menjaga ke alamian laut, itulah sebabnya dia belajar bersama om Reno di tempat ini, tapi Windra sudah 5 tahun menghilang, semua saat kematian ibunya, dia tak mau lagi menyelam, dia tak mau lagi ke pantai, dia tak ingin lagi melihat laut, semua memori itu selalu tergambar jelas, tapi dia sudah tak punya pilihan lagi hanya om Reno lah orang yang perhatian dengannya, untuk itulah dia memutuskan meminta bantuan om Reno.
“Ayo masuk Win” om Reno mempersilahkan Windra untuk masuk ke dalam, Windra duduk di sofa dan masih sedikit mengerang karena sakit,
“Astaga Windra, wajahmu kenapa babak belur seperti itu?” Tanya om Reno yang sepertinya sudah sadar dengan wajah Windra yang biru-biru. Mungkin tadi dia tak menyadarinya karena gelap dan juga baru bangun akibat ketukan pintu yang keras, jam masih menunjukan jam 2 dini hari.
“Saya tidak apa-apa om., boleh kah saya menumpang disini untuk sementara om?” Tanya Windra dengan tak enak hati
“Tentu Windra, tentu saja boleh, kamu boleh disini sampai kapanpun, mari om tunjukan kamar kamu” Windra mengikuti om Reno kedalam kamar, dia sudah tak bertanya-tanya lagi.
Om Reno adalah seorang duda, dia dulunya bekerja sebagai pegawai swasta di Jakarta, dan saat kematian istrinya, dia memutuskan untuk pulang ke Lombok dan mengajar Diving disini, om Reno memiliki seorang anak laki-laki, tapi anaknya juga sudah meninggal karena kecelakaan maut yang merenggut orang yang disayangnya, wajah Windra sedikit mirip dengan anak om Reno, itulah yang di katakan om Reno saat pertama berjumpa dengan Windra, dan itu juga yang membuat om Reno sangat perhatian pada Windra.
***********
Matahari yang terbit dari ufuk timur juga menerbitkan semangat Windra yang memang sudah sedikit padam karena temaramnya hidup, kini ia melangkah lebih ringan, dia sudah mengetahui tujuan hidupnya, dia akan hidup lebih baik, dia akan membuktikan kepada ayahnya kalau dia mampu, langkah Windra terhenti di ujung dermaga, kenyamanan itu ia rasakan lagi, tak terasa air mata bening itu kembali jatuh tat kala ia mengingat ibunya.
“Ma, maafkan Windra ma” kata Windra bersamaan jatuhnya air mata.
“Hei, kalau mau bunuh diri jangan disini, kamu nggak akan mati”teriak seseorang di belakang. Windra yang kaget langsung menoleh ke belakang, di lihatnya seorang pemuda yang mungkin berusia beberapa tahun di atasnya, Windra sedikit terkesima dengan sosok yang sedang berdiri di depannya yang sedang menatapnya lurus, pria itu tersenyum padanya, senyum yang manis.
“Kamu kenapa mau bunuh diri?” tembak pria itu lagi sebelum Windra menyahut
“Lha, yang mau bunuh diri siapa?” Tanya Windra nggak ngerti
“Bukannya kamu mau bunuh diri? Aku lihat kamu tadi nangis?” Windra sedikit malu karena sudah di lihat menangis oleh orang asing, dengan wajah malu Windra menjawab
“Enak aja, mata gw kelilipan tau, siapa juga yang nangis” Ketus Windra
“Hahahaha, maaf, aku Fendi” pria itu mengulurkan tangannya di hadapan Windra
“Gw Windra, loe orang sini?” Tanya Windra
“Bukan, aku asalnya dari Mataram , karena mau nyari uang makanya aku ngajar disini” jawab pemuda itu, terlihat wajahnya sangat optimis dan juga menawan, membuat Windra sedikit berdesir hatinya, sama seperti angin yang mendesir dan berbisik di telinganya
“Memangnya loe ngajar apa?” Tanya Windra, sekarang mereka berdua duduk di pinggir dermaga, Windra berbicara sambil menatap jauh ke depan, begitu juga dengan Fendi.
“Aku jadi instruktur diving disini, pembantunya om Reno” jelas Fendi, angin pagi yang sejuk sedikit menyibak rambut Fendi yang sedikit ikal,
“menawan” bathin Windra, dia sedikit mencuri pandang ke Fendi, laki-laki yang baru saja di kenalnya itu, Fendi terlihat sangat santai, dengan kaos putih dan celana pendek, membuat wajah Fendi yang sedikit hitam terlihat lebih cerah.
Windra menatap rona wajah Fendi, tak ada cacat di sana, semua terlihat sempurna, hanya saja kulitnya yang sedikit gelap, tapi itu malah menjadikan Fendi terlihat lebih macho, mata coklatnya terlihat bersinar saat terpancar cahaya surya, kembali berdesir hati Windra, sesuatu yang sudah lama tak ia rasakan, Windra memang sudah menyadari kalau dirinya adalah pencinta sejenis, tapi ia tak pernah menggubris bisikan hatinya, tapi kali ini dia merasa gejolak itu kembali muncul, sama seperti pertama dia mengenal Rama pacar pertamanya yang telah menginggalkannya.
“Hei, kamu kenapa?”Tanya Fendi melihat Windra yang menatapnya dengan seksama, dia menjadi sedikit malu dengan tatapan itu
“Ehh ehh, nggak kok, gw nggak apa-apa” sahut Windra malu, wajahnya memerah semerah jambu, untung saja matahari pagi membantunya sehingga tak terlihat begitu merah di depan Fendi.
“Hahahaha, kenapa melamun?” Tanya Fendi dengan logat ketimuran yang cukup kental
“Siapa yang melamun, nggak kok” Ngeles Windra
“Hahahaha, ngomong-ngomong kamu ngapain disini?”Tanya Fendi yang memang belum tahu asal Windra
“Aku sekarang tinggal bareng om Reno, lagi ada sedikit masalah sama keluarga, jadi menumpang sementara di tempat om Reno” jelas Windra, Fendi sepertinya mengerti dan tak lagi bertanya, pandangan mereka berdua lurus kedepan, menikmati sang surya yang semakin unjuk gigi,
*****
“Eh Windra, sudah kenal dengan Fendi? “ Tanya om Reno yang melihat Windra jalan berdua dengan Fendi sambil bercanda
“Iya om, tadi ketemu di dermaga” Jawab Fendi sambil melirik nakal ke Windra
“HMMM” geram Windra, dia mengerti kenapa Fendi menatapnya demikian, pasti karena masalah bunuh diri itu
“Sudah gw bilang, gw nggak mau bunuh diri” bisik Windra dan menjewer pinggang Fendi
“Aduh, hehehe becanda kok” Fendi tertawa melihat bibir manyun Windra
“Udah, tuh bibir nanti kayak tukul loh” Ejek Fendi dan mengapit kedua jarinya ke bibir mungil Windra yang manyun
“Hahaha, bagus bagus, om senang kalau kalian akrab” Om Reno tertawa dan menepuk pundak kedua pemuda itu
“Senang sih senang om, tapi tepukannya biasa aja dong, kayak mau tepuk gendang aja” Canda Fendi, mereka berdua tertawa, Windra tersenyum , sudah jarang dia merasa ringan dan tanpa beban seperti ini, dia merasa lebih di perhatiakan meski baru beberapa jam dia disini,
“Kalian ngobrol-ngobrol dulu ya, om mau beli makanan dulu” Pamit om Reno,
“Om Reno baik ya”
“Iya, baik banget, untung ada om Reno, kalau nggak aku nggak tahu gimana keluargaku sekarang” kata Fendi sambil menatap lurus ke punggung om Reno yang perlahan semakin menjauh, matanya menerawang lurus kedepan
“Ya” sahut Windra dan merangkul pundak Fendi, dia seakan tahu apa yang terjadi meski Fendi belum menceritakan padanya. Dia kenal om Reno, om Reno memang sangat baik dan peduli terhadap orang lain
Fendi menoleh ke arah Windra, wajah mereka sangat dekat, terlihat dengan jelas kalau mereka berdua malu-malu, Windra langsung melepaskan tangannya dari pundak Fendi, mereka berdua terdiam, hanya suara angin yang terdengar mengatup di atap daun rumah om Reno
“Kamu tahu, om Renolah yang telah menolong ibuku, kalau tak ada dia ibuku mungkin sudah meninggal dari awal, berkat om Renolah ibuku bisa meninggal dengan baik”
“Jadi ibu kamu sudah meninggal? Maksudnya om Reno menolong ibu kamu tuh apa?” Tanya Windra
“Ya, beliau sudah meninggal, beberapa tahun yang lalu, tapi berkat om Reno, setidaknya ibuku meninggal dengan tenang, dulu keluargaku adalah keluarga yang cukup terpandang di Mataram, apapun yang aku inginkan akan bisa aku dapatkan” cerita Fendi, matanya terlihat kosong sambil mulutnya terus berucap, Windra dengan seksama menjadi pendengar yang baik
“Tetapi beliau terserang penyakit gagal ginjal, dan butuh dana yang sangat besar, uang kami habis untuk pengobatan ibu, tapi penyakit ibu tak kunjung sembuh karena butuh donor ginjal, disaat harapan kami sudah sirna, om Reno datang seperti malaikat, waktu itu aku sedang menangis di depan rumah sakit, seorang laki-laki yang dengan baju berlumuran darah mendekatiku,. dia adalah om Reno” air mata Fendi terjatuh seketika
“Sabar ya Fen” hibur Windra, dia kini duduk di samping Fendi sambil mengusap punggungnya lembut, dia yakin Fendi pasti akan merasa sedikit lebih nyaman
“Aku sedikit takut dengan om Reno saat itu, darah di bajunya banyak sekali,aku kira dia adalah pembunuh, tapi kulihat dia juga habis menangis, aku yakin dia juga sedang ada masalah, akhirnya aku ceritakan padanya, sesuatu yang tak pernah ku duga, om Reno bilang dia akan menyumbangkan ginjal istrinya, dia bilang kalau mereka baru saja kecelakaan, kondisi istrinya sedang kritis, dan kemungkinan tak ada lagi harapan, tak lama dokter menghampirinya, aku tak jelas apa yang mereka bicarakan, satu yang kutahu sesuatu pasti telah terjadi, om Reno menangis tak terpekik, aku sungguh kasihan padanya, tapi dia tak lama menangis, setelah beberapa saat berbicara pada dokter, dia memintaku untuk mengabarkan keluargaku kalau ibuku akan di operasi. Aku yang saat itu tak begitu mengerti hanya bisa menuruti apa yang di katakan om Reno, malam itu juga ibuku di operasi” air mata Fendi kini sudah tumpah ruah, dia sudah bersandar di bahu Windra, dia juga tak mengerti kenapa dia bisa menceritakan semua pada Windra, mungkin karena Windra juga sedang ada masalah, jadi dia ingin Windra lebih tegar, atau mungkin dia merasa akrab dengan Windra. Tapi dia juga tidak mengerti, dia hanya merasa nyaman
“Terus kenapa ibu kamu bisa meninggal?”Tanya Windra yang memang sudah penasaran, meski dia merasa kurang etis menanyakannya
“Ibu meninggal karena memang sudah saatnya, sang Pencipta sudah kengen dengan ibu dan meminta ibu ke surga. Sejak kematian ibu, aku pindah ke Kalimantan, aku bekerja di sana, aku bekerja serabutan, uang sudah tak ada, dan setelah aku sudah cukup dewasa aku kembali ke Lombok, aku ingin berterima kasih kepada om Reno, tapi bukannya berterima kasih, aku malah merepotkannya, dia menawariku pekerjaan disini. Aku awalnya tak bisa menyelam, tapi dengan telaten om Reno mengajariku dan akhirnya aku bisa menjadi pemandu disini” jelas Fendi, kini sudah terlihat keceriaan di wajahnya, Windra memandang lekat ke wajah Fendi, lelaki di sampingnya ini sangat kuat, sangat mandiri, Windra juga bertekat untuk bisa survive dengan segala masalahnya,
“Thanks banget ya Fen” Reflek Windra memeluk Fendi, tapi hanya sebentar saja, rasa canggung itu kembali membuat mereka berdua malu-malu
“Terima kasih kenapa Win?” Tanya Fendi heran
“Terima kasih karena kamu sudah membuka mataku” jelas Windra, dia sudah berbicara lebih akrab dengan Fendi, jadi dia menggunakan bahasa ‘aku kamu’, bahasa gaul yang di gunakannya juga karena mengikuti teman-temannya yang memang sok gaul, jadi dia gengsi kalau nggak menggunakan bahasa gaul juga
“Sama-sama Win, aku senang kalau kamu juga senang” Upsss sepertinya Fendi salah bicara, bukannya tersenyum, tapi keduanya malah jadi kaku, untung saja om Reno datang
“Ayo makan dulu, om sudah beli makanan enak” Sahut om Reno yang menenteng 2 kantong kresek hitam, rasa lega langsung di rasa keduanya karena kekakuan yang di timbulkan mereka, pagi itu mereka makan dengan sangat lahap.
**********
“Aku sangat senang berada disini” kata Windra sambil tersenyum
“Aku juga senang kamu disini” Jawab Fendi dan lagi-lagi membuat rona merah tergambar di wajah Windra
“Kamu sudah lama disini?” Tanya Windra mencairkan suasana
“Iya, sudah 5 tahun aku disini, tapi aku belum pernah melihatmu” Kata Fendi heran, yang dia tahu Windra sangat dekat dengan om Reno, tapi baru kali ini dia melihat Windra
“Iya, aku sudah lama tak pernah kesini, aku punya kenangan yang tak ingin ku ingat lagi” jawab Windra dengan menghela nafasnya
“Pasti masalahmu sangat besar ya?” Tanya Fendi,
“Iya, sangat besar, tapi aku sangat berterima kasih sama kamu, kamu juga punya masalah, tapi kamu hebat kamu sangat kuat” Puji Windra yang membuat merah wajah Fendi
“Nggak kok, kamu nggak tahu saja, aku ini sangat lemah, jangan melihat dari luar, aku sebenarnya sangat rapuh”jawab Fendi jujur, dia juga sudah beberapa kali ingin mengakhiri hidupnya saat kematian ibunya. Tapi disaat dia teringat om Reno, dia kembali memiliki semangat hidup, om Reno sudah merupakan pahlawan bagi dia, disaat terpuruk pun, om Reno masih bisa berpikir realistis dan masih mau menolong orang lain
Windra semakin yakin jika pilihannya memang tak salah, dia yakin disini adalah tempat yang terindah untuknya, di kelilingi oleh orang-orang kuat dan bijaksana.
“Kamu mau ikut diving nggak?”Tanya Fendi
“Diving?” Tanya Windra, seketika ingatannya kembali lagi pada saat ayahnya mengajaknya diving, hal-hal indah itu kembali tergenang,
“Nggak, aku nggak mau” Jawab Windra dengan gugup
“Yakin? Seru lho, ayuk!” tanpa menunggu jawaban Windra, Fendi sudah menarik tangannya, Windra yang bingung hanya mengikuti saja, dia senang dengan keadaan ini, dan juga sudah saatnya bagi dia untuk tak lagi terpuruk dengan semua kenangan, kenangan adalah masa lalu yang perlu di jadikan pelajaran, tapi tak boleh di jadikan keterpurukan walaupun sesakit apa kenangan itu.
Setelah selesai memakai perlenngkapan diving dan menjelaskan tata cara dalam menyelam, Fendi yang turun terlebih dahulu, dari kaca mata renangnya, terlihat dengan sangat jelas keindahan terumbu karang, dengan ragu Windra mengikutinya, rasa deg-degan terasa, dia sudah sangat lama tak merasa perasaan ini, perasaan yang pertama ia rasakan saat menyelam, keindahan laut di Gili Meno tergambar jelas di matanya, terumbu karang yang tumbuh dengan subur, koral dan karang ada dimana-mana, perlahan jarinya menyentuh terumbu karang itu, ikan-ikan yang berenang seakan menyambut kembali Windra, seakan menemukan sahabatnya yang sudah lama tak pernah datang lagi.
“Aku janji aku akan terus menjaga kalian, tak akan ku biarkan orang-orang merusak kalian” Janji Windra pada ikan-ikan dan terumbu karang, dan seakan mereka dapat mendengar, ikan-ikan berkumpul berenang di dekat Windra, Fendi mengacungkan jempolnya bertanda mereka sudah harus naik, mungkin Karena persediaan oksigen yang sudah menipis, Windra dengan berat hati berenang keatas mengikuti Fendi
“Sangat indah Fen, thanks ya” reflek Windra langsung memeluk erat Fendi, cukup lama mereka berpelukan, dan terlepas saat deheman dari om Reno
“Ehh ada om Reno, barusan kita menyelam om” jelas Windra pada om Reno yang sebenarnya juga tak perlu di jelaskan karenaa pakaian selam juga masih mereka kenakan, om Reno hanya tersenyum melihat kedua bocah itu, dia senang kedua orang yang sudah di anggap anak sendiri bisa akrab.
*******
Keakraban di antara Fendi dan juga Windra menimbulkan getaran-getaran aneh yang di rasa keduanya, tapi mereka tidak berani jujur dengan hati mereka sendiri, mungkin karena jenis kelamin mereka yang sama, atau mungkin karena mereka tidak yakin dengan apa yang mereka rasakan,
Sudah beberapa bulan Windra disini, dia sangat menikmati segala yang ada, dengan setia dia menemani Fendi saat ada turis yang ingin menyelam, dia juga sering menyelam dengan Fendi, sekarang dia juga sudah sangat mahir, malah dia ingin menjadi duta, atau setidaknya bisa menjadi orang bisa menjaga keindahan terumbu karang, sedih hatinya tat kala melihat berita tentang terumbu karang yang ada di Indonesia yang sudah cukup kritis,
Windra dan Fendi juga sudah beberapa kali mengikuti seminar yang di adakan pemerintah dalam rangka menjaga terumbu karang dan keasrian laut,
“Win, ada yang mau aku katakan sama kamu” Kata Fendi gugup
“Ada apa Fen?” Tanya Windra yang sudah bersiap akan turun ke air,
“Hmm, selamnya hati-hati ya” kata Fendi sambil tersenyum, tapi ada raut kekecewaan juga disana
“Iya, tentu, kamu juga, kamu akan selalu jaga aku kan?” Tanya Windra dengan sedikit manja
“Iya, tentu saja Win, aku akan selalu jaga kamu” mereka berdua masuk ke air, terumbu karang terlihat jelas, ada yang masih baru tumbuh, dan ada juga yang sudah mati, sama seperti filosophi manusia, Fendi berada di dekat Windra, dia terlihat memeragakan sesuatu, tapi pandangan mata Windra tak begitu jelas, akhirnya Fendi memegang tangan Windra, dan mendekatkan tangan itu ke hatinya dan juga hari Windra, deg-deg, bunyi jantung Windra berdetak beberapa kali lebih kencang, dia tak begitu mengerti maksud Fendi, tapi dia merasa Fendi bermaksud menyampaikan sesuatu
Fendi mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celana renangnya, dan memberikannya pada Windra, Windra heran dan juga senang,
‘I LOVE U’ itulah tulisan yang tertera di kertas yag di buka Windra, kertas yang sudah di bungkus dengan plastic putih, Windra tersenyum dan menganggukan kepalanya, Fendi senang dan berteriak, mungkin dia lupa jika dia sedang di dalam air, sehingga dia tersedak, dan dengan sigap dia di bopong oleh Windra menuju permukaan, Fendi sedikit terbatuk, tapi rona bahagia tak luput dari wajahnya
“Apa kamu sungguh-sungguh Fen?”Tanya Windra yang terlihat masih ragu
“Jantungku jaminannya Win, aku sayang kamu Win” jawab Fendi mantap
Pelukan itu sudah dimiliki keduanya, kebahagiaan itu terasa begitu lengkap, Fendi sayang Windra, begitu juga sebaliknya.
“Win,Gili meno akan menjadi saksi cinta kita, aku cinta kamu” bisik Fendi
“Iya Fen, aku juga, terumbu karang dan ikan-ikan menjadi saksi hidup kita” senyum indah itu meenghiasi wajah keduanya, memang baru beberapa bulan mereka saling mengenal, tapi cinta itu sudah datang menyambut mereka, cinta yang tak bisa mereka hindari, cinta yang murni dan tulus, kecupan hangat di tersemat di bibir mereka, untung saja hari itu sudah sore, dan kebetulan tak ada pengunjung yang kesana,
“Aku cinta kamu Win, jangan tinggalkan aku ya!” pinta Fendi
“Aku juga cinta kamu Fen” Windra kembali memeluk kekasihnya itu dengan sangat erat
***********
“Sayang, ikut yuk!” Ajak Fendi yang baru saja masuk ke kamar Windra
“Hehehehe, kok sayang sayang sih? Malu” jawab Windra
“Hehehe, lho kamu kan sudah jadi pacar aku, masa nggak boleh aku manggil sayang?” goda Fendi sambil melirik nakal ke tubuh Windra yang memang sedang tak memakai baju
“Ihhh apa sih lihat-lihat?” protes Windra
“Pelit amat sayang nih, untung aku lihat, nggak di apa-apain juga toh”
“Huh enak saja”protes Windra, di protes Fendi malah semakin nakal, dengan sekejab saja dia Windra sudah berada dalam pelukannya
“Aku teriak loh” Ancam Windra
“Teriak saja sayang, justru aku senang kalau kamu teriak” Goda Fendi yang semakin nakal
“Bener loh aku teriak nih” Tapi sebelum berteriak Fendi sukses membungkam mulut Windra dengan bibirnya, ciuman itu sudah tak terkendali lagi, setiap detak jantung Windra terasa berharga, setiap detik yang ada sangat istimewa, rasa indah ini adalah yang pertama di rasanya.
“Aku cinta kamu sayang” Bisik Windra di telinga Fendi
“Aku lebih mencintaimu” Fendi tak membuang-buang waktu lagi, di iringi tubuh kekasihnya itu ke kasur dan kemesraan itu berlanjut,
******
“Sayang, mau makan apa?” Tanya Fendi
“Huss, ini tempat ramai, jangan panggil gitu dong, kalau kedengaran orang gimana?”protes Windra
“Hehehe, maaf, lupa” Fendi menggaruk kepalanya sambil tersenyum
“Hmm aku mau minum saja Fen, orange jus aja” kata Windra
“Ok, aku juga minum aja , hmm tambah kentang goreng aja deh” kata Fendi dan menulis pesanan mereka di secarik kertas dan tak berapa lama pelayan datang mengambil pesanan mereka
“Fen, kok jauh sekali sih kita jalannya?” Tanya Windra karena mereka ke daerah Senggigi, cukup jauh dari Gili Meno.
“Ya pengen aja, soalnya disini kan enak tempatnya tinggi dan juga lebih indah, kalau di Gilikan selalu melihat laut, kalau di sini melihat pohon, biar suasana beda aja hehehe, tapi kamu suka kan?” Tanya Fendi
“Iya, aku suka kok, disini juga dekat rumahku” Jawab Windra murung
“Rumah kamu? Hmm kamu nggak berencana pulang temui papamu Win?” Tanya Fendi, dia memang selalu peduli dengan Windra, terutama disaat Windra menceritakan masa-masa indahnya dengan kedua orang tuanya, Fendi tahu kalau sebenarnya Windra sangat menyayangi papanya
“Nggak akan pernah Fen, aku tak ingin lagi bertemu dengannya” Jawab Windra, Fendi tahu sekali kalau Windra berbohong, dia sedang membohongi dirinya sendiri,
“Ya sudah, aku tak akan terlalu mencampuri urusan kamu Win, aku yakin kamu tahu yang terbaik” kata Fendi, Windra tersenyum dan melihat suasana di luar, indah, memang tempat itu sungguh indah,
Makanan mereka sudah hampir habis di makan, tawa dan canda tak berhenti dari tadi, perhatian dari Fendi sungguh membuat Windra bahagia.
“Aku sudah berhasil sayang hahaha, si tua bangka itu sudah tak lagi berguna” terdengar suara perempuan yang sepertinya sedang mengobrol di telepon, suara itu terdengar sangat familiar di telinga Windra, suara yang sangat di bencinya, dia yakin itu Rina, Windra mencoba mencari asal suara itu, ternyata wanita itu ada di belakang tempat duduknya, rasa benci itu timbul lagi, ingin rasanya dia membunuh wanita sialan itu, tapi dia juga penasaran dengan apa yang di maksud dengan tua bangka yang tak berguna, dia yakin ada hubungan dengan papanya.
“Kamu kenapa Win?”Tanya Fendi yang melihat ada yang tak beres dengan rona wajah Windra
“Shuttt” Windra memberi isyarat untuk Fendi diam sejenak, dan Fendi mengerti
“Ok, sayang aku tunggu” kata wanita itu, selang 5 menit kemudian datang seorang lelaki dan berpelukan mesra dengan Rina, panas hati Windra melihatnya, ingin dia membunuh wanita itu, Rina terlihat berlalu dengan lelaki itu sambil bergandengan mesra
“Fen, kita kerumahku sekarang!” perintah Windra dengan wajah serius, Fendi tak bertanya lagi dan segera mengantar Windra, keduanya naik ke motor, Fendi memacu lebih cepat motornya, dia tahu Windra sedang kurang enak, pasti ada sesuatu yang terjadi.
Tok tok tok, Windra mengetuk pintu rumahnya, dia ingin memberi tahu kepada papanya apa yang sedang terjadi, tapi pintu terbuka dengan sendirinya pertanda tak di kunci, Windra langsung saja masuk ke dalam rumah, di lihatnya rumah yang sudah lama di tinggalkannya, foto keluarga masih terpampang dengan kokoh di sudut meja, semua barang masih terlihat sama, hanya saja terlihat tak terawat.
Foto wanita sialan itu uga terpampang sangat besar, seakan menertawakan kekalahan Windra,
“Pa, papa ada dirumah?” panggil Windra, tapi tak ada jawaban
“Pa, papa” teriak Windra lagi, Windra membuka pintu kamar papanya, dan terlihat seorang lelaki tengah terbaring dengan sangat lemah, Windra langsung berlari mendekat di dekat papanya, kondisi papanya sudah sangat lemah,
“Arwindra? Ini kamu nak?” Tanya papanya yang seakan tak percaya anaknya telah kembali, tangannya yang lemah membelai lembut pipi Windra, air matanya mengalir, Windra juga ikut menangis, dia kasihan melihat nasib papanya, perempuan sialan itu pasti sudah melakukan sesuatu dengan papanya
“Iya pa ini Arwindra, Windra pulang pa” kata Windra sambil terisak, rasa benci yang selama ini tertanam luntur seketika,
“Maaf kan papa nak, maaf” kata ayahnya sambil menangis
“Sudah pa, jangan bicara seperti itu” bergegas Windra membopong papanya ke luar, papanya harus kerumah sakit, Fendi dengan sigap membantunya
“Hei, kalian mau bawa suami saya kemana?” teriak Rina yang baru sampai dirumah
“Kamu wanita iblis!” teriak Windra
“Hahahaha, bawa saja dia, saya juga tak perlu dia lagi, toh semua sudah menjadi milik saya, pergi saja kalian” Teriak Rina
Windra tak lagi memperdulikannya, dia bergegas membawa papanya kerumah sakit. Dengan sabar Fendi menemani kekasihnya, Windra terlihat sangat cemas, Fendi selalu mensuportnya, Windra merasa sangat beruntung memiliki Fendi yang sangat baik padanya.
Setelah 2 minggu di rawat di rumah sakit, papa Windra sudah lebih baikan, tentu saja biayanya di bantu oleh om Reno, sehingga Windra sudah tak tahu bagaimana cara membalas segala kebaikan om Reno.
Sekarang papa Windra kembali memulai usahanya, meski semua kekayaannya sudah bukan lagi miliknya, tapi dia masih memiliki temn-teman yang membantunya utnuk kembali merintis, yang paling membuat dia bahagia adalah hubungannya dengan anaknya yang sudah membaik, itulah harta yang paling berharga yang di punyanya, Windra masih tetap tinggal bersama om Reno, dia tak ingin meninggalkan ikan dan juga terumbu karang yang di cintainya, terutama Fendi, laki-laki yang membuat hidupnya sempurna
“Sayang, kalau aku mati kamu mau ikut nggak?” Tanya Fendi asal, mereka sedang berbaring di dermaga tempat pertama mereka bertemu sambil melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit Lombok
“Ya sayang, aku akan ikut kamu” yakin Windra
“Tapi papa kamu gimana?”Tanya Fendi
“Kan ada om Reno, papa pasti akan baik-baik saja, huss, kamu ini, jangan ngomong masalah kematian, nggak baik hehehe”
“Iya, kan hanya berandai sayang” jawab Fendi
“Tapi kamu belum mau mati kan?”Tanya Windra cemas, dia membalik posisinya menyamping dan melihat kearah Fendi
“Nggak lah sayang, aku masih ingin hidup lebih lama untuk bersama kamu” gombal Fendi
“Huh, paling hebat kamu gombalnya, sekalian aja ikut acara gombal yang ada di tv itu”
“Andai kalau aku mati, aku ingin mati di sini sayang, aku ingin mati di antara terumbu karang dan ikan” kata Fendi
“Sudah cukup sayang, aku tak mau dengar lagi, aku ingin kamu selamanya ada disisiku, kamu nggak boleh mati, kamu harus disini, kamu harus,,,”
“cup” hanya dengan itulah yang bisa menutup kata-kata Windra, dan Windra sangat menyukai setiap kecupan dari Fendi,
“I love you Arwindra”
“Love you too Fendi”
*********
“Sayang, bisa kan antar aku ketempat papa?”Tanya Windra
“Iya sayang, cepat siap-siap, setengah jam lagi aku kesana ya” klik, telepon di putuskan oleh Windra, setelah mandi dan berpakaian rapi Windra menunggu jemputan dari Fendi yang memang sedang berada di luar, dia pergi ke makam mamanya.
Sudah lebih dari satu jam Windra menunggu, tapi Fendi tak kunjung tiba, sudah berkali-kali juga sms dan telpon, tapi tak ada respon dari Fendi, hati Windra sudah mulai cemas, dia takut terjadi sesuatu dengan Fendi, dengan tak sabar dia menunggu, dari tadi sudah mondar mandir berkali-kali
“Sudah Win, mungkin Fendi masih ada sedikit urusan, kamu sabar dulu dong” om Reno mancoba menenangkan Windra
“Iya om, tapi tak biasanya dia seperti ini, aku cemas sekali om” jawab Windra yang memang suadah sangat panik, dia merasa ada yang tak enak,
“Kamu kemana sih sayang, aku cemas sekali’ bathin Windra
“selamat siang” sapa seseorang dari luar rumah, Windra langsung terperanjat melihat siapa yang datang
“Selamat siang, apa benar ini kediaman saudara Reno Burma?” Tanya polisi yang berseragam lengkap
“Iya, saya Reno Burma, jawab om Reno, terlihat wajahnya sangat pucat, mengapa ada polisi yang datang,
“Maaf, apa anda mengenal saudara Fendi? Kami menemukan kartu nama anda di dompet korban” kata polisi itu
“Korban? Maksudnya?” Tanya Windra gemetaran, firasatnya sangat buruk
“Saudara Fendi mengalami kecelakaan, sekarang sudah di bawa ke rumah sakit umum Mataram“ Jawab polisi itu, lemas badan Windra mendengarnya,
“Tak mungkin, tak mungkin” Windra langsung berlari keluar, berlari dengan sekuat tenaga. Air matanya mengalir tanpa henti, yang dia tahu hanya berlari, dia ingin cepat sampai dirumah sakit, dia ingin memastikan bahwa ‘korban’ yang di sebutkan polisi itu bukanlah kekasihnya,
“Windra ayo naik!” perintah om Reno yang berhasil mengejarnya dengan mobil, Windra lngsung menaiki mobil om Reno dan melaju kencang ke rumah sakit
*******
“Bukan, dia bukan Fendi, bukan!!!:” teriak Windra dan langsung lari dari kamar mayat, om Reno tak sanggup menahannya, air mata Windra membanjiri wajahnya, dia terus membohongi dirinya sendiri,
“Windra” panggil papa Windra yang melihat Windra menangis di bawah pohon dekat rumah sakit
“Bukan pa, bukan, dia bukan Fendi pa, Fendi baik-baik saja, katakan pa, Fendi baik-baik saja, iya kan?” tangis Windra, papanya mendekap Windra dalam pelukannya, itulah yang paling di butuhkan Windra saat ini
“Kamu harus merelakannya nak” hibur papa Windra
“Tidak pa, papa bohong, Fendi belum meninggal pa, tadi pagi dia hanya pamit sama Windra untuk ke makam mamanya, dia belum meninggal pa” teriak Windra, beberapa orang yang lewat melihat kearah Windra,
“Windra, cukup, kamu jangan begini, Fendi akan sedih kalau kamu seperti ini”
“Sudah, aku tak ingin lagi mendengar, sebaiknya papa pergi, aku mau sendiri!” terpaksa papa Windra pergi, dan membiarkan Windra sendiri.
*********
“Win ayo nak, Fendi sudah akan di makamkan” ajak om Reno
“Tidak om, Fendi belum meninggal, belum om” teriak Windra, Windra berlari meninggalkan om Reno dan juga papanya, mereka sedih melihat Windra yang terpuruk seperti itu,
“Sayang, kamu dimana sayang?” panggil Windra di dermaga,
“Sayang, cepat keluar, aku tahu kamu disini, ayo sayang keluar!” pekik Windra
“Fendi!!! Aku bilang kamu jangan main-main lagi!” teriak Windra semakin keras, tapi tak kunjung juga di temukan sosok Fendi dimanapun
“Aku benci kamu Fen, cepat keluar!!!” Windra berlutut di dermaga sambil menangis, dia berteriak sekencang-kencangnya,
“Sayang, kamu kenapa nangis?” Windra berbalik dan melihat sosok yang di cintainya ada di depan dia,
“Sayang, kamu kembali sayang? Jangan tinggalkan aku lagi” tangis Windra sambil memeluk Fendi
“Iya sayang, aku tak akan pernah meninggalkanmu, aku kan sudah janji sama kamu” kata Fendi
“Mereka bilang kamu sudah mati sayang, tapi aku yakin kamu masih hidup dan sekarang kamu datang padaku, aku takut sayang, sungguh sangat takut” tangis Windra kembali meledak, Fendi mengusap air mata Windra dengan lembut
“Kamu tenang saja sayang, aku akan selalu ada disamping kamu, aku tak akan biarkan kamu sendiri” jawab Fendi mantap
“Aku cinta kamu sayang”
“Aku juga” Windra terlelap di pundak Fendi, melihat indahnya langit sore,
“Windra, kenapa kamu tidur disini?” Tanya om Reno yang membangunkan Windra
“Om? Mana Fendi om? Tadi dia sama Windra om?” Tanya Windra cemas
“Win” om Reno tak mampu mengeluarlkan sepatah katapun, rasanya kata-katanya tersendak di tenggorokannya
“Om jawab om!” desak Windra, karena tak menerima jawaban jelas dari om Reno, Windra berlari menuju kamarnya, dia yakin Fendi ada disana, om Reno menitikan air mata melihat Windra yang sudah di anggap anaknya sendiri seperti ini.
“Sayang, kamu dimana sayang? Kamu tadi bilang tak akan tinggalkan aku, kamu dimana?” teriak Windra
“Aku disini sayang”jawab Fendi yang sudah ada di belakangnya
Windra langsung memeluk erat Fendi, rasa tenang kembali di rasakannya
“Sayang, aku ingin ke Bukit senggigi, disini banyak yang memusingkanku” kata Windra
“Iya sayang” Jawab Fendi,
Windra dengan pelan-pelan berjalan keluar dan mencari kunci mobil om Reno setelah di dapatnya, dia langsung meninggalkan tempat ini dengan kekasihnya Fendi
************
“Sayang, kamu janji kan kalau kamu akan mengikutiku kemanapun?”Tanya Fendi yang berada di atas bukit
“Iya sayang, aku akan mengikutimu, aku cinta kamu sayang”jawab Windra
“kalau begitu kamu ikuti aku” Windra terus memandang kedepan, melihat kekasihnya dan tersenyum, dia sudah berada di tepi bukit, beberapa langkah lagi dia sudah akan terjatuh, langkah dan terus melangkah, dia ingin menggapai Fendi yang berjalan di depannya
“Ayo sayang, sedikit lagi” kata Fendi
“Ya sayang, aku akan mengejarmu”mantap Windra
“ngakkk ngakkk” suara gagak mengagetkan Windra, seakan tersadar dari lamunannya dia langsung mencari sosok Fendi yang hilang entah kemana, dia sudah berada di atas bukit, selangkah lagi mungkin dia akan terjatuh
Air mata itu kembali menetes, kini ia sadar kalau Fendi memang sudah tiada, dia selama ini telah membohongi dirinya sendiri dengan halusinasi yang ia ciptakan sendiri, keterpurukan di tinggal Fendi, dia menangis sejadi-jadinya
***********
Deburan ombak yang beriak sekan merestuinya, merestui segala yang akan dia lakukan
“Sayang, kamu sabar ya” Windra tersenyum melihat langit senja. Mungkin akan menjadi senja terahir untuknya
Pemakaman Umum Kristen
Windra terlihat kebingungan mencari makam Fendi, karena kemarin dia memang tak ikut dalam pemakaman ini, yang dia tahu hanya Fendi di makamkan di tempat ini, perlahan-lahan Windra mencari, akhirnya dia mendapatkan makam yang masih baru, taburan bunga masih segar di atas tanah merah itu, air mata itu kembali menetes tat kala melihat nama kekasihnya terpatri di nisan keabadian
“Aku akan kabulkan permintaan kamu sayang” kata Windra, tak ada satupun orang yang melihat apa yang Windra lakukan, karena di pemakaman ini memang jarang orang lewat apalagi di malam seperti ini, Windra mengeluarkan sekop kecil yang dia bawa, tak mungkin dia membawa sekop besar karena pasti akan di curigai, dengan perlahan dia menggali kuburan kekasihnya, setelah hampir satu jam akhirnya dia melihat peti dari kekasihnya , dia membuka paksa dengan perkakas, terlihat wajah damai Fendi yang terbaring di peti itu, wajah yang sangat di rindukan Windra, di ciumnya wajah kekasihnya, terasa dingin,
“Aku akan menghangatkanmu sayang, kamu tak perlu cemas lagi” kata Windra, segera dia mengangkat tubuh Fendi kedalam mobil, dan segera meninggalkan tempat itu,
********
“Sayang, kita sudah sampai, ayo pakai bajumu” kata Windra, Windra memakaikan tubuh kasihnya dengan baju diving, begitu juga dengan dirinya
“Maafkan aku pa, om Reno, selamat tinggal semua. Aku akan bersama selamanya dengan Fendi” air mata itu menetes membasahi pipinya, dan juga menetes ke wajah Fendi
Windra membopong tubuh Fendi ke air, kali ini dia tak menggunakan tabung oksigen, tubuhnya perlahan di telan oleh air
“Ayo sayang, ikan dan terumbu karang sudah menunggu, tempat ini akan menjadi saksi cintaku padamu” Windra mencium bibir Fendi dan menenggelamkan diri mereka di air.
********* END *********
Maaf mungkin cerita ini agak lebay dan tak sesuai dengan yang di harapkan, tapi ini adalah permintaan dari seseorang yang special di hatiku, dan cerita ini aku persembahkan untuknya, semoga kamu menyukainya,
Buat pembaca sekalian, terima kasih sudah membaca, silahakan tinggalkan komentar anda, segala saran dan kritik saya terima dengan lapang dada, terima kasih banyak
n_w
Comments
Wkwkwk
Klo itu cerita loe yg buat ya gpp..
Tp klo bukan ya berarti copas (copy paste)
coz udah agak lama ne cerita nangkring di blog tommy..
realita kehidupan, gak semua hal akan terbalas di dunia, kadang ada yang jahat, sampai matipun gak ada balasan di dunia ini, tapi nggak tahu kalau di akherat