BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

DO YOU FEEL ME? (cuma cerita pendek fiksi)

edited February 2012 in BoyzStories
First off, ini pertama kalinya gue ngeposting. gue cuma mau sharing tulisan gue yg slama ini gue simpen aja di folder laptop gue. Semoga ada yg suka. Thanks before (:
- - - - -
DO YOU FEEL ME? (by:ariesisme)

Hari Kamis lagi, perasaanku sering tak enak setiap kali memulai hari ini. Cuaca diluar tampak baik-baik saja, tapi siapa yang tahu saat aku pulang kerja nanti hujan deras akan turun. Sudah dua minggu aku mengalami seperti itu, ada apa sebenarnya dengan aku dan hari Kamis??

“Kak… payungnya” adikku Ryo membawakan payung yang biasa aku pakai saat berangkat kerja.

“Makasih” kataku sambil beranjak setelah memakai sepatu ku. “Baik-baik dirumah ya?” aku mengacak rambutnya sebelum aku mendekati pintu keluar. Ryo hanya mengangguk, dia masih tampak mengantuk.

“Eh ya… Kak!” panggilnya tiba-tiba tepat saat aku akan keluar. Aku berbalik sebentar.

“Hmm?”

“Aku mau keluar nanti siang, guruku ada yang pindah ke sebelah rumah kita”

“Oh iyakah?”

“Iya… Bu Intan, dia baru nikah sama tetangga di sebelah rumah kita”

“Oh, gitu” aku menganggukkan kepalaku mengingat tetangga di sebelah rumah kami yang tak pernah kelihatan. Menurut orang-orang pemilik rumah itu ada diluar negeri, aku tak tahu kalau guru Ryo rupanya mengenal tetanggaku itu. “Jadi kamu mau bantuin beres-beres?”

“Iya, temen-temenku juga pada dateng”

“Ya udah, tapi jangan lupa nanti kunci pintu nya lagi ya?”

“Sip!”

Aku tersenyum pada adikku yang baru berusia 11 tahun itu.
“Daaaah!” kataku lagi. Ryo melambaikan tangannya.

Aku tak peduli dengan hari ini. Entah ini Kamis, Senin, Selasa atau apapun…aku harus selalu berusaha demi adikku. Dia hanya memiliki aku, aku harus memberikan yang terbaik untuknya. Juga demi hidup kami yang lebih baik.

~~~

Pukul 3 sore, aku masih berkutat dengan file-file dan komputer di meja kerjaku. Aku tak tahu kenapa atasanku sekarang-sekarang senang sekali membuatku sibuk. Temanku bilang mungkin karena pekerjaanku memuaskannya, tapi menurutku bukan berarti dia bisa memperkerjakanku seperti seekor kuda. Aku diberikan semua tugas yang harusnya dikerjakan oleh 3 orang. Gila! Aku jadi berpikir apa atasanku membenciku gara-gara aku tak pernah mau menerima ajakannya untuk pulang bersama atau makan malam?? Demi Tuhan, aku straight! Kalau saja aku bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan selumayan ini di tempat lain, aku pasti memilih untuk segera pergi dari sini. Aku sudah cukup bersabar selama 2 tahun ini bekerja di bawah perintah seorang bos gay yang aneh.

“Ryaz, gak pulang?” tanya Boby yang sedang membereskan barang-barang di mejanya, bersiap untuk pulang. Ini memang waktunya pulang, tapi aku masih jauh dari keadaan untuk bersiap-siap. Masih ada beberapa file yang perlu aku input.

“Gue masih sibuk Bob. Lu mau bantuin?” tanyaku tanpa melihat ke arahnya. Aku juga ingin cepat menyelesaikan ini dan segera pulang.

“Ah, sorry… gue buru-buru. Sekarang udah mendung, gue harus jemput Nana di sekolahnya” kata Boby menjadikan puteri satu-satunya sebagai alasan, aku tak bisa membantah lagi.
“Masih ada bos di dalem. Lu gak sendirian banget” kata Boby lagi sambil mengedipkan sebelah matanya padaku.

Aku mengeluh. Bos gila itu. Aku tak tahu apa sebenarnya yang dia mau dariku.

“Eh, Yaz… Elu harus nunjukin sama bos kita kalo lu udah punya seseorang. Gue yakin dia gak akan berani macem-macem lagi sama elu” bisik Boby pula, sebelum ia memakai jaketnya dan mengambil kunci mobilnya di dalam laci meja kerjanya.

“Dia gak pernah macem-macem sama gue” sangkalku. Bos aneh itu memang tak pernah macam-macam, dia hanya pernah beberapa kali mengajakku pulang bersama dengan kendaraannya dan mengajakku makan malam juga. Aku sering menolaknya. Selain aku memang tak mau, aku juga tak ada waktu untuk hal seperti itu. Dia tak marah, tapi belakangan ini pekerjaanku tiba-tiba jadi sangat banyak darinya. Aku menduga dia memang sedang memberiku semacam balasan.

Boby tertawa menyebalkan. “Okay.. okay…tapi gue yakin Yaz, kalo lu punya seseorang, dia bakal cepet nyerah”

Aku mengangkat saja bahuku. Bukannya aku tak mau untuk segera punya seseorang, tapi waktu luangku belum banyak untuk menjalin hubungan. Aku tak mau pacarku kelak hanya memprotes tentang aku yang selalu lebih fokus pada pekerjaanku. Walau kadang aku memang iri pada Boby yang sekarang sedang membesarkan seorang anak dari pacarnya, padahal mereka belum menikah.

“Udah ah, gue pergi!” Boby menyerah menceramahiku. Ia menepuk pundakku sebelum beranjak dari tempatnya. Aku hanya meliriknya sekilas, lalu kembali fokus pada komputer dan file di tanganku. Kantor sudah mulai sepi, dan sayup-sayup aku mendengar bunyi petir diluar. Aku mendongakkan wajahku sebentar, melihat keluar dari jendela. Hujan. Hujan turun dengan sangat deras. Seperti yang sudah aku duga sejak tadi pagi. Damn, aku hanya bisa mengumpat pelan dalam hati.

~~~

“Ryaz… ikut saja sama aku. Hujannya deras banget loh” ajak Pak Dhika - bos ku yang aneh dan mungkin sedikit gila itu.

“Ngga, gak apa-apa. Aku bawa payung kok” kataku sambil menunjukkan payungku, walau aku tahu payung ini tak begitu bermanfaat untuk dipakai menembus hujan sebesar ini. Karena itu aku menunggu sebentar di depan kantor hingga hujannya sedikit reda.

“Tapi ini hujannya deras banget, kamu gak bisa kalo cuma-“

“Pak Dhika pulang duluan aja” kataku memotong perkataannya dan memberikan senyuman (palsu) manisku, berharap dia akan terpesona dan berhenti memaksaku

“Tapi Ryaz, terus kamu gimana?”

“Aku ditunggu sama orang di belokan sana. Aku mau pulang sama dia. Gak apa-apa Pak!” kebohongan nomor sekian, tapi ini pertama kalinya aku menyebut-nyebut seseorang. Biasanya aku akan menjadikan Ryo sebagai alasan. Entahlah, aku sedikit teringat pada pembicaraanku dengan Boby tadi. Siapa tahu memang berhasil.

“Seseorang?” ulangnya. Tampak ekspresi kecewa tersirat di wajahnya. aku tak mengerti kenapa pria tampan dan gagah sepertinya harus tertarik pada laki-laki lagi?! Aku mengangguk cepat, memanfaatkan reaksinya yang mungkin sudah percaya.

“Maaf Pak… aku duluan. Mari!” aku melihat air hujannya telah sedikit menyurut. Aku membuka payungku dan segera pergi menembus hujan, tanpa menunggu perkataannya dulu, aku juga tak mau menengok ke arahnya lagi.

Hari ini pun seperti hari Kamis yang lalu, aku berhasil melarikan diri dari bos ku yang aneh.

~~~

Mungkin aku memang harus segera membeli sebuah mobil, atau aku akan terus mengalami seperti ini entah sampai kapan. Tapi tabunganku masih sayang aku pergunakan. Aku akan memakainya untuk menyekolahkan Ryo sampai universitas nanti.

“Ryaz!” suara itu terdengar lagi, dan aku melihat Pak Dhika di dalam mobilnya sedang berusaha mensejajari langkahku. Ini tak terjadi di hari Kamis yang lalu.

“Pak Dhika!?” kataku kaget. Suara kami sama-sama agak tenggelam oleh bunyi hujan.

“Ayo naik aja! Please…” katanya.

“Maaf, aku udah hampir sampe di tempat orang yang lagi nunggu Pak” aku melanjutkan aktingku. “Ah dia disana! Maaf ya Pak…” aku segera menyebrang jalan, menyusuri jalan setapak yang membawaku menuju ke sebuah tempat sepi yang sejak hari Kamis yang lalu sering aku jadikan tempat berteduh. Pak Dhika tak bisa menyusulku lagi karena ia memakai mobil, dan aku tahu dia tak membawa payung.

Aku berhenti disana, menatap mobilnya yang menjauh hingga aku bisa menghela nafas lega.

“Kenapa kamu gak mau ikut sama dia?” suara seseorang menyentakkanku. Aku nyaris lupa kalau ada seseorang disini. Ini orang yang tadi aku lihat dan aku jadikan alasan pada Pak Dhika. Orang ini, orang yang selalu aku lihat setiap aku berteduh disini di hari Kamis yang lalu. Benar-benar orang yang sama. Dia memakai jaket yang menutupi kepalanya, tangannya masuk ke dalam saku jaketnya dan dia bersandar pada tembok yang ada disana. Sama, seperti hari Kamis yang lalu. Aku tak tahu apa yang sebenarnya yang dia lakukan disini, atau memang kebetulan saja 2 minggu ini kami terus terjebak dalam suasana yang sama.

“Aku gak nyaman sama dia” jawabku jujur. Entah kenapa aku harus mengatakan itu pada orang yang baru pertama kali ini bicara denganku meski kami sudah bertemu 2 kali.

“Dia suka sama kamu?” tanyanya sambil melirikku. Aku juga melihat ke arahnya. Dan aku baru sadar kalau wajahnya sangat tampan dan…manis. Aku suka melihat bibirnya yang kemerahan, mungkin karena dingin juga dagunya yang terbelah dua. Dia terlihat dewasa, mungkin hanya lebih tua beberapa tahun saja dariku, tapi gayanya seperti anak muda. Berbeda sekali dengan aku yang lengkap memakai kemeja, jas juga dasiku. Mendadak aku merasa tak percaya diri berada di dekatnya. Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Sekarang aku pasti sudah sangat berantakan dengan jas dan celanaku yang lumayan basah.

“Gak tau” jawabku tak peduli, sambil ikut bersandar seperti dia pada tembok di belakangku.

“Terus kalo aku? Kamu nyaman sama aku?”

Hah?Aku menoleh ke arahnya. Pertanyaan yang aneh, pikirku. Dia malah tersenyum kecut dan tampak seksi di mataku.

“Kita udah dua kali berada dalam situasi seperti ini, apa kamu ga bisa ngerasain aku?” tanyanya lagi.

“Ngerasain kamu?” ulangku bingung.

“Menurut kamu, apa yang aku lakukan disini?”

“Berteduh”

“Salah. Aku nunggu kamu untuk berteduh disini atau sekedar melihat kamu lewat di depanku dengan payungmu itu” jelas laki-laki itu.

Aku terpana mendengar penjelasannya.
“Ap-apa maksud kamu? Kamu sengaja??”

Laki-laki itu tersenyum lagi, tapi lebih lembut.
“Kita persingkat saja…aku suka kamu” katanya tenang. Berbeda dengan aku yang menatapnya shock. APA LAGI INI?! Orang yang sama gilanya dengan bos ku!!?

“K-Kamu salah paham… aku bukan orang seperti itu” kataku mencoba menghindarinya. Dan perlahan juga aku bergerak menjauh darinya.

“Kamu memang bukan orang seperti itu. Tapi kamu bisa jadi orang seperti itu” katanya sambil bergerak menghampiriku. Aku terus menjauh dan dia terus mendekat hingga aku terjebak di satu sisi tembok dengan dia yang berdiri sangat dekat denganku.

“Ja-jangan…aku mohon”

“Kamu gak sungguh-sungguh, Ryaz” kata laki-laki itu sedikit berbisik, membuatku terbelalak. Dia tahu namaku! Apa-apaan ini!?

Aku menatap wajahnya yang sekarang sangat dekat dengan wajahku. Aku coba mengingat apa aku pernah mengenalnya… wajah tampan itu… siapa??

Aku lebih dulu terhenyak merasakan sebuah tangan tiba-tiba menyusup masuk ke balik kemejaku yang entah terbuka sejak kapan. Pikiranku buyar, aku tak bisa mengingat siapa dia.

“Jangan…” kataku, berusaha menepis tangannya, tapi percuma karena dia lebih besar dariku dan dia malah semakin menekanku ke tembok. Ya tuhan… ini pelecehan…pikirku. Aku tak pernah menyesali tubuh dan wajahku yang semanis perempuan, tapi aku selalu benci jika ada laki-laki yang mencoba menggangguku. Aku takut aku akan terlena, dan prinsipku sebagai pria straight akan terpatahkan.

“Kamu gak sungguh-sungguh…” bisiknya lagi sambil membuat lingkaran dengan tangannya di perutku. Aku mengeluh pelan, dan terdengar sedikit erotis memang. Aku merasakan hembusan nafasnya di dekat telingaku, menyentuh kulit leherku dan dengan cepat membuat tubuhku bergetar. Bodoh! aku merasa familiar dengan sentuhan ini… kenapa? Siapa dia sebenarnya…??

Dia mulai menempelkan bibirnya di leherku. Bibir yang beberapa saat lalu sempat aku perhatikan, sekarang dengan leluasanya mengecupi kulit leherku. Dan aku membiarkannya… aku malah menyentuh kepalanya yang ditutupi penutup kepala dari jaketna, menariknya hingga terbuka dan tanganku bertemu dengan rambutnya yang ikal. Jemariku dengan cepat menyusup disana.

“Kamu selalu suka rambutku…” gumamnya masih di leherku. Selalu? Apa aku pernah melakukan ini sebelumnya? Aku memejamkan saja mataku ketika dia mulai menarik-narik kulit leherku dengan bibirnya. Aku tahu nanti itu akan meninggalkan beberapa tanda kemerahan atau kebiruan disana.

“K-kamu siapa??” tanyaku diantara kesibukanku menahan suara-suara yang mungkin keluar dari mulutku.

Laki-laki itu tak menjawab. Ia menurunkan ciumannya ketika ia berhasil melepas semua kancing kemejaku. Ia menciumi dadaku, menemukan nipple-ku dan aku tak bisa menahan lagi suara-suara yang dari tadi memaksa untuk aku keluarkan. Aku tak ingat apapun lagi, aku tak peduli siapa dia. Aku suka dengan yang dia lakukan padaku. Di tempat asing ini, di tengah hujan yang deras, bersama orang asing… aku tahu aku sudah gila, tapi aku tak mau berhenti.

Rasa dingin mulai tak terasa, apalagi saat tubuh besarnya memelukku seperti ini. Pakaiannya pun sudah terbuka sepertiku, aku yang memaksanya tadi. Aku membiarkan dia melakukan apapun pada tubuhku. Aku sudah sangat kehilangan akal sehatku. Apa aku memang sefrustasi ini, sudah lama tak ada seseorang yang menyentuhku? Atau karena aku memang terbuai dengan sentuhannya yang terasa familiar di tubuhku?

Dia menekan tubuhku ke dinding, menggerakkan pinggangnya, membuatku tak henti mengeluarkan suara-suara yang pasti membuat siapapun akan memerah malu jika mendengarnya. Dia mengucapkan kata-kata yang tak bisa aku cerna dengan baik di telingaku, tapi dengan mendengar kata-kata itu aku seperti dibuatnya semakin gila. Aku seperti sesaat lagi menuju sesuatu yang sedang berusaha kami capai. Erangan seksinya di telingaku, membuat aku lebih dulu mendapatkan yang aku mau. Beberapa detik kemudian, dia menyusulku, dan kami sama-sama terengah disana. Seperti kehabisan nafas, kami berlomba mengambil nafas sebanyak mungkin. Dia menurunkan tubuhku perlahan. Kami terdiam sesaat mengatur nafas masing-masing. Hujan sudah reda. Aku melihatnya membetulkan celananya dan merapikan pakaiannya, memakai kembali penutup kepalanya. Dia akan pergi secepat itu, apa dia tak selelah aku? Rasanya aku ingin tertidur saja disini.

“Ryaz… hujannya udah reda. Kamu harus pulang” katanya. Dia membantuku membetulkan pakaian dan celanaku. Aku menghargainya karena dia tak pergi begitu saja.

“Kamu siapa?” tanyaku lagi dengan suara yang lemah.

“Nanti juga kamu bakal tau” katanya.

“Kapan?”

“Nanti” dia tersenyum, sambil berdiri dan bersiap pergi.

“Tunggu!” panggilku. Aku mencoba berdiri dan menghampirinya dengan sisa tenagaku. Ia berbalik melihat padaku. “Kamu gak cium aku?” tanyaku, terdengar tolol. Tapi aku sudah terlanjur membuat diriku gila hari ini.

Dia tertawa kecil.
“Kenapa aku harus cium kamu?” tanyanya. Aku ingat dia memang sama sekali tak menyentuh bibirku saat kami melakukannya tadi. Dia hanya menciumi leher dan tubuhku.

“Tadi kamu bilang, kamu suka aku”

Dia terdiam memandangku, lalu senyuman perlahan terkembang di wajah seksinya.
“Aku bohong” katanya.

“Hah?” aku memandangnya tak percaya. Aku ingin mendebatnya tapi aku terlalu lelah. Pikiranku juga seperti masih melayang-layang.

“Itu cuma seks. Gak usah terlalu dipikirin. Kita sama-sama kebawa suasana aja kan?” katanya tenang, dan melanjutkan untuk berlalu dari sana. Tanpa rasa bersalah, tanpa beban, ia meninggalkan aku yang terpaku di tempatku mendengar kata-katanya. Aku seperti tahu kata-kata itu. Dia…

Dan hari Kamis hari ini sangat tak sama dengan hari Kamis yang lalu. Kalau saja tadi aku ikut dengan Pak Dhika apa yang akan terjadi padaku? Setidaknya mungkin aku tak akan bertemu orang asing yang seperti pernah aku kenal, dan tak akan terlibat hubungan gila yang sempat membuatku banyak berharap.

~~~

“Kakak!” suara Ryo menyentakkanku yang baru saja akan masuk ke dalam rumahku. Ini sudah malam, dan aku melihat Ryo masih berada di rumah tetangga baru.

“Ryo… kenapa kamu belum pulang?”

“Eh, nak Ryaz?” sapa seorang perempuan yang muncul dari belakang Ryo. Dia guru Ryo yang tadi pagi diceritakannya akan pindah kemari.

“Oh Bu Intan, ibu pindah kesini ya?” tanyaku berbasa-basi.

“Iya, aku sama suamiku” dia melihat ke dalam untuk memanggil suaminya.

Saat itu aku hampir terjatuh melihat siapa yang aku lihat disana. Suami nya…

“Ini suamiku; Jovan…”

“Halo” kata laki-laki yang beberapa jam lalu membuatku kehilangan akal sehatku itu. Dia tersenyum sopan seolah baru pertama kali bertemu denganku.

“Jovan?” ulangku pelan.

“Sekarang Bu Intan jadi Bu Jovan” sela Ryo, tertawa pada gurunya. Aku tak menggubris itu, aku hanya menatap tajam pada laki-laki di hadapanku.

“Rupanya sekarang yang kamu maksud ‘nanti’…” kataku lagi. Semuanya melihat ke arahku dan aku tak peduli, aku tahu orang bernama Jovan ini lebih mengerti dengan kata-kata ku.

“Aku inget siapa kamu… aku inget…” tambahku sambil menarik tangan Ryo untuk pergi dari sana. Aku melihat senyuman kecut itu di bibir Jovan, sedangkan istrinya memandangku dan suaminya itu dengan bingung.

* * *

“Udah deh, Yaz… gak usa kayak cewek. Elu gak akan hamil atau apapun” kata Jovan sambil memakai seragamnya dan sesekali melirik kesal pada temannya yang sedang menangis di atas meja. Kelas sudah bubar sejak beberapa jam yang lalu, tapi mereka masih berada disana.

“Kenapa harus gue, Van?” tanya Ryaz sedikit terisak. Ia menatap tajam pada teman sekaligus kakak kelasnya itu. Wajah manisnya basah dipenuhi air mata.

“Karena gue tau elu gak akan hamil!” gerutu Jovan sambil beranjak dari sana, dan memberikan pandangan meledek pada Ryaz. “Udahlah, lu juga suka kan? Hah?”

Ryaz menggelengkan kepalanya saja. Dia tak menyukainya, tapi dia membiarkan Jovan setiap kali Jovan memulainya.

“Bohong lu!” gumam Jovan kesal. Dia mendekati pintu keluar setelah mengambil tasnya, tapi Ryaz menyusul dan menahannya. Anak laki-laki yang masih tak mengerti dengan dirinya sendiri itu, memegang tangan Jovan lalu memberikan sebuah kecupan di bibir Jovan. Mereka saling memandang beberapa detik, sampai tiba-tiba Jovan mendorongnya.

“Awas kalo kayak gitu lagi! Jijik tau gak?!” bentaknya, dan cepat keluar dari sana. Ryaz terpaku. Dia tak tahu apa yang sudah dia lakukan, dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi… dia tak tahu apapun… dia hanya tahu ini hari Kamis sore dan hujan turun dengan deras diluar sana.

* * *

FIN!

NB: maap kalo bingungin. Haha, semoga nyampe maksudnya. Thanks again!

Comments

  • Bgus bro ceritaxa ^^ just a little bit which i don't undertand
  • Semuanya serba mendadak ya alurnya. Hanya part awal aku nikmatin. Selanjutnya terkesan maksa. Terasa semua hal tenatang gay adalah biasa dalan dunia cerita ini. (3/5)
  • Bgus bro ceritaxa ^^ just a little bit which i don't undertand

    hehe, thanks. i see. udah aku duga bakal bingungin. thanks for read it ;)
  • gr3yboy wrote:
    Semuanya serba mendadak ya alurnya. Hanya part awal aku nikmatin. Selanjutnya terkesan maksa. Terasa semua hal tenatang gay adalah biasa dalan dunia cerita ini. (3/5)

    oh iya ya. hehe. gue mikirnya trlalu simple pas bkin ini. dan emg sngaja d bkin cepet, pngen jd pendek soalnya. thanks anyway. i'll try better for next :)
  • nice story, cakep cakpe :D (Y)
  • Sma skali gk ngerti
  • keren keren... Hahaha, ga nyangka ternyata suka nya bohongan yak O.O
  • ini yang gue suka dari cerpen, membekas
  • Atwil wrote:
    Sma skali gk ngerti

    hehe, sorry then. but thanks udah mampir ;)
  • Sevchia wrote:
    keren keren... Hahaha, ga nyangka ternyata suka nya bohongan yak O.O

    Lol. yea, kind of. makasih udh baca ;)
    alfaharu wrote:
    Wah...cerita yg sangat bagus...

    Pendek tp komplit untuk ukuran sebuah cerpen...

    outstanding bgt bro...marvelous...

    ah, really? glad u like it. hehe, makasih banyak. masi perlu bnyk blajar nih. big thanks bro! ;)
  • dirpra wrote:
    ini yang gue suka dari cerpen, membekas

    oh u like it? great then. thanks a lot! ;)
  • Baca yang ketiga kalinya. Dan tetep keren. :)
  • FirmanE wrote:
    Baca yang ketiga kalinya. Dan tetep keren. :)

    eh? baca 3x? waduh, makasih banyak ya... :)
Sign In or Register to comment.