“Sahabat itu lebih dari cinta, jadi wajar kan kalau aku mencintai sahabatku?” Kata kami bersamaan. Kami duduk berdua di taman, seperti biasa. Untuk sekedar curhat atau menggoda pasangan yang lagi asyik pacaran (kalau dapet sih). He he he. Ia memandangku. Matanya menyipit, dan akhirnya tertawa. Tentu saja aku juga ikut tertawa. Itu adalah kata wajib kami berdua. Maklumlah, aku dan Jimmy berteman sejak awal SMP. Jadi sudah 7 tahun lebih lah. Kami berdua diterima di kampus yang sama. Jimmy diterima di Fakultas Ekonomi, dan aku sendiri berada di FKIP.
“Hmm, udah brapa tahun ya aku ngejomblo?” Gumam Jimmy.
“Lima abad kali Jim.” Tukasku. Kami berdua sama-sama jomblo dan saling menyayangi. Ya, walaupun Jimmy tidak pernah bilang kalau dia mencintaiku dan begitu pula dengan aku. Tapi, aku rasa, persahabatan kami lebih dari sekedar kata ‘aku mencintaimu’. Hanya kata konyol tadi yang selalu kami ucapkan.
“Cariin cewek donk?” Pintanya. “Jangan yang manja, matre, pendiem, overacting, suka dandan, glamour, beda agama, otoriter, dan posesif ya.” Lanjutnya.
“Haha. Sekalian aja nggak pake kuah.”. Jawabku sekenanya. Lagian sih, banyak banget syaratnya. Kuletakkan kedua tanganku di pundaknya, meraih tubuhnya mengarah padaku. Ia menatapku lagi.
“Look at you, boy. Kamu pinter, baik, cakep, putih, juga tajir. Jadi, kamu bisa pilih cewek manapun yang kamu mau. Okay.” Aku melihat ke dalam matanya. Tapi, tiba tiba badannya mengejang, dan pundaknya ditariknya menjauh dariku. Dan, secara cepat Jimmy meraih kedua tanganku dengan kedua tangannya.
“Ohh, terimakasih rama, sahabatku. You’re my bro. Lagi donk pujiannya?” Balasnya dengan senyumnya yang konyol sambil menaikturunkan alisnya.
“Tau nggak? Itu tadi aku bo’ong. Kamunya aja yang kePDan.”
“Eits, nggak bisa. Barang yang sudah dibeli, nggak bisa dikembalikan lagi.” Jimmy tertawa.
“Ada yang jadi korban nota nih.” Kami berdua tertawa keras. Tak peduli kami sekarang berada di taman, di tempat umum. Jadi, kalau ada yang melihat kearah kami, mereka pasti orang-orang yang iri dengan kekompakan kami. Mataku memandang sekeliling. Jimmy masih tertawa dengan memeluk kedua kakinya, menundukkan kepala.
“Sst…sst, Jim. Ada cewek tuh! Sendirian lho.” Kataku sambil menggoyang-goyang pundaknya. Menyadarkan Jimmy dari tawanya.
“Paling dia mau ketemuan sama cowok.” Jawabnya sambil tertawa kecil. Aku memutar bola mataku kearah Jimmy, memandangnya dengan senyum licik. Ia membalas hal yang sama. Kami berdua tahu maksud kami. Kami taruhan!
“Berapa menit? Dua puluh?” Tanyaku.
“Okay. Kalau kamu yang kalah, beliin aku kebab ya? Tuh, yang disana.” Jimmy menunjukkan gerobak penjual kebab.
“Boleh. Dan kalau kamu yang kalah, kamu ajak kenalan tuh cewek. Kurang baik apa coba aku sebagai sahabat. So, deal?” Jawabku sombong.
“Deal.” Kani berdua bersalaman. Namun, entah mengapa, kami tidak melepaskan tangan kami.
Hampir duapuluh menit berlalu. Tak ada tanda-tanda akan ada cowok yang mendekatinya. Ya, kecuali, Jimmy kalau dia kalah. Dan, aku sangat amat yakin.
“5, 4, 3, 2, 1.” Suaraku memecah keheningan kami. Tanpa ba-bi-bu lagi, Jimmy berjalan menuju cewek tadi. Dia berbalik kearahku dan mengangakat jempolnya sambil mengedipkan matanya. Aku membalas kedipannya. Sementara Jimmy masih PeDeKaTe sama do’i, daripada aku mati gaya bengong sendirian, kuputuskan untuk main games di laptop Jimmy saja. Nggak kerasa sudah hampir satu jam aku sendiri. Betah banget Jimmy? Semoga saja, kalau mereka nanti bisa jadian, Jimmy nggak bakal patah hati lagi. Soalnya, kalau Jimmy lagi patah hati, suka lebay. Aku nyaris kapok kalau dia patah hati. ‘Jangan biarkan itu menimpa Jimmy, Tuhan’ aku berdoa dalam hati.
Semua games sudah berhasil kutaklukkan. Udah hampir satu setengah jam. Bisa kesorean kalau dia dibiarin.
“Tega ya, aq dbiarin sndiri. Jhat lo. Bruan mnta nmr hpnya, trz qt plng. Okay. Udh sore bgt. Ntr km bbas smsan ma dy deh klo udh plng.” Segera kukirimkn pesan singkat itu ke nomor Jimmy.
“Okay, bibehh. Mksi ya. Untung km td ngjakin taruhan. He200x” Balas Jimmy.
Aku melihat Jimmy sudah berjalan kearahku. Mukanya cengengesan.
“Sst..sst..Namanya Velly, sekampus sama kita juga, dan yang terpenting dia jomblo!” Katanya menggebu-gebu.
“Ya Allah Jimmy! demi langit, demi bumi, muka kamu diapain sama dia? Sampe ancur gini. Nggak cuma bibir yang senyum, tapi mata, hidung, pipi, telinga-“
“Ahh, kalau kamu sebutin semua ntar nggak jadi pulang deh. Eh, kita makan kebab dulu yuk?” Jawabnya memotong kalimatku.
“Eh, eh, kok kebab? Aturan kan aku yang menang. Aku nggak mau kalau suruh nraktir kebab.” Tukasku sambil melipat kedua tangan.
“Heee, udah deh, jangan kaya’ nenek-nenek jompo gitu deh marah-marah melulu. Cemburu yaa? Hehehe. Aku yang traktir deh.” Jimmy terkekeh. Tangan kanannya dilingkarkan di bahuku. Tiba-tiba aku merasakan getaran yang aneh. Dia sudah biasa melakukan hal ini padaku. Tapi, sekarang aku merasakan hal yang beda. Apa benar aku cemburu? Nggak mungkin. Aku menangkis tangannya. Aku takut kalau getaran itu terlalu lama menjalar ditubuhku dan akan semakin kuat.
~to be continued~
Comments
Hasratku untuk mendengar suaranya sudah tidak bisa kutahan lagi. Akhirnya aku menelfonnya.
“Maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk. Silahkan coba beberapa saat lagi”
Kuulang tiga kali, dan tetap sama. Yasudahlah, kalau Jimmy sedang sibuk, aku nggak akan mengganggu dia, semoga saja kesibukannya cepat selesai. Aku sudah tidak sabar mendengar cerita-ceritanya.
“Halo?”
“Ram! Aku ada di depan rumah. Kamu keluar sekarang ya. Kita bertiga jalan. Yang cakep ya? Okay.” Ternyata suara Jimmy yang ada diseberang telefon. Aku mengintip di jendela. Jimmy bersandar di pintu mobilnya. Tapi, bertiga? Aku, Jimmy, dan siapa? Apa mungkin Velly? Meskipun aku penasaran, tapi aku berusaha menyingkirkan pertanyaan itu dari kepalaku. Aku senang karena aku bisa norak-norak bergembira lagi sama Jimmy, plus si anonim.
Aku keluar dari rumah dan menuju mobilnya. Kulihat silluet wanita di jok belakang. Pasti Velly. Dengan muka tanpa ekspresi, aku langsung menuju jok sebelah kemudi. Perlu diingat, jok itu singgasanaku di mobil Jimmy, kecuali, kalau sedang dipakai mamanya Jimmy. Dalam hati, aku masih bersyukur karena sahabatku tidak membiarkan singgasanaku ditempati orang asing itu.
“Kemana kita?” Tanyaku setelah Jimmy sudah siap di kemudinya. Aku melirik di spion depan. Ternyata benar, Velly.
“Uhm, Rama, ini Velly, Velly ini Rama, sahabatku yang pernah aku certain ke kamu. Inget kan?” Jimmy memutar tubuhnya ke kiri untuk melihat Velly. Gadis itu cantik, rambutnya panjang terurai, kaos berlengan panjang itu terlihat pas dikulitnya yang putih. Dari mukanya sih, dia mungkin orang yang pemalu. Aku mengulurkan tanganku untuk menjabat tangan Velly.
“Pacarnya Jimmy ya?” Tanyaku menggoda Velly. Sudut bibirku membentuk senyuman untuk Velly.
“Bukan kok, Ram. Kami masih temenan kok.” Jawabnya malu-malu.
Haaah? ‘masih temenan’?! Emang dia berharap mau jadi apanya Jimmy? Pacar? Aku yang tujuh tahun menjadi teman dekatnya saja tidak pernah berkata seperti itu. Aku tidak menanggapi kata-kata Velly. Aku malah semakin penasaran kemana kami akan pergi.
“Jim, kita mau kemana?” Kuulang pertanyaanku saat mobil Jimmy mulai melaju.
“Ada deh. Ntar juga tahu. By the way, tadi kamu lagi ngapain sih, Ram? Tidur ya?”
“Iya lagi tiduran. Jadi, kamu harus bertanggungjawab karena udah ganggu acara melamun bersama yoona snsd.” Asal tahu aja ya, yoona adalah boneka snsd hadiah dari Jimmy saat hari ulang tahunku. dia tahu benar kalo aku itu ngefans banget ama yoona snsd
“yoona masih hidup ya? Syukurlah deh. Kirain dia udah mati bosen tiap hari cuma liat wajah kamu.” Kata Jimmy sambil tertawa. Aku melirik lagi di kaca spion. Velly juga sedang tertawa memandangi Jimmy. Hmm, ‘ni cewek naksir beneran ma Jimmy nih’ Kataku dalam hati. He he, aku punya cara. Otak licikku pun tumbuh. Aku meraih leher Jimmy dengan tangan kananku, berusaha memitingnya. Tentu saja tubuh Jimmy merapat kearahku. Hi hi hi.
“Bilang apa kamu tadi? Enak aja. yoona tu bahagia banget sama aku. Dan asal kamu tahu aja ya, kita punya banyak gaya. Jadi ga bakal mati gaya, atau bahkan mati bosan kaya’ kata kamu tadi.” Kataku masih sambil memeluk lehernya. Eh, eh, Jimmy malah memeluk pinggangku dengan tangan kirinya. Kembali kurasakan getaran aneh namun kuat merayap di seluruh tubuhku. Ohh, apa ini? Aku menelan ludah. Tubuhku terpaku dipelukan Jimmy, begitu pula tanganku yang masih menggelayut di lehernya. Ku coba melirik lagi di kaca spion, melihat reaksi Velly akan tingkah kami. Dia tidak cemburu. Dia malah tertawa semakin keras. ‘Ini sih, pagar makan tanaman’ batinku. Aku terjebak dalam permainanku. Aku menyadari mendadak aku gugup di pelukan Jimmy. Kusadari keringat dingin mulai keluar dari tubuhku. Dan dengan cepat, aku melepaskan tanganku dari lehernya.
“Eh, kalau lagi nyetir ya nyetir aja, nggak usah peluk-peluk deh.” Kataku menyembunyikan kegugupanku.
“Emang siapa yang meluk duluan? Ya kan Vel?” Jimmy tertawa.
Sepanjang jalan aku hanya memikirkan apa yang terjadi padaku. Getaran itu adalah getaran yang sama saat di taman. Tapi, mengapa baru sekarang kurasakan? Kenapa tidak bertahun-tahun yang lalu saja? Jadi, aku bisa terbiasa. Toh, Jimmy juga sering melakukan hal itu padaku kalau sedang menggodaku. Apa aku mulai mencintainya? Tapi, daridulu kan aku sudah mencintainya? Sebagai sahabat, tentunya. Karena Jimmy terlalu berharga bagiku. Aku diam sepanjang perjalanan. Aku tidak peduli saat aku diam, Jimmy dan Velly sedang bercanda.
“Sampailah kita.” Kata Jimmy lega. Suaranya memecah lamunanku. Membuyarkan pertanyaan di kepalaku yang kususun untuk kujawab. Kami bertiga keluar dari mobil. Udara begitu segar ditaman ini. Velly mengeluarkan tikar dan makanan dari bagasi mobil Jimmy. Muat juga nih sedan bawa kayak ginian. Pikirku dalam hati. Segera aku membantu Velly menyiapkan tempat dan menyusun makanan untuk kami.
“Jadi kita piknik?” Aku terkekeh tak percaya.
@coffeeBean ayo kemana kakak??
dilanjut dilanjut
Velly, mengeluarkan I-Pod dari tas kecilnya dan mulai menyetel sebuah lagu korea. Salah satu lagu dari girlband korea SNSD . Favorit aku tuh! Aku mendapati hatiku melonjak senang saat aku mendengar lagu bonamana.
“Suka K-pop juga ya?” Aku bertanya. Aku paling suka kalau bertemu orang yang mempunyai hal yang sama dengan diriku.
“Iyalah. Keren banget, Ram.” Kami menggerakkan kepala ke kanan dan kiri, juga sambil menirukan nyanyiannya.
“tuutuu turuu ruu kissing you baby.” Sahut Jimmy akhirnya. Ia menyanyikan di bagian yang sama, sambil memandangku tajam. Mama, help me! Jimmy menganiaya hatiku.
Aku salah tingkah!
Selai yang kuoleskan di roti malah belepotan di telapak tanganku. Jimmy yang mengerti tanganku terkena selai pun langsung mengambil tissue dan mengelap tanganku. Jantungku berdetak terlalu keras. Tuhan, jangan biarkan Jimmy mendengar detak jantungku. Jimmy masih menusap tanganku. Aku terpaku lagi. Getaran itu muncul lagi. Aku tidak tahan. Akhirnya kuraih tissue dengan tangaku yang lain dan menarik tanganku yang sedang dipegang Jimmy. Aku berdiri dan memakai sepatu.
“Aku mau jalan-jalan sebentar.” Aku berbalik. Berusaha tidak menoleh lagi kebelakang. Aku berjalan capat, semakin cepat, samapai akhirnya aku mendapati diriku sedang berlari. Aku ingin membebaskan diriku dari getaran asing ini. Semakin jauh dari mereka, getaran tadi mulai hilang, namun, aku merasakan hal lain. Sesuatu yang memaksaku kembali ke tempat kami tadi. Aku tidak tahan lagi. Kuusap lenganku mencoba menenangkan diriku. Nafasku masih meburu karena berlari tadi. Aku duduk di bawah pohon, mengatur nafasku. Sesuatu yang memaksaku kembali ke tempat Jimmy muncul lagi, lebih kuat daripada sebelumnya. Tiba-tiba persaan takut menyergapku. Jangan-jangan, Jimmy sedang asyik pacaran sama Velly selama aku meninggalkan mereka? Segera aku berdiri, berjalan kearah mereka. Untunglah, tidak ada getaran asing lagi saat aku berjalan. It’s better.
“Darimana, Ram? Jangan bilang kalau tadi kamu godain cewe di deket danau tadi.” Goda Jimmy.
“Iya sih. Tadi sih pengennya gitu. Tapi, aku bisa mati gaya kalau nggak ada kamu. Nah, gimana kalau aku ganggu kalian yang lagi pacaran. Sama aja kan? Lagian, kalau orang yang aku ganggu kalian, aku nggak bakal mati gaya.” Jawabku bohong. Aku tahu kalau Jimmy tahu aku sedang bohong.
“Play it, Velly.” Jimmy berdiri. Aku tidak tahu apa maksudnya. Velly menurut, dan ia mulai menyetel lagu korea lagi. Its you by Super junior.
Jimmy mulai menari seperti layaknya Shinee. Wow! Dia hafal seluruh gerakannya lho. Jujur, aku terpana. Itu termasuk gerakan yang sulit. Mungkin dihatiku sekarang sedang melonjak-lonjak lagi sambil meneriakkan ‘Jimmy! Jimmy! Jimmy!’. Haha.
“Jim, udah donk, malu tahu diliatin orang-orang.” Kataku tertawa tak tahan melihat tingkah konyolnya di tempat umum. Sekarang mulai banyak mata memandang kearah kami bahkan banyak juga yang mendekat pada Jimmy.
“Bukan Jimmy namanya kalau nggak PD.” Jawabnya.
“Velly, matiin musiknya donk. Jimmy nggak bakal berhenti kalautetep ada musik.” Pintaku pada Velly.
“Nanggung, Ram. Ntar lagi juga selesai.” Kulihat Velly malah menikmati kerumunan orang yang melihat kami. Aku hanya menutup wajahku dengan kedua tanganku. Memijit keningku. Aku masih berdiri sejak kembali dari ‘pelarian’ku tadi. Tangan yang kuletakkan di wajahku diraih oleh Jimmy. Tentu saja tubuhku juga tertarik kearahnya. Ia memandangku sebentar. Lalu melepaskan tanganku, dan mulai menari lagi. Aku mundur, hendak duduk bersama Velly, tapi malah kini badanku yang diraihnya. Pinggangku terasa pas ditangan Jimmy. Ia membuatku berputar, lalu menangkapku lagi dalam pelukannya. Pikiranku masih bingung antara apa maksud Jimmy dan mengapa orang-orang tidak segera pergi dari kami. Sekarang aku berharap bumi menelanku.
Akhirnya musikpun berhenti. Terimakasih Tuhan. Huft. Aku segera duduk dan menundukkan kepalaku. Jimmy masih berdiri.
“Jim, gila kamu ya?” Tuduhku. Aku belum pernah semalu ini pada dunia.
“Lho? Bukannya kamu udah tau hal itu dari dulu? Hehe, tapi aku sekarang lagi tergila-gila.” Jawabnya.
‘Ya, tergila-gila sama Velly. Udah deh, kalau mau nembak Velly, ngapain ajak-ajak aku. Nyebelin tauk Jim.’ Aku marah-marah dalam hati.
“Pacaran yuk? Mau nggak? Jadi pacarku?” Tanya Jimmy entah pada siapa karena aku masih menundukkan kepalaku.
‘Tuh kan, bener firasat aku tadi. Kalau mau nembak Velly. Apa-apaan sih Jimmy. Kalau mau lucu-lucuan bukan gini caranya. Aku yang jadi korban. Tega.’ Aku marah lagi dalam pikiranku sendiri.
Baik aku maupun Velly tak menjawab. Tapi, Velly malah cekikikan. Hee, kalau mau jadi pacarnya, ngapain pake sok-sokan malu gitu. Dasar makhluk asing.
“Ram, kamu apa-apaan sih? Ditanyain malah diam? Nggak tahu apa aku tadi udah rela mempermalukan diri di depan orang banyak. Jawab donk?” Tanya Jimmy.
“Hey, bung. Kamu juga mempermalukan aku tau.” Jawabku sekenanya.
Ups! Aku baru sadar ternyata pertanyaan itu buat aku. Bukan Velly, si makhluk asing. Mama, Papa, Dek Ricky….tolong Rama! Jimmy masih berdiri. Stay cool, Rama. Stay cool. Aku menelan ludah.
“Jimmy Dion Mareska, kalau kamu mau tes nembak Velly, kenapa harus aku yang kamu jadiin peragaan? Kaya’ film Kuch Kuch Hota Hai ah.” Jawabku tegas. Aku tidak mau kalau jadi seperti Angeli. Cuma jadi bahan percobaan saja.
“Rama, norak banget sih lo. Pake bawa-bawa film India segala.” Balasnya.
“Kamu yang norak.” Balasku.
“Kamu.”
“Kamu.” Aku mulai kesal.
“Kamu.” Tanpa kami sadari, perdebatan itu malah mendekatkan wajah kami.
“Ihh, udah donk. Kalian berdua yang norak. Rama, kamu tinggal jawab aja mau apa nggak. Jimmy, harusnya kamu tadi sebutin namanya kalau mau nembak, jadi Rama ga salah paham.” Ternyata Velly juga kesal.
“Diem! Nggak usah pake nyalah-nyalahin aku segala.” Jawab kami berdua bersamaan. Whoaa,, great. Bisa sama lhoh. Kami berdua diam sejenak.
“Oke, aku kasih kalian waktu berdua. Setelah aku kembali, kalian harus sudah tahu jawaban dari kalian sendiri.” Velly melangkah pergi. Kami berdua masih diam. Tidak tahu apa yang harus dilakukan.
“Ram, aku tadi serius. Jadi jangan piker kamu jadi bahan percobaan, atau apapun itu. Okay. Aku sayang kamu. Karena, Cuma kamu satu-satunya yang bisa mengerti aku, memaklumi segala baik buruk dalam diriku.” Aku mendengarkannya dengan baik. Jimmy begitu serius untuk memikirkan kata-kata selanjutnya. “You might already have another love. But, I can’t turn around. Because someone who will take care you of is me. I’m too shy. Please, understand my heart which is hotter than the sun. Please. Even if you know the reason clearly. For you being here is only that one thing I want.” Lanjutnya.
“Jimmy, apa belum cukup aku selalu ada disamping kamu? Buat kamu?” Aku menatapnya tajam. Kini aku berani menatap matanya lagi.
“Listen, sahabat itu lebih dari cinta, jadi wajar kan kalau aku mencintai sahabatku?” Ia mengatakan kata-kata itu lagi. “Fitri, I love you.” Wajahnya penuh pengharapan.
“I love you too, but, sahabat itu lebih dari cinta, aku sangat lebih mencintai sahabatku,Jimmy, daripada cinta itu sendiri. I think, kita lebih baik begini. Semuanya akan menjadi lebih mudah jika kita tetap begini. Ya kan?” Akhirnya aku menjawab. Aku terlalu takut kalau harus kehilangan Jimmy kalau pada akhirnya kami putus.
“Begitu ya?” Tanya Jimmy.
“Setauku sih iya.” Jawabku.
“Haha, memangnya apa yang kau tahu, bodoh? But, Jadi aku ditolak nih? Sama sahabatku sendiri? Aku mulai patah hati nih.” Jimmy memamerkan wajah melasnya, lalu ia tersenyum padaku. Uhh, manis sekali dia....
tapi.....