Lalalalala, akhirnya selesai sudah cerita berantakan lain yang tercipta dari buah pikir gw. . .
sebenernya udah mau di post kemaren2 tapi gara2 gw kelepasan bikin 3/4 bagian cerita dengan bahasa inggris terpaksa harus ditulis ulang dan di translate TT.TT
Untuk update, jujur gw gak bisa update dengan cepat! jadi, updatenya weekly aja yah! gw usahain deh klo ada waktu, gw update seminggu 2 kali (itupun klo ada yang mau baca)
Bahasa yang digunakan dalam cerita juga bakalan agak berantakan, perpaduan antara bahasa inggris dan indonesia serta menggunakan logat yang sangat labil (terkadang pake "aku-kamu" kadang juga pake "lo-gw")
Semoga para penghuni BF sudi membaca cerita ini #ngarep (udah deh, nggak usah banyak cingcong! ceritanya mana?!?!?)
Here you go!
Part 1 : You’re Just A Piece of My Past!!!
(Radit’s PoV)
“Aku capek terus2an hidup kayak gini ma! aku capek!”
Aku memeluk erat sebuah bingkai berisi foto terakhir yang kuambil bersama mama dan mengalirlah air mata dari kedua mataku
“Aku tau mama pasti bisa denger semua keluh kesahku! Aku tau mama selalu ada diatas sana buat ngawasin aku! So please mom, take me with you”
Akhirnya aku pun tertidur dalam tangisku. . .
“Hey hey stop crying, sweetheart!”
“*terisak-isak* mama bakalan pergi ninggalin aku sendiri kan?”
“Nah! I’ll always here with you, son”
“Tapi, dokter bilang waktu mama nggak banyak lagi”
“When someone dies only the body dies, the soul remains! Just promise me one thing!”
“What’s that?”
“Whatever happened, you have to keep smiling dear! you look so wonderful when you smile”
“Tapi. . . tapi. . .”
“I accept no ‘but’ from you! It’s a promise then!”
“O. . . o. . . okay, I promise!”
“Wipe your tears and smile like you used to be!”
“Ummm. . . like this?” Radit mulai menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum
“Aaaaah, that’s my boy! Still remember what I told you when your grandpa passed away?”
“Yep”
“Ok then, keep in mind that I’ll always be there for you whenever you need me” kata mama dengan sebuah senyuman yang terukir diwajahnya
Wajah tersenyum itu semakin lama semakin pudar dan akhirnya menghilang. Saat itulah kusadar bahwa itu adalah mimpi, memori saat terakhir bersama mama yang kembali muncul dalam mimpi. Akupun terbangun dari tidurku. . .
“Oh god, apa ini sebuah pertanda? sepertinya mama sedang menagih janjiku melalui mimpi barusan”
Kupandangi foto terakhirku bersama mama dan adikku, aku mulai berpikir
“Nggak cuman aku yang kehilangan mama, adikku juga! pasti dia sekarang juga sama sedihnya denganku! aku nggak boleh terus2an begini! I’ve got to keep my promise! I’ve gotta be tough!”
~Prolog Nanggung~
Namaku Radit, seorang pemuda berumur 19 tahun. Aku adalah seorang mahasiswa dari Universitas X di kota X. Semenjak kepergian ibuku, aku tinggal dirumah nenekku. Pasti kalian ber-tanya2 mengapa aku nggak tinggal bersama ayahku. Alasannya cukup rumit, yang jelas dia benci aku dan aku benci dia, selesai. Aku punya seorang adik yang masih berumur 5 tahun, yang untungnya dia merupakan anak kesayangan ayahku sehingga sekarang dia tinggal bersama ayahku dan istri barunya. Istri baru ayahku orangnya baik, nggak sejahat ibu tiri yang ada di TV. Aku bisa mengatakan hal ini karena sebenarnya kami sempat hidup bersama beberapa bulan setelah kepergian ibuku. Tetapi karena aku terlalu muak tinggal serumah dengan ayahku, akhirnya aku memutuskan pergi. Sebenarnya, ibu tiriku menentang keputusanku untuk pergi, tetapi karena akunya ngotot dan ayahku membiarkanku begitu saja, yausudah! farewell! Setidaknya aku bisa pergi dengan tenang karena tau adikku ada di tempat yang “aman”. Oh ya kelupaan, aku juga seorang bi. you know what that means, right? dan cuman sohib2 SMA-ku yg tau masalah orientasi seksualku ini
~End of Prolog~
“Diiiit, Radiiiiit! bangun nak! udah siang!” teriakan tanteku dari luar kamar sambil mengetuk pintu
“Iya tante, aku udah bangun!”
“Klo gitu cepetan mandi! keburu airnya habis!”
“Iya iyaaaa, sabaaaar”
Huh, susah memang hidup di daerah (kota besar) yang terpencil. Disini, air PDAM mengalir dengan derasnya, saking derasnya setiap kali mandi harus menunggu beberapa puluh menit agar bak kamar mandi terisi penuh kembali. Akhirnya, aku segera mandi dan bergegas berangkat kuliah biar nggak terjebak macet.
“Tante, Radit berangkat dulu yaa!”
“Nggak sarapan dulu? Ini udah tante buatin sarapan kesukaanmu!”
“Nggak deh, udah telat!”
“Yaudah, nih! bawa roti, ntar dimakan di kampus!”
“Okedeh, loh nenek mana?”
“Nenek lagi mandi! cepetan sana gih berangkat! katanya udah telat!”
“Oh iya, yaudah! Radit berangkat dulu, daaah!”
“Daaah!”
Akupun ngebut ke kampus dengan motorku, saking ngebutnya perjalanan dari rumah ke kampus biasanya makan waktu 45 menit, dalam 15 menit aku sudah sampai tujuan. Hari ini hari pertama aku masuk (semester baru) hahaha. Aku berjalan dengan santainya karena waktu masih menunjukkan pukul 07.15 dan kuliah dimulai pada pukul 08.00. Seperti biasa, aku berjalan sendirian ke kantin, aku adalah seorang penyendiri, pendiem, cuek, tapi aku bisa berubah 180 derajat didepan orang2 yang special (contoh : temen baik).
Aku membeli segelas teh dingin dan meminumnya ditengah kesendirianku, terkadang sendiri memang menyenangkan tapi nggak enak juga sih klo sendiri terus2an. Huh, aku pengen punya temen sebaik temen2ku SMA, mereka adalah manusia terunik dan teman yg paling kucintai di dunia ini. Mereka bisa jadi orang yang tolol, gila, pintar, serta bijak, menyesuaikan dengan kebutuhan. Aku buka dompetku, disana terpampang foto tak lazim kami berenam disebuah studio foto antah berantah. It brings back a lot of memories just by looking at our photo, mataku berkaca-kaca di-tengah2 lamunan saat2 dimana aku bersama mereka.
“Plaaaaaaaaaaaaaak!” sebuah pukulan mendarat di pundakku, dari suara yang ditimbulkan bisa dibayangkan betapa panasnya rasa yang dirimbulkan dari pukulan tersebut
“Pagi2 udah ngelamun! pake liatin fotoku pula”
“Ih, gila lo yu! panas bego! Kegeeran banget lo, ini kan nggak cuman foto lo doang! *penyakit lo-gua kumat*”
“Hah, ngeles! bilang aja kangen! kangen aku kan? ngaku!”
“Iya iya, aku juga kangen kamu, Ayu-ku sayang!”
“Ah, so sweet! ngapain sih kamu pagi2 pake ngelamun2 segala, segitu kangennya kah kamu sama anak2?”
“Iya yu, kamu tau aku anaknya gimana kan? aku tuh penyendiri, susah banget bersosialisasi! aku masih belum bisa deket sama anak2 sekelas, meskipun kita udah bersama selama 6 bulan terakhir ini”
“Iya sih! EH! tadi aku ketemu Dana loh disini!”
“Dana siapa?”
“Your Ex”
“Say WHAAAT?!?! Bukannya dia ada di U.K.?”
“Yep, he should be! tapi pas aku tanya dia katanya udah balik lagi kesini, dan yang paling ngagetin lagi, dia pindah kuliah disini, di jurusanmu”
“Sumpe lo? GOD! males banget ketemu sama dia lagi! lo cerita gw kuliah disini?”
“Alah, seneng kan lo! dia ada disini! nggak, sama sekali gw nggak cerita tentang lo!”
“Huh, what a relief! seneng darimana? gila! Yaudah, aku cabut dulu ya! ada kuliah jam 8 nih”
“Oke bro!”
Firasatku mulai nggak enak, aku berlari menuju ruang kelas yang berada di lantai 3, udah jauh, nggak ada lift pula! duh! Begitu, semua temen sekelasku udah pada duduk dengan pasangannya masing2 (jumlah mahasiswa dikelasku ganjil, semua selalu duduk berpasangan kecuali aku). Karena dosennya belum datang, aku mencoba membunuh waktu dengan memandangi pepohonan diluar sana yang terlihat dari jendela
“Hey, Pak David udah dateng tuh!”
anak2 sekelas pun mulai ribut kembali ke habitat mereka masing2
Jreeeng, pak David datang dengan membawa alamat jeng. . . jeng. . . nggak ding! beliau membawa sebuah makhluk yg nggak asing lagi buatku. Yes, it’s him! that freaky bas*tiiit*!
aku segera menundukkan kepala dan ber-pura2 bodoh.
“Selamat pagi saudara2! Kali ini saya akan memperkenalkan mahasiswa baru yang akan belajar dikelas ini bersama kalian! Tolong perkenalkan diri anda!” (FYI, pak David nganggep kita sebagai org “dewasa”, beliau nggak mau panggil kita anak/nak/sebagainya)
“Perkenalkan nama saya Dana, saya pindahan dari XXX University, London, Inggris. Saya berasal dari kota ini tetapi beberapa tahun lalu saya pindah ke Inggris karena orang tua saya ditugaskan disana”
“Radit! Kenapa kamu malah tidur2an selagi ada teman barumu yang sedang memperkenalkan diri di depan?!?!”
“Ya pak! maaf, saya sedikit mengantuk” kataku dengan kepala yang masih tertunduk
“Baiklah kalau begitu! lain kali, tolong perhatikan!”
“Ya pak!”
“Radit? OH, RADIT! Jadi kamu kuliah disini juga?”
“Jadi, kalian berdua sudah saling mengenal?”
“Ya pak, dulu kami sempat satu kelas sewaktu SMA dulu”
“Oh, baiklah! karena kalian berdua sudah saling mengenal! Kalau begitu, Dana silahkan anda duduk disebelah Radit”
“Tapi pak?” bantahku
“Tidak ada tapi! mau kamu saya beri nilai C di ulangan saya?”
“Tidak pak!” jawabku pasrah
Akhirnya pun aku duduk bersama Dana,duh!
“Hehehehe, Hi! Long time no see!”
Sepanjang hari, Dana terus nyoba ngajak aku ngomong tapi nggak aku peduliin sama sekali, aku pura2 tuli aja gitu deh! Dia terus berusaha ngajak ngomong, meskipun dia tau klo aku nggak meduliin dia. Akhirnya, jam kuliah berakhir dan aku segera bergegas berlari kearah parkiran motor untuk segera pulang. Ternyata, disana sudah menunggu seorang makhluk yang ya begitulah, dia ngajakin pulang bareng. . .
“Dit, pulang bareng yuk!”
“Males, gw bawa motor sendiri tau!”
“Gpp, kita naik motor bareng2 gitu aja”
“Males, aku mau pulang sendiri aja”
“C’mon! pleaaaseee!”
“No means no, it’s a big NO for you! get lost!”
“Wait!!!” kata Dana sambil menarik tasku dari belakang
“Get your dirty hands off me!”
Dana diem aja dan terus memegangi tasku
“Get your hands off me! you freaky bas. . .” kataku dengan marah sambil membalikkan badanku
Begitu aku membalikkan badan, Dana langsung memelukku dengan erat sebelum aku menyelesaikan umpatanku kepadanya
“Why? Why? Can’t you just forgive me?”
“Let go of me! you scum! someone will see us!”
“No, I don’t want to”
“Let go!!!” kataku sambil menendang jatuh Dana
Dana pun jatuh tersungkur dan diam saja memandangiku
“Don’t you dare to do that again! There’s nothing between us! You should just forget our past! Pretend like it never happen!”
Dana bangkit dari jatuhnya dan terus memandang kearahku
“Go! Get lost! I don’t want to see you again!” kataku sambil berlari menuju motorku dan pergi meninggalkan tempat itu.
To Be Continued
Comments
duh, kayaknya aku emang gak bakat bikin cerita deh
makasih udah mau baca
i hope you enjoy the story
Part 2 : Unrequited Love
(Radit’s PoV)
“What is this feeling? It feels like I’ve been doing something terrible! I’ve done nothing wrong! That serves him right!” pikirku sembari mengendarai motor dalam perjalanan pulang
Sesampainya dirumah, aku segera menuju kamarku, menutup pintu lalu menyandarkan tubuhku ke pintu yang baru saja ku tutup
Sambil melihat kearah langit2 kamar, aku mulai berpikir, “Oh god, kenapa aku nggak bisa mengeluarkan dia dari pikiranku? Sudah nggak ada apa2 lagi diantara kita! aku sudah lama melupakan semua tentangnya! Tapi kenapa semua itu kembali begitu saja? setelah sekian lama aku mencoba melupakannya”
Tubuhku terasa berat sekali, dadaku sesak, dan jantungku berdetak dengan kencang. Akupun menjatuhkan tubuhku sedikit demi sedikit hingga jatuh menyentuh lantai, kupegangi dadaku yang terasa sesak dan sakit, air mataku pun mengalir begitu saja
“Radit, ayo turun! makan dulu sana gih! masak dateng2 langsung masuk kamar?” tiba2 terdengar teriakan tante Asih yang memecah tangisku
“Iya tante, nanti aja! Radit nggak laper, capek, mau tidur!”
“Yasudah, kalau nanti kamu lapar, lauknya tante taruh didalam kulkas! nanti panasin bentar di microwave sebelum dimakan”
Akupun segera naik ke atas tempat tidur, dan berusaha memejamkan mataku. . .
*suara ringtone dari hape* aku terbangun oleh nada panggil handphone-ku, dengan setengah terpejam, aku mengangkat telpon itu tanpa tahu siapa yang menelpon
“Halooo, ini siapa yaaa?”
“Ini Dana, dit!”
“Oh, Dana! ada apa ya?”
“Gini dit, soal yang tadi. . .”
Aku tersadar dari kondisiku yang masih setengah tertidur, aku kaget dan segera memotong omongan Dana sebelum dia menyelesaikan apa yang ingin dibicarakannya
“DANA? ngapain sih pake telpon2 segala? dan darimana kamu dapet nomer aku?”
“Maaf ya dit, aku dapet nomermu dari anak2! aku mau jelasin masalah yang tadi!”
“Jelasin apa lagi sih? nggak ada apapun yang terjadi hari ini yang butuh kamu jelaskan! udah deh! aku ngantuk, mau tidur lagi”
“Tapi. . .”
Sebelum Dana menyelesaikan perkataannya, aku segera menutup telpon darinya
Suasana hatiku yang tadinya tidak menentu, seolah menjadi lega setelah mendengar suara Dana
“Sial, apa2an ini? suasana hatiku yang tadinya kacau seolah menghilang begitu denger suara Dana? apa arti semua ini?” pikirku
Cahaya dari luar tak terlihat lagi, tinggal cahaya dari lampu yang menyinari ruangan kamarku, dari luar terdengar suara rintik-rintik air hujan. Saat kulihat hp-ku, ternyata sekarang sudah jam 10 malam, aku sudah tertidur cukup lama sekali. Karena besok adalah hari sabtu dan sekarang sudah mendekati akhir bulan, sebaiknya aku mengajak Ayu dan Anita untuk pergi berbelanja bersamaku. Pada awalnya, aku selalu berbelanja setiap bulan sendiri tetapi kedua manusia ini selalu minta diajak, maunya sih mereka sekalian ngajak jalan. Lagi2, aku ter-ingat2 mama saat melihat kartu ATM ini
~Flashback~
3 years ago
“Ayooo cepetan! ntar mama tinggal loh ya!” teriak mama dari dalam mobil
“Iyaaa, tunggu bentar!”
“Cepetaaaan!”
“*membuka pintu mobil lalu menutupnya* Emang kita mau kemana sih ma? ke-buru2 banget!”
“We’re going to the bank dear!”
“Ngapain ke-buru2 juga sih ma?”
“Ntar bank-nya keburu rame nak!”
“Emang kita mau ngapain sih ma?”
“Udah, liat aja nanti!”
Sesampainya di suatu bank terlihat banner berbackground biru, dengan tulisan warna putih serta sebuah pita yang seolah berkibar diatas tulisan nama bank itu, daripada dikira iklan, sebut saja namanya bank mandiri (katanya nggak mau iklan tapi sebut merek, duh --")
Disana, aku disuruh mengambil dua buah form dan mulai mengisi form tersebut
“Ini buat apa ma?”
“Udah, deh diisi aja! Satunya tulis tabungan, satunya tulis deposito”
“Oooh, ini toh tujuannya! bukannya mama sudah punya rekening di bank ini?”
“Sapa bilang mama mau buka rekening? Ini buat kamu kok!”
“Hah? buat aku?”
“Iya, ini buat persiapan sekolah kamu sama adek, nak!”
“Jadi semua rekeningnya ini ditulis atas namaku ma?”
“Iya”
“Ini setoran awalnya diisi berapa?”
“Yang tabungan diisi ‘x’ juta (nominal disensor) aja yang deposito diisi ‘y’ ratus ‘z’ puluh juta (disensor lagi)”
“Wih, banyak banget setoran awalnya deposito! Itu uang semua ma yang disetor?”
“Nggak juga, dicampur daun sama sampah2 kering!”
“Aaah, mama ngaco ah!”
“Kamu sih pake nanya nggak penting gitu, yang disetorin pasti semuanya uang lah! masak mau dicampur sama daun2an?”
“Kali aja, sapa tau bank-nya mau!”
Setelah sekian jam mengurusi segala hal-hal gila tersebut, akhirnya semua selesai. Aku pulang mengantongi sebuah kartu ATM dan beberapa berkas yang lain.
“Nah, mulai sekarang kamu harus bisa manage keuanganmu sendiri! setiap akhir bulan, kamu harus lapor ke mama masalah pengeluaranmu selama sebulan itu!”
“Okedeh ma!”
~End of Flashback~
Hidup nenek dan tanteku bisa dibilang pas2an, mereka selalu makan apa adanya. Nenek yang seorang pensiunan pegawai negeri mendapat uang pensiunan sebesar 2 juta rupiah, sedangkan Tante Asih hanya seorang ibu rumah tangga, suami tante Asih, om Andri bekerja serabutan di Kalimantan bersama pamanku yang merupakan seorang kontraktor. Aku miris sekali melihat keadaan mereka pada saat pertama kali tinggal disini, mereka hidup dalam kehidupan yang serba pas2an sedangkan aku hidup dengan bergelimang harta dan kesenangan. Akhirnya aku berinisiatif untuk meringankan beban mereka, itung2 sebagai “biaya sewa” selama aku tinggal disini, toh uangku selalu berlebih. Setiap bulan, aku menerima bunga dari deposito yang telah di “percayakan” oleh mama kepadaku. Uang tersebut sudah sangat cukup untuk membiayai segala biaya kehidupanku, malahan berlebih. Setiap bulan, aku selalu berbelanja berbagai macam sembako, bumbu2 dapur, serta makanan beku untuk persediaan selama sebulan. Awalnya nenek dan tante menolak segala pemberianku itu, mereka menganjurkanku untuk menabung uang tersebut tetapi karena aku terus bersikeras, akhirnya mereka membiarkanku.
Aku mengambil hp yang kuletakkan diatas pangkuanku lalu mencoba menghubungi Ayu
“Halo, Ayu”
“Pa’an dit?”
“Besok aku mau belanja bulanan, ikut nggak?”
“Nggak ada motor nih, jemput yah?”
“Huh dasar lo, bisanya ngerepotin orang!”
“Duuh, segitunya! motor gua nganggur kok! lagi pengen bo’ongin lo aja!”
“Oh dasar! yaudah, besok jam 10 ya! ditempat biasa! ato lo mau nemenin gua ke pasar dulu?”
“Ih, ogah! nunggu ditempat biasa aja deh!”
“Oke klo gitu! Lo ajak Anita ya?”
“Dia nggak bisa ikut! ada acara!”
“Acara apa?”
“Biasa, sayang2an sama bf-nya”
“Oh, yaudah deh klo gitu! Udah dulu ya, ntar pulsa gua abis buat nelpon lo lama2!”
“Huh, pelit pulsa banget sih lo!”
“Bye”
“Bye”
Akupun mengakhiri pembicaraan kita dengan menutup telpon.
“Yaudah, aku tidur lagi aja deh, nanggung banget bangun jam segini! Guten nacht, love you mom” kataku sambil melihat foto terakhirku bersama mama
Besoknya, begitu bangun jam sudah menunjukkan pukul 7, aku segera mandi dan bersiap-siap untuk jadi pemborong di pasar yang selalu aku datangi untuk berbelanja tiap bulan.
“Tante, Nenek, Radit berangkat dulu ya!”
“Iya, hati2 di jalan ya nak!” sahut mereka berdua
“Tante, ntar jangan lupa minta bon-nya ke pak Hadi ya!”
“Oke bos!”
Akupun segera berangkat menuju pasar, tapi sebelum itu aku pergi ke dekat supermarket X untuk mengambil uang di ATM. Setelah mengambil sejumlah uang, aku bergegas ke pasar. Sesampainya disana, aku memarkirkan motorku dan berjalan menuju toko beras pak Hadi
“Pak, yang biasanya ya!”
“Oh, mas Radit! Oke mas, mau dianter kayak biasanya?”
“Yaiyalah pak, masak aku udah dandan rapi2 gini disuruh angkat2 beras? Berapa semuanya pak?”
“Semuanya ‘x’ ratus ‘y’ puluh ribu (nominal disamarkan)”
“Oke, ini pak ya! jangan lupa bon-nya ntar kasiin tante Asih, sekalian belanjaanku yang lain kayak biasanya ya pak!”
“Okedeh!”
Lalu aku berjalan menuju toko kelontong langgananku
“Bu, kayak biasanya yah!”
“Okedeh mas Radit!”
“Tapi sabun mandinya ganti merek X ya bu! sabun mandi yang kemaren baunya nggak seger!”
“Sip lah!”
“Oh ya mas, nugget X ukuran gedenya abis! tinggal yang kecil! mau diganti yang lain?”
“Yaudah deh bu, diganti nugget Y aja! yang ukurannya sama!”
“Berapa totalnya bu?”
“Bentar, ibu itung dulu! Semuanya ‘x’ ratus ‘y’ puluh ribu mas! (nominal disamarkan)”
“Ini ya bu uangnya”
“Oke, ini kembaliannya! makasih ya mas!”
“Ya sama2 bu! Jangan lupa ntar notanya juga dititipin ke pak Hadi ya bu!”
“Iya mas!”
Mission accomplished, saatnya nyamperin si Ayu. Saat kulihat jam di hp, waktu masih menunjukkan pukul 08.45 masih jauh dari waktu yang kusepakati dengan Ayu untuk bertemu ditempat biasa. Sewaktu aku berjalan ke parkiran. . .
“Seeeeeempaaaaaaiiiii” seseorang dengan suara yang tidak begitu asing lagi ditelingaku memanggilku dengan kerasnya, spontan aku langsung membalikkan badanku
“Eh, Randy! gimana kabarmu Ran?”
“I’m fine, how about you, sempai?”
“You can see it on my face, right? I’m just fine”
“Sempai, can I talk to you for a moment? tapi jangan disini, ditaman X sebelah sana aja!”
“Kenapa harus disana? kan disana sepi?”
“Yah, justru itu! lebih enak ngomongnya klo sepi”
“Okelah, tapi bentar aja ya! aku ada janji jam 10 ntar!”
“Ok”
Akhirnya kita berdua naik motor kita masing2 dan menuju taman X. Sesampainya disana, kita memarkir motor kita didekat tempat dimana kita duduk
“This place’s beautiful, isn’t it?” kataku sambil menyandarkan badanku ke kursi
“Yeah and the air feels so nice”
“Jadi kamu mau ngomongin apa?”
“Sempai, why did you quit kendo?”
“Well, that’s a looong story! Intinya, aku dulu pengen jadi kendoka karena ibuku, beliau suka sekali dengan samurai2 yang ada di film, dan aku pengen membuat beliau senang dengan aku masuk ke dojo kendo. Now, she’s gone! I have no more reason to become a kendoka”
“But, we need you, sempai! dojo kita kekurangan pelatih dan sebentar lagi bakal ada turnamen!”
“I’m sorry, Randy! I can’t, terlalu banyak kenangan indah bersama ibuku selama aku bermain kendo!”
“But. . .”
“Kamu kan juga kendoka yang berbakat, Ran! You can take my place, aku yakin kamu bisa melampauiku suatu hari nanti! Aku rasa kamu aja cukup kok buat ngelatih junior2mu untuk persiapan turnamen! Aku dengar, kamu sekarang udah san-dan (3rd dan) ya? Selamat ya!”
“How could you say that?” kata Randy sambil menggebrak sandaran kursi yang kita duduki, sepertinya dia mulai menangis, air mata mulai bercucuran dari matanya dan dia menundukkan kepalanya
“Ran, are you okay?”
“I’m NOT OKAY! Setelah semua yang aku lakukan supaya bisa berada di sisimu, sempai! Bisa2nya kau mengatakan, ‘you can take my place!’aku nggak butuh posisi sempai di dojo kendo, yang aku butuhkan hanya dirimu, sempai!”
Aku tercengang dengan perkataan Randy, aku pun terdiam dan terus mendengarkan celotehnya
“Sejak pertama kali aku melihat sempai bertanding di turnamen kendo beberapa tahun yang lalu, aku terpana dengan caramu mengayunkan shinai (bamboo sword yang biasa digunakan untuk kendo), indahnya teknik2mu, kau bertarung seolah tanpa beban. Senyuman yang selalu terpahat dibibirmu membuatku semakin terpesona padamu, sempai! dan sejak saat itu, aku bertekad untuk bisa berada disampingmu! I love you, sempai! tapi aku tau, dihatimu ada orang lain! jadi cukup dengan berada disampingmu dan berlatih bersamamu itu sudah cukup buatku, sempai!” kata Randy dengan tangisan yang makin men-jadi2
“I’m sorry, I can’t! It’s too painful for me! I have to go, someone’s waiting for me”
Aku pun berdiri dan beranjak pergi dari tempat duduk itu dan menuju motorku, tiba2 Randy memelukku erat2 dari belakang. . .
“Sempai, pweeaaase! don’t quit kendo!” kata Randy sambil memelukku erat2 dan menangis, air matanya menembus bajuku dan terasa di punggungku
To Be Continued
ow ow
cuman perasaanku aj kali
duh, bang @pokemon sukanya bikin jantungan deh x(