Selagi nunggu ide buat lanjutin I'll Stand by You, Spica mau post cerita baru dulu ya =D lol~
Kali ini gak sepanjang ISBY kok ^^ Okay, ini dia cerita Spica yang baru... judulnya "Apalah Arti Menunggu" ^^
_____________________________________________________
Matahari semakin meninggi dan cahayanya menyusuri permukaan laut. Bila matahari makin tinggi, maka laut akan memantulkan cahaya itu ke mata para nelayan di tengah lautan yang terus mendayung. Tali-tali pancing terikat kencang, menanti ikan-ikan datang mendekat. Mendatangkan harapan di hati nelayan untuk membawakan nafkah agar bisa membiayai keluarganya. Pemandangan itulah yang terasa mengikat dan menarik Faisal untuk pulang.
Telah dua jam pemuda berkulit putih ini menikmati kesibukan penghuni pantai Teratak. Menikmati dan mengenang suasana yang pernah ia rasakan dalam sepuluh tahun silam. Helaan nafas pelan meluncur dari bibir merahnya. Lelaki itu kembali mencicipi Kopi Susunya.
"Tambah ramai saja tempat ini," gumam lelaki itu dengan senyuman tipisnya.
"Maklumlah Mas, namanya saja kampung nelayan. Setiap harinya pasti selalu padat. Apalagi banyak penghuni baru yang singgah ke sini. Semakin padat deh daerah ini," sahut si pemilik kedai kopi di pinggiran jalan. Faisal hanya terdiam melamun mendengar ocehan si wanita desa. Pandangannya lurus menatap rumah-rumah kayu tersusun berhimpitan. Gulungan ombak setinggi gunung, perahu-perahu nelayan yang dipermainkan hamparan biru, kapak burung camar yang menukik mengejar mangsa, merupakan lukisan alam yang menjadi santapan matanya sepanjang hari, ketika ia menjadi bagian dari lukisan itu.
"Oh ya! Kamu kenal seseorang yang namanya Aditya? Anaknya pak Umar Khatib?" tanya Faisal tiba-tiba karena ia teringat oleh sahabatnya dimasa lalu. Kampung ini kecil, mungkin saja wanita itu dapat mengetahui keberadaan sahabatnya itu.
"Oh, yang kulitnya kuning langsat, badannya tinggi, tegap, dan ada bekas luka di pipi kirinya?" wanita itu menyebutkan ciri-ciri orang yang ditanya oleh Faisal tadi.
Faisal menganggukkan kepala. "Iya, benar! Apakah dia masih suka berlaut?" tanya Faisal lagi.
"Berlaut? Maksud Mas menjadi Nelayan? Orang sangar kayak dia gak mungkin melakukan hal terpuji seperti itu!" senyum mengejek semakin lebar terlihat dari bibir wanita itu.
"Maksud kamu? Saya nggak ngerti ucapan kamu..." tanya Faisal dengan kebingungan.
Wanita itu menghela nafas sesaat, lalu ia mulai bercerita. Bahwa Aditya yang dimaksud oleh Faisal, adalah penguasa daerah ini. Menguasai para nelayan, memeras dan mempunyai anak buah yang dijadikannya tukang pukul. Bahkan sang Ayah dari wanita itu pernah menjadi korban kekejian Aditya. Perahu satu-satunya yang dimiliki oleh keluarga mereka, dirampas begitu saja oleh anak buahnya Aditya.
Faisal bergidik ngeri mendengar cerita dari pemilik kedai tersebut. Dia tak menyangka bahwa sahabatnya dulu yang baik, bisa menjadi seseorang yang seperti itu. Untuk memastikan, Faisal langsung beranjak dari kedai kecil itu untuk segera menemui sahabatnya.
Ditatapnya lautan yang bergelora. Terlihat perahu-perahu nelayan yang dibuai oleh ombak. Lalu, ia mendengar deru ombak dan menyaksikan dirinya bersama Aditya yang sedang berada diatas perahu milik Aditya. Suasana yang selalu ia jumpai dalam mimpinya selama sepuluh tahun di tanah perantauan.
"Benarkah semua itu hanya mimpi dan kenangan semata?" keluh Faisal yang diselingi oleh angin pantai.
___________________________________________
Pukul setengah sebelas pagi di sudut kampung Teratak. Terdapat beberapa pemuda yang tengah berkumpul membicarakan sesuatu. Ditengah, terdapat seorang Pria yang berbadan tegap dan terlihat tampan tengah mengelus barutan panjang di pipi kirinya. Sedangkan orang-orang yang ada di kiri kanannya menunjukkan sikap hormat.
"Bagaimana hasil hari ini?" tanya Pria yang berada ditengah dengan tatapan tajamnya.
"Sangat bagus, Bos! Kami lihat nelayan-nelayan membawa ikan dalam jumlah yang banyak. Pastilah kita mendapatkan uang berlipat! Lalu ada Soni yang berada di lapangan untuk mengurus uang keamanan. Sedangkan Darman mengadakan transaksi penjualan ikan dengan pembeli dari kota. Terus ada Adi dengan ketiga temannya yang mengurus pengiriman peti-peti minuman untuk pelanggan. Sedangkan putauw belum datang dari pusat, kemungkinan dua hari lagi sampai ditangan perantara. Semuanya aman dan terkendali, Bos!" ujar lelaki yang berada di samping kirinya, nama lelaki itu adalah Ambi.
Bos mereka yang tak lain adalah si Aditya, menarik garis bibirnya sambil mengepulkan asap rokok. "Kerja bagus!" ujarnya dengan suara keras. Adit berdiri dari tempat duduknya dan berjalan memandang anak buahnya satu persatu. Tiap sebentar, dielusnya bekas luka yang ia punya di pipi kanannya. Sebuah luka yang menandakan keperkasaannya melawan pimpinan geng kampung sebelah, membuat orang-orang takut dan hormat pada Adit. Luka itu membuatnya kuat dan tangguh. Namun, ia bisa menjadi seseorang yang kuat bukan karena geng kampung sebelah. Dia merasa kuat, karena dulu lukanya itu ia dapat dari melindungi seseorang yang disayanginya. Dan hal itulah yang bisa membuatnya menjadi kuat.
"Bos, sebenarnya kita mempunyai sedikit masalah..." bisik seorang lelaki berkumis melintang dari sisi kanannya Adit. Lelaki itu mengatakan bahwa beberapa nelayan mulai membengkang, walaupun secara tidak langsung. Para nelayan terlihat enggan menjual ikan-ikannya pada anak buahnya Aditya. Bahkan mereka mendengar bisikkan para nelayan, bahwa mereka ingin menjual hasil tangkapan ikan secara langsung ke kota bahkan mereka berencana membentuk koperasi nelayan.
"Apa kamu tidak dapat mengatasi masalah sepele itu!?" bentak Aditya sambil menggebrak meja ketika mendengar kabar dari salah satu anak buahnya. Semuanya terdiam mendengar Adit yang mengamuk.
Sebenarnya, para Nelayan mendapatkan amanat dari pendatang baru dari kota, yang tak lain adalah Faisal. Lelaki itu memberikan nasihat-nasihat baik agar para nelayan tak akan diinjak-injak oleh siapapun, karena mereka juga mempunyai hak. Hanya saja, pihak Aditya maupun anak buahnya belum mengetahui aksi Faisal.
Sepeninggalan para pemuda dari kamarnya Adit, Pria itu kembali duduk ditempatnya. Ia kembali membelai pipi kanannya dengan mata yang redup. Ada sesuatu yang tergores di dada Adit ketika ia membelai luka itu. Sesuatu yang disebut dengan kerinduan.
Tidak dapat dicegah. Ingatannya tentang masa lalu kembali bermunculan layaknya air yang mengalir. Ia teringat oleh sahabat masa kecilnya, yaitu Faisal. Masa-masa itu adalah masa yang paling indah. Demikian yang selalu ia ucap pada dirinya sendiri. Masa dimana ia dan anak-anak lainnya bebas bermain tanpa memikirkan apapun.
"Andaikan aku bisa kembali pada masa itu..." keluhnya dalam hati sebelum ia mengenang masa-masa indahnya.
Comments
Spica.....,aku salut ama kamu...
I love u......!wkwkwkwkwkwkwkwkw
Ries tuh online di bf setiap hari ya? =3
Nggak juga...klu ada time free iseng2 buka,klu ada notif ya di replay lah...
Kamu aja kmana,spica...??
Kangeeeeennn ooooiiii.....!!
Ne cerita kereeenn
Jangan lama2 postingnya ya...,!!
Satu lagi,yg panjaaaaaaaaanggg ya...!
I miss u 4ever...,spica.