It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Wkwkwkwk..
Jadi kea cupid deh tar..
Iya insy aku kasi dialog jawa..
Ini masih awal hehe..
Tp dari dialok kan kelihatan njawanya, hehehe
Iya, heheheh..
Sipersilakan buat tenda juga..
Hehehe gapaplah sereem biar asik ^^
Ahahah ganteng2 hantu ya ogah lah, hihihih..
Masih rahasia itu ENFYS, ada hubungannya sama Symbol segilima berwarna dan tulisan aksara thailand lah..
Terimakasih sudah membaca..
Salam..
Ini aku buatin 1chapter om
Mumpung lg nganggur..
Ditunggu ya..
Kenapa Thailand ? kenapa nggak Vietnam ? #mengada-ngada hehe
Kelihatan eksentik saja aksaranya..
We loved with a love that was more than love.
Hujan turun cukup deras pagi itu. Butiran-butiran jernih terjun pecah mengenai tanah. Aroma sejuk merebak bersamaan dengan buih buih yang timbul pecah.
Aku terdiam menatap kebisuan yang dibawa angin. Mencoba memahami dengan sensor inderaku yang lain. Menelisik sinyal pagi yang terlihat membiru. Hatiku selalu merindu.
"Sampai kapan kau akan duduk di situ?" ekor telingaku menangkap suara dari ujung depan rumahku.
"Sampai aku melihat rerintik itu memantul lagi ke langit dengan simfoni yang indah" jawabku sambil tersenyum tipis.
"Ayo naik ke mobil..."
"Iya Bulik" jawabku segera berlari ke arah mobil Bulik Narmi.
Mobil melaju cukup cepat. Menembus kawanan kabut yang terlihat mengaburkan. Hawa dingin terlihat mulai mencakar wajahku. Hawa begitu panas ketika suhu terlihat turun ke nadir.
Kubangan air telihat bergoyang ketika mobil melintas. Menyebar dan berhambur di udara. Indah dengan caranya.
Aku terdiam sedikit mengigil terpanggang AC mobil. Cairan hidungku mulai mengental dan menysakkan nafasku. Deretan gigiku berdencit seirama goyangan mobil yang terhenti seketika.
"Sudah sampai cah bagus, sana cepat ke kantor dulu, biar diantarkan ke kelas"
"Awh iya Bulik" jawabku kaget dan kepala sedikit membentur kaca.
Bulik terlihat merapikan tas dan memasangkan syal di leherku. "Sudah cakep sekarang" cibirnya sambil mencubit pipiku.
"Terimakasih Bulik..." jawabku langsung keluar mobil.
Aku berlari kecil mencari hinggapan untuk mengurangi basah. Mulai dari pos satpam, belanjut ke bawah pohon. Teras depan hingga berakhir pada lorong yang menuju kantor kepala sekolah.
"Kau sudahh datang?"
"Iya pak baru datang, maaf jika terlambat" kataku sungkan dan langsung menyalami beliau.
Pak kepalas sekolah langsung berjalan menuju cabangan lorong di depan. Aku membuntuti beliau dari belakang sambil mengacak rambutku agar tak basah. "Ini kelasmu" katanya mendadak berhenti.
"I... iya pak" aku hapir menubruk pak kepsek.
Aku masuk ke dalam ruang dengan terdapat 20 kursi. Bangunan bercat biru muda ini terlihat rapi. Sebuah komputer berada di pojokan. Layar LCD dan proyektor kualitas prima. Mesin sidik jari pada tembok depan sebelah papan tulis.
Puluhan mata memandangku. Jumlah cewek lebih banyak dari cowok. Cuma ada 3 cowok dalam kelas ini. Itupun berada pada pojokan.
"Ono arek anyar rek, wah asik kelas iso dadi rame. Ada anak Baru, wah asik kelas bisa jadi ramai" kata cewek berpenambilan nyentrik dengan rambut ala artis korea.
"Saingan baru deh" sahut cowok berkacamata tipis di bangku pojok.
"Hus diam semua..." desis pak kepsek.
Aku jadi salah tingkah dengan sambutan ini. Terlihat mereka sangat antusias dengan adanya aku disini. Beberapa cewek paling depan berusaha tersenyum dan memainkan matanya.
Cewek gila! Apa maksudnya berkedip tidak jelas. Kenal saja belum. Woy mbak kenal saja belum. Mau aku lempari dengan jaket basahku?
"Silahkan perkenalkan dirimu dulu Sap..." pak kepsek mempersilakan dengan menggerakkan tangan ke depan.
Aku menghirup nafas kuat-kuat. Aku kumpulkan keberanian yang tersisa. "Selamat Pagi teman, saya Sapta Candra. Salam kenal" aku meringis menyudahi perkenalanku.
"Sapta-san dozo" seorang guru wanita mempersilakan aku duduk.
Dengan santai aku berjalan menyisir pinggiran. Agak berhati-hati. Siapa tahu ada tangan atau kaki jahil yang berlalu lalang. Bangku belakang menjadi tujuanku. Gerbang masa depanku dimulai dari kursi itu.
Sekali lagi aku memeriksa bangku dan kursi. Setelah itu aku duduk santai bersandar. Hari pesakitan atau menyenangkan hari ini. Entahlah kita lihat saja.
Pak Kepsek juga terlihat keluar ruangan. Kelas mulai gaduh lagi. Luar biasa!
"Minnasan Urusai kudasai ne! Semuanya tolong diam!" teriak bu guru yang sedang asik menulis deretan huruf hiragana di depan kelas.
"Pssstt... Hey sebelah sini..." anak berwajah sedikit tirus memanggilku. "Aku Langga, salam kenal ya bro..." bisiknya sambil mengumbar bibirnya yang renyah. Aksen medoknya kental.
Aku cuma melongo sebelum akhirnya membalas senyum. "Iyo salam kenal juga" balasku dengan membentuk tanda ok dengan jariku.
Hujan diluar semakin deras. Beberapa kali terdengar dentuman yang menggetarkan kaca. Suasana belajar juga mulai tidak konsen. Bu Guru masih saja asik mencatatkan materi di kelas. Padahal aku tahu tidak akan ada anak yang mencatat.
***
"Jangan berjalan di arah itu Sap!" teriak Langga dari kejauhan.
Aku masih saja berjalan santai tanpa memperhatikan dia. Sebelum akhirnya air dari dahan terjun kena angin dan bajuku langsung basah. Walau tidak terlalu kuyub tapi cukup membuatku dingin.
"Hahaha, kau tidak apa-apa? Kan sudah aku bilang. Kamunya tidak mau menghindar" Langga mengoceh sambil menghampiri aku.
"Telat, cuma selang beberapa detik. Harusnya sejak di kelas kamu beritahunya" desisku kesal sambil membersihkan air hujan di bajuku.
Langga langsung dengan santai merangkul leherku dan menyeret ke kantin. Dia berjalan menuju tempat bakso. Dingin memang paling tepat makan bakso.
"Kamu lagi kepengen makan bakso kan, dah sana pesan. Aku mau beli nasi pecel di sana. Nanti aku balik kesini..." Langga langsung berlari ke kavling kantin lain.
Aku berjalan dengan santai menuju mas-mas yang jual. Aku menunjuk makanan yang akan dikuahi. Dua baso, bihun sama lontong. Ditambah tahu putih dan taburan bawang goreng.
Begitu berbalik Langgu sudah memamerkan giginya. Duduk santai di meja sebelah pojok dan melambai ke arahku. Aku terdiam sebentar sebelum akhirnya berjalan ke arahnya.
"Wah paket lengkap ya bro" Langga melirik mangkok baksoku.
Aku cuma meringis tipis dan langsung menyeruput kuah baksonya.
"Bro mau taruhan tidak? Tuh lihat cowok yang main basket di sana. Yang bernomor 3. Dalam satu menit bisa masukin bola ke ring berapa kali?" celetuk Langga mendadak sambil mulut masih penuh nasi.
Aku memandangi orang yang sedang bermain basket sejenak. Di lihat dari gayanya sih jago. "10 lebih dia mampu masukin bolanya" jawabku sembali menguyah baso yang aku masukkan bulat ke mulut.
Langga tersenyum lalu dia mulai ngedumel dan menganalisis. "Akan masuk 3. Pertama sedikit membentur. Kedua dan ketiga lancar. Tambahan lagi, nanti dia terjatuh pada lemparan ke-5" mulutnya mengatup lagi dan asik menyeruput teh botol.
Sedikit takjud dengan prediksinya. Tapi masa ia ada orang bisa semedetail itu prediksinya. Mungkin dia keturunan dukun. Entahlah.
Aku mengamati terus anak yang menjadi objek. Dia terlihat mendribel dan mulai memasukkan bola basket. Lemparan pertama gagal, kedua dan ketiga lancar masuknya dan keempat dia jatuh.
"Bagaimana?" Langga meringis menatapku sedang melongo.
Tidak. Seharus ini memang kebetulan saja. Sangat tidak mungkin memprediksi tepat dalam tempo singkat. Ini pasti cuma kebetulan saja.
"Oke kamu tidak percaya, kau lihat cewek pakai jaket biru itu. Sebentar lagi dia di tembak cowok dan diterima" Langga menunjuk ke gadis di sisi gazebo sedang memainkan ponselnya.
Selang beberapa detik ada cowok datang dan berlutut memberi cewek itu bunga. Sekali lagi aku melongo. Prediksinya sangat tepat.
"Bagaimana? Aku hebat kan?" cengirnya bangga dengan nada sombong.
"Iya..." jawabku sekenanya sambil menghabiskan makananku.
Aku perhatikan anak ini senyam senyum sendiri. Apa dia senang dengan keakurasiannya prediksinya. Atau jangan jangan dia sudah gila.
"Nyok ke kelas lagi, aku mau nunjukin sesuatu" aku langsung digelandang sambil berlari menuju kelas.
"Woy jangan tarik-tarik" tolakku berusaha berontak, namun tenaganya jauh lebih kuat. Tepaksa ikut belari daripada jatuh dan terseret.
Kelas masih sepi. Hanya ada dua cewek yang sibuk sisiran di bangku depan. Langga masih saja menarik dan menyeretku ke bangkunya. Tangannya mencari sesuatu di tas nya.
"Woy bro, aku mau lihatin foto nih. Penemuan baru abad ini. Dunia yang hilang..." dia menunjukkan foto bangunan kepadaku.
"Atlantis maksudmu?" sindirku sambil melihat foto seperti reruntuhan kuno.
"Lebih dasyat lagi ketimbang Atlantis bro, coba lihat ini. Ini segilima ada symbol aksara aneh di dalamnya" dia menunjukkan foto seperti pintu berrelief segilima pada bagian tengah.
Aku memutar dan mengamati gambar relief itu. Desainnya bukan seperti candi di pulau jawa. Ini berbeda sekali. Entah dari peradapan apa.
"Darimana kau dapat ini?" tanyaku heran.
"Belakang rumahku, di kebun milik simbah" jawab Langga mantap.
"Hah? Belakang rumah?"
"Ada lagi bro, nih lihat" Gambar berkas putih terlihat memegang tanda segilima. Di foto selanjutnya ada sedikit siluet kepala tetapi ada yang mencungul di atas. Sepeti cula"
"Yes aku memfoto setan!" teriak Langga.
Aku terdiam mengamati foto-foto itu. Keanehan apa lagi ini. Kemarin buku sekarang ini. Pertanda apa sebenarnya.