“Terkadang hiduplah yang memilihmu. No question and don’t ask why. Just do it” Ferry S
Aku kembali teringat masa SMA ketika semua ini bermula, jalan panjanh tiada akhir yang selalu menggangguku sepanjang jalan hidupku. Aku masih ingat dengan jelas pada waktu itu tahun ajaran baru di kelas 2 SMA. Semua pasti setuju kalau masa kelas 2 SMA merupakan masa yang paling membosankan dan masa yang paling enak ketika SMA. Senior ga, junior juga ga, jadi lebih banyak diam dan merenungi nasib dan tentu saja, jadwal tidur siang yang semakin lama.
Aku sudah berpikir, tahun ini pasti akan sangat membosankan. Aku termasuk orang yang mudah bergaul, jadi hampir semua orang seangkatanku, bahkan beberapa kakak kelas dekat denganku., sedangkan aku sendiri orangnya cukup mudah bosan berteman dengan seseorang, maunya selalu ada yang baru. Untuk sahabat sendiri, aku punya 2 orang teman setia yang tergabung dalam band kami.
Tapi aku dengar kabar kalau kelas kami akan kedatangan murid baru, dari luar kota, katanya sih cantik dan kaya. Hanya ini saja yang membuatku semangat untuk pergi ke sekolah di tahun ajaran baru ini. bisa jadi sasaran empuk nih.
Ibuku sampai begitu heran, dari yang biasanya aku bangun telat ke sekolah, pagi ini aku bangun sendiri, langsung mandi dan sarapan. Kupanaskan motorku sebentar dan wuszz berangkat ke sekolah. Kali ini tak akan kubiarkan seorang pun mengkahiku merebut cewek yang satu ini. Pengalaman yang lalu biarlah berlalu.
Aku melalui gang biasa untuk sampai ke sekolah, lebih cepat karena menghindari macet, tapi resikonya, kawasan ini adalah daerah kekuasaan preman-premen sekolah, anak-anak rusak biasanya nongkrong disini. Jadi biasanya aku ngebut saja.
Dari ujung gang aku merasa agak sedikit lega karena preman-preman itu sudah mendapatkan mangsa mereka, biasanya kalau sudah dapat mangsa mereka ga repaot-repot mencari yang lain. Korban mereka kali ini anak sekolahan juga, cuma aku belum pernah melihatnya di sekitar sini. Tentu saja orang disekitar sini tidak ada orang seperti dia, karena dia keturunan China. Mangsa empuk buat mereka, biasanya orang China kaya-kaya.
Kali ini motorku berjalan biasa saja, tidak ada yang perlu kutakutkan. Kasian juga sih dia, sepertinya dia murid baru sehingga tidak tahu tempat itu. Tapi aku juga takut membantu karena tidak mau berurusan dengan geng berandalan yang satu ini. Dari titik inilah mula dari ini semua. Ketika aku melewatinya, tanpa sengaja tatapan kami beradu. Aku merasa seperti dunia disekitarku bergerak dengan begitu lambat. Tatapannya… susah dijelaskan dengan kata-kata, tapi jelas tidak akan pernah kulupakan.
Aku baru sadar setelah bunyi klakson kencang dari mobil yang hampir ku tabrak. Untung aku bisa mengendalikan motor sehingga tidak jatuh. Adrenalinku berdesir, jantungku seakan mau copot. Oh Tuhan… apa yang terjadi…
Kelas pertama dimulai. Kebetulan guru wali kelas kami yang membawakan matematika masuk jam pertama sampai ketiga. Sebelum pelajaran dimulai, ibu guru mengatakan kalau kelas kami kedatangan murid baru dari luar kota. Akhirnya datang juga momen ini pikirku. Ibu guru mempersilahkannya masuk kelas dan betapa terkejutnya aku yang masuk kelas adalah cowok China yang kulihat tadi.
Jantungku kembali bedegub kencang, kali ini mungkin karena perasaan bersalah tadi. Pikiranku melayang-layang antara kecewa karena tidak sesuai harapan dan juga rasa bersalah yang menyerang. Dia memperkenalkan diri bernama Andy. Aku terkejut dari lamunan setelah ibu guru meminta kesedianku agar menjadi teman sebangku. Aku baru sadar, di kelas kami hanya bangku disampingku yang kosong karena teman sebangkuku tersebut meninggal beberapa bulan lalu karena kecelakaan.
Dengan kikuk aku mengiakan. Dia dengan mantab berjalan ke arah mejaku dan duduk tanpa berkata-kata. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Aku selalu menikmati saat-saat dimana aku selalu berada di atas semua orang, aku bisa mengendalikan diri dan orang lain bisa melihatnya, tapi dalam hal ini aku sama sekali tidak bisa berkutik sedikitpun.
Aku berusaha mengendalikan diri. Kusodorkan tanganku, kami bersalaman, namaku Tirta namanya Andy, sudah cukup. Selama pelajaran aku tidak bisa konsentrasi. Ternyata dia orang pintar, beberapa kali dia bertanya kepada ibu guru dan membuat ibu sedikit ngos-ngosan menjawab. Istirahat tiba, aku aku langsung buru-buru keluar, aku benar-benar butuh angin segar. Dari luar, aku melihat si Andy langsung dikerumuni cewek-cewek kelasku menanyakan PR yang baru saja diberi ibu guru. Aku jadi kesal dan cemburu benar, karena mantanku, cewek paling cantik sesekolah mendekati dia tanpa malu-malu menunjukkan sikap ingin kenal lebih jauh. Panas benar hari itu, panas.
Geliat tidak suka ternyata juga dialami banyak teman-temanku yang lain dari kelas lain. Posisi mereka terancam karena ternyata Mr. Perfect Guy ternyata sangat mahir bermain basket. Aku meresa senang karena punya teman senasib, sepertinya kita bakalan punya rencana buat membuat Mr. Perfect Guy ini merasakan neraka setiap hari.
Ternyata rencana itu sudah dimulai teman-temanku. Hari berikutnya, ketika istirahat mereka mengejek-ejek Andy dengan sebutan China, cino, dan kata-kata diskrimitif lainnya yang sangat kasar. Seharusnya aku senang, tetapi ternyata tidak. Aku kasian juga sama si Andy ini. Sepertinya tanggung jawabku sebagai teman sebangkunya mendorongku untuk membelanya. Baiklah, aku akan membelanya, walau sekali ini saja. Aku langsung menarik Andy masuk kelas dan mengusir mereka semua.
Andy : “Seharusnya kamu ga usah melakukannya. Aku sudah terbiasa kok.”
Aku : “Kau aneh deh. Bukannya berterima kasih udah dibantuin, malah bilang gitu. Tahu ga itu siapa?
Andy : “Ga tahu”
Aku : “ Makanya cari tahu. Itu orang-orang paling beken di sekolah ini. mereka bisa lakukan apapun sama murid yang ga mereka suka. Termasuk kau. Ga peduli sekaya apapun bokap mu”
Andy : “Trus kenapa kamu belain aku? Bukannya kamu salah salah satu dari mereka?”
Aku : “ Halah… ini lagi kan. Udah bantuin malah nuduh lagi.”
Pada waktu itu segera pergi ke teman-temanku biasa nongkrong. Tapi aku perkataanya begitu menggangguku. Kenapa aku membantunya? Seharusnya aku ikut mengolok-olok dia karena aku baru tahu dari teman-temanku kalau dia sekarang sedang sekat banget sama, Della, mantan pacarku.
Akhirnya pulang sekolah juga. Aku ambil motorku dan bergegas pulang melewati jalan biasa. Eh ternyata si Andy tetap saja memilih untuk lewat dari gang itu. Berani juga dia.aku tak tega juga melihat dia pulang jalan kaki. Kuputskan untuk mengantarnya saja, tapi hanya satu kali ini saja.
Ketika di motor aku marah dan bilang kalau dia nyari mati kalau lewat dari sana. Kemudian dia menjawab, “Aku sudah cukup banyak melihat kematian. Jadi kematian sama sekali tidak akan pernah membuatku takut lagi. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana ayah dan ibu dibantai sampai mati, dan kakakku satu-satunya sekarang harus meringkuk dalam kursi roda atas penganiayaan yang diterimanya ketika kerusuhan pada orang-orang Tionghoa terjadi. Pada waktu itu sebenarnya aku sudah menganggap diriku sendiri mati. Aku heran kenapa bisa hidup sampai saat ini.”
To be continued…
Note: Tulisan ini terinspirasi dari kisah seorang temanku yang seorang China. Ceritanya sendiri sudah kumodifikasi dengan sedikit penambahan. Dan ternyata setelah ditulis, ada sekitar 10 halaman word, jadi akan ku post dalam beberapa kali. Satu hal lagi, kata gay pada china disini tidak dimaksudkan untuk mengeneralisasi, hanya kebetulan saja. Jadi, setiap kejadian yang ada disini demikian lah adanya.
Dan satu lagi, cerita ini sudah dipublish di blog ku yg lain, jdi hanya ingin sharing aja disini.... Bagian 2 dan 3 segera menyusul..
Comments
ikutan waiting
Keep posting cuy
kesannya terlalu terburu-buru krn narasinya terlalu mendominasi.
untuk ke depannya, buatlah pembaca spt masuk ke dalam cerita. perjelas latar (waktu, tempat, dan suasana), perbanyak dialog beserta penekanan tingkah laku pelaku (ex: ia berjalan dgn tegas tanpa sedikit pun merasa takut), dan perjelas penekanan emosi (ex: aku kesal melihat mantan pacarku mendekati Andy. Awas kau Andy, akan kuberi kau pelajaran!)
KEEP WRITING
Udah ada kelanjutannya, silahkan dicari... Thx ya
Komentar yg menarik Alvindra dan thx buat masukannya...
Kurangnya dialog mmg karena aku sendiri kurang bagus mengarang cerita menggunkan dialog, jdi lebih penjabaran atau narasi seperti novel.
Soal eksekusinya, mmg ku akui masih kurang ngena, maklum baru pertama nulis cerita bertema gay, jdi masih mencari2 alur dan tempo yg tepat. Tpi sebenanrya, kalau ditambah detail lagi, percayalah, cerita ini bakalan super panjang, bayangkan di word saja ada 10 halaman, makanya di bagi jadi 3, dan setiap bagian sudah sgt panjang, sampe org liatnya aj udah muntah duluan belum baca heheh....
Overall, thx buat komentarnya ya, sunggh sgt membantu, bagaimana pun jga, komentar dari teman2 disini pasti lebih kena karena bisa mengerti nafas dan jalan ceritanya...
tiap chapter disatukan disini, kalau dipisah pisah rasanya justru gak nyaman dan gak dapat feelnya
narasi sudah bagus, tapi mungkin lebih kena kalau yang semacam 'dia memperkenalkan namanya andi' atau narasi yang 'namanya andi dan namaku tirta' dibikin dialog
"andi"
"tirta" jawabku sambil menggenggam hangat tangannya
~sok tau~plakk~getok pakai palu
Tar klo di gabung jadi puanjangg bgt......
Boleh deh, utk cerita selanjutnya (klo ada hahah) belajar bikin dialog ...
lol
Tulisan ini udah gw selesaikan lama bgt, tapi karena ga ada waktu jadi ga di upload, maaf ya.
Oh ya, yang kedua udah gw posting tpi beda thread, jdi susah dicari. Tar akan gw satukan deh...
“Cinta bisa datang darimana saja, tetapi cinta sejati hanya datang dari seorang saja” Ferry S
Aku menyesal telah bertanya. Rasa kasihan kembali mengusikku. Aku merasa beruntung masih memiliki keluarga yang begitu lengkap dan mencintaiku. Sampai di rumahnya, aku terkejut mengatahui ternyata dia adalah orang kaya. Rumahnya besar bak istana dan 3 mobil mewah parker di depan. Dia berterima kasih dan menyuruhku masuk. Aku berbohong kalau harus melakukan sesuatu.
Sebenarnya aku takut masuk ke rumahnya, ya tentu saja dia orang kaya berat, aku cuma anak dari seorang guru dan ibu yang seorang perawat. Tapi hal ini justru mengusik pikiranku. Keluarganya begitu kaya, tapi kenapa Andy dibiarkan ke sekolah naik angkot. Pikiranku menjadi buruk. Aku membayangkan di rumah besar itu ada nenek-nenek China berpakaian ala vampir yang sangat kejam dan bengis. Hal inilah yang membuatku semakin penasaran dengan kehidupannya sendiri.
***
Ternyata dugaanku salah. Aku semakin akrab dengannya. Di sekolah kami sering diskusi bersama, daia juga sekali-kali kuajak ikut latuhan bandku dan dia gentian ajarin aku main basket yang sama sekali diluar nalarku. Harus kua akui, Andy memang sosok yang sangat lengkap. Ganteng dan putih ala aktor-aktor keturunan China, pintar dan jago basket dan satu hal lagi, tatapan tajam matanya, tidak seram hanya tajam, menusuk. Aku menyadari kalau aku begitu mengaguminya. Hal ini begitu mengusikku karena aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Tapi segera ku buang jauh-juah pemikiran itu.
Setelah kami cukup dekat, menurutku, aku memulai untuk membongkar sedikit tentang kisah sejarah keluarganya. Aku beranikan diri untuk bertanya.
Aku : “Aku lihat, di rumahmu banyak mobil, kenapa kau tetap saja pergi ke sekolah naik angkot?”
Andy : “Oh, kamu cape ngantar aku ya. Ya udah, aku juga ga pernah memaksa kamu untuk mengantarku.”
Dia hanya pergi begitu saja. Aku benar-benar merasa jengkel. Aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu. Dasar kurang ajar banget ini orang. Ditanya baik-baik juga, jawabannya selalu sinis gitu. Tetapi aku tidak tahu mengapa, aku tidak pernah bisa membencinya. Perasaan aneh ini muncul lagi.
Ketika pulang sekolah aku melihat dia berjalan dari gang kembali. Luar biasanya, ketika dia berjalan lewat sekelompok preman-preman sekolah, dengan santainya dia menyapa mereka, “Hai bro!” dan dibalas dengan santainya oleh kelompok itu. Aku ga percaya ada seorang siswa yang bisa menjinakkan kelompok sadis ini. heran benar aku.
Setelah cukup jauh dan aman aku susul dia. Aku bilang minta maaf dan sama sekali tidak bermaksud seperti itu. Kamudian aku bertanya, kenapa dia selalu berprasangka buruk terhadapku. Dia hanya bilang tidak ada alasan khusus dan kembali diam dalam dunianya. Kali ini, tidak seperti biasanya, dia tidak mengajak aku masuk ke rumahnya. Aku anggap itu karena dia masih sadikit marah.
Tiba-tiba pintu rumah besar itu terbuka. Aku melihat, seorang yang masih sangt muda tetapi memakai kursi roda. Aku ingat cerita Andy, itu pasti kakaknya. Kakak Andy tersebut melihatku dengan sangat tajam, aku tersenyum dengan kikukunya, aku takut, jangan-jangan bayanganku selama ini benar. Tiba-tiba kakak Andy berteriak memanggil Andy dengan marahnya. Aku terkejut, Andy melihatku, tatapannya, yang tidak akan pernah bisa kulupakan.
Aku tahu tatapn itu isyarat. Aku segera cabut dar situ. Disepanjang perjalanan aku terus memikirkan tatapan itu. Aku tidak pernah melihat raut wajah Andy yang seperti itu di sekolah. Aku selalu melihat orang yang begitu tenang, sangat percaya diri, seakan-akan ketika dia berjalan, make semua hal yang ada disekelilingnya membaku karenanya. Tapi kali ini sangat berbeda. Dia terlihat seperti anak kecil yang tersesat dan kehilangan orang tuanya di pasar. Hal ini benar-benar mengangguku.
Di sekolah, sebenarnya aku ingin menanyakan tentang hal itu, cuma aku takut nanti dia berpikiran buruk lagi. Jadi aku biarkan saja, menganggap seperti tidak pernah terjadi apapun. Hari-hari di sekolah berlangsung seperti biasa. Ya, tetap masih membosankan walaupun aku benar-benar bisa menikmati waktu jika bersama dengan dia.
Tidak terasa 2 bulan telah berlalu dan aku begitu menikmati saat-saat di sekolah. Aku juga sepertinya ketularan kepintaran dan ini dari Andy sepertinya. Pada waktu itu, setelah pulang sekolah, seperti biasa aku akan mengantarnya. Tapi dia bilang jangan langsung pulang. Dia bilang terserah mau dibawa kemana asala tempat yang pas untuk bicara. Sepertinya saat-saat yang ku tunggu-tunggu datang juga. Biarkan dia sendiri yang bicara untuk menghindari setiap prasangka buruk.
Sebenarnya aku bingung membawa dia kemana. Aku bingung membawa seorang cowok untuk ke tempat yang pas untuk berbicara berdua. Setelah kupikir-pikir, akirnya aku memutuskan untuk membawa dia ke temapt makan ketika aku kencan untuk pertama kalinya bersama Della. Walaupun mempunyai kenangan yang sangat indah disini bersama Della, tapi menurutku itu tempat yang sangat tepat.
To be continued…