Teman-teman numpang Nulis ya... masih belajar sih. Mohon saran dan ktitiknya ya....
KEPING 1
Aku hanya bisa tertawa ketika melihat Aditya yang jatuh tersungkur, Aditya pun hanya bisa tersenyum manis ketika aku melihatnya jatuh akibat terpeleset, tanpa bisa berbuat apapun. Ya…aku telah lama bersahabat dengan Aditya. Persahabatan kami tergolong istimewa dan unik, karena diawali dengan rasa permusuhan yang begitu hebat diantara kami berdua.
Oh iya, namaku AWAN, ya sebut saja begitu, karena memang orang tua ku pun memanggil dengan sebutan itu, entah apa maksudnya, tapi yang pasti mereka punya maksud di balik nama itu. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, dan kebetulan adikku adalah seorang perempuan yang menurutku cantik tapi sedikit tomboy hehehe…”maaf ya dhe…”,
dan saat ini bekerja pada salah satu PROVIDER GSM di Indonesia.
Kembali ke cerita tentang persahabatanku dengan Ditya, “
nama panggilanku untuknya”.
Aku dan Ditya bersekolah pada sebuah yayasan milik TNI yang berada di kota M dan persaingan di ektrakurikuler pramuka lah yang menyatukan kami dalam sebuah persahabatan.
Pagi ini terasa aneh, karena ku lihat Ditya bangun lebih pagi dari biasanya dan tiba-tiba berucap “selamat pagi Wan…”
dan aku pun mau tidak mau menjawab salamnya tersebut “ pagi juga Dit…” ,
kebiasaan bangun pagi memang jarang sekali di lakukan oleh kelas H sebagai kelas paling bontot. Ditya sudah rapih mengenakan sepatu dan seakan dia ingin berolah raga di pagi yang menurutku tidak terlalu cerah, karena genangan air yang membuat lapangan sedikit becek oleh siraman hujan malam tadi. Yupe…ternyata Ditya memang berolahraga, tepat seperti dugaanku sebelumnya. Aneh…tapi itu lah yang terjadi, ach…tapi tak ku pusingkan dan segera saja kulanjutkan aktifitas ku pagi ini.
Tak terasa hari sudah berada di akhir minggu, tepatnya hari jumat adalah hari dimana kami semua harus menjalani ektrakurikuler pramuka yang memang diwajibkan untuk seluruh siswa. Dan lagi-lagi aku harus berhadapan dengan Ditya dalam setiap kegiatan pramuka. Ditya memang rival terberatku dalam kegiatan ini. Meskipun berasal dari kelas bontot, namun kemampuannya dalam kegiatan Pramuka tidak bisa dianggap remeh… Dan seperti yang sudah-sudah aku selalu bertengkar bila berhadapan dengannya. Aku sendiri tak tahu, api apa yang selalu menyulut kami hingga harus selalu bertengkar. Hingga pada suatu hari, keadaan berubah 180 derajat hingga mengubah kehidupan kami berdua.
Aku mengalami kecelakaan yang menurutku cukup berdampak besar untuk prestasiku di bidang akademik ataupun dibidang lainnya.
Kakiku mengeluarkan banyak darah akibat tertusuk ranting tajam yang entah apa itu namanya. Dan tanpa kusadari aku sudah berada di dalam tenda, tanpa tahu siapa yang menolongku karena memang aku pingsan ketika melihat banyak darah yang keluar dari kakiku.
“Kenapa denganku “ tanyaku pada seoeang temanku
“Loe pingsan Wan “ jawab Radin salah seorang petugas PMR yang menjagaku
“Lalu siapa yang membawaku ke dalam tenda…? “ tanyaku lagi
“Gue juga ga tahu “ jawabnya lagi
Lalu aku hanya bisa terdiam, dan menahan rasa sakitku pada bagian telapak kakiku…hingga tak lama kemudian aku di bawa oleh petugas PMR yang lain ke Rumah sakit.
Akupun hanya bisa bertanya-tanya…siapakah dia? Siapakah orang yang telah menolongku pada saat itu. Hingga beberapa hari aku di rumah sakit, aku tetap belum tahu siapa yang menolongku…
“Ya sudahlah, aku cukup berterima kasih kepadanya dalam hati” ujarku. Dan hari-hariku kembali normal seperti sediakala sepulangku dari rumah sakit, walaupun aku masih harus menggunakan tongkat untuk berjalan, dan di tambah satu lagi, aku belum dijinkan untuk mengikuti sebagian kegiatan lapangan dengan keadaanku ini. (‘BT…!!!!)
Tapi tetap ada yang mengganjal dalam hati ku… tentang siapa orang yang sudah menolongku.
Aku pun mencoba mencari tahu melalui teman-teman PMR yang bertugas saat itu…
Dan alangkah terkejutnya aku…
“Apa…!!! Ditya…” ujarku terkejut
”Iya Wan…Ditya yang menggendong loe ke tenda waktu itu” kata mas Ridwan…
“Kenapa harus dia…orang yang selalu bertengkar denganku yang menolongku” Kataku dalam hati
Pikiranku kembali berkecamuk… dan masih bertanya-tanya dalam hati
“Benarkan Aditya yang telah menolongku…benar kah itu dia…?”
“Benarkan dia yang membawaku ke dalam tenda itu…, tapi kenapa…? Kenapa…?”
Aku tidak tahu, apa aku harus bahagia atau sedih karena telah di tolong oleh Ditya, rivalku yang begitu aku benci….
Segera saja ku cari Ditya ke dalam kelasnya untuk mencari tahu kebenaran yang masih ku sangsikan itu…
Namun sulit sekali anak itu ku temukan, sampai akhirnya ku dapati dia sedang makan di kantin
Dan dengan kasarnya ku bentak dia…
“Kenapa loe tolong gw kemarin….” Bentakku dengan kerasnya
Tak pelak lagi Ditya pun kaget…tak terkecuali semua siswa yang berada dalam kantin…
Lama ku tunggu jawaban darinya, namun tak sepatah katapun kata terlontar dari bibirnya…
Malah dengan acuhnya dia teruskan makannya yang sempat tertunda akibat terkaget oleh bentakanku.
Tak lama berselang dia berlalu sembari berucap “ apa salahnya nolong teman yang lagi kesusahan seperti kamu”
Seperti tersambar petir disiang bolong…telingaku pun panas mendengar kata-kata Ditya… Namun ketika ku balikkan badan sosok itu telah hilang…entah kemana dia pergi. Aku pun berlalu dengan amarah yang memuncak… Tapi ku sadari, aku terlalu sombong untuk menerima suatu kenyataan yang tak kuharapkan.
Comments
bagus kok tulisannya. lanjutin terus yah... sori gue gak bisa lanjutin waktu itu.. skarang udah ada versi aslinya dari yang ngalamin.. hehe..
maju terus wan...
salam
revengelqq
Btw kemana aja... ko jarang OL sih....QQ tetap dukung aku ya....
Critanya asik n ringan.
Enak dbca..
Bagus koq..
Klo dah bakat emang gt..
Lanjut y..
Slam knal y wat km n qq..
Sosok manusia yang…apalah itu namanya…
Tapi aneh…kenapa aku harus memusingkan Ditya…?
Kenapa aku merasa ada suatu hal yang kurang …?
Ku coba mencari tahu dimana keberadaan Ditya dengan pikiranku yang kian berkecamuk… Namun anehnya aku tak melihat batang hidungnya dimanapun. Di ruang kelasnya, kantin, perpus ataupun di tempat-tempat dimana aku sering melihatnya, aku tak bisa menemukannya.
Dan dengan segenap tenaga, ku tahan ego ku dan memcoba memberanikan diri untuk bertanya mengenai keberadaan Ditya.
“Hei…tahu dimana Aditya ga? “ tanyaku pada salah seorang temannya yang aku sendiripun tak tahu siapa namanya.
“Hm…ga tau tuch, ga ada kabar dah 3 hari ini” jawabnya
Yah…percuman saja ku tanya kepada teman sekelasnya, karena hasilnya pun nihil.
Terpaksalah aku harus bertanya kepada guru piket, dan segera saja ku masuk sambil mengetuk pintu dan mengucapkan salam sebelumnya.
“Selamat siang pak…” Tanyaku pada pak Erwin
“Eh wan, ayo masuk…, ada apa ini tumben kamu mencari bapak…?” jawab pak Erwin
“Hm…anu pak…” mencoba bertanya dengan ragu-ragu
“Kenapa Wan…” sahut pak Erwin
“Ditya kemana ya?” Secepat mungkin ku ajukan pertanyaan itu kepada pak Erwin.
“Kenapa…, siapa yang kau tanyakan tadi Wan…? balas pak Erwin tak percaya dengan apa yang kutanyakan.
“Iya pak… bapak tahu Ditya kemana? Karena kata teman sekelasnya sudah 3 hari ini Ditya tidak masuk dan juga tidak ada kabar” Ku tegaskan lagi pertanyaanku.
Pak Erwin pun tersenyum, dan tak lama kemudian beliau berujar,
“Aditya sakit Wan, dan sudah 3 hari ini dia masuk rumah sakit” jawabnya
“Memangnya kenapa pak?” tanyaku kembali
“Kena DB” balas pak Erwin
“Aneh…kenapa aku jadi kasihan sama Ditya…, ah tapi sudahlah bukan urusanku kalau dia sakit” ujarku dalam hati
“Ok pak, terima kasih atas infonya” ucapku sambil meninggalkan ruangan pak Erwin
Dan pak Erwin pun menjawab hanya dengan sebuah senyuman, tanpa ku tahu maksudnya.
Tak terasa hari berlalu begitu cepat, karena begitu ku lihat jam tangan yang melingkar ditanganku sudah menunjukkan pukul 14.30 dan bel sekolahpun berbunyi, tanda berakhirnya KBM untuk hari ini.
Namun tiba-tiba pak Erwin datang dan segera menghampiriku, seraya berkata, “Wan kamu sekarang ikut bapak ke rumah sakit”
“Saya pak… Untuk apa…?” jawabku penuh tanda tanya
“Menjenguk Aditya” balasnya dengan singkat
“Tapi pak, kenapa harus saya…kenapa tidak siswa lain saja pak…” balasku lagi dengan ketidak setujuan
“Sudahlah Wan…jangan di habas sekarang, nanti saja sepulang dari rumah sakit, baru kau tanyakan” ucap pak Erwin
Akhirnya ku iya kan saja permintaan pak Erwin kepadaku, lalu dengan lemas aku berjalan melalui koridor menuju tempat parkir. Dan benar saja, hanya aku dan pak Erwin yang berangkat menjenguknya.
Tak lama kami dalam perjalanan, dan segera saja kami masuk ke bagian informasi dan menanyakan ruang dimana Aditya di rawat.
Tak susah untuk kami mencarinya, Melati 125. Ya itu ruangan dimana Ditya dirawat.
Kami pun masuk dengan disambut oleh ayah dan bundanya. Sosok pria tinggi dan besar lengkap dengan seragan TNI dengan didampingi oleh seorang wanita berparas ayu yang bersahaja.
Pak Erwin pun berbincang dengan kedua orang tua Ditya, dan meninggalkan kami berdua.
Hening…tak ada suara apa pun yang keluar dari bibir kami…hanya saling pandang dan kecanggungan yang meliputi.
Lama sekali… dan akhirnya…
“Thanks ya dah mau jenguk gw…” ucapnya perlahan
Aku bingung mau menjawab apa, hingga akhirnya kata-kata ketus keluar dari bibirku…
“Kalo ga di paksa gw juga ga bakal mau tau…” balasku dengan ketus
“Kamu kenapa sih Wan…? Gw salah apa sama loe, sampe loe segini bencinya sama gw…?” tanyanya kepadaku seakan mengiba
Dan pertanyaan yang keluar dari mulutnya kembali mengusik pikiranku.
Aku hanya bisa diam dan tertunduk…tak bisa menjawab, seolah lidahku kelu, beku dan kaku dibuatnya, hingga sulit bagiku tuk menjawab pertanyaan yang memang sebetulnya tak ada jawabnya.
Tak ada alasan bagiku tuk membencinya.
“Bukan karena dia rivalku di Pramuka hingga aku harus membencinya… bukan,…bukan itu. Aku tak pernah membencinya”.
Pikiranku pun kacau… oleh sebuah pertanyaan yang sangat meninju.
Ku lihat Ditya meneteskan air matanya, layu wajah itu terlihat dihadapan ku.
Tak tega aku melihat sorot matanya yang berkaca-kaca oleh air matanya yang terus saja menetes tak terbendung.
Aku keluar dari ruangan Ditya… segera ku hampiri pak Erwin dan mengajaknya segera kembali ke asrama karena ada tugas yang harus ku selesaikan. “pintaku…” Dan kami pun segera berpamitan kepada kedua orang tua Ditya.
“Ufh…selesai sudah drama ini…” ucapku dalam hati
Sebetulnya aku kembali ke asrama dalam keadaan pikiran yang kacau dan carut marut atas kejadian di rumah sakit tadi.
Tapi ku coba untuk tepis semua rasa itu, dan ku lanjutkan segala aktivitasku selanjutnya…
Aku pun mencoba untuk bersikap biasa saja atas kejadian tadi.
Siang ini mataku seolah tak mau diam, mencari dan terus mencari. Mencari sosok yang tak lain adalah Aditya, rivalku dalam pramuka.
“Nihil….dia tak ada” ucapku lirih
“Apa mungkin dia belum keluar dari rumah sakit, ah…tapi kemarin aku udah liat dia ko” gumamku
Aku mencoba memcarinya melalui teman-temannya, dana alangkah kagetnya ketika temannya berkata kepadaku bahwa Ditya telah mengundurkan diri dari kegiatan pramuka.
Dan itu semua karena permusuhan diantara kita berdua ujarnya.
Dan lagi-lagi itu karena kebodohanku…”apa salahnya anak kelas H mau menjadi temanku” ucapku kesal
Segera saja ku tinggalkan kegiatanku itu dan melesat mencari Ditya.
“Kamu ngapain disini?” Tanya Ditya kepadaku sesampainya aku di kamarnya
“Kamu sendiri ngapain ga ikut pramuka?” tanyaku kembali
“Maaf Wan, aku sudah mengundurkan diri kegiatan itu” jawabnya dengan suara berat
“Looh kenapa…?” balasku
“Karena aku ga mau selalu bertengkar dengan kamu, aku mau jadi teman kamu Wan”
“Memangnya apa salahku sama kamu Wan, hingga tuk berteman saja begitu sulit” lajutnya
Diam lagi…hanya itu yang bisa aku lakukan, selalu terdiam tak bisa berucap apapun.
“Kamu ga ada salah sama aku Dit…” ucapku dengan lemas
“Aku yang salah sama kamu, aku yang iri sama kamu karena kamu adalah saingan terberatku di Pramuka. Aku yang terlalu sombong, merasa diri paling kuat, paling pintar, paling berkuasa, hingga orang lain tak boleh melebihi ku. Aku yang salah Dit…bukan kamu…” lanjutku dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Tak terasa ada yang menetes dari mataku…
Aku menangis… aku terisak…
“Cukup Wan, ga usah di teruskan…” potongnya
“Aku hanya ingin berteman dengan kamu, makanya aku serius dengan ekstrakurikuler pramuka, karena memang itu yang aku bisa. Aku ga mungkin menandingimu dalan hal pelajaran, yang tentunya kamu jauh diatasku” lanjutnya
Sekali lagi Ditya berkata dalam isakannya.
“Aku hanya ingin berteman dengan kamu Wan, Cuma itu yang aku mau…” tambahnya lagi
Dan sekali lagi aku hanya bisa terdiam dan tertunduk lesu oleh pernyataanya. Aku berfikir keras bagaimana harus menjawab pernyataanya…saat itu.
“Apa kau mau jadi temanku Dit…? tanyaku, setelah cukup lama terdiam.
“Aku mau Wan, aku mau…” jawabnya dengan semangat
“Ha…ha…ha…” entah kenapa tiba-tiba kami berdua bisa tertawa selepas ini. Bebanku terasa hilang, lenyap dan terasa ringan jiwa ini.
:-D
T'nyata ni versi aslinya toh..
Gw suka kok crita lo.. Cm sran gw slesai ngetik d bca lg deh tulisanny, bnyk kta2 yg slh ketik, agak lucu gw bcany..
Keep writing bro...!
Sekarang tanpa sungkan aku kerap datang ke kelas Ditya, aku pun tak harus malu karena sering menghampirinya.
Satu yang harus aku lakukan untuk Ditya, yaitu mensupportnya dalam hal pelajaran. Ditya memang kurang cerdas karena dia masuk ke sekolah ini melalui jalur khusus melaui orang tuanya yang seorang perwira TNI, namun walaupun demikian dia memiliki kemauan yang tinggi dalam belajar. Hampir tiap malam Ditya datang ke kamar ku untuk hal pelajaran. Dan tentunya aku dengan senang hati membantunya.
1 semester telah lewat, dan prestasi Ditya sudah semakin membaik.
Akupun memintanya mencoba sebuah tantangan dariku
“Dit, kalo semester akhir kamu bisa dapat peringkat 1 di kelasmu, aku akan kasih kamu hadiah…?” pintaku
“Hadiah apa…?” jawabnya
“ Ya kamu sanggup ga dengan tantanganku…?” balasku lagi
“Hm…boleh, tapi benar ya, aku di kasih hadiah…?” jawabnya lagi
“Siiip, apapun yang kamu minta, pasti aku kasih…” ujarku
“Apapun…?” Tanyanya
“ Iya, apapun itu aku kasih buat kamu, dengan catatan kamu berhasil looh” jawabku
“Ok..kita deal ya Wan…”balasnya
“Iya..Deal” jawabku lagi
Sejak perjanjian yang kita buat itu, Ditya tak pernah lagi bermain-main dengan semua pelajarannya… Entah apa yang membuatnya seperti itu, karena hadiah kah ? kuharap tidak
Jarang sekali ku lihat Ditya berkeliaran seperti dulu. Tempat yang selalu dikunjunginya adalah perpus sekolah. Tak pelak lagi, akupun terkena imbasnya, Ditya sering sekali menyeretku ke perpus untuk menemaninya. Tak hanya itu saja, bahkan untuk makan pun dia tak mau jauh dari ku, dan dengan cueknya Ditya bergabung dengan kelompok kelas A.
Kami sekarang bersahabat kental, hingga kemana-mana harus berdua.
Dan tiba saatnya di akhir semester, aku menunggu dengan cemas hasil yang diperoleh Ditya.
“Ngapain sih Wan, kaya lagi nungguin orang bersalin aja….hahahaha” tanyanya
“Aku deg..degan tahu…” jawabku
“Ya udahlah santai aja…” jawabnya ringan
“Uh..kamu itu Dit…” jawabku lagi
Dan betapa kagetnya aku, ketika Ditya bilang, bahwa dia hanya mendapatkan peringkat 10.
“Wan, maaf ya…” ujarnya singkat
“Maaf kenapa…?” jawabku dengan nada yang sedikit meninggi
“Peringkat 10” jawabnya dengan raut wajah memelas
Senyumku layu seketika mendengar kata-kata Ditya.
“Ya sudah lah, yang penting kamu sudah berusaha dengan maksimal” balasku memcoba menenangkan.
“Ha…ha…ha…kena kamu Wan tak kerjain” Ditya tertawa dengan kerasnya, dan berlari kabur dari hadapanku
“Aku peringkat 1 Wan…, aku berhasil….!!!!” Ditya berteriak sambil berlari dengan memegang Raportnya.
Lalu aku tertunduk lesu dan tak terasa jatuh air mataku. Aku senang, gembira melihat sahabatku berhasil.
“Kamu nangis kenapa Wan…” Ditya menghampiri dan memelukku dari belakang
“ Ga…ga pa pa ko Dit, aku Cuma kelilipan” jawabku sekenanya
“Mana ada orang kelilipan kaya banjir bandang seperti itu” tujuknya ke wajakhu
Tiba-tiba Ditya memelukku dari belakang dan menyandarkan kepalanya di pundakku…
“ Kamu ada masalah ya Wan, kalo ada ngomong aja sama aku, siapa tahu aku bisa bantu Wan…”
“Ya…aku nangis, aku nangis karena kamu Dit, aku senang kamu berhasil, aku bangga sama kamu” ujarku kepadanya
Kurasakan pelukannya semakin erat di pinggangku, terdiam sejenak dan lalu berkata “ Makasih ya Wan, kalo ga ada kamu, aku bukan apa-apa”
“Hayooo…mana janji kamu Wan” berkata tiba-tiba di telingaku
Ku jawab dengan sebuah senyum sembari berkata” Memangnya kamu mau apa Dit”
“Mau kamu Wan…” jawabnya
“Ngaco ah….” Balasku
“Iya benar, aku mau kamu ikut aku pas liburan semester ini ke runahku di Jogja” jawabnya lagi
“Ok…” jawabku yang diiringi senyum indah untuk Ditya
Selama 2 minggu ini, kuhabiskan semua waktuku untuk menemani Ditya, bukan hanya sekedar untuk memenuhi janjiku, tapi memang akan ku lakukan apapun yang bisa membuatnya tersenyum.