BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Cerpen-cerita pendek

……….INCEST………

*Ketika derita menderaku haruskah kusalahkan hidup di masa lampauku, seperti halnya saat cinta tak menyambutku haruskah ku kutuk pesaingku? Kurasa aku tak sejahat seorang teman yang rela hampir membunuh orang yang telah merebut cintanya juga tak sepengecut seorang teman yang melarikan diri demi menyembunyikan perasaannya. Tidak, aku bukan mereka. Aku utuh menjadi diriku sendiri dengan merelakan cintaku di miliki oleh orang yang lebih berhak memilikinya. Orang yang lebih pantas mendapatkannya daripada hanya aku yang tak pernah memberikan kepastian padanya. Aku seorang pengecut, jangan katakan itu padaku karena aku sungguh tak setuju, apa salahnya menjadi orang baik dengan berkelakuan ikhlas. Jika ada yang mengatakan aku tak memperjuangkan cintaku maka dia salah besar karena yang ku tahu sesuatu yang harus di perjuangkan itu adalah hal yang memang milik kita bukan malah memperjuangkan milik orang lain. Apa aku benar? Semoga jawabannya iya*

Aku menginginnya lebih dari yang bisa mereka duga. Cintaku lebih hebat dari Rion Arlan andikha, dia hanya cinta masalalu yang datang tiba-tiba di hadapan lelaki yang sudah menjadi bagian dari hidupku. Dia datang seolah aku bukanlah apa-apa. Jika boleh aku menjadi jahat rasanya aku ingin menyingkirkannya dengan cara diam-diam bukan malah mengumbarnya seperti yang di lakukan seorang teman yang sekarang mendekam di penjara. Sayangnya aku tidak jahat pun tidak berdarah dingin, Seperti kataku, aku utuh diriku dengan sikap ikhlasku.

Aku mendambanya bahkan tak kan mampu di bayangkan oleh mereka, cintaku lebih terpendam daripada yang di miliki Zion Andikha Arlan. Dia mencintai lelaki itu dengan cara diam-diam yang walau boleh ku artikan adalah pengecut sifatnya. Aku memendam hatiku dengan caraku, menyembunyikannya di tempat paling sempit di dalam hatiku dan hanya menyuarakan egoisku untuk menyatakannya. Sungguh aku berani jamin kalau cinta yang ku miliki lebih terpendam daripada cintanya.

Aku menggilainya bahkan cinta yang kumiliki lebih gila dari cinta Arya Dwipangga, Sejauh yang ku tahu aku mampu mengaku kalau akulah cinta yang paling hebat di antara mereka.

Langkahku pelan menuju kamarku, rasanya hari ini adalah daftar hari paling lelah yang ku miliki. Mengingat aku baru saja melihat percobaan pembunuhan yang di lakukan oleh Arya yang bodoh itu. Belum lagi aku yang harus menyelesaikan kasusnya. Sungguh badanku remuk rasanya.

Ku buka satu persatu kancing kemejaku dan menyalakan lampu, sedikit terkejut kudapati adikku sedang duduk di atas ranjangku dengan pandangan yang tak terbaca, entahlah aku tidak pernah mengetahui apa yang di pikirkan adik yang tak pernah tinggal denganku ini. Dia terlalu misterius dan aku tak suka itu.

“Kamu mengagetkan abang.” Ucapku dengan nada datar, tanpa mau repot-repot menanyakan maksudnya berdiam diri di kamarku, aku langsung melangkah menuju lemariku. Ku buka kemejaku dan menyisakan singlet putih.

“Bang Ben terlambat lagi” Aku mendelik kearahnya dan ku dapati dia masih saja diam di atas ranjang dengan tatapan menundukknya. Aku sering heran dengan perubahan sikapnya, seperti apa didikan luar negeri sampai adikku seperti sekarang. Seolah dingin selalu menyelimutinya.

“Tadi ada masalah sedikit, Kamu sudah makan?” Jawab dan tanyaku. Kini aku berdiri menatapnya dengan tatapan biasa. Dapat kulihat ada sesuatu yang selalu ia tahan jika bersamaku. Aku seringkali kesal dengan keadaan kami, aku tak tahu apa yang dia suka dan yang tidak dia suka.

“Tentu masalah itu menyangkut Erwin” Dia berasumsi dengan asumsi yang benar, tentu hanya Erwin yang mampu membuatku repot tapi sekarang kurasa ini untuk terakhir kalinya. Rion akan menggeser posisiku dan aku cukup tak peduli dengan semua itu.

“Dia dapat masalah” Kami bagaikan dua orang yang tak saling mengenal, aku tak bermaksud bicara dingin padanya tapi keadaan juga tak menguntungkan aku.

“Dia memang pencipta masalah yang handal” Nada dingin itu lagi-lagi keluar dari bibir adik kandungku ini.

“Jangan bicara seperti itu padanya, sebanyak apapun kamu membencinya dia tak pernah mempermasalahkan semua itu jadi abang harap kamu mau lebih berbaik hati padanya dan coba kenal dia lebih jauh lagi karena itu akan membuat kalian bisa akur….” Kata-kataku belum kelar dan adikku sudah meninggalkanku. Dia selalu saja sensitive jika sudah mengenai Erwin. Entahlah apa yang sudah Erwin lakukan padanya sampai dia seperti itu.

***

“Bagaimana kabarmu?” Pertanyaan Erwin membuatku mengangkat sebelah alisku, bukan pertanyaannya yang membuatku heran tapi perubahan sikap dan raut wajahnya. Jelas terpancar kebahagiaan di sana dan dapat ku simpulkan kalau telah terjadi sesuatu antara dia dan Rion.

“Aku baik” Nada datar lagi-lagi keluar dari mulutku.

“Kurasa itu bukan jawaban yang benar, ceritakan apa yang terjadi?” Pintanya. Aku berdecak kesal, dia selalu tahu kapan masalah menggangguku. Aku kembali menyesap kopiku dengan pelan, menikmati rasa pahitnya.

“Aku pusing”

“Rava lagi?” Tebaknya. Memang hanya Rava yang mampu membuatku uring-uringan seperti ini. Entahlah adikku itu, dengan sikap dinginnya selalu mampu membuatku bagai terkurung di kutub utara dengan intensitas kebekuan yang mematikan.

“Aku sudah mencoba sebisaku agar hubungan kami menghangat, tapi dia seolah memasang dinding tak tertembus hingga aku selalu merasa gagal” Erwin tersenyum melihat aku hanya memegang kepalaku dan aku melihat ada raut geli di wajahnya. Sungguh semua membuatku bingung.

“Kamu adalah cowok yang sangat tidak peka” Aku menyipitkan mata memandangnya, aku tahu ucapannya itu memiliki artian yang jauh lebih mendalam lagi.

“Ada sesuatu yang tidak ke ketahui?” Tanyaku dengan pandangan penuh keingintahuan. Aku melihat Erwin kembali menyedot jus alpukadnya yang sudah bersisa sedikit. Senyum itu lagi-lagi ia tampakkan seolah menguji kesabaranku.

“Bagaimana kalau simplenya seperti ini, kamu cari tahu sendiri.” Aku berdecak kesal, ujung-ujungnya harus cari tahu sendiri. Apa yang bisa di dapatkan dari sosok dingin seorang Rava.

“Aku sedang tidak ingin main teka-teki jadi bisakah kamu jelaskan sekarang?” Nada kesalku melah membuat tawa Erwin membahana hingga beberap orang menatap kearah kami tapi dasar Erwin yang memang memiliki sikap cuek malah tak peduli dengan delikan orang-orang.

“ikut aku!” Dia memegang tanganku dan tanpa menunggu jawabanku, aku sudah diseretnya.

Sedikit terkejut karena aku mendapati Rava ada di kafe yang sama denganku bersama seorang pemuda yang tidak ku kenal. Apa Erwin tahu sejak kapan Rava ada di sana. Kulihat tatapan Rava kearah kami tak bersahabat, tidak dia menatap kearah tanganku yang digenggam oleh Erwin.

“Hai Va, boleh gabung kan?” Tanya Erwin dengan sikap manisnya dan dapat kurasakan kalau Erwin tidak mau melepaskan pegangannya.

“Kalian memiliki kursi sendiri jadi jawabanku tidak.” Adikku benar-benar mahluk dingin, tatapannya mematikan. Entah apa yang di pikirkan Erwin, dia malah mendudukkan pantatnya dan menarikku untuk ikut duduk.

“Hai aku Erwin, kamu?” Erwin mengulurkan tangannya pada lelaki yang bersama Rava. Belum sempat pemuda itu meraih tangan Erwin, Rava sudah lebih dulu menepis tangan Erwin. Sedikit tak sopan kelakukan adikku.

“Tidak usah sok kenalan berengsek.”

“Rava!” Aku menyebut namanya dengan bentakan, Aku tidak merasa Erwin berbuat jahat, dia sama sepertiku hanya ingin membuat Rava lebih hangat.

“Abang lagi-lagi membelanya, apa hebatnya dia di bandingkan aku? Aku adikmu bukan dia. Abang tidak pernah sadar kalau abang sudah menyakiti aku dengan cara abang selama ini.” Setelah berkata demikian Rava berlari meninggalkan kami bahkan dia meninggalkan pemuda yang bersamanya, pemuda itu hanya bisa menggaruk kepalanya dengan bingung.

“Kamu lihat?” Erwin menatapku dengan tatapan geli, apa sebenarnya maksud bocah satu ini.

“Aku sungguh tak mengerti”

“Siapa namamu?” Tanya Erwin pada pemuda yang masih setia duduk di hadapan kami, dia menatap bingung pada kami berdua. Seolah memastikan siapa kami sebenarnya.

“Delon” Ucapnya meraih tangan Erwin dan menjabatnya.

“Rava tidak akan berucap demikian jika kamu tidak tahu sesuatu dan kuharap kamu mau memberitahu apa yang kamu ketahui itu” Pinta Erwin dengan nada seolah mengancam, kulihat pemuda bernama delon itu gugup. Ada apa sebenarnya?

“Apa maksudmu?”

“Aku tidak suka mengulang pertanyaanku.”

“Win, katakan saja. Kenapa harus memaksa lelaki yang tidak tahu apa-apa?” Ucapku menyela tak sabar.

“Aku tidak suka mencampuri urusan orang lain jadi aku ingin kamu tahu bukan dari aku”

“Win!” Nadaku meninggi.

“Rava mempunyai perasaan pada abangnya” Pemuda itu berucap dengan nada cepat dan tubuhku langsung kaku, aku menganga menatap pemuda yang sekarang terlihat gelisah.

“Kamu bercanda?” Tanyaku pada pemuda yang kelihatan gugup itu. Kulihat Erwin tersenyum tanpa menunggu dua mahluk yang terdiam ini aku langsung bergegas pergi dari sana.

Aku sempat mendengar Erwin berseru “Semoga berhasi!” Apa maksud ucapan itu?

***

Buku jariku terlihat memerah saking kuatnya menggedor pintu adikku tapi tak ada jawaban dari dalam. Aku tahu dia ada di dalam. Hatiku sungguh gusar, apa semuanya benar atau ini hanya permainan tak menyenangkan yang di berikan takdir olehku. Kuharap semoga semuanya taklah benar.

“Buka Pintunya Rav, atau abang dobrak?” Aku berteriak terus menggedor pintu itu

Masih saja tak ada jawaban dan tanpa menunggu satu atau dua lagi aku langsung menghantamkan tubuhku kearah pintu setelah tiga kali pintu itu terbuka dan dapat kulihat Rava sedang duduk di ranjangnya dengan tatapan kearahku dan tatapan itu tidak terbaca.

“Kamu mendengar abang dari tadi menggedor pintumu tapi tidak kamu buka!” Aku berkata dengan nada kesal dan kulihat dia hanya diam tapi tatapnya tak pernah lepas dari mataku.

“Apa sebenarnya salah abang sampai kamu seperti ini?” Aku mulai bertanya dengan nada kasar, sungguh semuanya harus di hetikan sekarang karena semuanya membuat aku gila.

“Salahnya karena kamu membuatku mencintaimu dan membuatku mengetahui kalau kamu mencintai Erwin” Nada dingin itu lagi tapi suara itu sekarang malah mampu membuatku beku dan kaku. Aku tidak pernah menginginkan ucapan itu keluar dari mulut adikku. Aku menyayanginya tapi bukan seperti ini yang aku inginkan.

“kamu sadar apa yang kamu katakan, aku abangmu. Abang kandungmu jadi abang harap kamu tarik kembali ucapan itu” Nada suaraku terdengar gusar, untung saja tidak ada orang dirumah jadi perdebatan kami tak akan di ketahui orang lain.

“Aku mencintaimu, selama ini aku mencintaimu. Sejak usiaku beranjak dewasa aku tak lagi melihatmu sebagai abangku tapi bagiku kamu adalah pria yang kucintai dan aku tidak akan pernah menarik ucapanku itu. Apapun yang terjadi.” Ya tuhan apa salahku sampai adikku sendiri mengatakan cinta padaku tanpa beban sama sekali. Aku hanya mampu memjamkan mata.

“kamu tidak sadar atas apa yang kamu rasakan? Ingat papa dan mama, apa yang akan mereka katakan kalau tahu kamu memiliki perasaan haram itu padaku?” Aku mulai berucap dengan nada lembut berharap dia mampu mengerti.

“Tidak, aku tidak peduli. Aku hanya mencintaimu dan akan selalu begitu.” Kini Rava sudah berdiri di depanku. Aku menatapnya dengan tatapan marah.

“Fine! Terserah kamu mau cinta atau apa. Aku sudah tidak peduli tapi asal kamu tahu kalau aku akan menerima perjodohan yang di tawarkan mama dan kamu akan lihat sendiri bagaimana aku bahagia dengan pilihan mama tersebut” Dengan ucapan itu aku meninggalkannya, aku sempat melihat luka di matanya dan dia tak mampu menutupi keterkejutannya.

Sungguh jika dia bukan adikku semua ini tak akan sulit, jika dia hanya sekedar keluarga jauh atau sepupu seperti Erwin aku tak akan menyalahkannya tapi dengan sadar aku tahu dia adikku bahkan adik kandung yang artinya darahnya sama denganku. Bagaimana bisa aku menjalankan hubungan dengan dosa besar seprti itu.

Mungkin memang jalan satu-satunya adalah menerima wanita pilihan mamaku dan hidup bahagia bersama anak dan istriku. Semoga semuanya tak terlalu sulit...

-NB : Squel MA-
«1

Comments

Sign In or Register to comment.