BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

he catched me

Sudah hampir setengah jam aku berdiri -bergelantungan menunggu orang -orang ini turun, menunggu kursinya kosong lebih tepatnyaa, kakiku sudah pegal sekali berdiri, berjalan kesana kemari menenteng ijazah dan lamaran dari pagi, ingin sekali rasanya aku duduk selonjoran sebentar saja, kalo bisa ku lepas kaki ini biar aku tidak merasakan pegalnya. Tapi itu tidak mungkin bukan, hmmm sudah berapa lamaran ku yang aku titipkan hari ini? 3 atau 4 ya? ah aku lupa, semoga saja salah satu dari mereka menelpon ku.
"Apa lo nggak capek berdiri dari tadi?" tiba tiba seseorang menarik tangan ku yang satunya hingga aku terduduk disebelahnya.
"Eh.,..... Makasi ya" jawabku kikuk, aku bingung mau jawab apa, lagian aku tidak begitu tertarik bercakap sekarang, penampakan nya sih cukup manis, satu lesung pipit menghiasi pipi kiri nya. Senyum nya juga menawan, dan keliatanya baik, huft apa peduliku?

Begitu pantatku dan bangku besi ini bertemu ku luruskan kakiku lalu ku urut urut kedua lututku, satu dua nafas lega mengalir begitu saja, kenapa semua orang begitu tertarik ke kota ini kalo mencari kerjaan saja susahnya minta ampun? Hmm pantas saja ibuku melarang aku kesini. "Kenapa harus jauh jauh ke kota dek? disini juga banyak yang bakalan nerima ijazah kamu" bujukan ibu yang terdengar lebih pasrah dari sebelumnya, sepertinya sudah tidak mau bersitegang dengan ku.

"Sepertinya kau sangat lelah" tiba- tiba seseorang yang duduk di sebelahku, yang tadi menarik tanganku, menyikut pinggangku
"Tidak terlalu" jawabku dengan senyum yang dipaksakan
"Oh tuhan apa apaan orang ini? Emang kalo aku capek dia mau apa? Mau ngasih aku minum gitu?" batinku kesal
"Hmmm, siapa namamu?" tanyanya kemudian, dengan senyum yang begitu ikhlas
"Panggil saja udin" jawabku datar, apa apaan dia pake nanya- nanya nama, ini kan kota besar, hari ini aku duduk disampingnya, besok dia bisa saja hilang entah kemana bukan.
"Hah? Masih ada ya nama seperti itu?" ck!!! sombong sekali orang ini, emang kenapa nama udin? Memang sih itu bukan namaku, aku asal jawab saja tadi. Tapi itukan tidak sopan sekali, meremahkan sebuah nama, coba kalo itu nama asliku, ku bejek dia, nama kan sebuah do'a.
"Aku rian" sambungnya lagi menarik tangan kananku lalu di genggamnya kemudian di goyang sedikit handshake istilah anak mudanya. Benar- benar orang kota tidak tau sopan santun, dia tidak tau apa kalo aku capek, dari tadi ganggu banget, maen tarik tarik aja dari tadi, aku ini kan turunan monkey de luffy si manusia karet bisa melar kemana-mana nih. Hmm sudahlah
"Salam kenal" jawabku dengan senyum yang benar benar dipaksakan,dengan mata di sipit- sipitkan.

"Hey din, din aku turun duluan ya"
"Hmmm" gumamku lelah, kurasakan seseorang memegang kepalaku lalu di taruhnya pelan ke sandaran kursi
"Eh din kamu mau turun dimana" sambungnya lagi
Benar- benar keterlaluan ini orang, sukanya mengganggu ketenangan orang lain, guru fisika ku saja tidak mau membangunkan muridnya yang tertidur, dia ini bukan siapa- siapa malah menggangu saja dari tadi.
"Di halte nomer 2 terakhir, kalo mau duluan, duluan saja" jawabku benar- benar- benar malas
"Nah abis ini nih, ayo buruan sudah mau sampai nih" jawabnya mengguncang guncang tanganku, sontak saja aku terbangun lalu langsung berdiri namun kepalaku yang begitu sakit membuat tubuhku tak seimbang, mata yang masih berkunang- kunang belum siap menerima cahaya ruangan ini, terang saja aku mencari pegangan yang bergelantungan itu, sialnya tidak satupun yang bisa di raih tanganku dengan cepat, malah tangan orang yang ada di depanku yang ku pegang, tapi karena tidak pas di genggamanku, badanku merosot begitu saja, hingga kepalaku terjatuh tepat didadanya, syukur ditahan nya badanku, namun cara apa yang dia gunakan ini, dia hanya menahan kerah kemeja balakangku dengan satu tangan nya, apa dia pikir aku ini anak kucing yang mau dia buang di pinggir jalan? Orang kota kesekian yang lebih sombong lagi. Cepat ku pegang kedua pundaknya lalu kucari pegangan yang tidak sempat ku tangkap itu.
«134

Comments

  • Ku kedip- kedipkan mataku agar lebih terbiasa dengan cahaya ini. Begitu mataku terbuka kulihat rian sedang mendekap mulutnya sendiri, sedangkan yang lainya, yang masih tersisa di dalam ruangan ini senyum senyum masam ga jelas, benar- benar keadaan yang memalukan, ku benamkan wajahku sejadi jadinya, "mati saja kaliaaaaaan" umpatku dalam hati. Lalu tiba- tiba bus ini berhenti, lagi karena aku belum siap dan kuda- kuda ku belum pas, pertahananku runtuh begitu saja "dug" kepalaku membentur sesuatu yang keras, sepertinya bukan besi, lebih seperti batu. Tapi mana mungkin dengan sebuah batu, ku usap bagian yang membengkak itu, lalu kulihat orang di depanku melakukan hal yang sama, hmm syukurlah tidak cuma aku yang terbentur, pikirku lega dengan senyum aneh menahan tawa.

    "Kepalamu keras juga ya" tiba- tiba rian bicara di sampingku, setelah kami. Dia lebih tepatnya berhasil menyeret aku keluar dari bus terkutuk itu tidak melepaskan genggaman nya di tanganku, sejak kepala kami berbenturan tadi
    "Tapi aku tidak keras kepala sepertimu" jawabku ketus yang hanya dibalasnya dengan senyuman lumayan manis, aku rasa kadar glukosa di senyumnya berkurang, dia menjadi begitu menjengkelkan sekarang.
    "Kamu mau nyambung angkot nomor berapa?"
    "Aku pake angkot warna putih nomor 1"
    "Aku juga" jawabnya yang lagi lagi menyeretku
    "Apa kau tidak akan melepaskan tanganku?" tanyaku saat kami sudah duduk di dalam angkot di samping pak supir, pelan dilepasnya tanganku lalu dia diam tidak banyak bicara seperti sebelumnya, lama angkot ini diam disini, menunggu 1 - 2 penumpang yang tak kunjung datang, dan akhirnya melaju dengan kecepatan seadanya satu - dua kali mengangguk angguk ketika si sopir mengerem, menepi menaik atau menurunkan penumpang. 15 menit perjalanan akhirnya mini market yang menutupi gang rumah kakak ku sudah terlihat
    "Kiri" suaraku dan rian berbarengan, ku palingkan wajahku ke luar jendela, saat angkot sudah berhenti mengangguk angguk, kubuka pintu dengan segera, lalu ku rogoh kantongku mencari recehan pembayar ongkos.
    "2 pak" suara rian menyerahkan ongkos ke pak sopir, aku hanya diam mematung di pinggir jalan memegang 5000 an, lalu rian melwatiku begitu saja
    "Hey ini ongkosnya" teriakku berlari mengejar rian
    "Tidak usah" jawabnya tersenyum kearahku
    "Hmm makasih" jawabku pasrah, lalu dia sampai duluan di rumahnya, ku lanjutkan berjalan sendirian menyusuri komplek ini, lelah sekali hari ini, ku seret- seret kakiku hingga akhirnya sampai di rumah, salim dengan kakak ku, dengan suaminya, menuju kamarku, lalu tertidur kehilangan kesadaran.

    Jacob

    "Pagi jac" ucap seseorang dari belakang ku, memeluk ku semakin erat, terasa gundakan yang mulai mengeras bergesekan dengan tulang pinggul ku, mengikuti garis pantat ku membelah dua gundukan indah"
    "Pagi car.......lllllos" jawab ku sedikit ragu dengan nama yang aku ucapkan, sembari menarik selimut lebih keatas guna menutupi tubuh telanjang ku.
    "Oh jac, siapa itu carlos?" tanyanya dengan nada tidak senang tepat setelah sapaan pagi yang aku ucapkan,
    "mati aku, aku lupa namanya" batinku dongkol menggaruk garuk kepala yang benar- benar tidak gatal sama sekali.
    "Oh, jac, apa aku benar benar tidak bisa masuk kedalam duniamu?" lanjutnya lagi mengusap- usap dadaku mengeratkan pelukan nya.
    "Mengertilah car........"
    "Bian" potongnya cepat
    "Ya, bian, selamat pagi, apa kau menolak untuk mengerti kalo aku tidak mencintaimu?"
    "..............."
    "Bahkan untuk mengingat namamu saja aku tidak bisa by.........an" sambungku kagok memisahkan diri dari tangan nya yang menggosok dada bidangku
    "Lalu siapa carlos? Seseorang yang pernah kau cintai?"
    "Just another one night stand"
    Jawabku santai mengeluarkan tubuh telanjangku dari selimut tebal kamar hotel yang aku datangi semalam, mencari -cari pakaian yang sudah berhamburan kemana mana semalam. Di ikutinya badanku yang berjalan dari satu titik ke titik lainya mencari pakaianku yang entah berada dimana.
    "Aku akan terus berusaha cristopher jacobus"
  • suara byan terdengar keras saat aku mulai membuka pintu kamar ini, pulang dan beristirahat.
    "Terserahmu" jawabku menoleh kearahnya dengan senyum yang ku buat- buat Lalu kutinggal hotel tempat aku menumpahkan nafsu semalam.

    Delvino putra latif

    "Iya bun alhamdulillah aku lolos, senin depan mulai ker.." tiba- tiba Seseorang menyenggol tanganku saat semua orang berdesakan masuk kedalam bus, sontak saja aku kehilangan keseimbanganku, hp ku terjun bebas lalu merosot entah kemana. Sial, lagi ngasih kabar bahagia aja kena sial begini, kapan sih aku ini bisa hidup santai dan tidak sial begini, seolah olah aku ceroboh sekali, padahal kan aku udah hati- hati. Semua gara gara orang kota yang tidak bisa sabaran ini, sudah jelas pintunya kecil masuk pake dodorongan lagi. Jadi hilangkan nih hp ku. Batinku mendongkol kesal tak karuan.
    "Nih" tiba tiba seseorang berjongkok di depanku menyodorkan hp ku
    "Waaaaah, terimakasih" jawabku menggenggam tangannya lalu berdiri bersamaan, ku cari gelantungan agar berdiriku pas dan berbalik kesisi lainya. namun memang sial yang tak pernah jauh dari hidupku, lagi - lagi saat aku belum sepenuhnya memegang pegangan yang tersedia itu, bus yang kutumpangi ini berputar berbalik arah, jadilah aku terseret kebelakang dengan cepat, kurasakan punggungku bertubrukan dengan sesuatu yang tidak begitu keras tapi cukup sakit, namun terasa nyaman, tanganku memegang sesuatu yang melingkar di pinggangku ketika tidak satupun sesuatu yang pas kutemukan untuk menahan tubuhku. Ku lepas genggamanku saat suara meringis terdengar di telingaku, sontan aku berbalik menghadap sumber suara itu, "aw" suara lain terdengar saat aku mendongak melihat siapa pemilik tangan yang ku genggam dengan erat tadi.
    "Ma... Maaf aku tidak sengaja" ucapku tertunduk saat aku sadar, lagi- lagi aku berbuat salah
    "Buat yang mana?" jawabnya dengan suara gemetar menahan tawa, kenapa? Kenapa dia tertawa, aku sudah memeras tangan nya, mengadu kepalaku dengan hidung bangir nya.
    "Bu.. Buat se muanya"
    "Apa yang malam itu juga?"
    "Hah?" jawabku dengan jidad penuh kerutan menghadap ke wajahnya, untuk gerakan yang lebih pelan kali ini, takut mematahkan hidung sombong itu.
    "Ah, lupakan saja"
    "Te... Terimakasih" jawabku cepat berputar arah, menggaruk garuk kepalaku yang tidak gatal, kembali tertunduk mencoba mengingat- ingat apa yang terjadi semalam antara aku dan dia. Tidak ada seingatku.

    ____________________________________________________________________________

    "Put, tolong ke warung acik sebentar, catatan nya kakak taruh di atas kulkas" teriak kak niki menggedor pintu kamarku
    "Warung acik yang mana sih kak?"
    "Itu disebelah rumah yang ada gazebo nya itu"
    "Ya ya ya" teriak ku malas- malasan keluar dari selimutku, menaruh hp lalu cuci muka dan gosok gigi sebentar, sudah 2 hari ini aku cuma malas- malasan di dalam selimut atau hanya menonton tv menjaga ponakanku yang baru bisa merangkak kesana kemari, ku sambungkan handsfree ketelingaku, ku keluarkan sepeda gunung abang ipar ku dari garasi lalu ku kayuh menuju tempat tujuan, "ini kan sudah pukul 9, malah belum bikin sarapan" rutukku kemudian, kebiasaan kakak ku, suka malas bikin sarapan, sukanya beli jadi. Tapi untungsaja komplek ini masih banyak pepohonan nya. Jadi tidak begitu panas kurasakan.

    "Apa kabar" tanya orang dengan senyum manis yang di hiasi lesung pipi disebelah kiri itu
    "Kok?" jawabku heran melihat orang didepanku
    "Hah? Eh, kok malah bengong?" tanya nya menggaruk garuk kepalanya yang aku yakin tidak gatal sama sekali
    "Eh ini" jawabku kemudian menyodorkan sepotong kertas kearahnya
    "Hmmmmm, cuma kecap dan garam?" tanyanya menggosok- gosok dagunya yang botak tidak berbulu sembari membolak- balik kertas itu
    "Apa kau anak 3 tahun? Atau mungkin kau penderita alzeimer akut?" sambungnya berbalik arah mengambilkan apa yang tertulis di kertas itu, cuma dua benda dan aku membawa secarik kertas untuk itu seperti anak- anak? Lagian kenapa dia bisa ada disini sih? 2 malam yang lalu saat aku membeli minuman dingin cuma kakek tua yang masih terlihat cukup segar yang melayaniku, kok sekarang malah dia. Apa dia cucunya. Batinku sembari menggaruk garuk kepala, tapi tidak ada kemiripan antara mereka. Sama sekali tidak.
    "Ini kembalianmu"
    "Te, terimakasih" jawabku kagok mengamit sejumlah uang yang disodorkan nya, lalu berbalik badan sembari membenarkan handsfree ku
    "Hey, belanjaanmu ketinggalan" teriaknya samar saat aku sudah hampir menaiki sepedaku, aku hanya menatapnya dengan alis yang terangkat sebelah, kemudian dia menyodorkan kresek dari balik etalase setinggi dada itu, cepat ku sambar kresek itu lalu ku ucapkan terimakasih dan segera berlalu.
    "Sama sama udin" jawabnya dengan senyum renyah yang membuat pipiku memerah dengan sempurna, entah kenapa aku malu sekali.

    Jacob

    "Pagi byan" sapaku kepada cowok yang sedang manaruh sarapan di meja sebelah kasur,
    "Tidurmu nyenyak?" tanyanya tanpa menjawab ucapan selamat ku
    "Ya, kamarnya lumayan nyaman" ku kelilingi kamar gelap yang dipenuhi dengan cahaya cahaya kecil yang membuktikan tirainya memiliki cukup banyak lobang. "Lu-ma-yan menyedihkan untuk disebut penginapan" batinku.
    "Hmm apa tidak ada ucapan selamat pagi buat ku?" lanjutku memecah kecanggungan yang tercipta antara aku dan byan.
    "Ayolah jac, berhenti memanggilku byan, siapa itu byan?" jawabnya mengelus jambang dan rahang pipiku, dimainkan-nya bibir bawahku dengan jari jempolnya, kemudian di kecupnya pelan, 'ciuman singkat yang membosankan' aku menghela nafas panjang lalu kutatap matanya, tak lama bibir atas dan bawahku bergantian di kulumnya, tanganya sibuk menjambak rambutku, kurasakan sesuatu yang keras bergesekan di selangkanganku.
    "Sarapanku, apa sudah boleh dimakan?" potongku saat bibirnya mulai mendekat kembali ke bibirku.
    "Sendoknya please, aku gabisa menggapainya nih, tanganku kau tahan" sambungku saat dia mencoba menurunkan selimut yang menutupi badan telanjangku.
    "Wajahmu terlihat tak senang? Ada apa? Apa aku terlihat akan memakan bagianmu?" tanyaku dengan wajah datar, lalu menyuap kembali bubur ayam yang telah disipakan pria yang bukan bernama byan ini.
    "Kapan kau akan menjadikan ku pacarmu?" tanyanya memiringkan wajahnya, menatap mataku, lalu berkedip - kedip seperti anak anjing.
    "Stop to be a dreammer boy, kamu orang kesekian yang melakukan ini, ingat, kamu cuma satu dari sekian banyak teman o-n-s ku" jawabku menaruh mangkok dengan sedikit keras sehingga terdengar bunyi peraduan benda kaca itu dengan benda kaca lainya. Ku kenakan bajuku lalu pergi.

    Sudah 15 menit aku duduk di pojok bus ini melihat suasana kota di hari minggu yang begitu membosankan, halte berikutnya tempat anak itu turun, anak ceroboh yang kemarin hampir saja mematahkan tulang hidungku. Anak yang minggu lalu menabrak dadaku dengan kepalanya, anak yang tidak pernah bisa mengamit pegangan dengan benar. Mungkin aku hanya tua satu- dua tahun dari nya. Tapi kenapa dia masih terlihat begitu polos, apa masih ada dikota ini, pemuda seumuranku yang masih polos macam dia? Atau dia bukan anak asli kota ini?
    "Hmmmmmm?" gumamku tak percaya, mataku tertuju pada seorang pemuda yang berlari tergesa- gesa mengejar pintu bus yang akan tertutup secara otomatis, akhirnya dia bisa masuk dengan selamat, sesampainya di dalam bus dia tidak langsung mencari pegangan, malah merukuk memegang lutut dan mencoba mengatur nafasnya yang tersisa satu- satu.
    "1.... 2.....3.......4......"
    "Bruk"
    "yah, hitunganku meleset" gumamku menepuk jidat, kulihat dia terjatuh saat bus mulai maju, meninggalkan halte dimana dia berlari lari tadi. Satu dua halte telah berlalu akhirnya. Tapi bocah ceroboh itu masih saja bergelantungan meskipun kursi kosong dimana mana, apa dia tidak capek? Hmmm mungkin halte berikutnya, pikirku memperhatikan setelan nya yang santai, sepatu kets berlambang bintang dipadu dengan celana pendek dan kaos berlengan panjang, hmm dia sudah tidak terlihat seperti sales sekarang, dia terlihat lebih muda dengan setelan ini. Halte ketiga di lewatinya begitu saja, masih berdiri mematung melihat keluar jendela, dilangkah kan nya kakinya dengan santai mengarah ke pintu bus, saat suara siap- siap terdengar dari spiker bus, namun kali ini cepat di raihnya besi pembatas kursi panjang itu. Tak terasa kini aku juga sedang berada di mall yang sama dengan nya, entah mengapa kakiku terasa mengayun sendiri mengikutinya. Ku sempatkan membeli kaos baru dan sebuah parfum, saat mataku melihatnya dengan pandangan sedih memasuki sebuah toko buku.
    "Kalo hanya ke toko buku kenapa meski keliling- keliling ga jelas sih, gatau gue capek apa?" dengusku saat kuserahkan sebuah credit card kepada kasir.
    Ku kelilingi semua tempat di toko ini, mulai dari rak bertuliskan novel terlaris - baru -hingga ke novel selera bapak ku, ku lalui rak yang bertuliskan komik yang dipenuhi anak- anak remaja hingga yang lebih dewasa dari ku. Masih tidak ada, di buku buku agama, majalah, hingga pengetahuan umum masih tidak ada. Apa dia sudah pergi? Apa secepat itu? Akhirnya aku putuskan untuk meninggalkan tempat ini, ku langkahkan kakiku menuju jalan keluar terdekat yang ada di depanku, dimana ibu - ibu banyak berdiri memilah milah buku di rak - rak yang bertuliskan anak. Satu dua anak dari mereka berlari kesana kemari, seketika langkah ku berhenti melihat seseorang membelakangi ku mencoba menggapai sebuah buku di rak paling atas, dengan sigap ku ambilkan buku itu untuknya, kok malah kaya iklan susu ya? Dengan senyum canggung di terimanya buku bertuliskan 'gizi baik ibu dan sibuah hati'.
    "Apa kau menyusui?" bisik ku ketelinganya, yang dibalasnya dengan tatapan aneh dengan sebuah alis terangkat, ku ambil buku yang dipegangnya lalu melaju menuju kasir, antri sebentar kemudian ku serahkan buku dan sebuah creditcard kepada mbak kasir nya. Dia hanya mematung di belakangku, saat aku melaju mambawa kresek berisi buku itu dia hanya diam dan memperhatikan aku berlalu. Hingga akhirnya aku berbalik ke arahnya, ku tarik tangan nya.
    "Ma... Mau kemana kita?"
    "Aku lapar"


    Putra

    Di taruhnya kresek putih itu di atas meja sesaat setelah kami selesai memesan makanan.
    Ku perhatikan struk yang ter steples dengan rapi di plastik itu, 97 rb, astaga bahkan aku belum berencana membelinya, aku kan cuma mau melihat saja tadinya, lagian semua buku ibu anak kenapa bisa semahal ini? Mana tadi kak niki minta tolongnya lewat telpon lagi, ludes sudah uangku, ga jadi beli novel nih, mana disini makanan nya mahal semua lagi.. Oh tuhan, bisa bisa aku di marahi ibu nih kalo sempat minta di transferi lagi. Ini semua gara gara orang di depanku.
    "Kamu kenapa din?" tanyanya saat aku menggaruk garuk kepalaku yang tiba tiba terasa gatal sekali
    "E... Eh, gapapa bang" jawabku mencoba bersikap normal meluruskan duduk ku, ku keluarkan dompetku lalu ku serahkan uang 100rb an kepadanya.
    "I... Ini buat bukunya" ku tarik kresek itu dan ku taroh di atas kursi di sebelahku
    "Hmmmm tidak apa apa bawa saja?"
    "Hah? Yang benar?" kataku spontan dengan senyum merekah
    "Ya" jawabnya singkat dengan senyum renyah
    "Ee, eh ga usah terimakasih" jawabku dengan senyum kecut, kuserahkan kembali uang itu kepadanya.
    "Emang buku itu buat siapa din?" jawabnya tanpa menggubris tanganku
    "Buat kakak aku nih bang, rese emang dia, tadi waktu aku mau berangkat dia ga bilang mau nitip, eh waktu lagi asik asikan ngeliatin novel dia malah nelpon minta di cariin buku ini, mana bukunya mahal lagi, coba aja kalo dia bilang dari rumah kan aku bisa minta duitnya sekalian" cerocosku panjang lebar yang hanya di balasnya dengan senyuman
    "Eh ini duitnya" sambungku lagi menyodorkan duit itu kepadanya
    "tidak usah, simpan saja, jangan minta ganti ya kekakakmu?" jawabnya menahan tawa
    "Hah?" jawabku menatapnya dengan jidad penuh kerutan
    "Astagaaaaaaaa" gumamku kemudian menepuk nepuk jidadku.
    Dia hanya tertawa hingga kami selesai makan, dan lagi lagi dia yang bayar. Akhirnya selesai makan kami berpisah pulang kerumah masing- masing, banyak yang aku obrolkan dengan nya, bang jacob memanggilku udin meski sudah berkali kali aku sampaikan itu bukan namaku, bang jacob sudah bekerja 3 tahun sebagai konsultan di sebuah bank, sedangkan aku baru saja bekerja seminggu di bagian penataan K3 di sebuah pabrik. Bang jacob seorang keturunan yang lebih tua 2 tahun dari ku. Nama dan ras nya begitu berbeda. Namun aku tidak ingin menanyakan itu. Dia orang yang baik dan lawan bicara yang menyenangkan.

    "Drrrrrt" Tiba tiba sebuah aplikasi chat berwarna hijau di hp ku mengeluarkan sebuah tulisan di layar "udah nyampe din?" yang ternyata pesan dari bang jacob
    "Belom nih bang, macet ih" jawabku cepat
    "Ooooh" jawabnya kemudian yang kusambung dengan dengusan nafas panjang
    "Kalo ga niat ngechat ga usah ngechat aja sih bang" akhirnya kuputuskan mengirim pesan itu 2-3 menit kemudian
    "Lah, kamu kenapa din?"
    "Ga, gapapa bang" balasku cepat, males banget aku kalo chat ku dibalesnya cuma ooooh doang. Bikin mood-down.
    "Abg minta maaf ya din, kalo abg punya salah"
    "Ga, gapapa bang, aku aja yang sensi, maaf" jawabku kemudian menyimpan hp ke kantong lalu beranjak menuju kursi kosong yang ada di dekatku. Lalu ku keluarkan lagi hp ku berniat membalas chat dari bang jacob.

    Jacob

    "Kalo ada yang kamu ga suka bilang aja din, gapapa ko, ga usah ngambek- ngambek gitu ah" ku kirimkan pesan itu akhirnya.
    "Hmmmmm, aku cuma ga suka aja kalo di bales oh gitu bang"
    "Hmmmmmmmm" bales ku kemudian sembari menggosok gosok dagu ku.
    2-3 menit kemudian ku buka lagi chatingan ku dengan udin, sudah dibaca kok ga dibales ya?
    "Din? Ko ga dibales?"
    "Hmm?" lah marah lagi dia karena aku cuma bales gitu
    "Maaf deh din, abg udah kebiasaan sih"
    "Makanya jangan dibawa ke aku bang, kan aku udah bilang aku ga suka"
    "Kan kamu ga sukanya oh din, abg ngirim nya hmm, kan beda"
    "TAUK AH" jawabnya kemudian, yang lantas membuatku tertawa terbahak bahak, kubuka pintu kamarku ku taruh sepatu di tempatnya.
    "Eh abg udah nyampe rumah nih, mau mandi dulu ya, kamu udah nyampe mana?"
    "Masih di bus bang" balesnya kemudian
    "Oh iya silahkan, btw makasi ya buat buku sama makan nya" sambungnya
    "Iya din gapapa, mau mandi dulu nih, mau bareng ga?" balasku kemudian sembari melempar hp ku ke kasur, lalu menuju kamar mandi yang memang ada diruangan kamar ini, ku guyur badanku melalui air hangat yang ku setel.

    Putra

    Kutaruh sepatuku di tempatnya, kubaca salam sembari mengetuk - ngetuk pintu
    "Walaikum salam" saut kak niki berjalan mengarahku dan membukakan pintu
    "Tumben kamu jam segini udah pulang put" tanya kak niki membuka percakapan ketika aku melaluinya masuk kedalam rumah
    "Gimana mau lama- lama kak, duitku abis buat beli buku ini" kutaruh buku itu di meja ruang tv, lalu ku gendong ponakan ku yang sedang mengejar krincingan nya yang terlepas
    "Kamu jaga sani dulu ya" celoteh kak niki melaluiku,
    "huftttt gatau om nya capek apa" celotehku kemudian mengayun sani diudara
    "Bentar put, kakak mau nyiapin makan malam dulu"
    "Lah, abg kemana kak, kok ga keliatan?" tanyaku tanpa jawaban, karena kakak ku sudah menghilang ke dapur.
    "Kakak mu nitip apa put?" tiba- tiba terdengar suara abang ipar ku
    "Itu bang, kak niki nitip majalah ibu anak yang biasa ada di bawah meja tv gitu"
    "Ooooh, lah kok tumben kamu pulang cepet dari toko buku?"
    "Orang si kakak nitip nya lewat telpon, duitnya kan ga di kasih dari rumah, aku ga jadi beli buku deh" jawabku santai masih sibuk bermain dengan ponakan ku
    "Eh hari ini ga keluar bang?" tanyaku kemudian
    "Engga nih put lagi pengen istirahat aja dirumah" jawabnya santai mengganti ganti chanel tv
    Setengah jam kemudian makan malam beres, ku serahkan ponakanku ke ibunya lalu berlalu ke kamar, ku lempar tubuhku ke kasur, lalu ku chek hp ku, hmmm ada beberapa pesan, dari grup teman teman sma, dan dari bang jacob, ku baca pesan- pesan ga jelas dari teman sma ku yang ribut entah kenapa, tapi aku lagi males nimbrung jadi aku cuma jadi SR deh, lalu ku balas pesan bang jacob.


    "Udah makan malam din?"
    "Belum nih bang, lagi rebahan aja, abg?"
    "Belum juga nih, ga ada temen"
    "Lah, emang keluarga abg kemana?"
    "Ga ada yang nyuapin nih"
    "Hah?" masa udah umur segini makan masih nunggu disuapin, apa bg jack semanja itu?
    "Kenapa din?" balas nya kemudian
    "Eh, gapapa bang"
    "Masa iya umur segini makan masih nunggu disuapin bang?" tanyaku kemudian
    "Ya emang harus disuapin din"
    "Tadi aja bisa makan sendiri kok"
    "Abg sakit?" lanjutku lagi
    "Jadi abg harus sakit dulu nih biar udin mau nyuapin abg?"
    "Abg ga malu disuapin gitu di tempat umum makan nya?"
    "Ya di tempat tersembunyi atuh din"
    "Hahaha becanda aja bang, aku makan dulu ya, udah di teriakin nih"balasku singkat menaruh hp di kasur, lalu ku ambil lagi
    "Abg jangan lupa makan malam, jangan nunggu disuapin lagi" ku kirim lagi pesan kepada bang jack. Pesan terakhir minggu malam ini, besok kembali bekerja dan melanjutkan rutinitas baru ku.

    Seminggu sudah berlalu, hubungan ku chatingan dengan bang jack lama lama mulai terasa canggung dan membosankan, mungkin karena aku dan dia sama sama sibuk. Hari ini hari barokah, weekday terakhir, jadi besok libur "bisa bolak balik diatas kasur deh kaya ikan panggang" gumamku senyum senyum sendiri
    "Kamu besok ada acara din?" tanya orang di depanku
    "Belom tau nih yan" jawabku memasukkan udang yang di balut tepung goreng renyah kedalam saus lalu menyantapnya
    "Hmmmm" jawabnya melakukan hal yang sama denganku, aku tatap dia dengan tatapan bingung menunggu lanjutan nya
    "Gapapa" jawabnya kemudian membuatku lemas tak bertenaga, kucondongkan wajahku ke depan ke arahnya ku lihat orang- orang sekelilingku dari sudut sudut mataku, lalu ku tatap lurus ke mata rian "tek" ku pukul jidad nya dengan sumpit yang kupegang
    "Sial" umpatnya kemudian
    "Kamu tuh sial" jawabku malas lalu melanjutkan makanku.
    Sore ini aku dan rian makan di salah satu tempat makan dekat kantor, agak jauh juga sih, kami kesini nebeng atasan nya rian, bapak farid begitu aku memanggilnya, sebenarnya dia belum begitu tua, cuma beda 3 tahun kurang dari aku dan rian tapi karena dia atasan jadi aku memanggilnya bapak. Oh iya bagaimana aku bisa mengenal rian dan atasan nya, karena rian bekerja sebagai analis di laboratorium di perusahaan tempatku bekerja. Jadi deh 3 hari ini aku dan rian pulang bersama.

    Tapi karena hari ini dia malas berdesak desakan di bis, dan mau ngetraktir anak baru katanya kami makan dulu sebentar dengan di antar pak farid ke sini, bukan apa apa, tapi memang kebetulan pak farid pulangnya lewat sini, sebenarnya rian sudah bilang ke pak farid gabung makan dulu dengan kami, kan kalo buru- buru pulang sekarang jalanan masih macet. Tapi karena dia buru buru kami bisa apa.

    "Udah pulang kerja belom din" tiba tiba hp ku bergetar dan tulisan itu tertera begitu saja di layarnya
    "Udah bang, ini lagi makan di xxxx, nunggu macet nya reda dulu lah" jawabku cepat
    "Hmmmm, ntar kalo udah naik bis nya bilang ya"
    "Kenapa emang?" balasku menggaruk garuk kepaluku yang tiba tiba gatal
    "Biar bareng"
    "Oke" balasku mengangguk lalu kutaruh kembali hp ku di meja

    "Siapa?" tanya rian santai
    "Bukan siapa siapa" jawabku santai melanjutkan makan ku

    -jacob-

    "Aku udah di bus nih bang" sudah 10 menit pesan itu masuk ke hp ku, tapi bis yang dia naiki belum juga terlihat
    "Udah dimana din bis nya?" akhirnya ku kirimi juga dia pesan
    "Udah mau belokan masuk ke halte xxx nih bang" balasnya kemudian, hmmm berarti sudah dekat, batinku, ku simpan hp ku lalu siap siap naik bus.

    Berhasil menaiki bus dan menemukan orang yang ku tunggu namun Pandanganku tertuju ke orang di sebelah udin, dia orang yang waktu itu, orang yang dua minggu lalu ngajak udin kenalan di bus ini.
    "Astaga, apa dunia sekecil ini?" gumamku yang dibalas nasehat bapak tua yang duduk di depanku, jangan sering mengeluh, beliau pikir aku mengeluh karena gabisa sempit sempitan di bus ini, lagian apa gumamanku selantang itu? Pikirku menggaruk garuk kepala yang benar benar ga gatal, ku jawab bapak itu dengan senyum seadanya. Lalu ku arahkan lagi pandanganku ke arah udin, namun mataku malah bertemu dengan cowok itu, langsung saja dia memalingkan wajah terlihat kikuk dan malu, ku lihat udin malah asik tertidur di pundaknya. "Dasar bocah" gerutuku.


    -putra-

    "Dari mana saja put?" tanya abg ipar ku membuka obrolan saat aku duduk disofa depan tv meluruskan kaki ku
    "Eh, tadi pulang kerja makan dulu bang di deket kantor, sambil nunggu macet reda"
    "Tapi kok baru sampe jam segini?" tanyanya ikut duduk di sampingku
    "Aku ketiduran di bus, jadi saja ngikut bus sampe halte terakhir"
    Sontak saja terdengar suara tawa dari pasutri ini
    "Kamu mau makan lagi din?" tanyak kak niki akhirnya sembari menahan tawa
    "Engga kak, aku mau langsung tidur aja" jawabku berpamitan menuju kamar

    Ku regangkan semua tulang tulangku, ku eratkan selimut dan ku peluk gulingku lebih erat lagi, ku lihat sinar mentari mulai masuk melalui celah hordeng jendela yang terbuka, lantas saja aku berbalik membelakangi sumber cahaya tersebut, tapi karena sinar yang ditangkap mataku sudah terlalu banyak dan kondisi kamar juga udah cukup terang aku gabisa tidur lagi. Dengan malas ku gunakan celana pendek dan singlet ku, ku raih hp lalu berlalu ke ruang tv - menonton. Membosankan, ga ada acara yang bagus, ku taruh remote itu kembali, ku raih hp ku lalu menuju kamar lagi.

    -jacob-

    "Come on byan, masih banyak pria yg lebih baik dari gue di luar sana" jawabku lemah, kenapa setiap teman berkencan ku selalu meminta aku menjadikan mereka kekasih? Keras kepala, tidak pernah mau mengerti aku. Lagian aku juga udah menolak cowok bernama byan ini berkali- kali, tapi kenapa dia tidak mengerti?
    "Tapi a... Aku... Aku mencintaimu jac" jawabnya meraih tanganku, di usap usapkan nya ke pipiny, "sok manis" batinku seraya menarik tangan ku keluar selimut mencari pakaianku
    "Kau kejam jac"
    "Aku tegas" jawabku tanpa melihatnya
    "Kau bajingan"
    "Keputusanmu yang membuatku kesini, you call me first " jawabku dingin.
    "Aku melakukan ini agar kau menerimaku" gumamnya lemah mengejutkan ku, kututup pintu yang sudah terbuka ini. Lalu aku berbalik menuju dia, kulihat dia tersenyum dengan tampang bingung. "Ka.. Kau kembali?" tanyanya tak percaya, ku pegang kedua pipinya, ku usap lembut, lalu ku kecup jidadnya. Kulihat rona tak percaya dari wajahnya, matanya yang bulat berbinar di iringi senyum merekah.
    "Beginilah seharusnya sebuah hubungan berjalan" ucapku melepas tangan ku dari pipinya
    "A.. Apa kau baru saja menerimaku?" tanyanya tak percaya meraih kembali tanganku lalu mendekapnya di dadanya.
    "Tidak, aku sama sekali tidak menerimamu" jawabku melihat dalam matanya, ku telusuri wajahnya, ku lihat buah jakun nya begerak lambat naik turun
    "Maksudku itulah yang harusnya di lakukan orang yang mencintaimu setelah kalian bercinta semalaman" kembali wajahnya berubah bingung tak paham dengan yang ku maksud.
    "Carilah orang yang mencintaimu, yang menerimamu apa adanya, yang tidak akan menuntut sesuatu dari mu, yang akan menanti hingga kau siap memberi apa yang diinginkan nya, sadarlah fabyan samawi, kau tidak kekurangan apapun, kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan, tapi ingatlah kau harus dapat memilih dengan benar, hanya dia yang benar benar mencintaimu yang akan menemanimu, menunggumu untuk sebuah cinta yang di milikinya. Jangan lakukan ini lagi untuk mendapatkan sesuatu yang kau inginkan" sambungku menarik tanganku dari dekapanya, kurasakan detak jantungnya semakin cepat saja dari tadi, ku cium jidadnya lalu ku acak rambutnya.
    "Aku pergi, hubungi aku kalau kau sudah mendapatkan orang yang mencintaimu" candaku sedikit berteriak kearahnya.


    -flashback jacob-

    malam ini dia mengajak ku ke sebuah kamar kosan dimana biasanya dia beristirahat jika ada kuliah sampe malam dan terlalu mengantuk untuk pulang kerumah. Baru kali ini aku dibawanya kesini, selama ini kita cuma main di rumahku atau di rumahnya atau jalan. mama dan tante (mamanya) adalah teman arisan jadi mereka tidak pernah curiga kenapa anak kuliah sepertinya bisa berteman akrab dengan anak sma seperti aku. Kami berpacaran sejak 6 bulan yang lalu, aku mencintainya, aku sudah menyukainya saat pertama kali ia datang kerumah mengantar mamanya ikut arisan. Sejak itu kami tidak sengaja bertemu diluar arisan lalu semua berjalan begitu saja. Bang iib begitu aku biasa memanggilnya, usiaku tertaut 3 taun dibawahnya, hubunganku berakhir dengan nya malam ini.
    "Aa..aaaaaaah jangan bang" teriakku kesakitan saat dia mencoba memasukkan kemaluan nya kedalam ku.
    "Sabar jac, relax, sebentar lagi masuk nih" jawabnya tanpa mempedulikan ku, ku lihat matanya sudah benar benar dipenuhi nafsu. Di tahan nya tubuhku agar tidak menggelinjang sekuat tadi lagi.
    "Arrrrrrrrrrrrrrgh" teriakku ketika tiba tiba dia mendorong benda itu dengan cepat ke dalam tubuhku.
    Di ciuminya tubuhku, di mainkanya ke dua putingku, dan seterusnya, tapi tak satupun ada yang membuatku "enak" hanya airmata yang tak henti -henti meluncur dari kedua mataku, aku kecewa, dia menghianatiku, menghianati komitmen ku. Aku hanya diam dan tak bicara lagi dengan nya.
    Dia tega melakukan itu.
    2 bulan lagi aku ujian akhir, aku sudah tidak ingin lagi memperburuk hari- hariku, sosialku dengan teman- teman juga akhir- akhir ini tidak begitu baik. Beberapa kali dia datang kerumah mengajak ku mengobrol, menyampaikan permohonan maaf nya, namun hanya aku jawab aku sedang sibuk belajar, fokus pada ujianku, datanglah lain waktu sebagai basa- basi karena tidak ingin mama curiga. Beberpakali juga dia menelpon mama yang jawab sedangkan aku pura pura tidur dikamar saat mama meneriakkan ada telpon, pulang di jemput dia lalu di ajak makan, dan lagi lagi hanya permintaan maaf.
    "Aku bosan mendengarnya" cela ku malas saat dia sedang bicara panjang lebar
    "Aku kecewa, dan aku tidak akan pernah mrnerimamu lagi, aku sudah bilang kalo aku tidak akan melakukan itu, dan abg udah berjanji tidak akan melakukan nya juga kalo aku belum siap"
    "Abang minta maaf jac" jawabnya lemah menggenggam tanganku.
    "Antarkan aku pulang, aku mau belajar" jawabku menarik tanganku lalu berdiri
    "Tidak, aku tidak akan mengantarmu pulang sebelum kamu menerimaku kembali jac" jawabnya melipat tangan didada menyenderkan punggungnya mengambil posisi duduk santai lalu menatap tajam ke arahku
    "Aku punya ini" jawabku menunjuk kedua kakiku lalu pergi meninggalkan nya.

    Sudah 2 bulan aku hidup di rumah papa di salah satu kota besar negara ini, aku kuliah di universitas swasta yang cukup terkenal disini, ini semua karena hasil ujian kelulusan ku kacau, lalu papaku menyuruhku tinggal bersamanya setelah beliau nge- judge mama tidak becus mengurusku. Namun tidak begitu saja aku lepas dari bang iib, beberapa kali dia menelpon ke rumah, lalu mama menyambungkan nya ke rumah papa, bertanya kepastian apa benar aku sudah pindah, dan apa semua itu ada sangkut pautan nya dengan dia.

    -putra-

    "Kamu udah makan siang din?" balasan kesekian dari bang jacob yang masuk ke hp ku setelah aku meminta maaf kepadanya perihal semalam, perihal aku tidak ingat dengan dia saat di bus, dan aku tidak langsung menjawab pesan nya, bukan apa apa, data seluler di hp ku baru saja aku sambungkan, karena semalam baterai nya lemah.
    "Belum nih bang" jawabku akhirnya
    "Waaaah jam segini kok belum makan din?"
    "Gapapa bang, lagi males gerak aja, males ke warung nya jauh, panas"
    "Oooh"
    "Y"
    "Tjieeeee marah" kubaca balasan nya malas
    "Engga" balasku enggan mengakhiri percakapan ini duluan
    "Ngambek?"
    "Dih, ngapain ngambek, aku cuma males aja, kan dari awal aku udah bilang aku paling gasuka di bales begitu"
    "Mau makan apa siang ini?" jawabnya tanpa mempedulikan pesanku yang sebelum nya
    "Emang bisa dapet kalo ngomong nya ke abang?" makin males
    "Ya tinggal jawab aja terus bayangin, ntar kenyang sendiri deh"
    "Wah lucu ya, bisa begitu" makin makin males
    "Eh rumah kamu dimana din?" tanya nya kemudian
    "Di xxx bang"
    "Ooooh" balasnya tanpa ku jawab lagi kali ini, bisa gila aku.

    "Din kamu lagi apa" sebuah pesan dari ryan setelah cukup lama aku ribut di grup angkatan ku
    "Ga lagi ngapa ngapain" balasku "eh kamu udah makan? Main dong kesini" sambungku.
    "Wah sama nih aku juga ga lagi ngapa- ngapain, emang kamu masak apa pake nanya- nanya aku?"
    "Nah maka dari itu, karena aku ga punya apa- apa di sini, kamu harus makan dulu di rumah" balasku dengan seringai lebar

    "Nih" di sodorkan nya sebuah kotak bekal kepadaku "assalammualaikum" ia berlalu begitu saja masuk kedalam rumah, lalu duduk di sofa ruang tamu.
    "Makasi ya" jawabku menyerahkan rimot tv kepadanya, lalu duduk di samping nya dan mencicipi makanan yang dia bawakan.
    "Ga ada acara bagus" celotehku sembari menyendok kembali nasiku.
    "Terus aku ngapain kesini?" tanyanya menatapku
    "Ya temenin aku lah, btw ini enak loh, makasi ya"
    "Cuma nemenin aja?" jawabnya menatap aneh kepadaku
    "Ya terus ngapain lagi? Btw lagi, ini yang bikin siapa?"
    "Ya aku lah, terus kita mau ngapain nih sekarang?"
    "Ngga tau, aku sih mau ngabisin ini dulu, kamu ya terserah mau ngapain"
    "Dih" tatapnya sinis kepadaku
    "Tunggu aku beres makan dulu kali, baru abis itu maen" jawabku yang dibalas tatapan bingung lalu raut wajahnya berubah aneh, dan pipinya berubah kemerahan dan tersenyum memalingkan wajah dari ku.
    "Kamu mau maen apa? Ps? Atau yang di hp aja, game yang lagi rame- ramenya itu, kamu nginstal ga? Kalo engga biar aku kirimin dulu deh" celotehku sesaat setelah manaruh gelas air minumku di meja. Yang di balasnya lagi dengan tatapan lebih bingung dari sebelumnya.
    "Haaaaaah?" eeh, gu gue ga suka dua duanya, gimana dong?"
    "Yaaaah, terus gimana dong? ato lo mau nonton aja?"
    "Boleh, lu punya nya apa?"
    "Drama korea"
    "Kapan beresnya kalo nonton gituan" teriaknya menjitak kepalaku
    "Adanya action sih, tapi di leptop, di kamar, bentar ya. Aku ambilin dulu"
    "Diiiiiiin hp lo ada telpon masuk nih" teriak rian dari ruang tamu setelah beberapa saat aku mengacak acak kamarku
    "Siapaaaaaa?" jawabku tak kalah kencang
    "Bang jacob"
    "Angkat aja dulu, gue lagi nyari casan"

    "Udin nya lagi dikamar bang........... Hmmmm mau aku panggilin ato gimana?....... Hmmmmmm yayayaya......... Ada pesan yang lain bang?...... Oh gitu ya, abis dari satpam depan langsung belok kiri, belokan pertama kekanan....... Hmh? Oh iya, nomornya tau kan? Ato mau aku suruh udin nunggu aja di luar?..... Oh oke bang, wasalam"
    "Dia ngomong apa aja?" tanya ku menaruh leptop di meja
    "Dia lagi di jalan kesini, kamu di suruh nunggu di depan" jawabnya menyodorkan hp ke tanganku

    -jacob-

    Akhirnya ku berhentikan mobilku di depan pria muda yang sedang berdiri melipat tangan di dada
    "Hai bang, ada apa?" tanyanya membuka pembicaraan tanpa mempersilahkan aku masuk dulu, lantas saja ku keluarkan semua barang bawaan ku dari kursi belakang
    "Hah, gapapa, aku ga di suruh masuk duli din?" tanyaku sedikit memelas
    "Oh iya, ayo"
    "Eh ini aku bawa makanan, bantuin dong"
    "Banyak banget bang, emang ada syukuran apa?" tanyanya polos
    "Kamu belum makan kan?" jawabku berlalu melewatinya
    "Aku udah makan kok" jawabnya tanpa berdosa sedikitpun kepadaku yang sudah beli makanan sebanyak ini, ga ada basa basi nya ni orang-__-
    "Kamu makan dimana?"
    "Di bawain temen tadi" jawabnya santai menaruh bawaan ku langsung ke meja keluarga
    "Duduk sini bang, panggilnya saat aku terdiam mematung memandang cowok yang duduk di sebelahnya tersenyum kepadaku, manis dan damai. Akhirnya ku ikuti instruksinya untuk duduk di dekat mereka, ryan, nama cowok manis dengan lesung pipi di sebelah kiri itu, teman sekantor udin, orang yang semalam sesenderan tidur dengan udin, lalu tertidur hingga halte terakhir.
    "Eh besok pada udah punya acara belom?" tanyaku saat kami sedang asik menonton film dari laptopnya udin, yang hanya di jawab oleh tatapan bingung dari mereka berdua lalu ku angkat bahu dan ku gigit sepotong junkfood ke mulutku, menoleh ke arah leptop pura- pura tidak tau.
    "Kalo aku sih belom, ga tau nih udin bang" rian akhirnya membuka suara, Yang di ikuti sorakan ke gembiraan di benakku. Akhirnya di tanggapi juga, padahal udah cukup tengsin tadi.
    "Aku ya pasti belum lah" suara udin memicu uporia di benakku semakin mrnjadi - jadi.
    Eh tapi aku harus jaga toko besok, kan hari minggu jadwalnya acik chek up. Sambung rian lagi.
    "Emang toko harus bukak ya yan?" tanya udin kemudian
    "Ya engga juga sih, tergantung acik aja, yaudah ntar aku ijin dulu sama acik" sambung rian terlihat gugup dan cukup bingung, seperti memikirkan sesuatu.
    "Yaudah besok kita mau kemana nih?" tanya udin memandang ku, yang di ikuti rian dengan tampang mereka yang dibuat serius.
    "Ga kemana mana" jawabku enteng, mengunyah makanan yang tadi ku taroh tanpa melihat ke arah mereka.
    "Terus ngapain nanya- nanya?" tanya udin dengan raut wajah yang berubah kesal.
    "Pesok abg samperin kesini ya jam 7 pagi" sambungku kemudian masih belum menoleh ke arah mereka.
    "Apa ga kepagian?" tanya udin terlihat sedikit ragu
    "Pake baju yang santai aja, jangan lupa batere hp cas dulu sampe full, oke ya" sambungku tanpa ada satupun jawaban dari mereke.


    -putra-

    "Makasi ya bang, udah di traktir sama di anter jemput" ku salimi tangan bang jacob dari balik jendela mobilnya. capek sekali hari ini, maen seharian di salah satu tempat rekreasi dari pagi sampe malam seperti sekarang ini, di traktir nya aku semua nya, dari tiket sampe makan semua di bayarin. Awalnya aku mau bayar sendiri tadinya, tapi karena waktu di gerbang tadi wajah kagetku begitu terlihat saat aku tau berapa harga tiketnya, aku ga bisa sok sok an deh, makan pun uang ku juga kayanya ga membantu, bisa sih bisa, tapi besok besok nya ituloh. Ku masuki rumah saat mobil sedan keren milik bang jacob mennghilang, makan malam dulu sedikit karena dipaksa kak niki dan akhirnya tidur.
    "Bang menurut abg ada gak sih cinta yang salah?" aku membuka suara di kecanggungan sore ini, di meja bundar ini tadi kami bertiga, tapi karena rian sedang menerima telpon dari pak farid kugunakan saja saat seperti ini untuk kuangkat menjadi topik, aku siap memberi tahunya siapa diriku sebenarnya
    "Maksud kamu?" tanyanya mencoba mengintip ke mataku yang sedang tertunduk memainkan dua telunjuk ku diatas meja.
    "Iya sperti, cinta seorang adik ke kakaknya atau aku, abang ke pacar orang lain" jawabku masih menunduk, tanpa memandangnya
    "Hmmmm gini din, cinta itu yang ciptain siapa?"
    "Tuhan"
    "Nah seperti yang kamu tau kita harus memilih siapa jika sudah di hadapkan dengan tuhan?"
    "Tuhan!" jawabku mantap
    "Nah, sekarang cerita maksudnya apa? Kamu salah jatuh cinta"
    "Iya, aku jatuh cinta ke orang yang salah" untuk yang kedua kalinya sambungku membatin menggigit bibirku menahan emosi kenangan itu.

    -flashback putra-

    "Iya I Love U to" jawabku kepada seorang pemuda yang lebih tua beberapa bulan dariku ini, malam itu aku yang baru saja tamat sma resmi berpacaran dengan orang bernama riko, aku sudah memasuki dunia pelangi ini sejak aku duduk di bangku SMA kelas I, mulai sibuk mengenal banyak orang yang sama melalui internet, hingga kenal dengan dia, riko pria berwajah tampan berbudi baik itu. Dengan alasan no sex aku menerimanya menjadi pacarku, seminggu pacaran ldr hanya lewat hendpone akhirnya dia pulang juga menemuiku sore itu, di bawanya aku ke sebuah rumah, setelah kita capek muter muter ga jelas, di pandanginya tubuhku penuh nafsu, akhirnya entah bagaimana dia memulainya kami berakhir dengan tubuh telanjang di sebuah kasur lantai di ruangan itu, menebar kata romantis berpelukan sangat erat lalu mengantarku pulang, di marahi ibu karena pulang terlalu malam, lalu besoknya kita takpermah berkomunikasi lagi hingga sekarang, dia menghilang di telan bumi. aku kecewa.

    -end flashback-

    "Siapa din?" tanya bang jac melambai lambaikan tanganya di wajahku,
    "Kasi tau dong din" sambungnya lagi
    "Hmmmmmm" jawabku bingung
    "Kamu jatuh cinta ke pacarnya temen kamu?" tanyanya lagi
    "Abg juga lagi jatuh cinta din" sambungnya menyentuh daguku- mengangkat wajahku hingga mata kami saling bertemu
    "Abg tidak pernah tau kalo cinta ini salah, abg tidak pernah peduli kalo abg tidak pernah bersatu dengan nya, yang abg tau hanya mencintainya sebaik- baiknya, menikmati sepenggal cerita kehidupan bersama hingga nanti tiba waktunya berpisah" terang bang jacob panjang lebar, yang membuat diriku yakin, bahwa cinta ini tidak salah untuk di coba, toh aku hanya melanjutkan hidupku, ini bukan hal yang baru, yang baru adalah aku mencintainya setelah kami bertemu, bukan dari jejaring social, bukan dari foto, aku mencintai bang jacob setelah banyak hari- hari ku lalui bersama dengan nya, aku mencintainya setelah aku mengenalnya.
    "Aku jatuh cinta sama....."
    "Sama siapa din?" kejar rian saat dia baru saja duduk di kursinya, menaruh hp nya di meja lalu menatapku serius, ku balas pandangan rian dengan serius lalu mengulum kalimat pengganggu dimulutku.
    "Mau tau?" tanyaku kemudian membuka suara
    "Engga juga sih" jawabnya enteng membuatku kesal
    "Ayo pulang" ajakku kemudian ke bang jacob dan rian,

    Seminggu sudah berlalu, hubunganku dengan bang jacob makin dekat, begitu juga aku dan rian, sore ini aku duduk manis di sebelah bang jacob yang sedang menyetir, di anter pulang, sebenarnya aku sih ga mau tapi karena dia memaksa ya aku manut saja. Dibanding pulang sendirian, sedangkan rian udah pulang duluan sama pak farid ada perlu katanya.
    "Kamu besok ada acara din?"
    "Eh, belom tau nih bang, kenapa mau ngajak jalan ya?" godaku menatap penuh pemohonan kepadanya
    "Besok maen ke rumah abg yok?" jawabnya tanpa menoleh kepadaku
    "Hmmmm, aku kan ga tau rumah abg dimana"
    "Besok sore abg jemput deh"
    "Sama rian juga ya?" tanyaku kemudian, menimbang ajakan bang jac
    "Terserah, tapi abang belum ajak rian sih"
    "Aku yang ajak ya?" tanyaku ragu yang hanya di balasnya dengan angkatan bahu -terserah-
    "Hallo yan?
    "Hallo din?"
    "Lagi dimana?"
    "Lagi makan nih sama mas farid"
    "Oooh lagi makan bareng pak farid?"
    "Belum nyampe rumah dong berarti?"
    "Belom din, kenapa emang?"
    "Hmmmm kamu besok ada acara ga yan?"
    "Emang kenapa?"
    "Hmmmmm engga nih bang jac ngajak maen kerumahnya"
    "Wah aku malam ini nginap di rumah mas farid din, udah keduluan janji, kapan kapan deh ya"
    "ooooh kamu nginap dirumah pak farid? Oooh yaudah deh, salam ya buat pak farid, wasalam"
    Kupandangi bang jac dari tempatku duduk menanya pendapatnya, aku yakin dia sudah tau kesimpulan nya dari percakapan ku tadi
    "Apa?" tanyanya kemudian menoleh ke arahku sontan membuat pandangan kami bertemu beberapa saat
    "E, eh gimana?" jawabku ragu tanpa memalingkan wajah dari nya, meski dia sudah fokus mengemudi
    "Apanya yang gimana?" tanyanya tanpa menoleh ke arahku
    "Rian nya ga bisa"
    "Ya terserah kamu lah, orang yang ngajak rian kamu kok" jawabnya membuatku garuk- garuk kepala iya yah,
    "Yaudah deh besok abg jemput kan?" tanyaku tanpa jawaban dari nya, ku pandangi wajahnya kemudian, mau minta maaf tapi bingung gimana caranya, "aku merasa bersalah bang" sambungku dalam hati tanpa memalingkan pandangan darinya sembari menggigit bibir bawahku, cukup lama posisi seperti ini berlangsung.
    "Apa?" tanya nya kemudian menoleh kepadaku, ku rasakan mobil sudah tidak melaju lagi, udah sampai kah?
    "Eh udah sampai ya?" tanyaku berniat memalingkan wajahku, tapi belum sempat aku bergerak kedua tangan nya sudah ada di pipiku
    "Kamu udah punya pacar din?" tanyanya menatap dalam kemataku, yang hanya ku jawab dengan gelengan, ku rasakan wajahnya semakin dekat ke arahku nafasnya semakin panjang kurasakan membelai hidungku, wangi, ku pejamkan mataku, kurasakan bibirnya di atas bibirku, hingga gigitanku ke bibir bawahku semakin erat, di sapunya bagian bibir bawahku yang tidak tergigit, lalu dikulumnya bibir atasku, tangan nya menyusuri pipiku ke bawah saat bibir kami berpisah, ku buka mataku, kupandangi dia, bang jacob menatapku nanar, sebuah garis bekas air mata terlihat jelas di pipinya, ku usap garis itu dengan ibu jariku memandangnya penuh tanya.
    "Ayo turun dulu makan" akhirnya dia membuka suara, yang hanya ku balas dengan tatapan penuh tanya "apa? Makan? Jadi belum sampai? Huuuuft masih belum berakhir dong pikirku.

    "Nginap aja ya din?" pinta bang jac kesekian kalinya mulai dari saat kami duduk di cafe ini, hingga sekarang kami sudah berada di mobil lagi, setiap pembahasan selalu ada salipan "nginap aja ya din" dari nya. Akhirnya ku putuskan juga untuk menghubungi kakak ku yang disambutnya dengan senyum lebar bahagia.
    "Halo kak"
    "Hallo, assalamualaikum"
    "wasalam"
    "Kenapa put? Kamu lagi dimana?"
    "Lagi dijalan mau pulang sih, abis makan"
    "Terus kenapa nelpon?"
    "Aku mau ijin nginap di rumah temen boleh ya kak?
    "Rumah temen mu daerah mana?"
    "Hmmmm? Di..." kulempar pandangan penuh tanya ke bang jacob
    "Di xxxxx" jawabku setelah bang jacob memberi isyarat dari mulutnya, yang malah mengingatkan aku dengan ciuman tadi
    "Besok kamu pulang jam berapa?"
    "eh, iya, belom tau deh, emang kakak besok ada acara?"
    "Ada nih acara keluarganya abang, di tempat mba nya yang di puncak itu"
    "Ooooh acaranya abg, yaudah besok aku kabarin lagi deh, makasi ya kak, wassalam" ku akhiri percakapan itu, lalu ku pandang bang jac yang sudah tersenyum lebar di sebelahku, lalu mobil kembali brrputar arah menuju ke arah tempatku bekerja lagi, lalu belok, lalu aku tidak tahu lagi karena aku tertidur, dan tiba tiba sudah di dalam garasi, bang jac membangunkan ku, lalu kami menaiki tangga yang menghubungkan antara garasi ini dengan rumahnya, tiba tiba sudah di ruang keluarga saja, "hrbat sekali rumah ini" batinku memandangi seluruh isi ruangan sembari mengekor di belakangnya memasuki sebuah ruangan yang ternyata kamarnya, ku lihat dia dengan santai nya menaruh tas kerjanya di atas meja di sudut kamar, membuka lemari mengeluarkan dua pasang piyama, lalu membuka baju kerjanya berlari ke balik pintu yang aku yakini sebuah toilet, lalu keluar lagi dengan tubuh telanjangnya melihat ke dua piyama di atas kasur itu mengangkat lalu mengarahkan nya kepadaku, bertanya. "ceklek" tak sengaja aku menutup pintu kamar ini menyenderkan tulang punggungku yang menegang terkejut dengan pemandangan di depanku "te- terserah" jawabku akhirnya lalu ia sibuk mengenakan piyama yang tembus pandang itu, di serahkan nya kepadaku piyama yang satunya, lalu memberiku sebuah handuk. Dengan sigap ku raih semua itu segera ke toilet. Cukup lama di toilet, kusandarkan punggungku ke pintu, mengatur nafas memandangi langit- langit membayangkan kejadian lama yang sudah aku lalui, aku takut akan kehilangan seperti itu lagi, aku takut untuk di camppak kan lagi.
    "Din, kamu masih di dalam kan?" teriak bang jac mengetuk pintu, mengagetkan ku
    "Ma, masih bang, ada apa" jawabku bersandar semakin kuat ke pintu kamar mandi "aku takut tuhan" batinku, tak terasa air mata mengalir begitu saja dari sudut mataku.
    "Kamu gapapa kan?" tanyanya dengan nada cemas yang kental
    "A, aku gapapa bang" jawabku mulai terisak, memandang kakiku, memandang piyama yang ku kenakan.
    "Kamu gapapa kan?"
    "Ga....papa bang"
    "Keluar dong"
    "................"
    "Din?"
    "Oh tuhaaaaaaan" batinku menguatkan genggamanku ke engsel pintu, menahanya dengan kuat "aku mau lari saja" sambungku semakin depresi
    "Din?" tanya bang jacob lagi mulai memutar engsel mencoba membuka pintu, beberapa saat setelah merasa usahanya sia- sia kami berdua terdiam, sekuat tenaga aku meyakinkan diri.

    "Ceklek" akhirnya kubuka juga pintu ini, tertunduk malu, melihat kedua kakiku, airmataku mulai mengucur lagi, di angkatnya wajahku memandang wajahnya, lalu dipeluknya aku dengan erat, erat sekali seakan tak akan lepas.
    "Kamu baik- baik saja disini" bisiknya meyakinkanku, aku membalas pelukanya lebih dalam
    "Aku takut bang" jawabku gemetar, lalu diiringnya tubuhku ke kasur, di taruhnya badanku lalu ditariknya selimut hingga menutupi kami berdua, kembali di peluknya aku. Hangat sekali.

  • -jacob-

    Ku taruh 2 mangkok bubur yang baru saja ku beli di depan rumah di meja sebelah kasur tidurku, ku usap pelan rambut halusnya "hmmmmmmmmmmm" lenguhnya membalik badan ke arahku mencoba membuka mata ku kecup keningnya yang berkerut belum siap menerima begitu banyak cahaya. Dia hanya diam mengulum senyum lalu di tariknya selimut hingga menutupi tubuhnya, ku benarkan posisi duduk ku, senderan - kuluruskan kakiku ke dalam selimut, lalu kuusap lagi kepalanya, beberapa saat seperti itu akhirnya dia menegangkan seluruh tubuhnya sebelum benar- benar membuka mata "pagi" sapaku yang hanya di jawabnya dengan tatapan aneh lalu mengeluarkan tubuh dari selimut dan berlalu ke kamar mandi, lalu keluarlagi memandangku dengan tatapan lebih aneh, "apa?" tanyaku menatapnya bingung di angkatnya tanganya lalu dibuatnya gerakan mengosok gigi di depan mulutnya, ku seret dia ke kamar mandi, ku berdirikan di depan wastafle ku ambilkan sebuah sikat gigi baru dari lemari kaca yang tertempel di dinding, lalu ku berikan kepadanya, aku berdiri tepat di belakangnya memandanginya melalui kaca wastafle, tiba - tiba di berbalik, melihatku aneh setelah beberapa kali kami beradu pandang di kaca, di dorongnya tubuhku ke arah pintu lalu di tutupnya dengan cepat.
    Udin, Putra, siapapun namanya, dia adalah anak polos yang kutemui di sebuah bis saat aku menuju tempat aku bertemu dengan teman - teman kencanku. anak yang memelukku di pertemuan pertama kami, aku menyukainya, sepertinya rian juga menyukainya, mengingat bahwa rianlah duluan yang mengajaknya berkenalan di bus, malam itu. mengenal banyak orang yang sama denganku disini semenjak aku kuliah hingga kini aku bekerja di salah satu bank swasta di kota ini, mengajarkan aku bahwa kami memiliki radar khusus untuk melihat orang- orang yang sama dengan kami. Dan aku merasakanya pada udin dan rian. Pertemuan keduaku dengan nya malah aku yang kembali memeluknya di tempat yang sama, di atas bis tanpa dia mengenaliku bahkan mengingatku. Biasanya setiap jum'at malam aku menuju ke arah rumah udin dengan menggunakan bus menemui teman kencanku di salah satu hotel di sana, mengapa harus disana? Mengingat rumahku berada di daerah kebalikan nya ini menjadi begitu jauh, dan tidak menggunakan mobil atau kendaraan pribadi karena aku malas dan tidak mau di lacak, ayahku adalah seorang pengacara ternama di kota ini, yang baru- baru ini mulai sering muncul di tv, jadi aku lebih memilih jalan aman. Lalu? Kenapa udin kubiarkan tau plat mobil dan tempat tinggalku? Karena aku yakin dia tidak mengerti masalah yang aku takutkan.
    "Ayo bang sarapan" ajaknya menyodorkan sesendok bubur ke arahku, ku tatap dia dengan tatapan bingung, tidak mengerti sejak kapan dia duduk disebelahku, ku lahap bubur yang di sodorkan nya membunuh keterkejutanku
    "Sejak kapan kamu disini?" tanyaku setelah bubur ini melalui tenggorokanku, yang telah di tunggu oleh sesendok lagi di depanku, lalu ku masukkan lagi kemulutku
    "Belum sampe 2 bulan" jawabnya pede membuat kening ku berkerut, "apa?" sambungnya lagi menyodorkan suapan berikutnya kepadaku
    "Di samping abang din?" sambungku membenarkan pertanyaan ku setelah berhasil menelan buburku
    "Oooooh sejak semalam kan bang" jawabnya santai mengganti mangkok bubur kami dengan yang ke dua
    "Sakarepmu" jawabku dengan tatapan malas
    "Haha barusan kok, ayo aaaaak" jawabnya menyodorkan sendok lagi kemulutku yang kuterima dengan tangan eh mulut terbuka, sedang asik- asik mengobrol hp nya bebunyi, lalu ku raihkan hape yang ada di meja sebelah satunya lagi, yang saat ini lebih dekat denganku, kulihat foto seorang wanita cantik menggendong seorang anak tertera di layar hpnya
    "Iya kak? Wasalam, ooooh acaranya abang jadi? Ooooh jadi nginap di rumah kakaknya abng ya malam ini? Yaudah deh gapapa, kan besok masih libur, ati ati dijalan ya, wasalam" di serahkan nya kembali hp itu kepadaku dan kutaruh di tempatnya semula.
    "Kakak ku malam ini nginap di rumah sodara suaminya ada acara kantor dekat situ katanya" terangnya kepadaku lalu melahap sesendok bubur yang ku arahkan kepadanya, lalu di rebutnya mangkok itu dari ku kembali makan seperti semula.

    -Putra-

    "Mau makan apa din?" tanya bang jacob memecah keheningan setelah capek kami guling- gulingan di atas kasur becandaan, gelitikan di sela- sela obrolan kami.
    "Aku apa aja deh bang" jawabku setelah nafasku sudah normal tidak satu- satu lagi seperti sudah berlari keliling lapangan bola. Ku pandang wajahnya ku cubit hidungnya yang sombong itu, bang jacob, dia sekarang pacarku, entah bagaimana caranya kami sepakat menjalin hubungan ini, dia orang yang benar benar pas untuk ku saat ini, pemikiran nya yang dewasa dengan tingkah yang mengayomi dan sangat perhatian, adalah sosok abang yang benar benar aku idamkan sebelumnya, aku mencintainya. Dia yang aku butuhkan. Ku ikuti langkahnya di belakang menuju dapur membuka kulkas mengeluarkan air dingin dengan perisa lalu menyerahkan dua gelas kepadaku, menuju ruang tv di taruhnya botol minuman itu yang juga aku ikuti, di raihnya telpon yang ada di meja sebelah kursi lali di pencetnya beberapa tombol, kemudian
    "Ya, saya mau pesan bla... Bla.... Bla... Bla.... Atas nama bla.... Bla.... Bla..... Di bla...bla.... Bla..... Segera ya" di tatapnya aku yang sedang melihat dengan raut tak percaya menopang dagu di sebelahnya dengan senyum sangat lebar lalu mengangkat bahu. Aku pikir dia ke dapur pake liat liat isi kulkas mau masak terus suruh aku nunggu di depan tv sembari menonton, taunya.
    "Oh tuhan" gumamku lalu diraihnya pundakku ditaruhnya kepalaku di pahanya di usapnya rambutku.
    "Aku ga bisa masak din" bisiknya di telingaku.


    "Bang, besok aku mau nemenin temen jalan boleh ya" mohonku kepada bang jac setelah mobil melaju cepat meninggalkan kantorku
    "Temenmu yang mana?" tanyanya menoleh kepadaku
    "Temenku yang kerja di pabrik xxxx itu loh bang, dia kan sekali kali kesini jadi minta ditemenin aku katanya"
    "Hani?" jawabnya tanpa menoleh kepadaku, melihat lurus kejalanan.
    "Di undur lain kali aja ya sayang nginapnya" mohonku kemudian mengelus lengan kirinya.
    "Jawab dong bang" sambungku kemudian masih menatapnya penuh pemohonan, gini nih kebiasaan bang jac, diam kalo aku ingkar janji, ini kali ke 3 aku membatalkan janji menginap dirumahnya, 2 minggu yang lalu, minggu lalu dan minggu ini, minggu ini satu bulan tepat aku dan dia jadian. Aku juga sudah berjanji untuk memberikanya "itu" malam ini, meskipun dia tidak pernah meminta atau menagih apalagi memaksaku, tapi karena aku sudah menjanjikan nya maka aku juga harus tetap menepatinya. Jalan dengan hani juga ku jadikan sebagai alasanku kabur dari malam ini, aku yakin dia ingat malam ini.
    "Bahagia ya sama mantanmu itu" jawabnya tiba tiba mengagetkan aku, ku palingkan pandanganku ke arah jalan, menarik nafas segera meluruskan nya
    "Aku nginap" jawabku akhirnya dengan suara bergetar, ku usap kedua sudut mataku lalu memandangnya dengan senyum terpaksa
    "Kita sudah arah jalan kerumah kamu kok" jawabnya ketus
    "Yaudah putar balik aja" suaraku semakin bergetar tanpa ada jawaban darinya, diam benar benar diam tidak bersuara sedikitpun, dia benar benar tidak suka di bantah kalo sudah begini, benar benar keras kepala
    "Baaaaaaang" ku cengkram tanganya saat mobilnya mulai belok ke gang rumah kakak ku, di tatapnya aku dengan tatapan marah lalu menepis tanganku, ku usap lagi kedua sudut mataku kemudian kembali duduk diam di kursiku.
    "Bang tunggu bentar ya, pleaseeee" pintaku lagi saat kami sudah berhenti di depan rumah kakak ku, cepat ku turun lalu menuju ke pintunya, ku ketuk kaca mobilnya ku ambil kontaknya lalu aku lari ke dalam, langsung ke kamar ku raih ransel ku lalu ku masukkan satu stel baju serta underwear nya, kak aku nginap di rumah teman yang waktu itu ya, dia udah nunggu nih, teriak ku berlari menuju mobil, cepat aku masuk lagi ke mobil, ku lempar ranselku kebelakang lalu kuserahkan kontaknya lagi "ayo" ajakku dengan senyum lebar ke arahnya yang hanya dibalasnya dengan angkatan bahu, susah deh urusan nya kalo udah begini batinku saat mobilnya beranjak meninggalkan perumahan kakak ku.

    -jacob-

    Ini kali ke tiga dia menolak untuk menginap dirumahku, aku tau dia masih belum mau melakukan 'itu', meskipun aku tidak pernah memaksanya, tapi bagaimana pun dia tipe yang tidak bisa pura- pura lupa, semua akan jelas sekali dari gerak - geriknya. sepanjang perjalanan aku hanya mengangguk - menggeleng atau mengangkat bahu. Sekarang sudah pukul 8 lewat, langsung ku masukkan makanan yang tadi kubeli sepulang kerja kedalam microwave ku setel waktunya dan berlalu kekamar mengganti pakaian ku, dan lagi lagi diikutinya. Kukeluarkan dua piyama longgar dari lemari ku, kubuka semua pakaianku yang juga diikutinya, "oh tuhan, apa dia serius" namun masih dengan ego yang tinggi tak ku palingkan wajahku kepadanya, aku tidak pernah memintanya dan malam ini dia yang ingin memberikan nya, maka ku biarkan saja dia memulainya. Ku langkahkan kakiku ke kamar mandi. Ku biarkan tubuhku dibasahi air yang mengalir, dari sudut mataku ku lihat dia mengambil sabun ketanganya, lalu di gosok kan nya kebadanku, dari punggungku lalu kedada sampai ke pinggang. Lalu dia berdiri disampingku, di bawah shower yang sama menyerahkan kotak sabun itu, meminta aku menyabuninya juga, ku oleskan sabuj itu terlebih dahulu, lalu ku gosok perlahan mengikuti lekuk tubuhnya lalu pindah ke dadanya, di tariknya tanganku ke depan hingga badanku beradu dengan punggungnya, di tahanya tanganku
    "maaf" bisiknya ke arahku, lalu mencium pipiku, cepat ku palingkan wajahku lalu ku kecup bibirnya, yang dibalasnya dengan semangat, lalu ku kecup lehernya hingga badanya menegang membuat gesekan yang dahsyat ke jacob juniorku, ku mainkan kedua putingnya, mencium lehernya kupeluk badanya dengan erat, hingga gesekan itu kembali terjadi lagi, di baliknya badanya kearahku lalu membalas ciuman ku, cepat cepat kami akhiri mandi ini lalu andukan, memakai piyama masing -masing. Makan malam, lalu kembali ke kamar kembali memadu kasih.

    -putra-

    Sudah tiba saatnya aku menepati janjiku, tidak ada lagi yang kupikirkan saat dia ngambek tadi, aku begitu takut kembali di tinggalkan, tanpa di gubrisnya aku mengikuti apa yang dia lakukan sedari tadi, hingga dia kembali mau memegangku waktu dikamar mandi, kembali bicara saat makan malam, dan sekarang kami sudah kembali melakukannya, di gosok- gosok kan nya batang kemaluannya ke lubang kenikmatanku, hingga hp ku berbunyi, di tatapnya aku dengan tatapan bingung cepatku raih hp ku yang sedang tercolok ke casan ku lihat foto ibu terpampang disitu
    "Hallo assalammualaikum bu"
    "Hallo walaikumsalam dek, kamu lagi dimana?"
    "Di rumah temen kantor, aku nginap"
    "Pulang ya dek, ibu, papa, kak oca sama kak put nungguin nih, baru sampe loh kami jauh jauh kesini mau liatin kamu, tapi kamunya ga ada" terang ibu panjang lebar, ku tatap bang jacob yang sedang duduk memperhatikanku menelpon, "apa?" tanyanya tanpa suara "ibu lagi disini, nyuruh pulang" jawabku juga tanpa suara
    "Hallo dek?" sambung ibuku lagi di balik telpon
    "Iya bu?" jawabku masih menunggu jawaban bang jac
    "Berapa lama?"
    "Kalo ga macet satujam sampe kok" jawabku setelah di didikte bang jac
    "Ibu tunggu ya dek, wasalam"
    "Walaikuk salam"
    Ku taruh hp ku lagi di meja itu, ku tatap bang jac, yang beranjak mencari bajunya, kutahan tangan nya, ku cium bibirnya penuh semangat, ku genggam jacob juniorku, aku ingin dia keluar, setidaknya hanya itu yang bisa kami lakukan dalam waktu singkat ini, ku arahkan kepalanya ke selangkangan ku, ku tahan kepalanya lalu ku pompa, tanganya sibuk bermain di pantatku, lalu di putarnya badanku hingga kami membentuk posisi 69 di jilatnya bagian lubangku, entah bagaimana lanjutanya, ku semprotkan cairan ku ke tubuhnya, ku mainkan kedua putingnya lalu dia juga menyemprot ke dadanya beberapa mengenai pipiku, kami bilas tubuhkami sejenak, lalu mengenakan baju dan berlalu pergi kerumahku. Dan lagi- lagi aku minta maaf karena aku masih belum memberikanya 'itu' yang hanya di jawabnya dengan senyuman. Sesampainya dirumah dia pergi begitu saja, tidak mau ku kenalkan kekeluargaku.

    ——————————————————
    "Bang aku mau resign" kubawa topik ini setelah kami bercinta malam ini, sudah 3bulan belakang ini, kami sudah melakukanya, aku sudah memberikanya 'itu' malam ini 5 bulan sudah kami berpacaran, yang artinya sudah 6 bulan aku bekerja di kantorku sekarang
    "Kenapa din?" tanyanya mengusap rambutku lembut.
    "Ya karena masalah yang itu bang" jawabku pasrah memainkan 2 jariku di atas perutnya.
    "Masa masalahnya itu kamu pake resign sayang?" tanya dengan nada yang lebih lembut diujung kalimatnya, hal sederhana yang membuat aku melayang- layang di udara.
    "Tapi aku udah ga nyaman bang" jawabku lagi mendongak ke atas kematanya. Di kecupnya keningku lembut, lalu memberi senyuman sebagai jawaban, hal lain yang ia lakukan jika sudah tidak ingin mendebatku, karena jika sudah 3 kali aku kekeh dengan jawaban yang sama maka dia tidak akan menanyakan hal yang sama lagi terangnya suatu ketika saat aku tanya kenapa dia begitu.

    "Flasback"

    Sudah 2hari percintaan itu berlalu tapi sakitnya masih belum hilang, dengan hati- hati aku berjalan menuju ruanganku sembari memegang perut bagian bawahku, sebagai anak baru aku masih belum boleh libur, mengambil hari off dan sebagainya, hari ini aku diantar bang jac ke kantor karena memang semalam aku nginap di rumahnya, tapi kondisi kerja seperti ini malah membuatku sial.
    Siang itu aku rian dan pak farid sedang makan di kantin kantor, sikap pak farid begitu aneh hari ini, sering sengaja meyenggol kakiku lalu tersenyum dengan kerlingan mata yang aneh, 3 hari berlalu begitu, akhirnya aku di ajaknya pulang bareng, dia langsung saja melaju menuju arah yang aku tidak tahu, menuju rumahnya, saat ku tanya, langsung saja ku kirimi rian pesan kalo dia silahkan pulang duluan aku mau kerumah pak rian dulu, sesampainya di rumah pak rian dia langsung membawa aku kemarnya, di kuncinya pintu, lalu membuka pakaian nya.
    "Kamu sudah biasa kan vin melakukan ini?" tanyanya menyudutkanku
    "Ma maksudnya apa pak?" tanyaku pura pura bodoh, astaga tuhan, ku raih hp ku dengan cepat ku cari kontak bang jac lalu ku telpon
    "Hallo bang, tolong cari rian suruh kerumah pak farid sekarang, aku mau di per...." tiba tiba hp ku terlempar entah kemana, di tahanya ke dua tanganku ke dinding, di ciumnya leherlu, di gesok- gesek kan nya benda pusakanya yang menegang ke milikku yang masih dibalik celana, di tatapnya mataku dengan tajam
    "Jangan pura pura bodoh delvino, 3hari kau menahan sakitnya hasil kenimatan itu" sambungnya, tanpa ragu di dekatkan nya bibirnya ke bibirku dengan mata terpejam, melihat kesempatan ini dengan cepat ku benturkan kepalanya dengan kepalaku, dengan cukup terhuyung aku berlari menuju pintu, tapi percuma pintu ini sudah terkunci, ku pandangi seluruh ruangan ini, lalu ku temukan pintu lain di ruangan ini, pintu kamar mandinya, cepat aku berlari kesitu, yang juga di susulnya, beberapa saat aku dan dia sempat dorong- dorongan pintu, namun akhirnya aku berhasil juga menutup pintu lalu menguncinya. Sekarang aku hanya menunggu bang jac dan rian datang.

    Cukuplama aku di dalam menjawab pertanyaan nya sesuka hatiku membuatnya geram, balas dendam membayangkan apa yang akan dilakukan psicopat ini ke padaku. Lalu terdengar suara pintu di gedor, tapi tidak pintu kamar mandi, lalu suara bang jac dan rian beriringan, enatah bagaimana kejadianya, aku hanya mendengar benturan benturan umpatan dan lainya dari balik pintu ini. Setelah beberapa saat bang jac mengetuk pintu
    "Din, buka pintunya sayang" dengan segara aku memburunya memeluknya tanpa peduli dengan rian dan badebah itu.
    Dan sekarang rian tau siapa diriku, dia juga tak segan menceritakan siapa dirinya bagaimana dia menyikapi psikopat itu, yang tidak tau kata menyerah itu, buktinya dia masih mengikuti rian, meski rian sudah hampir membunuhnya.

    ——————————————————
    Malam ini aku kembali mengambil posisi tidur di bawah ketiaknya bang jac, memainkan jari jemariku di perutnya.
    "Bang lusa aku pulang kampung" kataku membuat tanganya berhenti bergerak di rambutku, aku tau dia kaget, karena aku tidak pernah memberitaunya masalah ini, aku juga tidak menginginkan ini, namun ibu sudah menunggu kesempatan ini dari lama, membujuk aku untuk kembali.
    "Pesawat jam berapa?" tanyanya kembali memainkan rambutku
    "Sianng, terus gimana bang? Aku gamau kehilangan abang"
    "Kan kamu bisa jalan jalan kesini" katanya menenangkan aku
    "Abang mau aja ldr kalo kamu mau" sambungnya lagi
    "Aku mau" jawabku tegas
    "Intinya komunikasi" sambungnya lagi
    Ku lalui malam itu tertidur memeluknya erat.

    3minggu hubunganku baik dengan bang jac selama aku di kota kelahiranku, lalu mendapat kerja di pabrik di pedalaman kampung halaman ibu dan papa ku, jaringan nya yang tidak mendukung mengacaukan semuanya, hubunganku dengan rian dan bang jac sudah tidak intens, aku merindukanmu bang, aku merindukanmu, sangat sangat merindukanmu bang, semoga kau merindukanku disana. Sebulan sudah aku bekerja disini, jatuh hati ke orang lain namun bang jac masih yang nomor satu di hatiku.

    -end-
  • @haha5 @andi_andee @galaxy_meja @wpee @julsky @silvester3112 @hananta @rikka1006 @houston @clau sekali sekali cerita aku ya di komen hehehe maaf mention, cerita ini ada lanjutanya tapi belum beres di tulis hehehe, maaf kalo jelek ya masih belajar hehehe
  • @arif_jogja @hiruma ketinggalan hehehe
  • waaajhhh ini semacam one shoot gt ya? baru slesai baca, hehehe.. lanjutkan al, aku tunggu karya brikutnya..
  • waaajhhh ini semacam one shoot gt ya? baru slesai baca, hehehe.. lanjutkan al, aku tunggu karya brikutnya..
  • one shoot ya no?

    agak bingung di awal soalnya langsung maenin 3 pov

    tapi bagus ceritanya
  • bahasanya aneh dan ribet...
    perpindahan antar pov terlalu singkat, bikin bingung bacanya..
  • pusing gue bacanya din dan jujur membosankan ...coba buat yg lebih humoris ya
    btw si tokoh rian itu kok gue banget ya ?
    lol :p
    @aldino_13
  • pusing gue bacanya din dan jujur membosankan ...coba buat yg lebih humoris ya
    btw si tokoh rian itu kok gue banget ya ?
    lol :p
    @aldino_13
  • hooo.. jadi ini kisah nyata ts dan @galaxy_meja

    kisah sblm kalian cerai yah?
    xixixixi..
  • Bagus2 tapi endingnya ko jadi pisah-_-
  • panjang. kapan2 deh bacanya.

    btw sudah baca sedikit yg di awal. coba ditata lagi paragrafnya, tanda bacanya, konsistensi kata dan kalimat yg digunakan. biar enak dibaca. terutama pada dialog. ditata lagi biar tempo dan nada bicaranya bisa dibayangkan. sehingga lebih dapat feelnya.
  • edited May 2015
    btw kayaknya judulnya salah deh.

    harusnya "he caught me". cmiiw.
Sign In or Register to comment.