BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

['SWE:V]



Squel dari "Froz!" , ini juga oneshoot, cerita ini ku tulis karena ada banyak yang pengen Froz! di lanjut yang kebetulan aku juga dapat ide nulis. typo dan lainya masih bertebar ya berbagai kesalahan dalam nulis harap maklum. dan ini oneshoot ingat oneshoot, yang udah baca harap kasi masukan.

Sinar matahari menyelinap masuk melalui celah kecil di jendela memberi sedikit rasa hangat diruangan serba putih itu, bukan rumah sakit tapi hanya warna putih yang ada. Terlihat seorang laki-laki pucat bersurai hitam masih terlelap dan di samping ranjangnya laki-laki lain juga masih terlelap sambil memegang tangannya.

"Eungh", lenguhan kecil keluar dari bibir yang terlihat sedikit pucat itu, membangunkan laki-laki yang menggenggam tanganya.

"Kau sudah bangun Jerrvi? ", Jake tersenyum melihat Jerrvi sudah bangun.

"Apa yang kau lakukan di kamarku? ", iris biru Jerrvi menatap dingin Jake.

"Revil bilang kau demam dan panas mu tinggi jadi aku kesini", Jerrvi hanya diam mendengar perkataan Jake.

"Kau seharusnya tidak menolak pulang bersama ku kemarin kebetulan aku bawa mobil dan kau malah memilih jalan kaki dan kehujanan", Jake menyentuh kening Jerrvi dengan tangan kanannya dan tangan kirinya merogoh sakunya untuk mengambil ponsel.

"Panas mu belum turun dan wajah mu masih sedikit merah", tidak ada suara yang keluar dari bibir mungil Jerrvi, dia hanya diam melihat Jake.

"Hisca ini aku, bisa aku minta tolong? Jerrvi sedang demam jadi tolong datang ke kelasnya dan katakan pada Veoul dia sakit dan ijinkan aku juga....", Jake melihat ke arah Jerrvi setelah menutup telpon yang ternyata sudah terlelap padahal dia belum meminum obatnya.

♠♠♠

Wajahnya manis sekali saat tidur, sejak tadi malam aku berada dirumah Jerrvi karena dia terserang demam dia seperti itu karena kehujanan kemarin, dia menolak tawaran ku pulang bersama yeah dia masih saja dingin bahkan setelah aku mengumumkan kami kekasih dan itu sudah dua minggu lalu.

"Kak Jake sarapan sudah siap dan aku juga membuat bubur untuk kak Jerrvi", suara Revil dari depan pintu kamar Jerrvi terdengar merdu dan tidak memekikan telinga, dan baru saja akan menjawab suara lemah Jerrvi terdengar.

"Kau mengunci pintunya? ", kulihat mata birunya melihat ke arah pintu.

"Yeah aku khawatir Alex masuk dan menggangu istirahat mu padahal kau sedang demam", terangku, dia hanya diam, jujur saja aku cukup heran mendengar kata Revil semalam, dia bilang Jerrvi tidak pernah mengunci pintu kamarnya dan meski sudah mendengar alasanya dari Revil aku tetap penasaran.

"Jerrvi kenapa kau tidak pernah mengunci pintu kamar mu? ", lagi...iris biru itu menatap ku wajahnya yang manis alami dengan kulit pucat semakin manis dengan adanya sedikit warna merah muda karena demam di pipinya.

"Revil dan Alex, aku tidak khawatir mereka masuk, dan para pekerja rumah tidak akan mungkin lancang", terangnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Aku akan ke lantai satu mengambil sarapan untuk kita", aku meninggalkanya dikamar dan pergi kelantai satu rumah ini untuk mengambil sarapan kami.

"Kakak maaf", aku baru sampai di meja makan dan sebelum aku duduk Revil berlari dan memeluk ku sambil meminta maaf, haah kakak beradik yang aneh.

"Ada apa? kau tidak perlu minta maaf", aku mengelus rambutnya yang kemerahan dengan lembut mencoba menenangkannya yang mulai terisak kecil.

"Maafkan aku semalam memanggil mu kesini karena hiks aku takut hiks kak Jerrvi hiks...aku hiks....dia terlihat kesakitan dan gelisah kak...", dia adik yang sangat baik dia memperhatikan kekasih ku seperti itu.

"Kau tenang saja, aku akan menjaga Jerrvi dan kau... aku hanya perlu restu dari mu", aku melepaskan pelukannya, melihat wajahnya yang imut kini basah karena isakannya.

"Eumh pasti akan ku restui, kakak sudah berhasil membuat kak Jerrvi marah dan dia sudah bisa marah sekarang", saat aku memberi tahu Revil, Jerrvi marah setelah aku mengumumkan aku pacarnya tanpa mengatakan cinta padanya di depan kantin itu, Revil sangat senang kakaknya bisa marah bahkan dia sering meminta ku datang kerumah mereka jika sedang free untuk menemani Jerrvi karena terkadang Revil mengunjungi orang tua kandungnya di luar kota. Setelah itu Revil berangkat ke sekolah dan hanya tinggal aku dan Jerrvi dan tentunya Alex di rumah.

Aku membawakan bubur yang dibuat Revil dan air putih untuk Jerrvi ke kamarnya dan ku lihat dia memainkan ponselnya.

"Saatnya makan Jerrvi agar kau bisa minum obat", dia melihat ke arah ku yang sudah masuk ke kamarnya.

"Apa itu bubur buatan Revil? ", aku mengangguk sebagai jawaban.

"Aku tidak akan makan itu", aku meletakan nampan di meja samping ranjangnya dan dia kembali memainkan ponselnya.

"Kenapa?", aku bertanya dengan lembut sambil menatap iris biru itu.

"Revil pintar memasak terutama membuat makanan manis, tapi...bubur, dia membuatnya tanpa rasa dan itu menjijikan", ucapnya datar dan jujur saja aku menahan tawa ku dengan tersenyum, bubur untuk orang sakit tentu saja dibuat tanpa rasa ya tuhan manis sekali kekasih ku ini.

"Jerrvi kau tetap harus memakanya atau aku akan memaksa mu", dia meletakan ponselnya dan menatap ku seperti bertanya apa, baiklah itu hanya pendapat ku karena pada kenyataanya wajahnya tetap saja datar.
Aku duduk diranjang tepat disamping Jerrvi lalu mengambil bubur sesendok dan memasukanya ke mulut ku tanpa kutelan, perlahan aku memerangkapkan Jerrvi dengan menunduk dan kedua tangan ku disamping tubuhnya menatap matanya intens lalu menghapus jarak hingga bibir kami bersentuhan, anak baik dia hanya diam dan tidak membuka mulutnya jadi aku menyingkirkan selimut memasukan tangan kanan ku ke dalam kemeja putih menyentuh niple miliknya dan memainkanya, jangan tanya dari mana aku tau itu titik sensitive pria ya meski aku baru pertama kali pacaran sesama jenis aku sudah belajar dari berbagai sumber cara ya berhubungan dengan pria , aku tersenyum saat Jerrvi terkejut dan membuka mulutnya membuat aku dengan mudah memasukan bubur itu kemulutnya dengan mulut ku memaksanya menelan bubur itu, lembutnya bibir Jerrvi membuat ku tetap melumatnya meski bubur itu sudah ditelanya, aku nyaris kehilangan kendali jika saja tidak membuka mata dan melihat Jerrvi yang wajahnya sudah sangat merah sehingga meski tidak rela aku melepaskan ciuman kami.

"Jerrvi aku tidak akan minta maaf jadi makan bubur ini", aku tidak bisa menebak apa yang dia fikirkan tentang apa yang baru saja terjadi mengingat dia masih tetap tanpa ekspresi.

"Tidak!! ", dia masih menolak, ah dia cute sekali, aku benar- benar dibutakan pria dingin ini.

"Baiklah, aku punya dua pilihan, mau makan bubur ini maka aku akan menyuapi mu dan bila kau menolak aku akan melakukan cara tadi untuk memaksa mu", aku menyeringai menunggu jawabanya.

"Baiklah suapi aku", aku tersenyum melihat dia memalingkan wajahnya.

"Bagus...seharusnya kau menurut apa yang ku katakan", aku menyuapinya bubur buatan Revil dan dia menerimanya mengunyah perlahan, bibirnya benar-benar luar biasa mirip bibir gadis bahkan dalam keadaan pucat.

"Apa yang kau katakan pada Revil? ", dia menyentuh ponselnya yang tergeletak di ranjang tapi tidak mengambilnya.

"Oh ayolah Jerrvi aku ini pacar mu bicaralah sambil menatap ku", aku menatapnya kesal sedangkan dia....ah sudahlah masih sama.

"Hanya kau....aku tidak... lagi pula aku tidak menganggap mu pacar dan bahkan aku bukan gay", aku beruntung ada Revil, dia memberi tahu banyak hal tentang Jerrvi jadi aku tau pacar ku ini bahkan tidak pernah pacaran, setau Revil.

"Benarkah bukan gay? lalu apa kau pernah tertarik pada gadis cantik? ", aku mendekatakan wajah ku padanya.

"Gadis... mereka berisik", itu artinya aku yang pertama.

"Itu artinya kau gay sayang", aku mengecup pipinya sekilas lalu kembali menyuapkan sesendok bubur.

"Tidak...kau bahkan juga bukan ", dia terlihat lucu bicara sambil mengunyah, percayalah dia membuka mulutnya sebelum ku perintah tadi.

"Makan yang benar, kau tidak pantas protes dengan wajah lucu tanpa ekspresi itu", dia hanya diam tidak membalas. Aku sangat menikmatinya meski dia dingin dan kadang begitu sarkas tapi wajah manisnya dan sifat dinginya itu sebenarnya hal yang sangat menarik, dengan wajah tampan dan manis itu dia bisa saja jadi populer bahkan jadi model.

"Buburnya sudah habis saatnya minum obat, kau bisa sendiri kan? ", dia memegang lengan ku, ini jarang terjadi.

"Aku bukan anak kecil...Jake", darah ku berdesir mendengar dia menyebut nama ku, terdengar sangat indah.

"Jerrvi katakan lagi", aku menatap matanya.

"Apa? ", dia mengedikan bahu tidak peduli.

"Panggil nama ku...now", dia masih diam hingga beberapa saat dan aku menyerah karena dia hanya diam jadi aku bangun untuk mengambilkanya obat.

"Jake...", aku berhenti dan menatapnya menatap wajah tanpa emosinya.

"Aku berjanji akan berusaha membuat mu tersenyum Jerrvi aku janji", aku memeluk tubuhnya yang seperti tubuh wanita dengan tinggi yang pas.

"Kau tidak perlu menjanjikan hal yang tidak perlu, aku merasa baik-baik saja", dia hanya diam dan tidak membalas pelukan ku. Ini seperti dongeng seorang pangeran jatuh cinta pada boneka porselen mahal yang indah.

"Baiklah ini obat mu, aku akan siapkan baju mu, meski kau sakit kau harus ganti baju mu", aku memberikan segelas air dan obat padanya lalu berjalan menuju lemari pakaian Jerrvi, dan aku hanya melihat pakaian sekolah dan kemeja putih lengan panjang yang jumlahnya banyak, saat memilih kemeja bahan apa yang cocok denganya sekarang aku mendengar ponsel ku berdering.

"Jerrvi bisakah kau lihat pesan dari siapa yang masuk di ponsel ku ?", dia mengangguk dan meletakan gelas yang tadi dia pegang lalu mengambil ponsel ku.

"Dari Lyra", aku masih sibuk memilih bahan kemeja untuk dia pakai dalam keadaan sakit begini. Lyra dia salah satu gadis di sekolah yang pernah menyatakan cinta pada ku, Lyra juga orang yang sangat menentang saat aku meresmikan hubungan dengan Jerrvi.

"Bisa tolong buka pesan darinya? ", aku ingin tau apa yang Lyra katakan lewat pesan itu.

"Eumh....Prince mengapa kau tak masuk sekolah hari ini sama seperti si dingin dan aneh, Jerrvi juga tak masuk, apa kalian kencan dan membolos, aku tak suka kau bersama dia Prince, itu yang dia katakan pesan ini", dia membaca tanpa ekspresi dan intonasi, sial gadis gila itu mengatai Jerrvi di pesan itu tapi anehnya Jerrvi tidak bereaksi sedikit pun.

"Jerrvi....Lyra menyebut mu aneh dan dingin di pesan yang baru kau baca, kenapa kau tidak memakinya atau marah", aku sudah menemukan bahan kemeja yang tepat untuknya.

"Untuk apa? aku bahkan tidak mengenalnya, aku tidak hidup berdasarkan pendapat orang aku juga tidak peduli", aku tersenyum mendengar jawabanya, aku mendekatinya yang dalam posisi duduk di ranjang.

"Aku akan menggantikan baju mu", dia hanya diam dan seperti tidak peduli saat aku membuka satu persatu kancing kemejanya. Kulit pucatnya sangat lembut saat aku tidak tidak sengaja menyentuhnya membuat darah ku berdesir dan jantung berpacu cepat terlebih saat mata yang memiliki iris biru itu terus menatap tepat ke mata ku.

"Mata Jake seperti perak", kemejanya sudah ku lepaskan baru saja akan memasangkan kemeja baru aku menghentikan gerakan ku menatapnya yang ternyata masih menatap ku, iris mata ku memang berwarna perak tapi ku fikir itu tidak lebih indah dari iris biru Jerrvi.

"Apa kau menguji ku Jerrvi? berhenti menguji ku, aku tidak akan tahan kau terus berkata manis sedangkan wajah mu bahkan sedatar itu", dia memegang lengan ku.

"Apa ini berpengaruh? ", aku tidak bisa mengerti jalan fikiranya saat ini, dia begitu menggoda, dan dengan cepat aku menindih tubuhnya yang half naked itu.

"Hufh apa ini? kau belajar menjadi agresif? kau fikir wajah datar mu tidak akan membuat ku tergoda? ", sekarang tangannya menyentuh paha ku membuat aku nyaris melenguh karena tangan hangatnya itu Damn dia hanya diam dan sekarang tanganya menyentuh kebawah paha ku sial sesuatu jadi menegang.

"Dapat...", aku menautkan alis ku heran, apa maksudnya, dan kurasa benda tipis di tariknya keluar dari bawah paha ku.

"Kau menindih ponsel ku sejak tadi dan kau juga menindih ku Jake", Sial aku lupa dia meletakan ponselnya di kasur ini sialnya lagi benda persegi panjang itu begitu tipis dan berwarna putih sama persis seperti sprei kasur ini sehingga aku tidak sadar sudah menindihnya sejak tadi.

"Jake kapan kau bangun dan berhenti menindih ku? ", aku menghela nafas lalu bangkit kembali memasangkan kemeja pada tubuhnya.

"Kau bahkan bukan anak raja...", aku hanya diam dan tetap memasangkan kancing-kancing itu satu persatu sambil menunggu apa yang akan dikataknya lagi.

"Juga bukan bangsawan...tapi kenapa di sekolah kau di panggil prince", ini kemajuan, untuk pertama kalinya dia bertanya tentang ku.

"Kau tau Jerrvi kau semakin menggemaskan, ku rasa ada baiknya kau sakit", kemejanya sudah terpasang rapi, aku juga merapikan kasurnya.

"Dimata mereka aku sangat sempurna itulah kenapa mereka menyebutku prince, Jerrvi kau harusnya senang aku jadi gay untuk mu", dia masih diam mungkin dia marah, dia memainkan ponselnya dengan tenang.

"Sebentar lagi semester ini akan berakhir dan semester depan adalah tahun terakhir kita, Jerrvi apa kau sudah putusakan perguruan tinggi mana yang akan kau masuki? ", dia memang lebih suka diam sekarang pun dia hanya diam menatap ku yang duduk disampingnya di kasur ini.

"Aku...ayah ingin aku ke melanjutkan diluar negeri", aku memelukanya tubuhnya yang hangat karena demam, meletakan kepalanya tepat di dada ku agar dia bisa mendengar alunan jantung ku yang cepat saat bersamanya.

"Haah Jerrvi aku tidak ingin ke luar negeri dan berpisah dengan mu, ku harap kau menahan ku", dia hanya diam bahkan saat aku semakin mengeratkan pelukan padanya, aku berharap hatinya menghangat ya paling tidak dia bisa merasakan apa yang kurasakan.

"Jake kau harus ke dokter besok", aku menunduk untuk melihat wajah pucatnya yang terlihat manis.

"Kau yang harus kesana Jerrvi, kau yang sakit", wajahnya yang tanpa ekspresi masih menatap ku lalu tangan kanannya perlahan memegang dada ku tepat di jantung dan itu membuat jantung ku semakin cepat berdetak.

"Jantung mu...ku rasa kau sakit jantung, detaknya sangat cepat Jake", demi Hades dan Zeus, Jerrvi berfikir aku sakit padahal jantungku berdetak secepat itu karena dia karena cinta ku pada Jerrvi.

"Sebaiknya kau tidur, aku tau ini masih pagi tapi kau sudah minum obat jadi tidurlah dengan posisi seperti ini dan jangan membantah atau aku akan mencium mu", Jerrvi hanya diam dan perlahan matanya menutup, tangan kanan ku mengusap surai hitamnya dan tangan kiri ku memeluknya, dia menuruti apa yang ku katakan meski aku tidak yakin tapi yang ku tau saat ini Jerrvi tidur di pelukan ku.

"Vila dan taman bermain, kita akan kesana nanti akan ku buat kau tersenyum ", perlahan aku juga menutup mata ku, ini memang masih pagi tapi lebih baik aku tidur bersama Jerrvi dalam posisi ini, lagi pula tidak ada yang bisa ku lakukan disini jika dia saja tidur.

Setelah 2 hari akhirnya Jerrvi sehat, wajahnya tidak lagi merah suhu badannya juga sudah normal, meski sudah sehat aku tetap melarangnya sekolah bukan tanpa alasan tapi aku punya rencana sendiri untuknya dan masalah ijin sekolah aku yakin Hisca bisa mengurusnya. Aku tinggal dirumah Jerrvi sejak dia sakit hingga sekarang dan ibu tidak mempermasalahkan hal itu bahkan ibu dengan senang hati membawakan ku baju ganti, dia juga membuat bubur untuk Jerrvi dan ibu ku menyukai Jerrvi ya dia bilang Jerrvi anak yang baik karena begitu ramah dan sopan, ibu melarang ku pulang sebelum Jerrvi sehat dan tentu aku senang dan satu lagi ibu juga tidak masalah dengan Jerrvi yang tidak punya ekspresi itu ku fikir ibu juga tidak akan marah jika aku bilang Jerrvi pacar ku.

"Makanlah ini bukan bubur lagi, atau kau mau ku suapi", meski dia sudah sehat aku tetap melarangnya bangun dari ranjangnya aku masih ingin memanjakanya.

"Sampai kapan kau melarang ku bangkit dari ranjang? " aku hanya tertawa kecil dan menyuapkan makanan ke mulutnya karena tangannya sibuk dengan ponsel.

"Meski kau tidak suka kau tetap menurut bukan? ", percayalah jika aku bertanya dia lebih suka bertanya hal lain dan seenaknya mengganti topik pembicaraan.

"Apa Revil sudah berangkat ?", aku mengangguk sebagai jawaban.

"Alex biarakan Alex masuk kamar ku,Sejak kau disini kau terus menutup pintu kamar dan menguncinya", aku mendekatkan wajah ku padanya.

"Tidak...", dia menyibak selimutnya dan berusaha bangkit melewati ku yang tepat disampingnya.

"Jerrvi duduk!! kembali ke ranjang mu ", ingat ketika ku bilang dia bisa marah? dan itu benar seperti sekarang dia marah.

"Persetan dengan perkataan mu! keluar dari rumahku sekarang!! ", jika dia marah wajahnya yang memang pucat itu jadi merah, lagi ini kesekian kalinya dia mengusirku dan salah bila dia berfikir aku akan pergi.

"Wajah mu merah ,aku suka kau marah tapi lebih baik jika kau tersenyum", dia hanya berdiri sekitar empat langkah dari ku, jadi aku mendekat dan memeluknya. alasan ku melarang Alex dekat dengan Jerrvi sudah jelas demi kesehatanya meski Alex bersih tapi bagaimana pun dia tetap anjing yang suka menjilat dan lidahnya pasti berbakteri.

"Minumlah", Jerrvi duduk disisi ranjangnya dan menyambut air yang ku berikan.

"Kau boleh tidur jika merasa mengantuk", matanya sayu lalu perlahan dia berbaring dan tertidur, dia tidak meminum obat hanya saja air tadi berisi obat tidur.

Setelah persiapan selesai aku menggendong Jerrvi hati-hati, membawanya masuk ke dalam mobil hummer ku lalu menyalakan mesin mobil dan melajukanya dengan kecepatan standar, ini terlihat seperti penculikan yang padahal aku hanya membawanya pergi ke vila milik orang tua ku yang jauh dari kota yang bahkan bisa dikatakan di hutan yang didominasi pohon pinus menjulang tinggi.

Masalah Revil dan Alex, aku tidak khawatir karena Revil bilang akan kerumah orang tua kandungnya selama kami disini, inilah rencana ku, berlibur kevila padahal normalnya kami harus masuk sekolah tapi apa yang tidak bisa kulakukan? semua bisa. Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam akhirnya kami mulai memasuki kawasan hutan pinus lalu dari jalan besar kami masuk ke jalan yang sedikit lebih kecil yang pas untuk mobil sekitar 500 meter kami sampai di sebuah vila yang terdapat danau kecil di sampingnya, vila dari kayu mahoni dengan warna khas kayu , aku lalu memarkirkan mobil ku dan menggendong Jerrvi seperti tuan putri.

"Kurasa dosis obat tidurnya terlalu banyak sampai kau bahkan tidak bangun", kami mulai memasuki vila yang cukup besar ini, didalam terdapat banyak dinding yang hanya memakai kaca yang difungsikan sebagai pintu geser lalu disudut kanan terdapat kamar utama yang akan ku tempati dengan Jerrvi, disini cukup lengkap yah perapian ukuran sedang yang disekitarnya terdapat sofa dengan gaya modern dengan bentuk setengah lingkaran lalu dapur dan meja makan dengan empat kursi mengeilinginya.

"Pemandangan disini sangat bagus, kuharap kau suka", aku mengecup keningnya dan melanjutkan membawanya kekamar menidurkanya di ranjang king size ini. Kamar ini tidak beda jauh dengan kamar yang sering ada pada vila yang biasa di desain untuk pasangan jadilah terlihat romantis dan manis, bahkan bedcovernya yang berwarna dasar putih ini bergambar love yang sengaja tidak ku ganti, lalu lemari pakaian ukuran besar yang sebelumnya sudah ku isi dengan pakaian untuk ku dan Jerrvi yang tentunya hanya memakai kemeja putih, lalu ada meja dan kursi yang terbuat dari kayu, disudut ruangan ada pohon mini didalam pot lalu jendela besar dengan gorden putih.
Untuk menghilangkan lelah aku ikut tidur disamping Jerrvi sambil memeluk badannya yang sedikit lebih kecil dari badan ku ini.

Entah berapa lama aku tertidur sampai aku mendengar suara Jerrvi yang bergumam.

"Ini bukan kamar ku", aku melihat ke arahnya yang tepat disamping ku dan mengeratkan pelukkan, sayangnya tidak peduli bagaimana aku menyentuhnya Jerrvi tidak memberikan ekspresi berarti selain meminta ku berhenti dengan nada dingin seperti biasa.

"Villa, kita ada di villa milik orang tua ku", dia menyingkirkan tangan ku dengan santai lalu bangkit menuju jendela besar yang ku yakin menarik perhatianya, perlahan tanganya membuka gorden putih itu dan menampilkan pemandangan hutan yang gelap, ternyata sudah malam dan kami tidur cukup lama.

"Kau menculik ku ke tempat ini? atas dasar apa? ", dia masih berdiri di dekat jendela matanya menatap kosong ke hutan yang gelap.

"Aku mengajak mu berlibur, emh aku tau kita sedang tidak dalam masa liburan tapi kurasa tidak ada salahnya", dia berbalik dan melihat ke arah ku yang hanya bisa tersenyum bodoh.

"Dimana ponsel ku", aku menunjuk meja tempat aku meletakkan benda persegi panjang dengan warna putih itu, Jerrvi mengambil ponselnya lalu berjalan keluar kamar, aku pun mengikutinya, dia terus berjalan dan sesekali melihat isi villa ini dengan seksama, dia terus berjalan sampai menuju pintu keluar dan dia keluar dari bangunan villa ini.

"Jerrvi berhenti... !!", aku menahan lenganya, kami berada diluar tempat di dekat danau, enatah apa yang difikirkanya ini sudah gelap dan dia keluar.

"Kau mau apa? ", aku bertanya dengan lembut padanya berusaha tidak memancing rasa marahnya karena itu bukan tujuanku, tapi bukanya menjawab dia melakukan sesuatu pada ponselnya, terlihat seperti mendial nomer seseorang aku bisa melihatnya karena kami berhadapan dengan jarang hanya sekitar empat langkah.

"Halo pak Joe? bisa kau jemput aku sekarang, aku berada di tempat yang penuh dengan pohon pinus...." dengan cepat aku mengambil ponsel Jerrvi dan membatalkan perintah Jerrvi pada pak Joe.

"Ini sudah malam, ayo masuk", aku menarik lenganya perlahan tapi dengan kasar dia melepaskanya dan merampas ponselnya dari tangan ku.

"Aku ingin pulang, jangan menghalangi ku...." dia kembali mencoba menelpon sesorang tapi lagi aku mengambil ponselnya.

"Perlu 3 jam dari rumah untuk sampai kesini dan itu bahaya, ayo masuk Jerrvi", matanya menatap lurus kearah ku.

"Aku bahkan tidak mendengar ijin dari mu untuk membawa ku kesini, Jake. dan aku tidak suka", dia kembali merampas ponselnya dari tangan ku dan mencoba menelpon lagi, hal itu membuat ku kesal karena dia tidak mendengar ku dan dengan kasar aku merampas ponselnya lalu melemparnya ke danau yang tempat didekat kami, matanya tetap dingin seperti biasa.

"Aku tidak akan minta maaf untuk hal ini, masuklah...aku akan membuat makan malam. Satu lagi jika khawatir pada Revil dan Alex kau bisa pakai ponselku", aku menarik lenganya dan membawanya masuk, mengunci pintu. lalu ku tinggalkan dia diruang tengah menuju dapur tanpa mengatakan apapun.

♠♠♠

Jerrvi masih berdiri di menatap punggung Jake yang mulai menjauh.
Matanya menatap sayu kearah Jake lalu dia melangkah menuju dapur tepat dimana Jake sedang memasak.

"Aku akan menelpon Revil", Jake hanya diam, hatinya masih merasa kesal. Jerrvi berlalu menuju kamar dan mengambil ponsel Jake dan mendial nomor Revil untuk di hubungi.

"Kak Jake", suara riang Revil terdengar.

"Ini aku Jerrvi", suara tenang Jerrvi terdengar cukup lembut.

"Uh maaf kak, ah ada apa kak? kenapa menelpon dengan memakai ponsel kak Jake? ", Jerrvi berjalan mendekati jendela besar dikamar itu lalu berdiri disana.

"Jake melempar ponsel ku ke danau", berikutnya suara teriakan dari Revil yang terdengar olehnya.

"Apa yang ter... ?", Revil belum selesai bicara dan Jerrvi memotong.

"Bagaimana kau dan Alex? dia bilang kau membawa Alex kerumah orang tua mu? ", Terdengar suara Revil yang meminta maaf berkali-kali karena membawa Alex tanpa memberi tahu Jerrvi, yang sebenarnya bukan masalah baginya selama Revil dan Alex baik-baik saja.

"Revil...", mata Jerrvi menatap lurus kedepan.

"Ku rasa Jake membawa virus aneh, semacam penyakit", ekspresi wajah Jerrvi berubah aneh.

"Penyakit apa kak? ku lihat kak Jake sehat", Jerrvi melihat seisi kamar, entah apa yang dicarinya.

"Penyakit jantung, Jantung ku berdetak kencang tadi saat dia menarik ku masuk, detaknya sama cepatnya dengan detak yang dia punya saat itu, dia menularkan penyakit aneh pada ku", ucap Jerrvi dengan nada dingin yang dibalas tawa kecil Revil.

"Ahaaha itu bukan penyakit kak, tapi kau jatuh cinta padanya kak, pada kak Jake itu sebabnya jantung mu berdetak cepat", terang Revil pada Jerrvi, belum sempat Jerrvi menjawab, panggilan terputus dan saat itu Jake membuka pintu kamar.

"Ayo makan malam Jerrvi", Jerrvi mengikuti Jake menuju meja makan, disana sudah tersedia beberapa makanan. Jake tidak mengatakan apapun selama makan mereka makan dengan tenang sampai Jerrvi mulai bersuara.

"Jake, kau harus menjauh dari ku", Jake yang sedang memotong daging dipiringnya menatap Jerrvi.

"Kau membawa virus, penyakit yang aneh, dan itu menyerang tubuh ku", Jake menautkan alisnya bingung, tapi tetap menunggu Jerrvi bicara. Sayangya Jerrvi tidak lagi bicara.

"Penyakit apa yang kau maksud Jerrvi? ", sampai makan malam selesai Jerrvi tidak menjawab pertanyaan Jake membuat Jake penasaran jadi dia membuat coklat hangat untuk mereka dan mengajak Jerrvi duduk di sofa dekat perapian.

"Penyakit apa yang kau maksud? mmhh? ", suara lembut Jake kembali membuat jantung si laki-laki dingin beriris biru, Jerrvi. Berdetak kencang.

"Jantung ku, jantung berdetak kencang...sama seperti jantung Jake saat "itu", Jerrvi berkata polos, membuat Jake berhenti menyesap coklat hangatnya, Jerrvi yang ada disampingnya ditarik lalu mendudukan Jerrvi di pangkuanya,membelakanginya, Jerrvi hanya diam.

"Akhirnya, kau jatuh cinta pada ku Jerrvi", Jake menyandarkan kepalanya dibahu kiri Jerrvi dan tanganya memeluk perut ramping Jerrvi.

"Tidak, aku tidak jatuh cinta", Jerrvi memalingkan wajahnya menghindari tatapan Jake.

"Aku juga mencintai mu", tangan Jake merasa jari-jari Jerrvi menyentuhnya.

"Jake? ", Jake bergumam sebagai jawaban panggilan Jerrvi.

"Apa aku jatuh cinta pada mu? " , Jake mengangguk membenarkan dan tiba-tiba Jerrvi berbalik yang tadi membelakanginya jadi menghadapnya lalu membenamkan wajahnya yang sudah merah sempurna di dada Jake yang cukup bidang.

"Ini aneh ", Jerrvi bergumam dan Jake mengecup kepalanya lembut membuat Jerrvi melonggarkan pelukanya dan hal itu membuat Jake merasa menang dia melihat Jerrvi tersenyum kecil dalam pelukanya, dia begitu manis sekarang, entah kemana perginya Jerrvi yang keras itu, yang ada Jerrvi yang manis sekarang. Usahnya membuat Jerrvi tersenyum dan jatuh cinta padanya tidak sia-sia, si es akhirnya mencair perlahan tapi bukan berarti Jerrvi menjadi hangat sepenuhnya, dia masih sering bersikap dingin tapi dia bisa tersenyum dan marah ditambah sebuah bonus yaitu blushing bila digoda Jake.

END.
«1

Comments

Sign In or Register to comment.