BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

-The Death Eyes-

Prolog :

The Death Eyes menceritakan seorang pemuda bernama Leico Braven yang mana dia seorang Deyes atau pemilik Death Eyes. Death Eyes adalah mata istimewa yang hanya terdapat pada orang-orang tertentu. Termasuk Leico, Leico sendiri tidak tahu menahu darimana asal Death Eyesnya itu, kedua orang tuanya adalah orang biasa yang tidak memiliki Death Eyes. Namun, kemunculan Death Eyes Leico pada peristiwa Blood Night menjadi tanda tanya besar! Darimana asal Death Eyesnya itu?

Bersama Alex, Jarge dan Ross, dia bertualang untuk mencari kebenaran dirinya, siapa dirinya dan bagaimana bisa ia memiliki Death Eyes? Pertanyaan itu akan terus ada di benak Leico selama perjalannya mencari kebenaran.

Leico juga harus berhadapan dengan orang-orang kuat dan tangguh dalam menguak misteri-misteri yang timbul disetiap peristiwa aneh. Mampukah Leico mendapat kebenaran yang selama ini ia cari? Kita akan mengetahuinya di cerita-cerita yang akan kalian baca.
«13

Comments

  • ==Chapter 1. Perjalanan pembuka!==
    ***
    ***

    “Jake!!! Cepat pergi dari daerah ini!” kata Vegra sambil mengayunkan tangannya kepada Jake.

    “Jangan merasa yang paling kuat kau Vegra, kita adalah tim! Dan anggota tim tidak akan meninggalkan anggota tim lainnya!!” Jake berkeras untuk tidak lari dari peperangan itu.

    “Diam!!!” kata Vegra membentak ucapan Jake dengan raut wajah yang sangat marah.

    “Kamu harus ingat, Leico adalah satu-satunya harapan kita. Dengan keberadaan ia di dunia ini, maka kita bisa menang dalam peperangan ini!” Vegra berbicara dengan nada tinggi atau lebih tepatnya dia sedang marah-marah. “Dan kau ku tugaskan untuk menemukan Leico... sesegera mungkin!” kata Vegra memerintah.

    “Vegra...” Jake termenung dengan perkataan Vegra. Lalu ia memutuskan untuk menuruti perkataan kaptennya itu. “Baiklah!!! Tapi Vegra...” Jake termenung sebentar lalu melanjutkan kata-katanya dengan air mata yang mulai membasahi pipinya, “JANGAN MATI!!!” kata Jake seraya menangis karena tidak ingin Vegra mati.

    Vegra hanya tersenyum, lalu mengatakan hal yang membuat Jake menjadi tabah. “Aku tidak akan mati!” ucap Vegra degan pasti.

    Jake akhirnya pergi dari medan pertempuran itu tanpa mengucapkan kata perpisahan pada Vegra, karena gejolak batin yang amat teramat kuat. Jake pergi dari medan perang di sebuah kota besar, kota itu terletak di daerah selatan negara Republik Hugband. Keadaan kota itu sudah hancur lebur karena sudah berulang kali di bom, bukan hanya keadaan kota itu saja yang hancur bahkan, langit di kota itu menjadi sangat gelap karena tertutupi dengan asap bekas pengeboman. Sementara itu, Vegra menangis mengiringi perginya Jake, murid sekaligus teman karibnya.



    “Wah, wah... sebuah drama klasik yang menarik sekali. Namun, salah satu diantara kalian harus mati!” kata seseorang dari sebuah gedung yang cukup tinggi, meski gedung itu sudah mengalami kerusakan yang cukup parah. Mendengar suara itu membuat Vegra menjadi kaget diselingi rasa takut yang teramat sangat.

    “Kau.... Nettaleo!” ucap Vegra sambil menunjukkan ekspresi wajah marah dan gugup pada pria itu, pria itu berada di puncak gedung yang berada tidak jauh dari posisinya saat itu.

    “Hahaha..” tawa orang yang disebut Nettaleo oleh Vegra. “Hmm... sepertinya aku ini cukup terkenal ya dikalangan para budak.” Nettaleo terkekeh-kekeh seraya menatapi Vegra dengan tatapan yang seolah menyampaikan pesan kematian kepada Vegra.

    “Tutup mulutmu! Orang tak berbudi... akulah yang akan mengirimmu ketempat yang penuh dengan penderitaan!!!” Vegra dengan segera mengambil senjata apinya lalu mengarahkannya ke Nettaleo. Vegra menembak dengan bertubi-tubi, ia mencoba untuk mengenai Nettaleo yang bergerak sangat cepat bagaikan pesawat jet. Peluru yang Vegra tembakkan hanya mengenai dinding-dinding gedung yang sudah rusak, bukan badan Nettaleo

    “Sial!!” kata Vegra dalam hati sambil mengisi ulang peluru pada pistolnya. Lalu, bersiap kembali menembaki Nettaleo. Namun... tanpa ia sadari Nettaleo sudah berada di depannya.

    “Dasar budak bodoh! Apa kau tidak tahu siapa aku?” Nettaleo berbisik kepada Vegra sambil menunjukkan hal yang paling istimewa yang ia miliki, matanya!

    “Kau...!!” mata Vegra langsung terbelalak melihat benda itu.

    Nettaleo yang sudah terlihat tidak tahan untuk membunuh itu lantas menusuk perut Vegra dengan tangannya yang sangat tajam seperti pedang. Sambil berucap “Vegra Iatra... THE END!!” ucap Nettaleo seraya melepaskan tangannya yang sudah masuk sangat dalam keperut Vegra. Vegra yang sudah menerima serangan mematikan itu pun jatuh tersungkur, tepat di depan kaki Nettaleo. Vegra berusaha menatap Nettaleo, ia seperti ingin menyampaikan sesuatu. Tapi apa daya, ajal sudah menjemputnya dan ia harus mati di medan perang.

    Setelah kematian Vegra, Nettaleo lantas pergi menuju ke sebuah gedung yang tinggi di dekat danau atau lebih tepatnya kolam. Meski disana tertera Porty Lake bukan Porty Pond.

    “Aku sangat tertarik dengan apa yang kamu ucapkan, Vegra. Siapa Leico yang kau sebut sebagai dewa penyelamat?” Nettaleo berucap di gedung tertinggi dan memandang ke arah barat. Ke sebuah desa kecil yang jaraknya berkisar 450 km dari kota yang saat ini ia pijak. Saat itu hari sudah menjelang malam, dan angin berhembus sangat kecang.

    Vegra terkapar tak bernyawa di sebuah tanah lapang yang dulunya merupakan alun-alun kota Porty. Dan syal yang ada di lehernya pun terbang terkena angin yang berhembus sangat kencang. Akhir hidup Vegra sudah tiba, bagaimana dengan Jake.

    ***

    Sementara itu, ditempat lain. Jake berlari menuju desa kecil yang berada di sebelah barat kota Porty ; tempat terjadinya perang dan juga menjadi tempat kematian dari Vegra. Jake terus berlari dengan cepat sambil berharap Vegra tidak mati disana, meski kenyataannya 180o dari yang diketahui oleh Jake.


    “Cepat, cepat, aku harus cepat. Temukan Leico!” kata Jake sambil berlari meski saat itu ia sedang terluka. Sampai pada suatu tempat, dimana ada jejeran pohon cemara yang indah serta taman bunga yang berwarna-warni dan juga sebuah sungai yang lumayan besar dengan airnya yang jernih, ia menerima serangan! Serangan berupa tombak besar dan tombak tersebut sukses menembus bagian dada Jake hingga Jake tewas ditempat.

    “Hehehe... kena!” tiba-tiba seseorang terkekeh. “Kamu ini bagaimana Alex, bukan hal yang baik membunuh orang yang tidak bersalah.” Lanjut seorang pria yang berada di dekat sungai.“Iya iya, aku minta maaf. Habisnya, orang ini berlari dengan cepat dan ku pikir orang ini akan cocok menjadi pegujian seberapa akurat tembakkanku.” Kata orang yang dipanggil Alex sambil menarik kembali tombaknya yang berada di tubuh Jake.

    “Tetap! Tidak baik!” kata wanita yang muncul dari balik taman bunga di seberang jalan menuju desa, wanita itu berparas cantik dengan rambut pajang berwarna hitam yang terurai dengan indah. “Sekarang, buang mayat itu agar tidak menjadi pemberitaan di negara ini!” wanita itu berkata sambil menarik sebuah pisau yang mengkilap sambil mengarahkannya kepada Alex.

    “Iya, iya. Akan kubuang, santai saja Ross.” Kata Alex sambil mengangkat tubuh Jake. Jake yang sudah tidak bernyawa lagi, dibuang oleh orang yang bernama Alex ke sungai.

    “Hey, Ross. Ngomong-ngomong, kita mau kemana?” tanya seorang pria yang satunya. Pria itu mengenakan pakaian putih dengan lengannya yang panjang serta bercorak naga.

    “Tanya melulu kamu ya, Jarge.” Alex menanggapi kata-kata Jarge sambil menunjukkan ekspresi meledek. Alex sendiri terlihat lebih sederhana dengan pakaian perang.

    “Kau!!!” Jarge mulai terpancing emosi.

    “Kita akan ke desa di sana. Untuk mencari Leico, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang tadi yang kamu bunuh Alex.” Kata Ross sambil menunjuk kearah barat yang merupakan arah menuju desa dimana Leico tinggal.

    “Okehhh,, gooo!” Alex yang paling bersemangat mendahului perjalanan ke desa.

    “Tapi sebelum kita berangkat, ada baiknya kita istirahat sejenak disini.” Kata Jarge mengusulkan.

    “Jarge benar, sebaiknya kita istirahat disini untuk mengisi tenaga setelah perjalanan jauh.” Kata Ross menyetujui usulan Jarge. Ia menatap kepada Alex yang memang orangnya agak kurang sabaran, seolah menyampaikan pesan “jawab ya atau kubunuh kau.” Alex pun hanya mampu mengangguk dengan raut muka ketakutan.

    Malam itu cuacanya agak kurang bersahabat, akibatnya hujan deras mengguyur tenda mereka disertai angin kencang. Tapi entah kenapa tenda mereka tidak goyah sedikitpun, Alex dan Jarge tidur dengan pulas di tenda yang sama sedangkan Ross tidur di tenda satunya lagi. Mereka tidur dengan nyenyak, padahal diluar tenda sedang terjadi hujan deras disertai angin kencang dan petir.

    ***
    Keesokkan paginya, ketiga orang tersebut terbangun dengan bahagia karena mereka bangun bukan karena ledakkan bom atau deburan senjata, melainkan karena kicauan burung dan hangatnya mentari pagi yang bersinar pada saat itu.

    “Indahnya..” kata Ross.

    Jarge memperhatikan Ross yang sedang menggeliat menikmati setiap inchi pemandangan.“Yup, suasana pegunungan memang oke. Bukan hanya pemandangannya, tetapi juga udaranya yang sejuk.” Lanjut Jarge, ia mulai mengikuti tingkah Ross.

    “Hey!? Kalian ini asyik sekali mengagumi keindahan tempat ini. Apa kalian tidak merasakan sesuatu?” kata Alex dengan raut muka kesal.

    “Sesuatu? Apa?” tanya Jarge dengan bingung.

    “Haaaaaa.... kenapa kalian tidak merasakan apa yang aku rasakan saat ini!!!” kata Alex berteriak dengan keras karena tanggapan dari Jarge yang sepertinya tidak memuaskan baginya. Lalu ia membentur-benturkan kepalanya kesebuah pohon dan menangis seolah menyesali sesuatu.

    “Kamu kenapa Alex? Tingkahmu seperti anak kecil saja!” kata Ross dengan nada agak mengejek. Tapi, Alex masih saja membentur-benturkan kepalanya sambil menangis. Jarge yang sedari tadi merapikan tenda lalu mendekati Ross seraya berkata “apa kamu lapar Ross?”

    “Itu dia!!!” kata Alex marah-marah sekaligus berteriak, “dari tadi aku ingin makan tahu!!!” kata Alex masih marah-marah kepada Ross dan Jarge.

    “Hahaha dasar Alex si tukang makan!” kata Jarge tertawa sekaligus mengejek Alex yang memang orang paling muda diantara mereka bertiga. Alex menanggapi ejekan itu dengan muka cemberut dan tatapan mata yang kesal. “Tapi baiklah... ayo kita cari makan!” kata Jarge mengajak semuanya.

    “Tunggu dulu!!” kata Ross menyela. “Dimana kita makan? Bukankah saat ini kita berada di hutan, bukan di pasar yang penuh dengan makanan.” Kata Ross yang membuat perasaan kecut bagi semuanya, terlebih lagi bagi Alex.

    ***

    Mereka melanjutkan perjalanan tanpa sarapan sedikit pun, mereka hanya memakan beberapa buah yang berasal dari pohon di tepi jalan. Tentunya beberapa buah tak akan mampu menambal kelaparan mereka, apalagi Alex yang disebut Jarge si tukang makan, dia bahkan tidak bisa berdiri dengan tegak dan hanya mampu berjalan dengan badan membungkuk. Wajah Alex pun terlihat pucat, dan tak bersemangat.

    “Eeeee.... lapar.... lapar.... aku lapar!!!” teriak Alex dengan sangat keras, bahkan Ross dan Jarge terpaksa menutup telinga mereka dengan tangan.

    “Diam BODOH!!!” kata Ross membentak kepada Alex. “Kamu pikir aku dan Jarge tidak lapar apa?” lanjut Ross dengan nada yang sedikit lebih rendah.

    “Tahu nih... si tukang makan bisa diam gak sih.” Kata Jarge mengejek Alex dengan nada terdengar seperti menyombongkan diri.

    “Berisik!! Siapa yang meminta mu bicara!” jawab Alex dengan perasaan kecut dan muka yang cemberut.

    Setelah beberapa saat mereka berjalan, mereka sampai di sebuah lapangan yang luas dengan rerumputan yang hijau bagaikan taman uang. Setidaknya itulah yang dilihat oleh Jarge. Setelah lelah berjalan-jalan, mereka memutuskan untuk istirahat sebentar di dekat pohon besar di sisi padang rumput. Mereka pun tertidur dengan pulas karena suasana yang nyaman di padang rumput tersebut.

    Beberapa saat kemudian, Alex terbangun dan langsung mengeluh karena perutnya yang terus-terusan meminta bahan bakar. Ia pun mendongak dan melihat kalau hari sudah siang dan hampir memasuki waktu makan siang. Alex berpikir kalau dia mungkin akan mati kelaparan disini, di padang rumput yang indah dan bersuasana nyaman ini. Sesaat kemudian, ia melihat sesuatu yang begitu ia inginkan, seekor kijang.

    “Hey!? Ada seekor kijang.” Kata Alex seraya menuding kearah seekor kijang yang tengah menikmati rumput disana sebagai santapannya, kata-kata itu membuat Ross dan Jarge terbangun. “Kelihatannya enak!” lanjut Alex sambil mengambil tombaknya dan bersiap untuk melemparkannya.

    “Ayo!!! STRIKE!!!” kata Alex bersemangat sambil mengambil ancang-ancang untuk melempar. Alex kemudian melempar tombaknya menuju kijang itu. Sayangnya ...Tombak yang dilepaskan oleh Alex tidak sampai menembus tubuh kijang itu. Mata alex terpaku kepada seorang pemuda yang mengenakan jubah hitam dengan kerah dan bergaris kecil warna emas di bagian bahu dan kerahnya, ada pula nampak sebuah pedang yang berada di punggungnya. Pemuda itu menatap Alex dengan tatapan tajam dan terlihat marah. Sementara itu, kijang yang menjadi buruan Alex telah lari dan menghilang dari balik semak belukar.

    “Apa??!” kata Alex terkejut sekaligus terpaku, matanya terbelalak melihat pemuda itu.

    “Dia... bagaimana bisa menangkap tombak Alex yang berkecepatan tinggi itu? Jangan-jangan dia...” kata Ross dalam hati, dengan ekspresi wajah cemas.

    “Di desa Tepa, tidak boleh membunuh hewan tanpa izin!” kata pemuda itu dengan tegas serta tatapan mata yang sangat tajam.

    “Hey... memangnya kena-“


    “Alex!!” bentak Ross menghentikan kata-kata Alex. “Dia bukan orang sembarangan, bisa menangkap tombakmu tanpa kita sadari keberadaan dia sebelumnya. Dia pasti sangat kuat!” kata Ross sambil memegang pisaunya dan mencabutnya dari sarungnya. Dari ekspresi wajah Ross, dapat diketahui kalau saat itu ia sangat ketakutan dan cemas melihat pemuda yang berada di depannya saat itu.

    “Kamu... sebenarnya siapa?” tanya Ross dengan raut muka yang cemas.

    “Aku, Leico Braven!” kata pemuda yang bernama Leico Braven itu dengan tegas.

    “L-l-l-Leico!?” Ross terpaku kaget, tubuhnya bagai disambar petir.

    “Eee... kenapa kamu Ross?” tanya Jarge “Bukankah dia yang kita cari?” lanjut Jarge.

    “Ada urusan apa kalian dengan ku?” tanya Leico dengan tatapan tajam.

    “Masa bodo! Kamu telah menghilangkan makananku. Dan aku tidak akan memaafkanmu!!!” Tiba-tiba Alex menyerang Leico dengan sangat cepat namun, Leico dapat menghindar. Akan tetapi, Alex mengaktifkan Death Eyesnya, dan kemampuan Death Eyesnya adalah memprediksi kemana lawan akan bergerak.

    “Hehehe... kena kau.. Leico!!!.” Kata Alex seraya memukul Leico. Leico pun terkena serangan Alex, Alex yang sudah terbakar api amarah lantas kembali menyerang Leico dan ... tiba-tiba tubuh Alex tidak dapat bergerak. Jarge yang penasaran pun menyerang Leico dengan menggunakan pedangnya. Namun, setelah melihat mata Leico, Jarge pun tidak bisa bergerak.

    “Kau... Deyes!?” kata Jarge dengan terbata-bata karena efek yang ia dapatkan dari Leico.

    “Deyes...!” Ross yang kaget langsung menunjukkan raut wajah suram. Detik berikutnya, ia melihat mata Leico, mata kematian(Death Eyes).

    ***

    Setelah mereka diikat oleh Leico, mereka lantas dibawa oleh Leico menuju ke sebuah rumah yang besar tepat di tengah-tengah desa Tepa. Sesampainya didalam rumah, Leico yang memegangi Alex langsung melemparnya tepat didepan tetua desa. Hal yang sama juga terjadi kepada Ross dan Jarge, hanya saja yang melukakan itu bukan Leico, melainkan dua orang penjaga yang bertubuh kekar dengan wajah mereka yang sangar.

    “Lapor tetua... saya telah menangkap orang-orang yang ingin membunuh Feciv di jalan menuju desa.

    “Apa?! Jadi mereka yang mencoba untuk memburu Feciv?” kakek tetua desa Tepa bertanya kepada Leico.

    “Ya, salah satu diantara mereka melemparkan tombak. Seandainya saya tidak sigap. Mungkin Feciv akan menjadi santapan mereka.” Jawab Leico dengan tenang. “Selain itu, salah satu diantara mereka berani menyerang saya dan dia pula yang memiliki Death Eyes.” Lanjut Leico.

    “Dasar ikan busuk!!!” bentak tetua kepada mereka yang saat itu sedang terikat. “Jangan kalian pikir, kalau kalian memiliki Death Eyes, kalian dengan seenaknya saja membunuh hewan atau manusia!” kata tetua dengan nada tinggi sambil memukul lantai dengan tongkat.

    “Tapi kami lapar!!” kata Alex mencoba mengelak.

    “Lapar?? Kenapa kalian tidak datang kemari secara baik-baik dan mengatakan kalau kalian lapar? Kami akan dengan senag hati memberi kalian makanan!” bentak tetua desa.

    “Tapi tetua, selain itu, pemuda yang bernama Leico itu... dia juga Deyes!!” kata Ross mencoba membela diri.

    “Jangan samakan aku dengan kalian!” ucap Leico yang langsung marah karena dikatakan Deyes. “Aku sama sekali tidak mau, aku tidak mau menjadi seorang Deyes. Tapi apa daya!? Takdir telah menggariskan semuanya tanpa bisa ku tolak!!” lanjut Leico dengan ekspresi wajah yang suram.

    Leico lantas pergi meninggalkan ruangan tetua desa tanpa memperdulikan tiga orang yang tengah diikat di sampingnya.

    “Ada apa dengannya?” tanya Jarge.

    “Bukan urusan kalian!” bentak salah seorang pengawal.

    “Tidak!! Biar aku yang menjelaskan semuanya!” kata tetua menghentikan kata-kata pengawalnya tadi.
    ***

    Bersambung


    Chapter berikutnya : chapter 2
    Sejarah kelam.
  • cerita fantasi ya, cerita yang bagus ...jadi Leico masih belum berteman dengan Alex dan Jarge ...
  • Like itn mention ea low updeat
  • Chapter 2. Sejarah kelam.

    “Tidak!! Biar aku yang menjelaskan semuanya!!” kata tetua desa menghentikan kata-kata pengawalnya tadi, “meski aku tidak suka bicara pada orang luar. Akan tetapi, kami tidak bisa membunuh kalian hanya karena mencoba membunuh Feciv(seekor kijang yang ingin Alex bunuh dengan tombaknya).” Kata tetua desa. “Dulu, saat Leico berumur 7 tahun... desa Tepa pernah diserang oleh sekelompok orang asing, mereka membakar rumah kami, menembaki penduduk dengan senjata tanpa ampun, dan membunuh semua penduduk yang berani melawan. Itulah yang terjadi pada ayah Leico. Ya.. Kelos Braven... dia seorang pria pemberani. Dia melawan orang asing itu dengan menggunakan pedang. Hasilnya, banyak dari penyerang itu mati karenanya... namun, mereka para penyerang itu dengan segera menembaki Kelos dengan senapan, meriam bahkan melemparinya dengan bom hingga Kelos tewas. Pada saat bersamaan, Leico kecil menyaksikan kematian ayahnya itu dan...” tetua desa termenung sebentar, menarik napas lalu melanjutkan “sesuatu yang sangat kuat muncul pada diri Leico.”Raut muka tetua berubah menjadi suram, menandakan kalau dia ketakutan kalau mengingat kejadian itu.

    “Death Eyes Leico muncul?” kata Ross sambil mengangkat salah satu alisnya menandakan ia penasaran dan bingung.

    “Iya!” kata tetua dengan gugup, lalu meneguk ludah dan siap melanjutkan cerita “Death Eyes Leico muncul dan membuatnya sangat ganas dan kuat bagai monster... ia membunuh semua orang yang ada disekitarnya, termasuk ibunya.” Kata tetua yang membuat ketiga orang itu kaget setengah mati. “Membunuh.... ibunya!?” ucap Ross dengan raut muka yang suram dan ketakutan. “Ya... saat itu pun aku menyaksikan kejadian itu, bahkan aku hampir dibunuhnya kalau saja tetua saat itu tidak menahannya dengan mantra tertentu yang hanya diketahui oleh tetua itu sendiri. Leico yang hilang kendali, akhirnya kembali sadar dan dia... menangis setelah mengetahui kalau orang tuanya mati. Hingga kini, kenyataan yang tidak pernah diketahui oleh Leico adalah bahwa dialah pembunuh ibunya.” Lanjut tetua desa dengan suara yang sedikit ditahan agar tidak terdengar sampai keluar.

    “Memangnya kenapa kalau Leico sampai tahu kenyataan yang sebenarnya?” tanya Alex dengan nada yang juga rendah dan di kecil-kecilkan. “Agar kejadian Malam Berdarah(Blood Night) tidak terjadi lagi!” kata tetua dengan suara yang gemetar.

    “Malam Berdarah?” kata Jarge dengan nada bingung. “Malam dimana Leico membantai semua penyerang dengan kekuatan Death Eyesnya. Yang membuat seluruh desa penuh dengan darah yang berceceran dimana-mana. Sampai sekarang pun aku masih takut mengingat kejadian itu... takut... sangat takut.” Jawab tetua dengan kembali menunjukkan ekspresi wajah ketakutannya.

    “Hey, hey... bagaimana bisa seorang anak berusia 7 tahun dapat membantai orang banyak?” tanya Jarge yang memang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi.



    “Aku juga tidak tahu...” tetua tertegun, “yang kulihat cuma... Leico kecil yang sedang berdiri sambil menatapi para penyerang dan...” tetua kembali tertegun, “mereka yang membalas tatapan Leico tewas dengan mengenaskan!” kata tetua seraya menampakkan ekspresi wajah yang ketakutan.

    “Tewas!? Mengenaskan!? Apa maksudnya itu?” tanya Ross mulai tertarik dengan cerita sejarah Leico.

    “Ya!? Tubuh orang-orang yang membalas tatapan Leico pada waktu itu tiba-tiba mengeluarkan darah. Darah yang berceceran berasal dari bagian-bagian tubuh mereka yang pecah akibat sesuatu...” tetua tidak melanjutkan kata-katanya.

    “Sesuatu? Apa itu?” tanya Jarge yang semakin penasaran.

    “Tidak tahu.” Kata tetua dengan kepala tertunduk lesu seolah menyesali kejadian yang pernah dialaminya.

    “Begitu ya... ternyata memang tidak bisa dinalar dengan akal sehat.” Kata Jarge mencoba memaklumi keadaan tetua desa.

    “Bahkan aku sendiri sebagai seorang Deyes pun tidak mengerti, bagaimana bisa itu semua terjadi. Kekuatan yang ia miliki... dari mana asalnya” kata Alex menanggapi kata-kata Jarge.

    “Tunggu dulu!” kata tetua dengan raut muka kaget. “Bagaiman bisa aku bercerita pada orang asing!!!” kata tetua desa marah dan menunjukkan ekspresi wajah lucu.

    “Hahaha... Dasar tetua desa bodoh!!!” Alex tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi wajah tetua desa. Tetua pun menanggapinya dengan tatapan tajam yang kesal.

    ***

    Sementara itu, di sebuah menara pengawas dekat tembok pembatas yang terbuat dari beton dan baja di desa Tepa. Leico termenung, pandangan matanya kosong, dia sedang memikirkan sesuatu.


    “Kenapa... kenapa aku terlahir sebagai Deyes?” kata Leico sambil memukul-mukul dinding menara. “Aku tidak mau... mereka semua mengataiku sebagai pembunuh. Padahal aku tidak tahu apa maksud mereka!” kata Leico masih dengan nada menyesal. Kemudian ia menangis.

    “Huh... dasar cengeng!!” kata seseorang yang baru saja datang. Kemudian Leico menoleh kearah orang yang berbicara di belakangnya. “Oh... kamu ya Bold.” Kata Leico yang masih menangis tapi mencoba menghapus air matanya.

    “Hey!! Ada apa dengan mu?” kata Bold sambil mengambil kerah baju Leico lalu mengangkat tubuh Leico setinggi yang ia bisa. “Apa kamu akan terus begini?” tanya Bold, namun Leico masih terdiam meski air matanya sudah berhenti mengalir di pipinya. “Hey aku tanya.. apa kamu akan terus begini?” tanya Bold lagi. “Cepat jawab!!!” bentak Bold. Namun, Leico masih saja termenung dan tak bicara sepatah kata pun.

    “Hah!!! Ternyata keputusan ku mengajarimu seni pedang ternyata sia-sia saja!” kata Bold marah-marah. “Sebaiknya kamu mati saja... menyusul orang tuamu.” Lanjut Bold masih dengan nada yang marah-marah.

    “Mati.. benar.. sebaiknya aku mati saja agar tidak menyusahkan orang lain lagi.” Kata Leico seolah menyetujui saran Bold.

    “Eh... apa maksudmu? Kata Bold kaget dengan kata-kata Leico.

    “Sudah jelaskan... aku akan menyusul orang tuaku.” Kata Leico sambil mengambil pedang dari punggungnya lalu mengarahkannya ke perutnya.

    “Hey!!! Apa yang ingin kamu lakukan?” Bold terlihat panik, “dengar Leico! Seorang ksatria tidak boleh mati bunuh diri... apalagi dengan pedangnya sendiri.” Kata Bold sambil memegang bahu Leico.

    “Tapi tidak ada artinya bagi seseorang seperti ku.” Kata Leico menanggapi. Matanya pun mulai menatap Bold, gurunya itu. “Seorang ksatria tidak boleh menangis... dan aku menangis. Artinya aku bukan seorang ksatria!” Kata Leico dengan nada yang mulai tinggi.






    “Tidak!! Kamu salah Leico!!! Ksatria tetap saja seorang manusia... dan tidak ada larangan bagi manusia untuk menangis. Lagipula, aku bisa mengerti Leico. Masa lalumu, aku tahu itu sangat menyakitkan. Bahkan aku sendiri pun mungkin tidak akan mampu sebaik kau jika aku dalam posisimu.” Kata Bold mencoba menyadarkan Leico tentang kebenaran seorang ksatria. “Dengar Leico, jika kamu mampu bertahan dengan keadaan ini. Maka, kamu adalah ksatria terkuat yang ada di bumi ini.” Kata Bold menghibur Leico. “Kuharap kamu bisa bertahan, Leico.” Kata Bold dengan desertai senyuman. Lalu, Bold pergi meninggalkan Leico yang saat itu berada di puncak menara pengawas desa Tepa.

    Di dalam lorong menuju lantai bawah, Bold bicara didalam hati, “Leico... aku yakin kamu pasti bisa... pasti!”

    Sementara itu, Leico yang saat itu tengah berada di puncak menara pengawas melihat-lihat sekeliling, ia sedang mencoba memutuskan sesuatu. Dan itu adalah...

    ***
    Alex yang saat itu sudah sangat lapar langsung menyantap habis makanan yang disediakan oleh tetua desa. Alex melahapnya dengan rakus sekali... pantas saja ia dijuluki si tukang makan oleh Jarge. Ross, Jarge dan beberapa orang didalam sana juga sedang menikmati hidangan yang ada, tentu saja tetua desa ikut.

    “Nyam-nyam... enak sekali masakan ini! Rasanya seperti makanan surga saja!” kata Alex megada-ada sambil mengunyah makanan yang masih ada didalam mulutnya.

    “Dasar! Si tukang makan!” kata Jarge yang nyengir melihat tingkah laku Alex.

    Mereka saat itu sedang berada di ruang makan yang besar sekali. Disana dihidangkan berbagai macam jenis makanan, ada daging, buah-buahan, dan makanan lainnya. Mereka bisa menikmati semua karena kecerdikan Ross dalam bernegosiasi. Isi negosiasi itu adalah memberi mereka makan dan mereka akan pergi dan tidak akan kembali lagi ke desa Tepa. Tentu saja tetua tidak menerima itu, akan tetapi mereka mengajukan penawaran berikutnya yaitu membawa Leico Braven pergi bersama mereka. Jarge agak kaget dan merasa itu bukan keputusan yang tepat. Tapi dia kalah suara, karena Alex bilang iya, iya dan iya.

    “Oh ya.. tuan tetua desa, kenapa anda mau kami mengajak pemuda keren itu bersama kami?” tanya Ross kepada tetua desa sekaligus memulai pembicaraan.

    “Karena aku ingin Leico menemukan kebenaran.” Jawab tetua desa sambil menenggak minuman.


    “Kebenaran?” kata Jarge dengan nada kebingungan.

    “Ya... kebenaran tentang siapa dibalik penyerangan orang asing ke desa Tepa. Desa Tepa hanyalah sebuah desa yang kecil dekat gunung Reuniga yang terpencil, lalu apa yang membuat mereka mau datang kemari dari jauh lalu menyerang kami. Bukankah itu hal yang tidak penting?”kata tetua desa menjelaskan. Ross dan Jarge memperhatikan tetua desa sedang menjelaskan. Sedang Alex, ia sedang asyik makan dan kalau sudah makan, ia paling tidak suka kalau diganggu.

    “Bisa anda ingat, seperti apa pakaian para penyerang itu?” kata Jarge yang sedari tadi sangat penasaran dengan sejarah desa Tepa yang meliputi jati diri Leico.

    “Pakaian ya... seingatku mereka berpakaian layaknya tentara. Menggunakan pelindung yang terbuat dari campuran karet dan baja serta bercorak hitam kuning.” Kata tetua sambil mendongakkan kepalanya disertai tangan yang memegangi dagunya.

    “Pelindung bercorak hitam kuning? Hey Ross, apa kamu tahu pakaian itu berasal darimana?” tanya Jarge kepada Ross yang saat itu terlihat sedang minum.

    “Apa kamu ingat Jarge, dengan orang yang Alex bunuh waktu itu?” balas Ross seraya menatap kepada Jarge. Jarge yang ingat lantas bersemangat.

    “Orang itu ya... orang yang mengenakan pakaian militer dengan lambang kotak abu-abu serta tiga gambar senjata api warna merah yang menyatu mebentuk segitiga di lengan kirinya!” kata Jarge bersemangat dengan nada agak tinggi. “Tapi ... lambang itu... apa maksudnya?” Jarge mulai kebingungan.

    “Blood Gun!” kata Alex sambil berhenti makan, wajahnya tampak suram.













    “Memang benar!” kata Ross menanggapi ucapan Alex. “Blood Gun adalah sebuah organisasi pembunuh massal yang diciptakan oleh sekelompok mafia negara... Goldleaf Mafia!” lanjut Ross, “dan 8 tahun yang lalu, mereka bergerak keseluruh penjuru Republik Hugband untuk membunuh penduduk suatu desa sampai tak bersisa. Mungkin hanya sedikit dari penduduk yang tidak mereka bunuh, seperti wanita muda dan anak-anak yang masih kecil.” Kata Ross bercerita sambil menyuap makanan kemulutnya dengan sendok. “Anak-anak kecil mereka latih dengan latihan yang diluar nalar, hingga anak-anak itu menjadi mesin pembunuh keji. Itulah yang terjadi kepada Alex, mereka melatih Alex seperti melatih hewan saja, disuruh memanjat pohon bahkan tebing, disuruh berenang di teluk terpencil di dekat kawasan Deltagrove dengan ancaman yang besar. Tidak banyak dari mereka yang selamat atau hidup, pelatihan itu lebih cocok disebut sebagai penyiksaan. Mereka benar-benar makhluk rendahan yang hanya berani pada kaum lemah saja. Apalagi anak-anak!” Ross mengakhiri ceritanya dengan meminum sebuah air, lalu pergi keluar.

    “Alex..” kata Jarge sambil menatap kepada Alex dengan tatapan kasihan.

    “Aku mau pergi keluar!” kata Alex menyudahi makan siangnya itu, lalu pergi dari tempat makan itu.

    Setelah beberapa saat ruangan itu menjadi sunyi senyap, ada sebuah ketukan pintu yang memecah kesunyian ruangan itu. Lalu masuk seorang pemuda, Leico.

    “Aku datang!” kata Leico sambil menutup kembali pintu masuk ruangan itu. Sesaat ia terdiam karena suasana ruangan yang sunyi. Lalu tetua desa menyuruhnya untuk duduk. Kemudian tetua desa bercerita tentang rencananya yang ingin agar Leico pergi bertualang bersama teman barunya. Awalnya Leico agak bingung, tapi setelah dijelaskan kebali oleh tetua ia pun mengerti dan ia menerima usulan tetua desa itu.

    “Selamat datang Leico! Di tim petualang kami!” kata Jarge sambil tersenyum kepada Leico.

    “Eh... terima kasih!” kata Leico menjawab sambil tersenyum.

    Tetua desa yang menyaksikan kejadian itu pun tersenyum, didalam hatinya ia senang karena Leico akhirnya punya teman yang cocok.

    ***

    Sementara itu, ditempat lain Ross sedang berbincang-bincang dengan Alex mengenai masa lalu Alex. Mereka berbincang dengan serius dan sepertinya Alex terlihat sedih, begitu pun juga Ross yang mulai munjukkan raut muka sedih.

    “Oh ya Ross, bagaimana kalau Jarge tahu semuanya tentangku?” tanya Alex kepada Ross tanpa manoleh ke wajah Ross.

    “Kamu bisa membunuh Jarge sepuasmu!” kata Ross menjawab dengan kening yang dikerutkan,m meski ia berharap agar Jarge tidak tahu apa-apa, tentangnya maupun tentang Alex.

    Mereka berdua sedang termenung di sebuah bukit dekat dengan rumah besar tetua desa Tepa, keduanya hanya berdiam diri tanpa bicara, Alex yang saat itu sedang duduk sambil merangkul kedua kakinya melihat sekeliling dengan wajah yang tidak nampak semuanya kecuali mata. Sedangkan Ross, ia berdiri di dekat sebuah pohon besar yang berada tidak jauh dari posisi Alex juga sedang merenung karena sesuatu. Dari wajahnya, ia kelihatan bingung. Setelah beberapa saat terdiam, mereka berdua menoleh kebelakang, ternyata Jarge dan Leico yang datang.

    “Hey kalian berdua. Ayo kembali!” kata Jarge dengan raut muka senang. Tapi, Alex dan Ross hanya terdiam kebingungan.

    “Kembali? Apa maksudmu?” tanya Ross yang kali ini membalik badannya sehadap dengan Jarge dan Leico.

    “Maksudku, ayo kembali bertualang!” kata Jarge dengan senyumannya yang lantas mengangkat moral dari Alex dan Ross. “Ayo kembali bertualang, dengan teman baru kita, Leico Braven!” lanjut Jarge masih dengan raut muka senang dan senyuman.















    Chapter berikutnya : chapter 3
    Awal mula perjalan baru.
  • apa Alex punya misi ...? seru jadi penasaran petualangan mereka ...
  • Keren2, penasaran ma lanjutannya, mention ea
  • Chapter 3. Awal mula perjalanan baru.

    “Ayo kembali bertualang, dengan teman baru kita, Leico Braven!” lanjut Jarge masih dengan raut muka senang dan senyuman.

    “Bertualang ya!” kata Ross sambil mendongakkan kepalanya. Dia tersenyum!

    “Hmmm... aku sih yes!!” kata Alex tersenyum.

    “Hahahaha!!” Jarge pun tertawa, disusul oleh Ross.

    “Eee.. ngomong-ngomong, bukannya kalian ini petualang?” tanya Leico kebingungan.

    “Ya!” kata Jarge menjawab pertanyaan Leico. “Memangnya kenapa?” lanjut Jarge berbalik bertanya kepada Leico.

    “Mmm... aku cuma merasa aneh, kalian kan baru 5 jam yang lalu kubawa kemari. Tapi, reaksi kalian mendengar bertualang kok sangat heboh? Seperti sudah 1 bulan tidak bertualang.” Ungkap Leico dengan tak menghilangkan ekspresi bingungnya.

    “Hahaha... sebenarnya 7 bulan yang lalu kami masih bertualang mengelilingi kota di Republik Hugband. Tapi, sesampainya di kota Porty... kami jatuh cinta!” kata Ross menjawab pertanyaan Leico.

    “Jatuh cinta??” ekspresi Leico semakin bingung.

    “Maksudnya, kami tidak ingin meninggalkan kota cantik itu.” Kata Jarge sambil mendekati Leico dan menaruh tangannya di bahu Leico.

    “Ee.. bukan itu yang tidak ku mengerti. Tapi, alasan kenapa kalian menetap di kota Porty itu apa?” Leico kembali bertanya sambil menoleh ke Jarge.


    “Hmmm... entahlah. Aku tidak tahu... yang ku tahu hanyalah aku merasakan cinta pada kota Porty. Hanya itu.” Jawab Jarge sambil bergerak menuju tempat dimana Alex berada sebelumnya.

    “?” tiba-tiba diatas kepala Leico muncul tanda tanya besar.

    “Woouyyy!!! Apa yang kalian tunggu!!” kata seseorang dengan suara yang keras. Leico, Jarge dan Ross dengan otomatis menoleh ke arah sumber suara tadi. Ternyata itu Alex, sejak kapan? Mungkin itulah yang ada dibenak mereka bertiga. “Kalau tidak cepat hari akan gelap!!” lanjut Alex sambil menunjuk ke langit yang memang mulai gelap.

    “Dasar si tukang makan!!! Kita kan berangkatnya besok!!!!” teriak Jarge dengan nada yang jauh lebih tinggi ketimbang suara Alex dan ekspresi marah yang menakutkan.

    Alex yang mengetahui hal itu lantas terkekeh malu. “Gitu ya!! Hehehe.”

    ***

    Di malam harinya, Ross, Jarge, dan Leico bersiap-siap untuk pergi bertualang. Mereka menyiapkan pakaian, bekal dan tentu saja uang. Setelah selesai berkemas, Jarge dan Ross langsung pergi tidur, sedang Alex? Dia sudah tidur dari tadi, jauh sebelum Jarge dan Ross mulai berkemas. Sepertinya Alex akan menerima julukan baru dari Jarge, si tukang tidur barangkali.

    Di tempat lain, Leico masih belum tidur. Dia berada di sebuah teras besar sambil memandangi bulan sabit yang terang karena cuaca malam itu cerah. Setelah beberapa saat ia terdiam sambil memandangi bulan, ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Detik berikutnya ia menoleh ke sumber suara itu, dilihatnya sesosok pria bertubuh tegap dan wajah yang cerah secerah bulan pada malam itu. Ternyata Bold yang datang, awalnya ia terdiam namun, seketika itu juga ia lari ketakutan karena melihat sekelompok banci yang datang bergerombol sambil memanggil-manggil namanya, “Bold”. Leico langsung tertawa terbahak-bahak melihat kejadian itu, saking lucunya kejadian itu hingga tidak pernah terjadi di dunia nyata. Yup, itu hanya pikiran konyol Leico saja.

    Melihat Leico yang tertawa terbahak-bahak tentunya membuat Bold menjadi kesal, lalu berteriak “APA YANG LUCU BODOH!!!!”.



    Leico lalu berhenti tertawa dan mengusap air matanya yang keluar karena tertawanya terlalu tertawa... ?

    “Sudah puas tertawanya?” tanya Bold.

    “Siap sudah!” jawab Leico dengan tegas sambil membetulkan posisi duduknya.

    “Oh ya, ku dengar kamu akan pergi bertualang?” tanya Bold sambil mendekati Leico.

    “Yup, bersama Alex, Jarge, dan Ross.” Jawab Leico sambil kembali memandangi bulan sabit yang terang.

    “Bersama mereka? Ku dengar kamu yang membawa mereka ke desa sebagai penjahat?” tanya Bold kembali sambil menoleh pada Leico.

    “Ya. Tapi mereka berhasil menunjukkan sesuatu yang membuat tetua desa percaya pada mereka. Setidaknya itu yang menarik dari mereka.” Kata Leico sambil membalas pandangan Bold.

    “Gadis itu?” kata Bold sambil nyengir.

    Kata-kata itu membuat wajah Leico memerah, “apa? Apa maksudmu?” wajah Leico lantas berubah menjadi bingung.

    “Hahaha... dasar bocah, baru seperti itu sudah kikuk.” Kata Bold mengejek. “Kamu masih minim pengalaman.” Lanjut Bold.

    “Minim pengalaman? Apa maksudmu dengan minim pengalaman?” Leico dibuat bingung dengan pernyataan gurunya itu.

    “Nanti kamu akan tahu, bocah.. hahaha.” Kata Bold, lalu pergi dari tempat itu sambil melambaikan tangannya.

    “Dasar, apa-apaan dia itu!” kata Leico kesal lalu kembali memandangi bulan.

    Setelah beberapa saat, tempat itu kembali sunyi senyap. Leico kembali terdiam, dia memikirkan sesuatu. Cukup lama dia terdiam, lalu seseorang kembali datang, dia adalah tetua desa. Tetua desa bertanya kepada Leico tentang kenapa dia tidak tidur, Leico lantas menjawab kalau dia tidak akan tidur jika dia merasa ada yang tidak beres. Cukup lama mereka berbincang, sampai pada akhirnya tetua mengatakan sesuatu yang membuat Leico memutuskan untuk tidur.

    ***

    Di tempat tidurnya, Leico berpikir mengenai perkataan tetua desa. Perkataan itu adalah,
    “Tujuanmu dalam bertualang bersama mereka adalah untuk mencari kebenaran.”

    “Kebenaran??” kata Leico dalam hati seraya menutup mata, ia pun tertidur pulas.


    ***
    Keesokan paginya, mereka berempat berkumpul di pintu gerbang desa Tepa. Mereka terlihat bersemangat, apalagi Leico. Dia satu-satunya orang yang belum pernah bertualang sebelumnya, dibanding dengan ketiga teman barunya mungkin dia adalah orang yang paling kuat. Kalau menilik pertemuan pertama mereka yang berakhir dengan dibawanya Alex, Jarge dan Ross ke desa Tepa sebagai penjahat.

    Banyak hal yang membuat Leico menjadi bimbang, meskipun dia dicap sebagai remaja yang mandiri, tetap saja dia hanyalah seorang remaja yang asing dengan dunia luar yang keras. Setidaknya itulah yang ia dengar dari gurunya, Bold.

    “Jadi sampai disini saja kebersamaan kita?” Kata Bold memulai perbincangan.

    “Ya, begitulah.” Jawab Leico singkat. Mereka berdua saling berpandangan, mereka seolah berbicara tanpa kata. Bisa dibilang mereka bicara bahasa hati. Aneh! Mungkin itulah yang ada dibenak orang disekitarnya.

    “Oh ya, kemana kalian akan pergi?” tanya tetua desa.

    “Kami akan pergi ke Locked Valley di seberang gunung Reuniga itu.” Jawab Jarge seraya menunjuk kearah gunung besar yang berada di sebelah barat desa Tepa.

    “Locked Valley ya... ku dengar lembah itu tidak bisa dimasuki oleh siapa pun, bagaimana bisa kalian akan pergi kesana?” tanya Bold.

    “Kami hanya lewat, kami tidak tertarik pada lembah itu!” jawab Ross sambil mengalihkan pandangan kepada Bold. “Memangnya kenapa? Apa anda merasa kami tidak cukup kuat untuk melewati lembah itu?” lanjut Ross sambil setengah tersenyum.

    “Terserah pada mu saja, aku tidak peduli. Aku rasa Leico akan sibuk untuk melindungi mu.” Kata Bold sambil menoleh pada Leico yang saat itu sedang melakukan perenggangan tubuh.


    Mendengar kata-kata itu membuat Ross menjadi marah, “hey!? Jangan remehkan aku ya!!” kata Ross sambil berteriak pada Bold.

    “Ternyata benar! Semua wanita itu sensitif.” Kata Bold sambil menundukkan kepalanya disertai senyuman.

    “Ehh,..” Ross terdiam disertai dengan wajah yang memerah.

    “Sudah cukup bincang-bincangnya, ayo pergi!” kata Alex yang saat itu sudah berada di sebuah mobil jip besar lengkap dengan perbekalan dan juga senjata yang pastinya akan berguna nanti.

    “Baiklah!! Aku pergi ya... Bold, tetua!” kata Leico sambil menaiki mobil itu dengan melompat.

    “Ya, hati-hati di jalan!!” kata tetua pada mereka semua yang sudah menaiki mobil itu.

    “Kami berangkat!!” kata mereka berempat sambil melambaikan tangan mereka kearah tetua dan Bold.

    “Selamat jalan, jaga Ross baik-baik ya Leico!!” kata Bold sambil meletakkan kedua tangan di mulutnya.

    “Berisik!!!” kata Ross yang saat itu wajahnya kembali memerah.

    “Eh, apa katanya?” kata Leico dengan nada bertanya dan menoleh pada Ross.

    “Nggg,, aku tidak tahu. Suara mesin ini cukup nyaring sehingga suara yang lemah jadi sulit terdengar!” kata Ross menjelaskan sambil tertawa malu pada Leico. Leico yang melihat keanehan pada diri Ross hanya menarik alis kirinya ke atas.

    Setelah beberapa saat, mobil itu sudah pergi jauh dari desa Tepa. Mobil yang dikemudikan oleh Jarge tersebut meluncur di jalan yang cukup besar, jalan itu terbuat dari bebatuan yang dihancurkan, sehingga laju mobil tidak terasa mulus. Baru sebentar mobil itu melaju, tiba-tiba mereka terhenti karena sebuah kerangka manusia yang menghalangi jalan, tepat di tengah jalan.

    “Kerangka?” kata Jarge dengan suara agak gemetar.




    “Aneh, kenapa ada sebuah kerangka didaerah yang jarang dilalui orang?” kata Leico, keningnya berkerut dan pandangannya fokus ke kerangka itu.

    Alex yang sedang menguap langsung turun dari mobil dan mendekati kerangka itu. Dia mengamatinya sesaat, setelah itu dia menendangnya keras-keras!

    “Alex!!!” kata Jarge dan Ross serempak disertai raut muka kaget dan marah.

    “Eh, kenapa?” kata Alex kaget lalu menoleh.

    “Kamu tahu tidak! Apa yang kamu lakukan itu berbahaya!!” kata Jarge sambil memukul kepala Alex setelah ia turun dari mobil.

    “Sakit tahu!!!” kata Alex marah-marah.

    Sementara itu, Ross dan Leico masih berada di mobil memerhatikan tingkah laku dua orang yang sedang marah-marah.

    “Huh, dasar aneh!!” kata Ross sambil bersandar di kursi belakang mobil.

    “Benar!!” kata Leico, mendengar itu membuat Ross menjadi heran.

    “Apanya yang benar??” kata Ross terheran-heran.

    “Kerangka itu, bagaimana bisa berada disini?” kata Leico sambil memandangi tubuh kerangka yang sudah tidak utuh lagi karena ditendang Alex.

    “Eh..” kata Ross sambil memandangi langit-langit tanda kalau dia saat itu sedang berpikir.

    “Di daerah ini sangat jarang ada orang beraktifitas, lokasinya yang jauh dari desa dan juga dekat dengan Locked Valley menjadi tanda kalau kerangka ini bukan kerangka biasa! Mungkin ini jebakkan.” Kata Leico

    “Jebakkan? Siapa yang mau melakukan itu pada sekelompok anak-anak?” kata Ross, dia terlihat kebingungan.

    “Heh, maksudmu itu mereka.” Kata Leico setengah tersenyum sambil menuding ke arah 2 orang bodoh yang sedang berkelahi.

    “Hahaha... bisa saja.” Jawab Ross sambil tertawa melihat tingkah laku Alex dan Jarge yang masih berdebat sedari tadi. Benar-benar orang yang bodoh!

    Chapter berikutnya : chapter 4
    kerangka misterius dan locked valley
  • sepertinya Ross suka Leico ya ...
  • ikutan nyimak yaa..
    *clingakclinguk, tumben nga ada @Tsunami :D
  • octavfelix wrote: »
    ikutan nyimak yaa..
    *clingakclinguk, tumben nga ada @Tsunami :D

    @octavfelix ga semua story gw ikutin kalee :P
  • afaZartin
    @tarry ,
    @cansetya_s ,
    @arieat ,
    @onewinged_bird ,
    @Gabriel_Valiant ,
    @alvaredza ,
    @greenbubbles ,
    @fends ,
    @zeva_21 ,
    @boybrownis ,
    @AlexanderAiman ,
    @kimo_chie ,
    @bumbellbee ,
    @haha5 ,
    @nakashima ,
    @pradithya69 ,
    @mumura ,
    @astlyo ,
    @Kiyomori ,
    @Mr_Makasar ,
    @d_cetya ,
    @kuroy ,
    @congcong ,
    @Tsunami ,
    @Akbar Syailendra ,
    @rone ,
    @uci ,
    @diditwahyudicom1
    @bianagustine ,
    @Wooyoung ,
    @marioALDI ,
    @Fistjump ,
    @lulu_75 ,
    @rasdidin ,
    @salahkah_aku ,
    @dirpr
    @Abyan_AlAbqari
    @callme_DIAZ
    @kutu22
    @Dltyadrew2
    @Monic
    @0003xing
    @Beepe
    @Bintang96
    @Rikky_kun
    @Dimz
    @Snowii_
    @Gabriel_Valiant
    @indoG
    @n0e_n0et
    @Cheesydark
    @Venussalacca
    @jokerz
    @bponkh
    @laikha
    @foursquare
    @Ian_McLaughlin
    @alexwhite
    @Archiez
    @dionville
    @mahardhyka
    @sandy .buruan
    @DiFer
    @obay
    @egalite
    @Jhoshan26
    @adinu
    @tyo_ary
    @ananda1
    @adilope
    @dannyfilipe1
    @exxe87
    @cassieput
    @bi_men
    @lintang1381
    @aldi_arif
    @hikaru
    @harya_kei
    @YuuReichi
    @Tsu_no_YanYan
    @No_07021997
    @yubdi
    @wisas
    @bladex
    @tohartoharto
    @cmedcmed
    @CoffeePrince
    @wandi_aja
    @faradika
    @adre_patiatama
    @hwankyung69
    @Adam08
    @haikal24
    @bebong
    @DM_0607
    @raka_okta
    @arifinselalusial
    @sky_borriello
    @tamagokill
    @Rizal_M2
    @angelofgay
    @pokemon
    @FauziNIC
    @lasiafti
    @Éline
    @MikeAurellio
    @anjinganjing
    @DanniBoy
    @mamomento
    @kimo_chie
    @Sefares
    @Rez1
    @newsista
    @Kim_Kei
    @the_angel_of_hell
    @rafky_is_aldo
    @alexrico
    @kimsyhenjuren
    @rickyAza
    @rizky_27
    @Ervfan55
    @marvinglory
    @Flowerboy
    @emoniac
    @Taylorheaven
    @Onew
    @Anju_V
    @VBear
    @kangmas1986
    @FISE
    @mikaelkananta_cakep
    @arwin_syamsul
    @caetsith
    @davey88
    @vasto_cielo
    @GeryYaoibot95
    @voldemmort1
    @galihsetya14
    @abiDoANk
    @trinity93
    @farizpratama7
    @OlliE
    @nand4s1m4
    @rarasipau
    @NielSantoso
    @Yongjin1106
    @tsu_gieh
    @esadewantara88
    @Putra_17
    @diditwahyudicom1
    @ikmal_lapasila
    @kikyo
    @MErlankga
    @ElninoS
    @edwardlaura
    @putra_ajah
    @arieat
    @Ariel_Akilina
    @rey_drew9090
    @ddonid
    @joeb
    @elul
    @andra99
    @TigerGirlz
    @irfan295_
    @pria_apa_adanya
    @balaka
    @kevinlord7
    @Chachan
    @_newbie
    @raffi_harahap
    @deph46
    @ichafujo97
    @Lonely_Guy
    @abang_jati
    @zephyros
    @chandisch
    @tialawliet
    @blackshappire
    @Adra_84
    @Tamma
    @icha_fujo
    @Key_Zha
    @boy_filippo
    @hantuusil
    @diyuna
    @yuzz
    @pyolipops
    @AvoCadoBoy
    @aldyliem
    @Arjuna_Lubis
    @yooner5
    @ryanjombang
    @Irfandi_rahman
    @RezaYusuf
    @i_am
    @diandasaputra
    @khaW
    @Zazu_faghag
    @pradithya69
    @san1204
    @bapriliano
    @Ranmaru
    @Anggoro007
    @3ll0
    @Remiel
    @Fae91
    @gege_panda17
    @d_cetya
    @zevanthaikal
    @tarry
    @unknowname
    @adjie_
    @keanu_
    @bell
    sorry ganggu! ^^ minta penilaiannya...hehe, sekali lagi sorry^^ cuman mo
    minta koment dari sesepuh BF.
  • Chapter 4. Kerangka misterius dan Locked Valley.

    “Kenapa dirimu!!” bentak Jarge.

    “Kamu yang kenapa!!” kata Alex geram.

    Mereka berdua masih saja saling beradu argumen, sedangkan Leico dan Ross yang sedari tadi cuma melihat tingkah lucu kedua kawannya dengan tenang dan santai, mereka tahu tidak akan terjadi hal-hal yang tidak mereka inginkan, apapun itu. Sampai suatu ketika, Jarge menyadari sesuatu.

    “Hey Alex, kamu menyadari sesuatu tidak?” bisik Jarge pada Alex.

    “Maksudmu tentang pertengkaran kita?” jawab Alex sambil berbisik juga.

    “Ya, saat ini kita berdua sedang bertengkar disini. Sedangkan Leico dan Ross...” Jarge tidak melanjutkan kata-katanya karena dipukul oleh Ross. “Aduh!?” kata Jarge kesakitan. “Ada apa dengan mu, Ross?” tanya Jarge yang saat itu memegangi kepalanya.

    “Jangan pikir yang aneh-aneh!!” jawab Ross dengan tegas sambil mendekati kerangka yang saat itu berada di tepi jalan.

    Sementara itu, Leico masih duduk dengan tenang di kursi mobil sambil memandangi Ross yang saat itu sedang mengamati kerangka misterius itu.

    “Ouy!! Ayo kita pergi!” kata Leico dengan suara yang cukup tinggi.

    “Eh, pergi? Sekarang?” kata Jarge disertai raut muka bingung.

    “Ku lihat tidak ada yang aneh di sekitar sini, mungkin kita akan menemukan jawabannya di Locked Valley.” Kata Leico sambil memandangi daerah sekitarnya. “Ayo?!” kata Leico, kata-kata itu pun membuat Alex, Jarge dan Ross kembali ke mobil dan selanjutnya mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju Locked Valley.




    Di tengah perjalan, mereka semua duduk dengan tenang sambil memandangi pegunungan Reuniga. Kecuali Alex, dia tertidur sambil ngorok. Leico yang saat itu duduk di samping Alex pun terpaksa menutup telinga rapat-rapat agar tidak terganggu dengan suara ngorok Alex. Leico merasa tidak enak kalau membangunkan Alex yang saat itu sedang tertidur pulas, sedangkan Jarge tidak memperdulikan suara yang datang dari Alex, dia hanya fokus untuk mengatur kemudi mobil yang saat itu sedang melaju cukup kencang.

    Sampailah mereka di sisi Locked Valley, Locked Valley sendiri adalah lembah luas yang tertutup karena jejeran pepohonan yang berada disekitar lembah. Jejeran pepohonan itu lebih mirip seperti benteng alam yang kokoh. Bagian itu disebut orang-orang “gerbang hutan lembah”, jika dilihat dari ketinggian ada bagian lapang di tengah-tengah lembah. Bagian itu disebut “titik kunci”. Mitosnya, jika sesorang terperangkap di Locked Valley lalu menemukan titik kunci maka dia akan keluar dengan selamat. Ada banyak cerita tentang Locked Valley, diantaranya yang paling terkenal adalah cerita mengenai seorang anak kecil yang tanpa sadar memasuki Locked Valley dan kembali setelah 27 tahun kemudian. Meski pada akhirnya dia meninggal karena sesuatu, sehari setelah dia sukses keluar dari Locked Valley. Selain itu, di sebuah desa yang tidak jauh dari lokasi Locked Valley, ada seseorang yang mengaku pernah tinggal di Locked Valley dan hidup tenang disana. Ada beberapa masyarakat yang berbeda pendapat mengenai bagaimana cara orang itu masuk dan bagaimana pula bisa hidup disana, ada yang mengatakan kalau di tengah-tengah Locked Valley terdapat taman yang penuh dengan makanan serta bahan untuk hidup. Bahkan ada pula yang mengatakan kalau, sehari di Lockd Valley sama dengan 1 tahun di dunia nyata. Tentu saja itu semua hanya mitos belaka yang sampai sekarang tidak diketahui kebenarannya.

    Sementara itu, keempat orang yang saat itu tengah berada di sebuah bukit yang berlokasi tidak jauh dari Locked Valley sedang memandangi lembah itu dengan kagumnya. Kekaguman mereka bukan tanpa alasan, karena memang Locked Valley itu sangat indah dengan pepohonan besarnya yang berjejer rapi mengisi setiap sudut dari Locked Valley yang luas itu. Diperkirakan, kalau luas lembah itu sekitar 100 hektar.

    “Whoaa... luas sekali lembah ini!” kata Jarge ternganga karena kekagumannya.

    “Ya benar, kota Porty terkenal karena lembah ini yang sampai saat ini tidak diketahui apa isi dari lembah itu, hewan, tumbuhan, bahkan mungkin monster yang tinggal disana.” Kata Leico menjelaskan.

    “Monster!!” kata Jarge kaget.


    “Dasar penakut! Itu cuma perkiraan saja.” Kata Alex mengejek, saat itu dia sudah bangun.

    “Diam kau!!! Mau berkelahi, hah?” kata Jarge sambil menatap Alex dengan tatapan tajam.


    “Sudahlah, jangan bicarakan hal yang tidak penting.” Kata Ross mencoba menenangkan Jarge. “Jarge, ayo berangkat!” lanjutnya sambil menepuk bahu Jarge.

    “Siap bos!!” kata Jarge semangat sambil memberi hormat ala militer pada Ross.

    Mobil yang dikemudikan oleh Jarge saat itu tidak dapat melaju dengan mulus karena jalanan yang tidak rata. Sesekali Jarge mengeluh karena jalanan yang ia gunakan saat itu tidak layak digunakan. Sementara itu, ketiga kawannya yang sedang duduk hanya diam tanpa kata. Leico dan Ross sedang sibuk mengamati Locked Valley, sedangkan Alex, dia sedang tidur. Padahal jalan yang dilalui oleh mobil itu bukan jalan yang layak pakai karena keadaannya sedang rusak. Dari yang terlihat, ada beberapa bagian hitam di sisi-sisi badan jalan, dari situ dapat diketahui kalau jalan itu dulunya adalah jalan beraspal. Namun, keadaannya sekarang telah berubah, sekarang ini jalan itu menjadi jalan tanah yang akan membahayakan jikalau hujan turun. Selain karena jalan itu sebagian besar terdiri dari tanah, adapula bebatuan yang mungkin akan menjadi licin jika kena air dan akibatnya adalah mobil atau kendaraan lainnya bisa saja tergelincir dan jatuh ke bagian curam di sisi lemah. Tapi, setidaknya mereka berempat beruntung, karena saat itu cuaca sedang cerah dan tidak ada tanda-tanda akan turun hujan.

    Setelah beberapa saat, mereka akhirnya tiba di desa dekat Locked Valley. Pada papan nama yang ada di atas pintu masuk menuju desa, tertera sebuah nama, “Wooden Village.” kata bacaan yang terera di papan nama itu. Jarge pun hanya mampu melongo saja ketika melihat keadaan desa kayu itu, keadaannya saat itu benar-benar tak terduga. Ada banyak orang disana yang berlalu lalang dengan santainya. Ternyata, desa kayu ini termasuk desa yang maju karena hasil buminya yang berlimpah. Berbeda sekali dengan keadaan desa Tepa, mungkin itulah yang ada dibenak mereka.

    Sambil memandangi desa itu, Jarge secara perlahan membawa mobil dengan kecepatan lambat, matanya terkejap-kejap memandangi desa maju itu. Hal serupa juga terjadi pada Leico dan Ross, lalu Alex? Dia masih saja tidur, mungkin karena mobil yang dikemudikan Jarge berjalan lambat sehingga bagi Alex terasa seperti nyanyian “nina bobo”.

    “Wow!! Benar-benar desa yang maju!” kata Leico dengan nada kagum.

    “Benar!!” kata Jarge membenarkan kata-kata Leico.

    “Sudah, kagumnya nanti saja. Sebaiknya kita cari penginapan dulu untuk beristirahat nanti malam.” Ungkap Ross sambil menepuk-nepuk bahu Jarge.

    “Menginap dimana? Di gua?!” kata Jarge dengan nada kesal.

    “Dasar bodoh! Ya di penginapan lah!” kata Ross, tentu saja Jarge kaget dibuatnya.

    “Penginapan? Memangnya ada di desa ini?” kata Jarge masih dengan nada bertanya.

    “Desa ini berpenduduk besar, sudah pasti ada penginapan di desa ini. Selain dari penduduk desa, para turis yang berdatangan kemari pasti perlu penginapan! Sama seperti kita.” Ucap Ross menjelaskan kepada Jarge. Dilihatnya kalau Jarge mengangguk.

    Setelah beberapa kali bertanya kepada penduduk sekitar, mereka akhirnya menemukan penginapan. Penginapan itu berlokasi dekat dengan bangunan tua yang dulunya adalah sebuah pabrik penegolahan batang pohon dan penampungan kayu-kayu hasil pengolahan. Dari kondisi bangunan, usia pabrik itu berkisar 100 tahun.

    Setelah check in, mereka lantas pergi menuju kamar masing-masing. Alex, Leico dan Jarge satu kamar, sedang Ross berada di kamar yang berbeda.

    Setibanya dikamar, Alex langsung merebahkan diri dan tidur, lagi. Sementara Jarge hanya bisa menghela nafas karena jengkel dengan kelakuan Alex yang seperti anak-anak. Sementara Leico, dia sedang melihat-lihat pemandangan luar dari jendala kamar yang berada di lantai 4 penginapan itu. Dia terfokus pada pabrik tua yang sudah tidak beroperasi lagi dan terlihat tidak terawat.

    “Ada apa Leico?” tanya Jarge mengajak Leico bicara.

    “Aku merasa ada yang aneh pada bangunan itu!” jawab Leico tanpa mengalihkan pandangan.

    “Bangunan pabrik itu?” tanya Jarge sekali lagi sambil menatap pada Leico. Dilihatnya Leico mengangguk dan itu artinya jawaban “iya”.

    Jarge pun ikut memandangi bangunan tua itu dengan kening berkerut, seolah dia merasa tidak ada yang aneh pada bangunan itu.

    “Menurutku tidak ada yang aneh dengan bangunan itu.” Kata Jarge seraya menoleh pada Leico.

    “Mmm... mungkin hanya perasaan ku saja.” Jawab Leico ragu-ragu. Dia merasa yakin pada firasatnya itu.

    “Oh ya, nanti sore aku akan pergi mencari pandai besi di desa ini.” Kata Jarge sambil mendekati tempat tidur.

    “Pandai besi?” kata Leico sambil membalikkan badan.





    “Ya!! Kurasa pedangku mulai tumpul dan ada baiknya kalau ku asah agar kembali tajam.” kata Jarge sambil duduk di tempat tidur. “Mau ikut?” lanjut Jarge.

    Leico terlihat menganggukkan kepalanya lalu kembali memandangi bangunan tua yang berada di sebelah penginapan itu. Jarge yang melihat tingkah laku Leico yang misterius hanya tersenyum lalu tidur.

    ***

    Sementara itu, Ross yang berada di dekat jendela terlihat sedang memandangi bangunan tua itu dengan tatapan menganalisa disertai kerutan di keningnya. Sepertinya dia juga merasakan sesuatu yang aneh pada bangunan itu. Dan ia kelihatannya berusaha mengingat sesuatu tentang bangunan itu, apa itu? Hanya dia yang tahu.

    ***

    Disore harinya, Leico dan Jarge pergi untuk mencari pandai besi di sekitar desa kayu. Pada akhirnya mereka menemukan sebuah toko pandai besi yang menjual hasil-hasil tangan para pekerja disana. Ada yang berupa pedang, pisau, kampak dan lain sebagainya. Mereka pun masuk ke ruangan dimana ada banyak hasil tangan yang dipajang disana untuk dijual, perhatian Jarge tertuju ke sebuah pedang berwarna merah yang berada di dalam sebuah kotak kaca. Namun, wajahnya langsung berubah ketika melihat tulisan yang ada di dalamnya, “Tidak Dijual” kata tulisan yang ada didalam bersama sebuah pedang merah kemilau.

    Sedangkan Leico yang agak terburu-buru langsung menuju kasir dan bertanya apakah toko tersebut bisa melayani pelanggan yang ingin mengasah pedang. Ya, jawab seorang gadis cantik yang menjaga tempat kasir itu. Dia lantas menunjukkan jalan menuju ruangan perbaikan yang berada di bagian kanan bangunan pandai besi itu. Leico lantas mengajak Jarge untuk kesana tanpa lupa mengucapkan terima kasih kepada si penjaga kasir. Penjaga kasir hanya membalas dengan senyuman seraya membungkukkan badannya sedikit.

    Leico dan Jarge pun tiba di sebuah ruangan yang cukup luas, ruangan itu terasa sangat panas dan pengap khas pandai besi. Salah seorang yang berada tidak jauh dari Leico dan Jarge lantas bertanya kepada mereka apa yang bisa ia lakukan untuk mereka. Leico dan Jarge dengan segera menjawab kalau mereka ingin mengasah pedang mereka. Leico dan Jarge pun mengeluarkan pedang masing-masing dan menunjukkannya kepada si pekerja pandai besi.

    “Whoa!!! Pedang ini...” si pekerja kaget dan tak melanjutkan kata-katanya setelah melihat pedangnya Leico. “Pedang ini kan yang terjual 10 tahun yang lalu dengan harga tinggi. Pedang ini adalah pedang terbaik yang pernah kami buat!!!” lanjut pekerja itu dengan suara agak tinggi.




    “Pedang ini dulunya milik ayah ku.” Kata Leico menyambung perkataan pekerja itu sambil tersenyum.

    “Wah.. ternyata pewaris ya. Kamu beruntung! Sebab, pedang ini dibuat dengan suatu ritual khusus dan sekarang tidak banyak lagi orang yang mengetahui ritual tersebut!” kata pekerja itu dengan semangat. “Bisa dibilang pedang ini hanya ada satu di dunia ini.” Lanjut si pekerja itu dengan raut muka cerah. Leico hanya bisa tertawa untuk menanggapi ocehan si pekerja itu. Jarge yang merasa sudah terlalu lama untuk mengocehnya lantas meminta si pekerja untuk segera mengerjakan tugasnya. Si pekerja pun menyanggupinya dengan mengasah pedang Leico dan Jarge.

    Beberapa saat kemudian, pengasahan pedang pun selesai. Leico dan Jarge terlihat puas dengan hasil kerja si pekerja itu. Sebelum mereka pergi, ada seorang anak laki-laki kecil yang datang menghampiri si pekerja, anak itu kira-kira berumur 8 tahun.

    “Paman Ota! Paman Ota..” kata anak kecil itu, Leico dan Jarge hanya diam saja melihat anak itu.

    “Iya, ada apa Livad?”jawab si pekerja yang rupanya bernama Ota.

    “Kerangka itu terlihat lagi!!!” kata anak kecil yang dipanggil Livad oleh paman Ota.

    “Apa!?” kata paman Ota kaget. “Dimana?” tanya paman Ota kepada Livad.

    “Disini!!” jawab Livad, suaranya agak cemas. Perkataan itu lantas membuat Leico menjadi kaget.

    Sebelum paman Ota mengucapkan sesuatu, dia kaget karena tiba-tiba sebuah kerangka manusia jatuh di dekat jendela ruangan bagian luar itu dan membuat kaca jendela itu pecah. Orang-orang yang berada di sekitar tempat itu dengan segera mendekati tempat dimana jatuhnya sebuah kerangka manusia tadi. Semuanya, tanpa terkecuali Leico dan Jarge.

    “Astaga!!! Kerangka manusia!!” kata salah seorang pria yang berada di tempat itu.

    “Jangan-jangan kiriman dari Locked Valley!!” kata seorang lagi, kali ini nadanya agak gemetar.

    “G-g-gawat... ini mungkin pertanda buruk!!” kata seorang wanita ketakutan.

    Sementara itu, Leico mengamati kerangka itu dengan seksama, terlihat sekali kalau dia saat itu sedang bingung.

    “Kerangka... Locked Valley... apa maksud dari semua ini? Apakah ada hubungannya dengan kerangka yang kami jumpai di jalan waktu itu?” kata Leico dalam hati. “Sepertinya ini semua ada sangkut pautnya.....” lanjut Leico di dalam hati, “antara kerangka dengan Locked Valley!!”
    Chapter berikutnya : chapter 5
    Memulai penyelidikan.
  • mentionnya gak masuk...

    Seru.. karena aku juga suka cerita fantasi. Imajinasi melanglang buana.. jadi membayangkan sosok Leico itu seperti apa..
  • aku mengira petualangan mereka naik kuda ternyata mobil ... lanjut makin seru ..!
Sign In or Register to comment.