BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Beautiful as Love

Sebenernya sudah gabung dari 2010, namun baru menampakkan diri sekarang.
Dari dulu pengen banget bikin sebuah cerita. Dan baru terealisasi saat ini. Memang sih masih awam dalam dunia tulis-menulis, sehingga mohon maaf jika dalam cerita ini terdapat kekurangan-kekurangan seperti typo atau cerita yang jelek.
Silahkan dibaca tulisan pertama saya.
Mohon kerja samanya semua

Comments

  • edited June 2014
    Sabtu, 15 Agustus 2009


    Akhirnya sampai juga disini. Di sebuah sangkar burung besi bermesin yang sangat besar dan modern di salah satu negara di benua Eropa. Lagi-lagi perjalananku tidak menyenangkan. Dimulai dari maskapai yang akan membawaku mengalami delay hampir 6 jam karena terdapat beberapa trouble, sehingga aku harus menunggu di bandara selama 6 jam sendirian. Namun, tidak buruk juga sih menunggu sendirian di bandara. Sebab, aku mendapat beberapa kenalan cewek-cewek cantik yang juga menunggu datangnya pesawat tersebut. Namun saat kutanya tempat duduknya, ternyata dia beda kelas denganku. Yah, padahal berharap banget bisa duduk disebelahnya. Karena ini penerbangan perdanaku sendirian, sehingga selama perjalanan ke negara ini aku hanya bisa menghabiskan waktu dengan membaca buku atau berkutat dengan Nintendoku saja. Kalau ada cewek tadi, kan enak bisa diajak ngobrol.

    Sebenarnya kalau boleh memilih, aku tidak ingin naik pesawat. Aku menderita hyperphobia atau orang-orang biasa menyebutnya phobia akan ketinggian. Meskipun sudah kucoba obati dengan memberanikan diri untuk naik pesawat atau mencoba wahana-wahana yang menantang adrenalin, phobia ini tidak sembuh-sembuh. Aku selalu membayangkan saat naik pesawat, tiba-tiba pesawat ini meledak dan terhempas kelaut. Biasanya orang tuaku akan menenangkanku dengan menggenggam tanganku saat pesawat akan take off. Namun sekarang aku harus bisa menenangkan diriku sendiri.

    Aku harus berangkat sendirian kesini , sebab kedua orang tua dan kakakku sudah berangkat duluan satu minggu lalu. Aku menunda keberangkatanku dikarenakan ada seleksi masuk tahap terakhir sekolah favoritku itu. Sebenarnya kakakku bisa menunda keberangkatannya dan terbang bersamaku, namun dengan sombongnya dia menolak tawaran Papaku, karena dia sudah ada janji dengan temannya disini. Emang tuh orang tidak bisa diandalkan. Kalau terjadi apa-apa dengan adiknya yang cakep bin ganteng ini bagaimana? Dasar.

    Aku ambil handphone, dan ku kembalikan setingannya dari mode penerbangan menjadi normal. Ku coba menghubungi Papaku untuk meminta jemput di bandara ini. Papaku sebenarnya sudah menyuruh kakakku untuk menjemputku di bandara, namun dia selalu saja menolak. “Tutt.. Tutt.. Tutt.. Tutt..”. Ini kok ngga diangkat-angkat ya, pikirku. Duh, sibuknya. Kembali kucoba hubungi Papaku. “Tutt.. Tutt.. Tutt.. Tutt..”. Masih tidak diangkat-angkat. Aku kirimi dia pesan lewat Line. Namun, tiba-tiba muncul tanda “Read” dibawah pesanku. “Tanpa dibalas dan hanya dibaca?! Bener-bener nih orang tua, sesibuk apa sih dia? Mending naik taksi aja lah kalau begini.” Gerutuku dalam hati. Kutarik koper bertuliskan Samsonite ini. Capek rasanya jalan, tapi sedikit terobati dengan pemandangan cewek-cewek cantik disini. Setelah memasuki taksi, kuberitahu tujuanku, taksipun melesat menembus jalanan kota ini.

    Aku sudah tidak asing dengan jalanan kota ini. Aku lahir disini dan dibesarkan hingga umur 7 tahun. Aku sering bersepedah sendirian menjelajahi kota ini. Banyak sekali memoriku disini. Aroma udara jalanan tepi sungai Themes ini selalu membuatku rindu. Sungai yang besar ini membelah kota menjadi dua bagian. Namun warga kota ini tak menyerah dengan keadaan alam. Mereka membangun sebuah jembatan besar yang dapat terangkat sehingga kapal dibawahnya bisa melintas. Aku pernah hampir tenggelam di sungai ini, untung saja seorang ibu-ibu yang melintas mendengar teriakanku. Sejak kejadian itu, aku menekadkan diriku untuk belajar berenang.

    Akhirnya aku sampai di rumah kelahiranku. Ya, ini adalah rumah dinas Papaku. Papaku bekerja di KBRI sejak sebelum aku lahir. Entah kenapa dia tak pernah dipindah tugaskan ke negara lain seperti teman-temannya. Tapi aku senang Papaku tidak dipindah tugaskan, sebab aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan tempat ini. Setelah ku bayar taksi tersebut, kuambil koper dan kulangkahkan kakiku memasuki pekarangan rumah. Rumah modern minimalis ini terlihat berbeda sejak terakhir kali kutinggalkan satu tahun yang lalu. Tembok yang dulunya putih, kini bercat krem. Kulihat sisi kiriku, terdapat ayunan ban yang dulu dibuat sendiri oleh Papaku karena aku iri melihat temanku memiliki ayunan bannya sendiri dirumah. Aku tertawa pelan mengingat kenakalan kecilku dulu. Di sampingnya terdapat pond kecil tempat ikan dan kura-kura peliharaanku dulu. Namun saat Mama dan kakakku memutuskan untuk pindah ke Indonesia, aku memutuskan memberikan kelinciku pada sahabat kecilku.

    Ku ketok pintu kaca ini, tidak ada sahutan dari dalam. Ku tekan bel berulang-ulang, dan kuhentikan saat kudengar suara langkah kaki mendekat dari balik pintu. Krek..Saat pintu dibuka, munculah sosok kakakku dari balik pintu. Kalau aku cewek, mungkin aku akan tergila-gila dengan dia. Perawakannya tinggi, sekitar 180 cm hasil keikutsertaannya di ekskul basket sejak kecil, kulit putih khas asian, rambut spike tipis dan badan berotot yang pas, tidak besar dan tidak kecil. Alis mata yang tebal menaungi kedua matanya yang indah namun sorot matanya tajam. Dia lahir saat Papaku masih bertugas di Thailand. Wajar saja perawakannya mirip orang-orang Thailand kebanyakan. Selalu bikin ku iri. Setiap kami berjalan berdua di mall, dia dengan mudahnya mendapatkan nomor handphone cewek-cewek. Kedua orang tuaku memberinya nama Ashclaire Qahffi Herdian Utama biasanya dipanggil Qahffi, tapi lebih suka memanggilnya Asqa karena lebih simple. Kutarik kembali koper dan kudorong pintu untuk memasuki rumah ini. “Capek nih gara-gara loe kaga jemput gue!”, gerutuku pada kakaku itu. Kak Asqa hanya melihat sekilas dengan tatapan malasnya, kemudian ia kembali berlalu menuju kamarnya. “Sial, tuh orang ngeselin banget”, desisku pelan. “Hey! Gue masih punya kuping, gue masih bisa denger”, balasnya sambil mendelik dan menutup pintu kamarnya.

    “Maa!! Paa!!” Tak ada sahutan. Biasanya saat Papa dan Mamaku pergi, mereka selalu meninggalkan sticky note di televisi. "Saat kamu baca note ini, berarti kamu sudah sampai di rumah. SELAMAT DATANG SAYANG!!! Maaf ya Papa sama Mama tidak bisa menjemputmu di bandara. Papa sama Mama sedang mengikuti perjamuan dengan wakil dari Kerajaan Inggris. Kalau kamu capek, tidur saja. Kamar sudah mama rapikan lho.. O iya, kalau lapar di kulkas masih ada lasagna, kamu bisa angetin di microwave. Mama sama Papa sayang kamu :*". Ini pesan apa surat sih, panjang banget. Biasanya kalau ada perjamuan, pasti Papa dan Mama pulangnya tengah malam. Dari pada nunggu ngga jelas, mending sekarang aku tidur saja, agar jetlagnya tidak terlalu terasa. Untung saja tadi sudah makan roti saat di taksi, sehingga tidak terlalu lapar dan bisa tidur dengan tenang. Setelah kubasuh kaki dan gosok gigi, ku rapatkan tubuhku pada kasur dan aku memulai perjalanan ke pulau mimpiku.
  • Lanjut ya!
    Ntar aku di mention juga !
  • menarik, mention klo up yeah,,,,
  • mau juga dong dimention.
    hehehe
    penasaran sama lanjutannya...
  • Maaf mau tanya, maaf masih newbie
    Biar tulisan jadi miring, atau tebal, atau bewarna bagaimana ya?? X_X
Sign In or Register to comment.