BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Naladhana

Donat dengan icing cokelat tinggal separuh habis, aku melirik layar handphone. 22:13. Keretaku seharusnya tiba tiga puluh menit lagi. Karena terlalu cemas ketinggalan kereta -aku naik dari stasiun singgah, aku cepat-cepat memanggil taksi dan berangkat. Lupa kalau jalanan Kota Atlas ini selalu lengang setelah pukul delapan malam. Aku masih agak "culture lag" antara Jakarta dan dimana aku tinggal dan bekerja sekarang, Semarang. Aku tiba di Stasiun Besar Semarang Tawang setengah jam yang lalu, menyadari bahwa keretaku tiba masih sangat lama dan aku memilih memesan dua donat dan segelas cokelat panas.

Keretaku baru tiba pukul dua belas, terlambat satu jam dari jadwal. Ya beginilah, kita tidak pernah tahu apa yang terjadi bukan? Katanya karena ada kereta anjlog di daerah Tasik. Aku menghela napas, kalau bukan karena saudara sepupuku yang menikah dan aku harus ada di iringan pengantin aku akan mengirimkan pesan ke Mama kalau aku tidak akan datang. Mungkin kamu akan berpikir, masih ada moda transportasi yang bernama pesawat. Iya, kalau aku tidak bepergian di akhir minggu. Dan budget airlines yang terbang dari sini ke Jakarta frekuensinya hanya dua kali sehari, jam tanggung di pagi hari dan jam tanggung sorenya. Dan Senior Managerku dengan senyum khasnya berkata, "Belum, kamu belum boleh libur. Setengah hari? Ngga bisa, say." ketika aku minta ijin supaya bisa berangkat Jumat pagi. Dan yang paling menyebalkan, aku hanya akan membuang 12 jam lebih perjalan pergi pulang dan juga 12 jam lebih disana. Sudah terbayang pegal dan letihnya.
*
Aku sedang mengamati orang-orang disekitarku. Mall ini memang tidak pernah sepi. Bahkan di sebuah gerai kopi dipojokan ini. Di meja sebelah, lima gadis dengan dandanan malam ini sedang bingung antara Dragonfly atau Beer Garden. Sementara tiga pria mapan didepanku sedang asik dengan gadgetnya masing-masing. Smoked Beef Quice dipiringku sudah tingal remah-remahnya dan Spearmint Tea yang ku sesap juga tinggal setengah gelas. Aku meraih handphoneku, sudah hampir satu jam aku menunggu Badra dan Agni. Badra dan Agni adalah sahabatku, berkenalan sewaktu bangku kuliah di Kota Kembang dan berlanjut dengan makan-makan gaji pertama di Jakarta. Lima tahun bersama hingga sudah tahu bagaimana sifat dan sikap mereka. Badra yang sama sepertiku -he's alsa gay, masih mencari sosok pria idaman. Sedangkan Agni, ia baru saja kabur dari Pulau Dewata karena bosan dengan suasananya. Bali? Bosan? I don't think so itu alasannya. Agni masih memendam rasa pada Sutan, teman sekelasku di Bandung.
"Kejebak macet didepan apartemen. Masih di Bucks?", pesan dari Agni.
"Buset! Masih. Makanan gue udah abis nih. Laper."
"Bentar yah, air kosan gue mati.", Badra membalas pesanku. Aku berdecak.
"Eh, Mas. Lagi disini?", seorang pria tiba-tiba menghampiri mejaku. Aku menatap sebentar.
"Sudah lupa ya?", dia tersenyum.
Aku masih menatapnya. Pria ini tampak familiar. Tapi siapa?
"Harris, mas. Yang bulan lalu exhibition di hotel."
"Ah! Pak Harris, apa kabar?", memoriku baru saja menemukan arsipnya.
"As you can see Mas. Sendirian aja?"
"Masih sendiri. Nunggu teman."
"Can I sit here?"
"Sure."
Harris tersenyum. Senyumnya masih sama. Menggoda.
"Business trip?", tanyanya.
"No, kondangan Pak."
"Masih panggil Bapak. Mas aja. Atau Harris."
Aku tersenyum.
"Pulang kapan?"
"Minggu sore."
"Stay dimana?"
"Setiabudi. Di tempat kakak. Tapi palingan jua nanti sama sama pulang pagi.", aku terkekeh.
"Bisa aja kamu. Work hard, play hard, party hard?"
"Indeed."
"Sendirian aja?", giliranku bertanya pada Harris.
Harris mengangguk. "Habis meeting sama client."
"Ah, I see."
Handphoneku berdering. Agni is on the line.
"Dapet salam dari kemacetan, how may I assist you?"
"Kampret lo. Dimana sih? Gue udah di puteran."
"Puteran mana? Depan Gandaria?"
"Ngehek. Puteran seberang Sentra Senayan. Badra?"
"Lagi nunpang mandi. Buru deh." Aku mematikan line. Harris tertawa.
"Temen?"
"Kalau pacar kayanya ga mungkin ngomongnya kaya gitu."
"I'm okay with that."
"Pardon?"
Harris tersenyum sambil menyesap Americanonya.
"I have to go. Nice to meet you again, Nala.", Harris menjabat tanganku. Aku mengulum senyum. Ridwan Harris. Aku padamu.

Comments

Sign In or Register to comment.